Anda di halaman 1dari 86

Laporan Kasus

PERITONITIS
GENERALISATA
Disusun Oleh :
Ilham Mahardika (4112021223)

Pembimbing :
Kombes Pol. dr. Sumidi, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RS BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO
BAB I. STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Usia : 9 tahun
Tanggal lahir : 28 Juni 2013
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jakarta Timur
Nomor rekam medis : 01260***
Tanggal Masuk RS : 18 Maret 2023
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien di bangsal Anggrek 1
pada tanggal 20 Maret 2023

Keluhan Utama
Nyeri perut yang memberat sejak 1 hari SMRS

Keluhan Tambahan
Batuk kering sejak 2 minggu SMRS
II. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Polri diantar kedua orang tuanya dengan keluhan nyeri
perut yang memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut dengan NPRS
9/10, terus menerus, memburuk ketika pasien beraktivitas, dan tidak ada posisi yang
meringankan nyeri. Keluhan disertai dengan mual dan muntah, muntah cair sebanyak 3
kali per hari, tidak menyemprot, tidak disertai lendir atau darah. Pasien juga mengeluhkan
batuk sejak 2 minggu SMRS, batuk kering dan tidak disertai darah. Pasien belum BAB
sejak 3 hari SMRS. Tidak ada keluhan BAK. Keluhan demam, sesak nafas, penurunan
berat badan, keringat malam disangkal.
II. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang (lanjutan)
Keluhan nyeri perut mulai dirasakan pertama kali sejak 1 bulan SMRS. Nyeri
dirasakan di ulu hati dan sempat berpindah ke perut kanan bawah, hilang timbul dengan
NPRS 7/10, memberat ketika pasien beraktivitas, dan membaik ketika pasien
membungkukkan badannya. Pasien sempat dibawa berobat ke klinik, diberikan obat,
namun ibu pasien lupa obat yang dikonsumsi, lalu keluhan dirasakan membaik.

Pasien belum pernah mengeluhkan keluhan serupa sebelumnya, riwayat penyakit


kronis disangkal, imunisasi dasar lengkap, pasien belum mengalami menstruasi.
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa (-)


Riwayat asma (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat TB (-)
Tidak ada.
Riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit paru (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat keganasan (-)
Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Ibu pasien berusia 49 tahun, G5P4A0, usia gestasi 38 minggu. Riwayat preterm
(-). pemeriksaan kehamilan dengan bidan. Selama kehamilan, riwayat demam (-),
kejang (-), keputihan (-), hipertensi (-), nyeri saat BAK (-), dan keluar cairan dari
vagina (-). Ibu pasien mengonsumsi multivitamin, tidak pernah merokok dan
meminum minuman beralkohol. Pasien lahir dibantu oleh bidan, berat badan lahir
2.800 gram, panjang badan lahir 49 cm.
Riwayat Imunisasi

Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Perkembangan sesuai dengan usia


III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
KU : Sakit berat Status Gizi
Kesadaran : CM Berat badan (BB) sekarang : 18 kg
Tinggi badan (TB) sekarang : 138 cm
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 143 x/menit
Pernafasan : 32 x/menit
Suhu : 37 ⁰C
BB/U (saat ini)

BB/U = 18/31 x 100% = 58%

TB/U (saat ini)

TB/U = 138/135 x 100% = 102%

BB/TB (saat ini)


BB/TB = 18/33 x 100% = 54%
Status Lokalis
Paru
KEPALA
Bentuk : Normosefal Inspeksi Bentuk dbn, pergerakan dada
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut simetris, retraksi (-)

Mata: CA +/+, SI -/- Palpasi Pergerakan simetris


Telinga : Normotia, simetris, sekret (-)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum Perkusi -
(-), sekret (-)
Mulut : Bibir tidak kering, sianosis (-) Auskultasi SNV, ronkhi +/+, wheezing -/-
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening.
Jantung
Inspeksi Tidak tampak iktus kordis

Palpasi Iktus kordis teraba


Abdomen
Perkusi - Inspeksi Cembung, darm steifung (-),
Auskultasi BJ I dan II reguler, murmur (-), darm contour (-)
gallop (-) Auskultasi BU (+) menurun, metallic
sound (-)
Palpasi Nyeri tekan (+) seluruh lapang
Ekstremitas abd, defans (+) seluruh lapang
Superior Inferior (dx/sin) abd
(dx/sin) Perkusi Timpani
Akral +/+ +/+
hangat
CRT dbn dbn
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi (18/03/2023)

Hemoglobin 10.2  
13-16 gr/dL

Hematokrit 31 40-48 %

Leukosit 29.010 5.000-10.000 10^3/μL

Trombosit 527.000 150.000-400.000 10^3/μL

Elektrolit (18/03/2023)

Natrium 125 135 – 145 mmol/L

Kalium 3,7 3,5 – 5,0 mmol/L

Clorida 92 98 – 108 mmol/L


Rontgen Thorax (18/03/23)
- Trakea di tengah
- Cor : CTR normal, aorta normal
- Kedua hilus dalam batas normal
- Corakan bronhovascular kedua paru
meningkat
- Tulang-tulang intak
- Jaringan lunak sekitar baik

Kesan : bronkopneumonia
BNO 3 Posisi (18/03/23)
- Preperitoneal fat line kanan-kiri baik
- Psoas line dan kontur kedua ginjal tertutup
 
udara usus
- Tampak multiple air fluid level disertai
dilatasi lumen usus halus
- Udara lumen usus sangat minimal di distal
- Tidak tampak udara bebas ekstra lumen

Kesan : Ileus obstruktif level usus halus


V. RESUME
An. N, 9 tahun, datang ke IGD RS Polri dengan keluhan nyeri seluruh perut yang
memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dengan NPRS 9/10, memburuk
ketika pasien beraktivitas, dan tidak ada posisi yang meringankan nyeri. Riwayat nyeri perut
(+) hilang timbul sejak 1 bulan SMRS. Riwayat berobat (+) ke klinik. Mual dan muntah cair (+)
sebanyak 3 x/hari. Pasien juga mengeluhkan batuk kering tanpa darah sejak 2 minggu
SMRS. Pasien belum BAB sejak 3 hari SMRS. Keluhan BAK, demam, sesak nafas,
penurunan berat badan, keringat malam disangkal. Pemeriksaan fisik thorax: ronkhi (+/+);
abdomen: cembung, NT (+), defans (+), BU meningkat. Pemeriksaan lab: anemia (Hb 10,2
gr/dL), leukositosis (29.010 uL), trombositosis (527.000 uL), hyponatremia (125 mmol/L),
hipokloremia (92 mmol/L). Rontgen thorax: corakan bronkovaskular meningkat. BNO 3 posisi:
kesan ileus obstruktif level usus halus.
VI. RENCANA PEMERIKSAAN
- Kultur cairan peritoneal, uji tuberkulin

VII. DIAGNOSIS KERJA


- Peritonitis generalisata ec suspek apendisitis perforasi
- Ileus paralitik
- Bronkopneumonia dd/ TB paru
- Anemia
- Malnutrisi
- Electrolyte imbalance (hyponatremia & hipokloremia)
VIII. PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 0,9% 1100 cc/24 jam
2. Inj Ranitidin 2 x 18 mg
3. Inj Ceftriaxone 2 x 900 mg
4. Pasang NGT  dekompresi
5. Pasien dipuasakan
6. Konsul Sp.B  Pro laparotomi eksplorasi
IX. LAPORAN OPERASI
Laporan Operasi Tindakan Operasi
• Dokter bedah : dr. Maurits, Sp.B • Laparotomi eksplorasi
• Tanggal operasi : 20 Maret 2023 • Adhesiolisis
• Waktu operasi : 11.00 – 14.00 • Appendectomy
• Lama operasi : 3 jam • Peritoneal toilet
Diagnosis Pre-Operatif
• Peritonitis generalisata ec susp app perforasi
Diagnosis Post-Operatif
• Perotinitis generalisata ec multiple perforasi
LAPORAN OPERASI
1. Penderita tidur terlentang dengan GA 6. Identifikasi caecum, tampak app:
2. Asepsis dan antisepsis lapangan operasi hiperemis, diameter 2 cm, perforasi (+)
3. Insisi midline diperdalam sampai 7. Dilakukan appendectomy secara double
peritoneum ligase, control perdarahan
4. Peritoneum dibuka, keluar cairan 8. Terdapat satu perforasi lain di colon
seropurulent +/- 20 cc, cairan disuction transversum dan dua perforasi di ileum,
5. Dilakukan eksplorasi, terdapat lubang dijahit
perlengketan hebat antara omentum, 9. Cuci rongga abdomen (peritoneal toilet),
caecum dengan abdomen. Dilakukan pasang drain
adhesiolisis secara tajam dengan gunting 10. Luka operasi dijahit lapis demi lapis
dan cauter 11. Operasi selesai
DOKUMENTASI OPERASI
INSTRUKSI POST OPERASI
1. IVFD RL:amino fluid = 2:1  28 tpm
2. Pasien dipuasakan selama 2 x 24 jam, selama puasa hanya diperbolehkan dibasahi
bibir saja
3. Ceftriaxon inj 2 x 1 g, metronidazole drops 3 x 125 mg, gentamicin inj 2 x 80 mg,
ranitidine inj 2 x 20 mg, ketorolac inj 2 x 1 amp (bila masih nyeri, beri ketoprofen
supp)
4. Besok pagi GV luka dengan povidone iodine
5. Besok siang mulai mobilisasi miring kiri dan miring kanan
6. Besok cek H2TL
FOLLOW UP POD-1 (21/03/23)
S O A P

Keluhan: KU : TSB, Kes : CM • Post op laparotomy Advice dr. Harry, Sp.B:


nyeri (+), TTV: TD 90/40 mmHg  
eksplorasi- • Pasien masih
flatus (+) HR 147 x/m appendectomi ec puasa
RR 24 x/m app perforasi + • Tx teruskan
S 36,8 ºC perforasi ileum &
SpO2 97% on NC 3 lpm colon POD-1 Advice Sp.A:
• Transfusi PRC 360
Abdomen: datar, BU (+), luka • Anemia gravis cc/24 jam
perdarahan (-), drain produksi • Loading NaCl 500
(+) 20 cc/10 jam berwarna • Hipoalbuminemia cc
merah • Albuforce 2 x 1 tab

Lab 21/03/23:
Hb 4,8 g/dL; Leuk 28.310 uL;
Ht 17%; Tromb 144.000;
Albumin 2,6 g/dL
FOLLOW UP POD-2 (22/03/23)
S O A P

Keluhan: nyeri (+) KU : TSB, Kes : CM Post op laparotomy Advice dr. Maurits,
TTV: HR 108 x/m  
eksplorasi- Sp.B:
RR 24 x/m appendectomi ec • Terapi lanjut
S 37,3 ºC app perforasi + • GV luka 1
SpO2 98% on NC 3 perforasi ileum & kali/hari
lpm colon POD-2 • Hitung produksi
drain/24 jam 
aff drain jika <20
Abdomen: datar, BU cc
(+), luka perdarahan • Mulai minum
(-), drain produksi besok, 1 jam
(+) 60 cc berwarna kemudian
merah makan bubur
saring
FOLLOW UP POD-3 (23/03/23)
S O A P

Keluhan: nyeri (+) KU : TSB, Kes : CM Post op laparotomy -


TTV:  
eksplorasi-
HR 108 x/m appendectomi ec
RR 28 x/m app perforasi +
S 36,5 ºC perforasi ileum &
SpO2 97% on NC 3 colon POD-3
lpm

Abdomen: datar, BU
(+), luka perdarahan
(-), drain produksi
(+) 240 cc berwarna
kecokelatan
FOLLOW UP POD-4 (24/03/23)
S O A P

Keluhan: nyeri perut KU : TSB, Kes : CM Post op laparotomy Advice dr. Maurits,
dan nyeri di bekas TTV: TD 100/60  
eksplorasi- SpB:
luka operasi mmHg appendectomi ec • Terapi lanjut
HR 148 x/m app perforasi + • Rawat luka
RR 24 x/m perforasi ileum & • Drain
S 38 ºC colon POD-4 dipertahankan
SpO2 99% on NC 3 • Pasien puasa
lpm • Rencana OP
ulang
Abdomen: datar, • Rawat inap
tegang, BU (+), luka PICU post-op
rembesan (+), drain
produksi (+) 120 cc
berwarna
kecokelatan
LAPORAN OPERASI
Laporan Operasi Tindakan Operasi
• Dokter bedah : dr. Maurits, Sp.B • Relaparotomi
• Tanggal operasi : 25 Maret 2023 • Adhesiolosis
• Waktu operasi : 11.40 – 14.20 • Fresh wound & primary hecting
• Lama operasi : 2jam 40 menit • Peritoneal toilet
Diagnosis Pre-Operatif
• Peritonitis ec susp perforasi usus halus
Diagnosis Post-Operatif
• Peritonitis ec multiple perforasi
LAPORAN OPERASI
1. Penderita tidur terlentang dengan GA yang tidak bisa dilepaskan  kesulitan
2. Asepsis dan antisepsis lapangan operasi dalam mengeksplor seluruh usus
3. Jahitan operasi pertama dibuka kembali 7. Eksplorasi kembali tampak kebocoran di
sampai peritoneum dan keluar colon transversum yang merupakan luka
cairan/feses +/- 150 cc, cairan disuction lama, diputuskan dilakukan fresh wound,
4. Dilakukan eksplorasi, terdapat perforasi jahit primer
(luka baru) di usus halus, dijahit primer 8. Rongga abdomen dicuci (peritoneal toilet)
5. Tampak seluruh usus halus viabel, 9. Kontrol perdarahan, pasang drain
namun rapuh 10. Luka operasi dijahit lapis demi lapis
6. Terdapat juga perlengketan usus halus & 11. Operasi selesai
colon sigmoid dengan dinding abdomen
DOKUMENTASI OPERASI
INSTRUKSI POST OPERASI
1. Pasien rawat di ruang PICU, pemberian cairan disesuaikan dengan TS Sp.A
2. Pasien dipuasakan 4 – 5 hari post op
3. Antibiotik lanjut sesuai instruksi post op tanggal 20/3/23, disesuaikan juga dengan
TS Sp.A
4. Produksi drain dihitung per 24 jam
5. GV luka per hari, jika luka rembes: ganti 2 kali/hari
FOLLOW UP POD-1 (26/03/23)
S O A P

- KU : TSB, Kes : CM • Post op IVFD Kaen Mg3 900 ml/24 jam,


TTV: TD 85/42 mmHg relaparotomy  Aminofluid 250 cc/24 jam,
HR 154 x/m eksplorasi ec Smoflipid 100 cc/24 jam,
RR 24 x/m peritonitis POD-1 norepinefrin 0,05 mcg/kg/mnt
S 36,8 ºC
SpO2 98% on NC 2 lpm • Anemia Inj Ceftriaxone 2 x 1 g,
levofloxacin 1 x 500 mg,
Pulmo : ronkhi +/+ • Hipoalbuminemia metronidazole 3 x 125 mg,
Abdomen: datar, BU (+), luka ranitidine 2 x 20 mg, gentamicin
perdarahan (-), drain produksi • Electrolyte 2 x 80 mg
(+) 100 cc imbalance
Advice dr. Diatrie, Sp.A:
Lab 25/03/23: • Syok sepsis • Transfusi albumin 20% 100
Hb 8,8 g/dL; Leuk 29.960 uL; ml
Ht 26%; Tromb 73.000; Albumin • Bronkopneumoni • Inhalasi Ventolin +
2,0 g/dL; Na 132 mmol/L; K 3,0 Pulmicort/12 jam
mmol/L, Cl 96 mmol/L
FOLLOW UP POD-2 (27/03/23)
S O A P

- KU : TSB, Kes : CM • Post op IVFD Kaen Mg3 900 ml/24 jam,


TTV: TD 104/76 mmHg relaparotomy   Aminofluid 250 cc/24 jam,
HR 114 x/m eksplorasi ec Smoflipid 100 cc/24 jam,
RR 24 x/m peritonitis POD-2 norepinefrin 0,1 mcg/kg/mnt
S 36,2 ºC
SpO2 98% on NC 1 lpm • Anemia Inj Ceftriaxone 2 x 1 g,
levofloxacin 1 x 500 mg,
Pulmo: ronkhi +/+ • Hipoalbuminemia metronidazole 3 x 125 mg,
Abdomen: datar, BU (+), luka ranitidine 2 x 20 mg, gentamicin
perdarahan (-), drain produksi • Electrolyte 2 x 80 mg
(+) 100 cc imbalance

• Syok sepsis
perbaikan

• Bronkopneumonia
FOLLOW UP POD-3 (28/03/23)
S O A P

- KU : TSB, Kes : CM • Post op IVFD Kaen Mg3 900 ml/24 jam,


TTV: TD 109/78 mmHg relaparotomy Aminofluid 250 cc/24 jam,
HR 106 x/m eksplorasi ec  Smoflipid 100 cc/24 jam,
RR 24 x/m peritonitis POD-3 norepinefrin 0,05 mcg/kg/mnt
S 36,3 ºC
SpO2 98% RA • Electrolyte Inj Ceftriaxone 2 x 1 g,
imbalance levofloxacin 1 x 500 mg,
Pulmo : ronkhi +/+ metronidazole 3 x 125 mg,
Abdomen: datar, BU (+), luka • Syok sepsis ranitidine 2 x 20 mg, gentamicin
perdarahan (-), drain produksi perbaikan 2 x 80 mg
(+) 50 cc
• Bronkopneumoni Advice dr. Diatrie, Sp.A:
Lab 28/03/23: • Norepinefrin 0,05 mcg 
Hb 12,2 g/dL; Leuk 14.040 uL; tapering off
Ht 35%; Tromb 13.000 • PRC 226 ml
• D5 ½ NS 1000 ml/24 jam
• Pindah ruangan
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sananctionam : ad malam
Lampiran

Foto luka
5 April 2023
Lampiran

Drain 23 Maret 2023 Drain 27 Maret Drain 5 April 2023


2023
BAB II. TINJAUAN
PUSTAKA
PERITONITIS

<
Peritoneal Layer
Peritoneum : Membran serosa yang mengkilap, licin, dan
transparan yang melapisi rongga abdomen dan organ-organ
abdomen di dalamnya.

Terdiri dari :
● Parietal Peritoneum
○ Melapisi interior dinding abdominopelvic.
○ Sensitif terhadap tekanan, nyeri, panas, dingin dan
laserasi.
○ Nyeri terlokalisir kecuali pada bagian permukaan inferior
diafragma.
● Visceral Peritoneum
○ Melapisi organ internal.
○ Sensitif terhadap stretch dan iritasi kimia.
○ Nyeri tidak terlokalisir.
Peritoneal Cavity
● Rongga peritoneum: antara lapisan peritoneum
parietal dan viseral.
● Berisi cairan peritoneal (terdiri dari air, elektrolit,
dan zat lain yang berasal dari cairan interstisial).
○ Fungsi: melubrikasi permukaan peritoneal,
memungkinkan viscera saling berpindah
tanpa gesekan, memungkinkan terjadinya
pergerakan digestif, mengandung leukosit
dan antibodi untuk melawan infeksi.
● Dibagi menjadi : Greater sac & Lesser sac
(omental bursa)
Organ Peritoneal
● Organ Intraperitoneal : terselubungi oleh
peritoneum baik di anterior dan posterior (ex :
lambung, hati, limfa)
● Organ Retroperotoneal : terselubungi oleh parietal
peritoneum dan hanya di permukaan anterior
○ Primary : perkembangan organ tetap di luar
peritoneum (ex : esofagus, rectum, ginjal)
○ Secondary : awal terletak di intraperitoneal,
selama embryogenesis mesentery bergabung ke
dinding abdomen posterior (ex : kolon ascending
& descending)
Mesenterium  menghubungkan organ intraperitoneal
Peritoneal Formation dan dinding abdomen posterior
● Small intestine (mesentery), mesocolon,
mesoappendix
Omentum:
● Greater omentum : four layer visceral
peritoneum
○ Turun dari curvature mayor gaster dan
bagian proksimal duodenum lalu kembali ke
atas dan berlekatan pada permukaan anterior
colon transversum
○ Fungsi proteksi dan Imunitas
● Lesser omentum : double layer visceral
peritoneum
○ Dari curvature minor gaster dan proximal
duodenum lalu ke hepar
○ Membentuk peritoneal ligament :
Hepatogastric ligament & Hepatoduodenal
DEFINISI
● Peritonitis  inflamasi yang terjadi pada lapisan ataupun rongga peritoneum dan
merupakan kasus gawat darurat (Harrison)

● Kontaminasi mikroba pada rongga peritoneum disebut peritonitis atau infeksi intra-
abdominal (Schwartz)

● Penyakit infeksi intraabdominal  infeksi pada peritoneum sebagai akibat invasi


mikroba pada peritoneum (PMK)
Klasifikasi Etiologi
● Aseptik
○ Inflamasi tanpa adanya patogen infeksius
○ Biasanya disebabkan oleh adanya cairan fisiologis yang abnormal (cairan
lambung, bile, enzim pankreas, darah, atau urin)
○ Jarang terjadi, biasanya dikarenakan komplikasi dari SLE, porphyria, dan
familial Mediterranean fever
○ Iritasi kimiawi yang disebabkan oleh asam lambung dan enzim pankreas dapat
sangat fatal dan infeksi bakteri sekunder dapat terjadi
● Septik
○ Inflamasi karena adanya pathogen infeksius
Klasifikasi Patofisiologi
Peritonitis primer :
○ Sumber infeksi spesifik tidak dapat diidentifikasi
○ Penyebaran infeksi dapat secara hematogen atau
inokulasi langsung
○ Risiko tinggi karena turunnya imunitas : preexisting
ascites (cirrhosis kronis), hipoproteinemia, atau yang
menjalani terapi peritoneal dialysis (renal failure).
Klasifikasi Patofisiologi
Peritonitis Sekunder
○ Disebabkan oleh penyebaran bakteri akibat
perforasi organ berongga, terutama organ
gastrointestinal sehingga terjadi infeksi
polibakterial.
○ Paling sering terjadi akibat perforasi apendiks,
divertikuli kolon, atau lambung dan duodenum.
○ Paling berat : perforasi kolon  banyaknya
mikroba yang ada.
Klasifikasi Patofisiologi
Peritonitis Tersier
○ Pasien dengan peritonitis sekunder yang telah menjalani pembedahan, namun
peritonitis tetap terjadi (persisten) oleh karena sistem immunitas tubuh tidak mampu
melakukan eradikasi sisa kontaminan dan bakteria yang semula tidak pathogen.
DIAGNOSIS (Anamnesis)
Cardinal sign : Disfungsi saluran cerna:
○ Nyeri abdomen akut (umumnya nyeri sangat ○ Mual, Muntah, Anorexia. Distensi
hebat) abdomen, Obstipasi
■ Nyeri hebat pada abdomen terus menerus Idenfitikasi faktor risiko:
beberpa jam, dapat hanya pada satu ○ Riwayat operasi abdomen
tempat atau tersebar  nyeri memberat
saat jalan, bernafas, batuk, atau mengejan ○ Riwayat peritonitis sebelumnya
■ Karakteristik nyeri : bersifat tumpul dan ○ Riwayat penggunaan obat-obatan
tidak terlokalisir (visceral peritoneum)  immunosuppresive agents / riwayat
kemudian semakin parah menjadi lebih penyakit imun
tajam dan terlokalisir (parietal ○ Gejala atau riwayat penyakit
peritoneum). appendicitis, ulkus peptikum, IBD,
○ Demam diverticulitis. Atau penyakit organ
abdominal lainnya
○ Tenderness
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Fisik)
Keadaan umum: tampak sakit berat dan dalam Pemeriksaan Rektal (rectal toucher)
distress akut ● Ampula rekti berisi udara
Tanda vital: tanda-tanda sepsis !! ● Nyeri di seluruh arah
● Temperatur: Meningkat (>38) sampai dengan
hipotermi
● Denyut nadi: Takikardi
● Tekanan darah: Hipotensi
● Laju nafas: meningkat (cepat dan dangkal)

Pemeriksaan Abdomen
● Inspeksi: distensi
● Auskultasi: bising usus menurun sampai
dengan hilang
● Palpasi: tenderness, rebound tenderness,
defense muscular
● Perkusi: hipertimpani, redup hepar hilang
SIRS & qSOFA
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Penunjang)
Jumlah Sel
○ Fluid criteria (paracentesis) : ↑ pada inflamasi, cloudy fluid, WBC >100/µL, PMN >50% (>250mm3),
culture (+).
○ ↑ leukosit dengan limfosit predominan ↑ kemungkinan ke arah TB atau karsinoma peritoneum, Hct ↑.

Albumin dan Protein Total


○ Gradien albumin serum dan cairan ascites
○ Jika perbandingan gradien albumin serum dan cairan ascites (SAAG) ≥1,1 g/dL  ascites yang
disebabkan oleh hipertensi portal, sedangkan jika SAAG <1,1 g/dL  disebabkan oleh hipertensi
nonportal.

Pewarnaan Gram dan Kultur


○ Teknik pemeriksaan laboratorium terbaik : inokulasi kultur darah aerob dan anaerob dengan 5-10 mL
cairan ascites  ↑ sensitivitas deteksi bakteri penyebab.
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Penunjang)
Pemeriksaan Lain
○ AGD  asidosis metabolik (terdapat kadar CO2 yang disebabkan oleh hiperventilasi).
○ Glukosa dan laktat dehidrogenase  membedakan antara peritonitis bakterial spontan dan
sekunder.
○ ↑ amilase  adanya ascites yang disebabkan pankreas atau perforasi GIT dengan kebocoran
sekresi pankreas ke dalam cairan ascites.
○ Perforasi bilier  dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin dalam cairan ascites > kadar
bilirubin dalam serum.
○ ↑ kadar cairan ascites  adanya kebocoran urin dari kantung kemih atau kreatinin ureter.
○ Pemeriksaan sitologi cairan ascites  dilakukan jika ada kecurigaan terhadap keganasan
peritoneum.
○ Pemeriksaan adenisone deaminase (ADA)  untuk mendiagnosis peritonitis tuberkulosis.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
• Pemeriksaan radiologis  untuk
pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan
abdomen akut. Pada peritonitis
dilakukan foto polos abdomen 3
posisi
• Radiografi mungkin menunjukkan
dilatasi & edema dinding usus
terkait. Bukti kebocoran (udara
bebas, dll)  keadaan darurat
bedah.

Gambaran radiologis pada peritonitis : tampak kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat
dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.
Pemeriksaan Patologi
Menggunakan dua sampel : cairan dan jaringan.
Peritonitis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
• Peritonitis nonspesifik : Sediaan terdiri dari sel radang limfosit yang tersebar, dapat
juga ditemukan sel PMN, histiosit dan mesotel.
• Peritonitis spesifik : Sediaan didominasi oleh sel radang limfosit yang tersebar,
diantaranya dapat ditemukan multinucleated giant cell tipe langhans dengan latar
belakang massa nekrotik. Dapat juga ditemukan sel mesotel dan kadang beberapa
PMN
TATA LAKSANA
PRINSIP FAKTOR KEBERHASILAN

• Pengendalian sumber infeksi • Koreksi kelainan elektrolit.


(source control)  (surgical • Pemulihan volume cairan dan
intervention) stabilisasi sistem
• Pemberian antimikroba atau kardiovaskular.
antibiotika, • Terapi antibiotik yang sesuai.
• Terapi suportif terhadap • Koreksi bedah untuk kelainan
disfungsi organ yang mendasarinya.
(resuscitation).
Resusitasi Cairan
● Kehilangan cairan pada pasien dengan infeksi intraabdominal terjadi karena asupan
yang kurang akibat mual, muntah, serta takipnea dan hipertermia.
● Resusitasi cairan harus dimulai sedini mungkin pada pasien dengan sepsis berat.
● Cairan pada pasien dengan dugaan hipovolemia dimulai dengan >1000 mL kristaloid
atau 300-500 mL koloid yang diberikan selama 30 menit  pemberian cairan lebih
cepat dan volume yang lebih besar mungkin diperlukan untuk pasien dengan
hipoperfusi jaringan karena sepsis.
Antibiotik
● Terapi antibiotik awal biasanya empiris karena pasien membutuhkan terapi segera,
sedangkan data mikrobiologi membutuhkan waktu hingga 48 jam.
● Pengelolaan sepsis berat dan syok septik  direkomendasikan antibiotik intravena
dalam 1 jam pertama dari onset, serta penggunaan agen spektrum luas
● Desain empiris berdasarkan
○ Derajat ringan-berat infeksi
○ Pola empiris lingkungan dan tempat kepewarawtan
Penatalaksanaan Awal
Penatalaksanaan awal :
○ Memperbaiki keadaan umum pasien
○ Pasien puasa
○ Dekompresi saluran cerna dengan pipa nasogastrik atau intestinal
○ Pemasangan DC
○ Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena
○ Pemberian antibiotik spektrum luas intravena.
○ Tindakan-tindakan menghilangkan nyeri dihindari untuk tidak menyamarkan gejala
Terapi Operatif
● Prinsip: mengendalikan sumber infeksi dan membersihkan bakteri dan toksin.
● Terapi bedah definitive : mengambil sumber infeksi dan memperbaiki kerusakan anatomi
dan fungsional.
● Peritonitis lokal  insisi pada situs organ patologis.
● Peritonitis generalisata  insisi vertikal garis tengah.
● Tindakan operatif :
● Open Abdomen
● Closed Abdomen/Bedah Laparoskopi
Terapi Definitif Non-Operatif
● Drainase abses perkutan, pemasangan stent endoskopi dan perkutan.
● Drainase abses perkutan:
○ Diberikan pada abses lokalisata pada kulit dan jaringan superfisial di bawahnya
(tidak sampai organ).
○ Tidak ada viscera yang rusak.
○ Melalui petunjuk dari USG atau CT scan.
○ Dengan jarum suntik atau laparoskopi.
● Perhatikan: diffuse peritonitis, multiple abscesses, anatomic inaccessibility.
KOMPLIKASI
Infeksi pada peritonitis sekunder yang tidak tertangani dengan baik dapat berkembang menjadi abses intra
abdominal atau peritonitis tersier atau persisten. Komplikasi lain yang seringkali ditemukan adalah infeksi
pada lokasi operasi

PROGNOSIS
• Prognosa peritonitis lokalisata lebih baik dibanding dengan peritonitis generalisata
• Mortality rate <10% pada peritonitis lokal tanpa komplikasi, dan mencapai 40% untuk orang tua atau
imunokompromais.
• Prognosis buruk sering dijumpai akibat kondisi pasien dengan disfungsi organ berat karena komplikasi
penyebabnya, kegagalan kontrol sumber peritonitis (terlambatnya pembedahan), terapi antibiotika empirik
yang tidak adekuat, serta infeksi nosokomial.
APENDISITIS

<
DEFINISI
Appendicitis  inflamasi pada appendix Akut  onset < 48 jam
Kronik  onset > 48 jam, nyeri abdomen
vermiformis.
yang
hilang timbul

EPIDEMIOLOGI
• Angka kejadian pada usia 5 – 45 tahun  mean 28 tahun
• Laki-laki > perempuan (9:7)
ETIOLOGI
Obstruksi lumen dapat disebabkan oleh:
• Dewasa
• Fekalit → paling sering
• Fibrosis
• Benda asing
• Makanan
• Parasit → cacing A. lumbricoides
• Anak
• Hiperplasia limfoid
KLASIFIKASI
Berdasarkan Patologi Secara Klinis
• Katarhalis: stadium • Apendisitis akut
dini, inflamasi terbatas • Apendisitis infiltrate
pada mukosa dan • Ditemukan massa
submucosa pada kanan bawah
• Purulent: seluruh seperti tumor intra
lapisan apendik telah abdomen
• Terapi konservatif
mengalami inflamasi
• Pleghmon: jaringan • Apendikular abses
• Tindakan drainase segera
apendik mengalami
• Apendisitis kronis
peradangan hebat
• Apendisitis kronis
• Gangren
• eksaserbasi akut
Perforasi
PATO
FISIOLOG
I
DIAGNOSIS (Anamnesis)
Gejala Tipikal Gejala Atipikal
• Nyeri perut kanan bawah • Nyeri pinggang  appendiks di
• Dari epigastrik  periumbilical  retroperitoneal
RLQ • Nyeri suprapubik (menyerupai ISK) 
• Nausea appendiks di pelvis
• Anoreksia
• Demam
• Diare atau konstipasi
DIAGNOSIS (Differential diagnosis)
Anak Perempuan Lansia Umum
• Mesenteric • Ruptur kista • Diverticulitis • Nefrolitiasis
adenitis ovarium akut • Ureterolitiasis
• GEA • Mittelschmerz • Keganasan • ISK
• Intususepsi (nyeri saat • Gastroenteritis
• Diverticuliti ovulasi) • Demam Tifoid
Meckel • Endometriosis • Dengue fever
• IBD • Torsio ovarium
• Torsio testicular • Kehamilan
(anak laki-laki) ektopik
• PID
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Fisik)
Keadaan umum • Perkusi
• Tampak sakit sedang - berat • Nyeri ketuk RLQ (perotinits lokal)
• Nyeri yang diperberat aktivitas (lie still) • Nyeri ketuk >1 regio abdomen
TTV (peritonitis difus/suspek apendiks
• Takikardi (nyeri) & demam perforasi)
Abdomen
• Inspeksi: perut tampak tenang
• Palpasi (peritonitis lokal)
• NT McBurney & rebound tenderness RLQ
• Palpasi peritonitis (peritonitis difus/susp app
perforasi)
• NT pada seluruh lapang abdomen
• Rebound tenderness pada seluruh lapang
abdomen
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Fisik)

Pemeriksaan Lainnya
• Rovsing sign
• Dunphy sign
• Psoas sign  app retrosekal
• Obturator sign  app
pelvik
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Fisik)
Rectal Toucher
• Bukan pemeriksaan khas appendicitis
 biasanya hasilnya normal
• Nyeri pada arah jam 9 – 11  letak
appendiks di pelvis

Vaginal Toucher
• Eksklusi  penyakit rongga pelvis
• Pada appendicitis  palpasi nyeri
mirip dengan PID
Alvarado Score
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Penunjang)
Hematologi Urinalisis  biasanya normal
• Leukositosis > 10.000/mm3 • Bisa digunakan untuk eksklusi 
• Differential count shift to the left ureterolitiasis
(akut) • Leukosit esterase/pyuria (+) 
• Neutrofil ↑  apendisitis akut inflamasi appendiks terhadap
• Limfosit ↑  apendisitis kronis VU/ureter
• CRP meningkat • Jika hasil (+), tetapi klinis
mendukung appendicitis  ISK
tidak bisa dieksklusikan
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Penunjang)
Xray Abdomen
• Biasanya dilakukan di IGD
• Eksklusi penyebab lain dari nyeri
akut abdomen
• Tidak membantu diagnosis dari
apendisitis  bisa ditemukan
fecalith atau gambaran udara
bebas sekitar appendiks, namun
jarang
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Penunjang)
CT Scan Abdomen
• Paling sering digunakan karena
efektivitas dan akurasi yang
tinggi (96%)
• Gambaran Lumen membesar
(diameter > 7mm)
• Double wall thickness (2 mm)
• Periappendicular fluid / air 
perforasi
• Target sign
• kontraindikasi kontras  alergi
dan gangguan fungsi ginjal
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Penunjang)
USG Abdomen
• Sensitivitas dan spesifisitas 85 – 90%
untuk appendicitis
• Nonivasif
• Gambaran  appendiks yang
membesar
• Diameter > 6mm
• Penebalan dinding appendix >3mm
• Hiperekoik  lemak dan
periappendiceal fluid
• Usg doppler  ring of fire
appearance
• Kekurangan  bergantung dengan
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Penunjang)
MRI Abdomen
• Memiliki sensitivitas (97%) dan
spesifisitas (95%) yang tinggi
• Gambaran
• Pembesaran appendix >7mm
• Penebalan >2 mm
• Periappendiceal fat
• Gambaran inflamasi
• Kekurangan
• Harga yang mahal
• Tidak bisa ditemukan di semua
faskes
DIAGNOSIS (Pemeriksaan Penunjang)
Appendictogram/Barium
Contrast Enema
• Pemeriksaan foto barium
appendix membantu
melihat terjadinya
sumbatan atau adanya
kotoran di dalam lumen
appendix.
• Teknik pemasukan
kontras : oral  barium
sulfat 50 g  dilakukan
12 jam sebelum • Normal : filling appendix
• Appendicitis : Filling defect, non-filling defect, parsial, irregular, tail
pemeriksaan dimulai.
mouse
TATALAKSANA (Acute Uncomplicated Appendicitis)
Terapi Definitif  appendektomi dengan floroquinolone
• Operasi harus segera dilakukan (<12 Jenis operasi
jam) 1. Open appendectomy  waktu operasi
Persiapan pre operasi yang cepat dan resiko infeksi
• Resusitasi cairan intrabdominal yang rendah
• Antibiotik spektrum luas  gram 2. Laparoscopic appendectomy 
negatif dan anaerob pemulihan yang cepat , infeksi bekas
• cefotaxime, luka yang rendah
ampicillin/sulbactam, cefozolin
+ metronidazole
• Pasien dengan alergi B-lactam
 kombinasi clindamycin
TATALAKSANA (Acute Complicated Appendicitis)
Terapi Definitif  appendektomi • Monoterapi  piperacillin/
• Complicated appendicitis  perforasi tazobactam
dan gangrene appendix atau • Kombinasi  cephalosporin dan
appendicitis dengan abses  onset metronidazole
lebih dari 24 jam Jenis operasi
Persiapan pre operasi  pasien 1. Open appendectomy  waktu operasi
biasanya sakit sedang-berat dan adanya yang cepat dan resiko infeksi
dehidrasi intrabdominal yang rendah
• Resusitasi cairan 2. Laparoscopic appendectomy 
• Antibiotik spektrum luas  gram pemulihan yang cepat , infeksi bekas
negatif dan anaerob luka yang rendah
TATALAKSANA (Post Operasi)
Uncomplicated Complicated
1. Tidak memerlukan antibiotik 1. Memerlukan antibiotik spektrum
pasca operasi luas selama 4-7 hari
2. Nutrisi per oral dapat langsung 2. Dapat diberikan nutrisi per oral
diberikan / sesuai dengan toleransi saat BU (+) dan flatus (+)
pasien 3. Dapat dipulangkan jika pasien
3. Dapat dipulangkan pada Post sudah bisa makan, afebris, dan
Operative Day 1 leukosit normal
KOMPLIKASI
• Insiden komplikasi parallel dengan
diagnosis klinis
• Komplikasi dini
• Abses subcutis
• Wound dehisense
• Leakage
• Fistel enterocutaneus
• Komplikasi lanjut
• Ileus obstruktif karena adhesive
• Resiudal abses
DAFTAR PUSTAKA
● C. J. Hawkey, Jaime Bosch, Joel E. Richter, Guadalupe Garcia-Tsao, Francis K. L. Chan (2012).
Textbook of Clinical Gastroenterology and Hepatology – 2nd ed. Chapter 67
● Dennis L. Kasper; Anthony S. Fauci; Stephen L. Hauser; Dan L. Longo; J. Larry Jameson;
Joseph Loscalzo (2018). Harrison’s Principles of Internal Medicine - 20th ed. Chapter 324
● Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. 28th ed. Jakarta: EGC; 2011. 80 p.
● Jameson, Fauci. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 20th ed. McGraw-Hill; 2018.
Available from: P.2348
● Kenneth R, McQuaid M. Gastrointestinal disorders. Dalam: Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow
MW, penyunting. Current medical diagnosis and treatment. Philadelphia: The McGraw-Hill
Companies; 2014. h. 564- 88
● Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/359/2017
● Liang MK et al, 2015. The Appendix in Schwartz’s Principles of Surgery, 10th ed, Mc Graw Hill
education, New York, United Stated, 1241-59
● Moore KL, Dalley AF II, Agur AM. Clinically oriented anatomy. 8th ed. Baltimore, MD: Wolters
Kluwer Health; 2017.
DAFTAR PUSTAKA
● Phillip R, Dellinger MD. Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of
severe sepsis and septic shock.Crit Care Med. 2008;36:296-327.
● Podolsky. Daniel K, Camilleri M, Gregory J. Yamada’s Textbook of Gastroenterology, 6 th ed.
Wiley Blackwell; 2018
● Roses RE, Dempsey DT. Stomach. Brunicardi F, & Andersen DK, & Billiar TR, & Dunn DL, &
Kao LS, & Hunter JG, & Matthews JB, & Pollock RE (Eds.), Schwartz’s Principles of Surgery,
11e.
● Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Prasetyo T, Rudiman R. Apendiks. In: Buku Ajar Ilmu Bedah.
3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. p. 755–60
● Snyder MJ, Guthrie M, Cagle Jr SD. Acute appendicitis: efficient diagnosis and management.
American family physician. 2018 Jul 1;98(1):25-33.
● Snyder MJ, Guthrie M, Cagle S. Acute appendicitis: Efficient diagnosis and management
[Internet]. American Family Physician. 2018 [cited 2023Feb8]. Available from:
https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2018/0701/p25.html
● Townsend, J. C. M., Beauchamp, R. D., Evers, B. M., & Mattox, K. L. (2016). Sabiston textbook
of surgery (20th ed.). Elsevier - Health Sciences Division.
Thanks!

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon and infographics & images
Please keep by
thisFreepik
slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai