Anda di halaman 1dari 389

“IN A WORLD WHERE WAR IS EVERYBODY’S

DIPLOMASI
TRAGEDY AND EVERYBODY’S NIGHTMARE,
DIPLOMACY IS EVERYBODY’S BUSINESS.”
LORD STRANG, FORMER BRITISH DIPLOMAT, 1966

“DIPLOMAT IS AN HONEST MAN SENT


ABROAD TO LIE FOR THE GOOD OF THE
COUNTRY” – SIR HENRY WOTTON (1568-1639)
"Tanpa-kekerasan adalah kekuatan terbesar umat manusia
dalam menyelesaikan masalah. Ia lebih kuat daripada senjata
pemusnah terdahsyat yang pernah dibuat oleh kecerdasan
manusia"

Mahatma Gandhi
RANCANGAN PEMBELAJARAN

Pendahuluan :
Pengertian, Tujuan Diplomasi, Prosedur Diplomatik &
lomasi dan Politik Luar Negeri Konsuler

Sejarah Diplomasi: SEJARAH & TEORI


India, Yunani, Romawi,
DIPLOMASI Diplomat
Perancis, Inggris

Diplomasi masa Modern:


PD I, PD II, Cold War,
Tipe Diplomasi
Post Cold War
TUGAS KELOMPOK

• Tuliskanlah beberapa definisi diplomasi menurut para ahli


(minimal 3). Kemudian simpulkanlah pengertian diplomasi
menurut kelompok anda.
• Menurut anda, mengapa diplomasi itu penting?
• Menurut anda, diplomasi setelah perang dimungkinkan atau
tidak?
APA YG ANDA PIKIRKAN ?

 Apa yg anda pikirkan ketika mendengar kata “


DIPLOMASI” ?
 Apa yg anda bayangkan ketika terjadi “Perang”
 Apa yg anda bayangkan ketika terjadi “Perdamaian”
 Apa yg anda bayangkan ketika ada seseorang yg sedang
menawar harga atau menjual barang ?
 Apa yg anda bayangkan ketika melihat anggota DPR
berdebat di Parlemen ?
Apa yg anda
bayangkan ketika
terjadi “Perang”

What do you
Apa yg anda
think if you Apa yg anda
RKA NDA

bayangkan ketika
bayangkan ketika
melihat anggota hear terjadi
DPR berdebat di
“diplomacy”
N?

“Perdamaian”
Parlemen ?
YG A

:
APA
PIKI

Apa yg anda
bayangkan ketika
ada seseorang yg
sedang menawar
harga atau
menjual barang ?
DIPLOMAC
Y
N

How is
CTIO

What is
diplomacy diplomacy
practised
ODU

Why is
diplomacy
INTR

necessary
• The way in which countries manage or conduct
relations with one another
• adalah seni dan praktek bernegosiasi oleh
Definitio seseorang (disebut diplomat) yang biasanya
n mewakili sebuah negara atau organisasi.
A CY
PLOM

• To promote common interests and to resolve


conflicting interests in peaceful manner
• To seek national interests
Aims
I S DI
T
WHA

• Foreign Policy / Embassy


• Diplomat
Person
WHY IS DIPLOMACY NECESSARY

Enables them to cooporate with


one another to solve common
problems

Helps countries resolve conflict,


differences, and disagreements
peacefully

Diplomacy enable countries to


help one another in times of need
HOW IS DIPLOMACY PRACTISED

International
Relations

Diplomacy

Regional Bilateral
Relations Relations
Bilateral
Relations
Bi = involves 2
parties
Lateral = cross
 Diplomasi adalah seni dan praktek bernegosiasi oleh
seseorang (disebut diplomat) yang biasanya mewakili
sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri
biasanya langsung terkait dengan diplomasi internasional
yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya,
ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap
diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan
kata-kata yang halus.
• Diplomasi yang paling sederhana dan tertua adalah
diplomasi bilateral antara dua pihak dan biasanya
merupakan misi dari kedutaan besar dan
kunjungan kenegaraan. Contohnya adalah
Persetujuan Perdagangan Bebas Kanada-Amerika antara
Amerika Serikat dan Kanada.
• Jenis lainnya adalah diplomasi multilateral yang
melibatkan banyak pihak dan bisa ditelusuri dari
Kongres Wina. PBB adalah salah satu institusi diplomasi
multilateral. Beberapa diplomasi multilateral berlangsung
antara negara-negara yang berdekatan atau dalam satu
region dan diplomasi ini dikenal sebagai diplomasi
regional.
PENGERTIAN: ETIMOLOGIS

Diploun (Yunani)= melipat

Diplomas (Romawi) =
surat jalan
lembaga diplomatik
Diplomaticus/ diplomatique (Burke; 1796); “jasa
(middle age) = semua diplomatik” dalam arti
surat resmi negara yang cabang pelayanan
dikumpulkan, disimpan di negara yang
arsip, yang berhubungan “diplomasi (now) menyediakan personil-
dengan hubungan dihubungkan dengan personil misi tetap di
internasional manajemen luar negeri dijumpai
hubungan dalam “Annual
internasional Registrar tahun
1787”.
CHAPTER 1 : PENGERTIAN

A. Secara Etimologis :
1. Kata “diplomasi” berasal dari kata
Yunani “diploun” berarti melipat.
2. Pada Kekaisaran Romawi semua paspor yang melewati jalan
negara dan surat-surat jalan dicetak pada piringan logam dobel,
dilipat dan dijahit jadi satu. Surat jalan logam ini disebut
“diplomas” (Menurut Nicholson)
PENGERTIAN: ETIMOLOGIS

3. Zaman Pertengahan, semua surat resmi negara yang


dikumpulkan, disimpan di arsip, yang berhubungan
dengan hubungan internasional dikenal dengan
nama “diplomaticus” atau “diplomatique”.
4. Siapapun yang berhubungan dengan surat-surat
tersebut dikatakan sebagai milik “res diplomatique”
atau “bisnis diplomatik”.
5. Dari masa ke masa kata “diplomasi” dihubungkan
dengan manajemen hubungan internasional dan
siapapun yang ikut mengaturnya dianggap sebagai
“diplomat”.
 Menurut Ernest Satow : kata diplomasi pertama kali
dipakai Burke untuk menunjukkan keahlian atau
keberhasilan dalam melakukan hubungan internasional
dan perundingan di tahun 1796. Burke juga
menggunakan istilah pertama kali “lembaga diplomatik”
pada tahun yang sama;
 Istilah “jasa diplomatik” dalam arti cabang pelayanan
negara yang menyediakan personil-personil misi tetap di
luar negeri dijumpai dalam “Annual Registrar tahun
1787”.
B. DEFINISI DARI PAKAR :

Encyclopedia Americana :
Diplomacy comprises the procedures and processes of negotiating
agreements, usually between sovereign states;
The Oxford English dictionary :
“ … manajemen hubungan internasional melalui negosiasi; hubungan
yang diselaraskan dan diatur oleh duta besar dan para wakil; bisnis atau
seni para diplomat”;
Chamber’s Twentieth Century Dictionary :
 “ … the art of negotiation, especially of treaties between states; political
skills”
Webster’s New World Dictionary :
“ … skill in conducting relations between nations; tact
in dealing with people”
Sir Ernest Satow (dalam Guide to Diplomatic Practice) :
“Diplomacy is the application of intelligence and tact to
conduct of official relations between the government of
independent states”
Harold Nicholson :
Kata diplomasi roughly (secara kasar) menyangkut 5 (lima) hal
yaitu:
a. politik luar negeri;
b. negosiasi;
c. mekanisme pelaksanaan negosiasi tersebut;
d. suatu cabang Dinas Luar Negeri;
e. Keahlian dalam pelaksanaan negosiasi internasional termasuk
tindakan yang lebih licik;

Pengertian negosiasi atau perundingan disini bisa bersifat dari membujuk


(persuasive) hingga mengancam (threat) kepada lawan perundingan.
KM Panikkar dalam buku “The Principle and Practice of Diplomacy”
menyatakan :
“Diplomasi dalam hubungannya dengan politik internasional adalah
seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya
dengan negara lain”;
Svarlien :
Diplomasi adalah seni dan ilmu perwakilan negara dan perundingan;
Ivo D. Duchacek :
Diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek pelaksanaan politik
luar negeri suatu negara dengan cara negosiasi dengan negara lain;
Clausewitz :
Perang merupakan kelanjutan diplomasi melalui sarana lain;
Hans J. Morgenthau :
Memberikan arti diplomasi dalam arti luas dan arti sempit :
• Dalam arti luas
Diplomacy is formulation and execution of foreign policy on all levels, the highest as
well as the sub-ordinate.
(Diplomasi adalah pembentukan dan pelaksanaan politik luar negeri dalam segala
tingkatnya, dari yang tertinggi hingga yang terendah)
Jadi dalam hal ini menyangkut perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri dalam
segala tingkatnya.
• Dalam arti sempit
Diplomasi adalah suatu medium, channel, atau cara dimana hubungan resmi antara
pemerintah itu terjadi;
Catatan :
Disini dibedakan pengertian diplomasi dan politik luar negeri. Diplomasi sebagai pelaksanaan,
sedangkan politik luar negeri sebagai proses.
R.W. Sterling dalam bukunya Macropolitics :
• “ … diplomasi yang sangat erat dihubungkan dengan hubungan
antar negara adalah seni mengedepankan kepentingan suatu
negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila
mungkin, dalam berhubungan dengan negara lain”.
• Catatan :
• Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang
diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan ancaman atau
kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Hal ini mengingat bahwa hubungan antar negara tergantung
pada tatanan dunia yang selalu berubah. Karenanya diplomasi
suatu negara juga harus mengalami transformasi yang perlu
untuk mengabdi kepentingan nasional dalam kondisi-kondisi
yang berubah
Karl von Clausewitz, ahli strategi perang, seorang jenderal
dan profesor sosiologi menggambarkan tentang
hubungan perang dan diplomasi sebagai berikut :
War is only apart of political interpost, therefore by
means in independence there in itself. (Perang hanya
merupakan bagian dari hubungan politik, karena itu
tidaklah berdiri sendiri)
War is nothing but a continuation of political with
force admixture of other means. (Perang tak lain
adalah suatu kelanjutan dari hubungan politik dengan
cara lain).
S.L. Roy dari berbagai definisi diplomasi yang dijelaskan di
atas tampak jelas:
Pertama : bahwa unsur pokok diplomasi adalah negosiasi;
Kedua : negosiasi dilakukan untuk mengedepankan
kepentingan negara;
Ketiga : tindakan-tindakan diplomatik diambil untuk
menjaga dan memajukan kepentingan nasional sejauh
mungkin bisa dilaksanakan dengan sarana damai.
Karenanya : pemeliharaan perdamaian tanpa merusak
kepentingan nasional adalah tujuan utama diplomasi.
Keempat : teknik-teknik diplomasi sering dipakai untuk
menyiapkan perang dan bukan untuk menghasilkan
perdamaian.
(Tetapi apabila cara damai gagal untuk menjaga kepentingan
nasional, kekuatan biasanya digunakan, sehingga terdapat
keterkaitan antara diplomasi dan perang).
Kelima : diplomasi dihubungkan erat dengan tujuan politik
luar negeri suatu negara.
Keenam : diplomasi modern dihubungkan erat dengan
sistem negara;
Ketujuh : diplomasi juga tak bisa dipisahkan dari perwakilan
negara.
FUNGSI DAN TUJUAN DIPLOMASI

REALISME 1. Power / Kekuasaaan


2. Security / Keamanan
SI MA 3.
4.
Tidak saling menyerang
Balance of Power
IPLO
AN D N

LIBERALISME 1. Justice
2. Wealth/Prosperity
A

3. Interdependency
GS I D

4. Democratization/Liberalization
TUJU
FUN

MASYARAKAT 1. Emancipation / Solidarity


INT’L 2. Law Enforcement / International Etics
3. Peace Services
REALISME
• Diplomasi adalah penerapan kekuasaan utk mengamankan dan melindungi
Kepentingan Nasional
Thucydides (460-406 BC) :
1. Hasrat perang berakar dari pemimpin yang memiliki ambisi utk
kekuasaan
2. Hasrat utk memperluas wilayah mengarahkan tindakan negara kpd
penggunaan kekerasan kpd bangsa lain
3. Perang menunjukkan kemunduran dari moral pemimpin, mewakili
tindakan sewenang-wenang negara sekaligus menunjukkan hal yg
dibutuhkan dan penting dalam hubungan antar negara
TUJUAN DIPLOMASI (KAUTILYA)

2. preservation 1. Acquisition
(pemeliharaan) (perolehan)

“untuk menjamin keuntungan


maksimum negara sendiri”
yaitu “pemeliharaan
keamanan”.

3. Augmentation 4. proper distribution


(penambahan) (pembagian yang adil)
TUJUAN DIPLOMASI

Kautilya, seorang diplomat kawakan India Kuno, dalam


bukunya “Arthasastra” menyatakan bahwa pencapaian
“Kebijaksanaan” (naya) secara tepat akan memberikan
hasil yang menguntungkan.
Kautilya menekankan empat tujuan utama diplomasi yaitu :
1. acquisition (perolehan);
2. preservation (pemeliharaan);
3. augmentation (penambahan);
4. proper distribution (pembagian yang adil).
 Ratusan tahun yang lalu Kautilya menyimpulkan tujuan
utama diplomasi untuk “pengamanan kepentingan
negara sendiri”.
 Jadi tujuan diplomasi menurut Kautilya yaitu “untuk
menjamin keuntungan maksimum negara sendiri” dan
kepentingan utama nampaknya adalah “pemeliharaan
keamanan”.
REALIS STRUKTURAL
Kenneth Waltz (1979)
Nilai tertinggi yg diasosiasikan sbg kebebasan individu/negara :
1. Tidak ada cara lain utk mencapai keamanan nasional kecuali negara-
negara mampu memenuhi kebutuhan sendiri (self help)
2. Tidak ada sarana kelangsungan hidup yg lebih penting drpd pemilikan
kekuatan militer.
REALISME

Aktor / Elit

Deterence
Balance of Power

Survival
Military power
WALTZ

 Hubungan tidak saling menyerang (deterence) adl tujuan


yg hendak dicapai oleh negara-negara melalui kekuatan
militer.
 Diplomasi dijalankan utk menambah besar kemampuan
negara di bidang militer utk mengimbangi kekuatan
negara lain (balance of power)
 Kelangsungan hidup (survival) adl unsur yang nendasari
perilaku kekuasaan dlm hubungan antar negara.
• Etika dalam diplomasi (kalaupun dipakai) semata-mata
hanya utk membenarkan tindakan egoisme manusia, dan
berlaku hanya kpd yg mau tunduk kpd hal tsb.
• Kekuatan militer –bukan etika- yg menetapkan
kesanggupan negara utk bertahan hidup.
MEARSHIEMER (1996)
 Perang sbg penyaluran sifat egoisme manusia utk mendapatkan
keamanannya
 Diplomasi membutuhkan dukungan kekuatan militer utk bisa bekerja
secara efektif.
 Diplomasi tanpa pelibatan kekuatan militer akan sia-sia. Kekuatan militer
tanpa diplomasi bisa merusak.
 Kekuasaan adl sebuah keadaan/kondisi yg sulit utk diprediksi dan tanpa
batas, oleh krn itu decision makers harus menghormati keragaman
kepentingan.
LIBERALISME
 Bencana perang dpt dihindarkan sejak negara-negara memutuskan utk
mendirikan organisasi masya int seperti PBB. Fungsinya adl utk
menjamin dan memelihara perdamaian. Tujuan utama adl kerjasama
perdagangan antar bangsa
 Hub antar negara didominasi oleh aktivitas perdagangan utk mencukupi
kebutuhan nasional. Negara-negara akan berusaha utk mempertahankan
kerjasama ekonomi sbg landasan HI.
NEOLIBERALISME
• Persatuan dunia (globalisasi) mrpk sebuah keharusan.
• Tindakan diplomatik harus didukung agar setiap orang / negara dpt
menikmati hak-haknya yg ditetapkan dlm hukum int.
• Tujuan sanksi ekonomi dan militer adl agar pemimpin negara yg tdk
mentaati hukum int mendapat tekanan dr rakyatnya sendiri.
MASYARAKAT INTERNASIONAL
Butterfield & Wight :
• Fungsi diplomasi lebih dr sekedar mencari cara utk memenuhi kebutuhan
ekonomi dan material. Diplomasi berkenaan dg kekayaan spritual
masyarakat seluruh dunia.
• Pengaruh agama tdk akan menimbulkan akibat buruk sepanjang yg
menjalankan diplomasi bukan pemimpin agama dan gereja.
• Diplomat adl orang-orang terpilih dari dalam maupun luar pemerintahan.
Sepanjang seperti itu dunia tdk akan berakhir dg pemakaian kekuatan atau
bencana perang.
 Diplomasi berbeda dg dunia politik. Diplomasi semua
diatur dg sempurna (gaya bahasa, sikap, prinsip,
pendekatan, cara berpakaian).
 Diplomasi adl perkumpulan eksklusif, dg kegiatan politik
yg dipraktekan masya int melalui perwakilannya yg
paham betuk ttg aturan main int, paham norma dan etika
utk keberhasilan diplomasi.
 Elemen utama diplomasi adl unik dr segi karakter.
 Para aktor / diplomat menganggap dirinya berdaulat satu
sama lain, sama-sama mengakui bahwa masing-masing
punya hak yg sama.
 Nilai-nilai kesetaraaab dan kedudukan setara adl nilai
fundamental utk mencirikan masya int.
 Diplomasi diarahkan utk melayani tujuan perdamaian
(Bull).
TUJUAN DIPLOMASI:

memajukan persahabatan
ekonomi dengan negara lain

peningkatan
perdagangan dan Tujuan Prestise nasional
kepentingan komersil
vital
lainnya
perlindungan warganegara mengembangkan budaya
sendiri di negara lain dan ideologi
Tujuan vital lainnya antara lain :
 memajukan ekonomi;
 perdagangan dan kepentingan komersil;
 perlindungan warganegara sendiri di negara lain;
 mengembangkan budaya dan ideologi;
 peningkatan prestise nasional;
 memperoleh persahabatan dengan negara lain, dsb.
Secara luas tujuan ini bisa dibagi menjadi empat yaitu :
• Tujuan Politik;
• Tujuan Ekonomi;
• Tujuan Budaya;
• Tujuan Ideologi.
TUJUAN POLITIK DARI
DIPLOMASI

Tujuan Diplomasi bagi setiap negara adalah “pengamanan


kebebasan politik dan integritas teritorialnya”;
mencapai kepentingan nasional
Hal ini bisa dicapai dengan cara :
 Memperkuat hubungan dengan negara sahabat;
 Memelihara hubungan erat dengan negara-negara
sehaluan;
 Menetralisir negara yang memusuhi.
Kesemuanya dapat dilakukan melalui negosiasi.
CONTOH :

Dua negara yang bertentangan tetapi mengedepankan kepentingan


nasionalnya melalui diplomasi yaitu antara Nazi Jerman dan
Uni Soviet menjelang Perang Dunia II:
 Nazi Jerman menerima perjanjian dengan Soviet dengan
harapan Jerman akan bisa terlebih dahulu melakukan agresi
terhadap Polandia dan kemudian Eropa Barat tanpa khawatir
akan front Timurnya;
 Soviet menggunakan perjanjian itu sebagai usaha memperoleh
pengunduran waktu dari serangan Jerman yang tak terelakkan
nantinya. Dalam waktu penundaan ini, ia bisa memperkuat
kekuatan militernya sebaik mungkin yang pada akhirnya
membantunya mengalahkan Nazi Jerman.
Karena hasil peperangan sulit diramalkan, sarana-sarana diplomatik
digunakan sebagai perlindungan untuk menghindari malapetaka,
sejauh hal itu tidak merugikan kepentingan nasionalnya. Namun
apabila kepentingan nasionalnya hanya bisa dijalankan dengan
konflik bersenjata, negara tidak ragu untuk melaksanakannya.
Peran Diplomasi Sebelum memulai perang :
 Negara tersebut harus mengukur secara tepat kekuatannya dalam
menghadapi lawan;
 Melalui diplomasi berusaha mengisolasi lawannya untuk
melemahkan lawan secara moral;
 Negara tersebut berusaha memperoleh sebanyak mungkin
dukungan dari temannya, sehingga tidak satupun akan ikut
memusuhinya.
TASKS Company
OF DIPLOMACY
Logo (BARSTON) www.themegallery.com

1. Representation
(Formal, Simbolis, Substansi):

2.Function of acting as listening post

Tasks of 3. Laying the groundwork or preparing


the basis for policy or new initiative
Diplomacy
(Barston) 4. reducing friction or oiling the wheels of
bilateral or multilateral relations

5. Contributing to order and orderly change

6. Creation, drafting and amandement


of wide body of international rules of a normative and
regulatory kind that provide structure
in the international system.
TASKS OF DIPLOMACY
(BARSTON)

1. Representation (Formal,
Simbolis, Substansi) :
a. Formal Representation : presentation of credentials,
protocol, and participation in the circuit of the national
capital or institution
b. Substantive Representation : the explanation and
defence of national policy/national interest through
embassies; negotiations and interpreting the foreign and
domestic policies of the receiving government.
2. Function of acting as listening post
Diplomacy should identify key issues
and domestic and or external paterns
which emerging, together with their
implications, in order to advise or warn
the sending government
HUMPREY TREVELYAN NOTES

“ …….apart from negotiating , the ambassador’s basic task is


to report on the political, economic and social conditions
in the country which he is living, on the policy of its
government and on his conversations with political
leaders, officials and anyone else who has illuminated the
local scene for him”
3. Layingthe groundwork or
preparing the basis for
policy or new initiative

4. In the event of actual or


potential bilateral or
wider conflict,
Diplomacy is concerned
with reducing friction or
oiling the wheels of
bilateral or multilateral
relations
5. Contributing to order and
orderly change
Adam Watson suggest : “the central task of diplomacy is not
just the management of order, but the management of
change, and the maintenance by continued persuasion of
order in the midst of change”
6. Creation, drafting and amandement
of wide body of international rules
of a normative and regulatory kind
that provide structure in the
international system.
Chapter 2:

DIPLOMACY AND FOREIGN


POLICY
Pengertian Politik Luar Negeri (Foreign Policy)
• Sekedar gambaran agar lebih dipahami tentang pengertian
politik luar negeri, Jack C. Plano dan Roy Olton dalam
The International Relations Dictionary, memberikan
penjelasan tentang politik luar negeri sebagai berikut :
• Merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibentuk
oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam
menghadapi negara lain atau unit politik internasional
lainnya dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional
spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan
nasional;
 Politik luar negeri yang spesifik dilaksanakan oleh sebuah
negara sebagai sebuah inisiatif atau sebagai reaksi
terhadap inisiatif yang dilakukan oleh negara lain;
 Politik luar negeri mencakup proses dinamis dari
penerapan pemaknaan kepentingan Nasional yang relatif
tetap terhadap faktor situasional yang sangat fluktuatif di
lingkungan internasional dengan maksud untuk
mengembangkan suatu cara tindakan yang diikuti oleh
upaya untuk mencapai pelaksanaan diplomasi sesuai
dengan panduan kebijaksanaan yang telah ditetapkan;
Langkah utama dalam proses pembuatan kebijaksanaan
politik luar negeri mencakup :
1. menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke
dalam bentuk tujuan dan sasaran yang spesifik;
2. menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik
dan internasional yang berkaitan dengan tujuan
kebijaksanaan luar negeri;
3. menganalisis kapabilitas nasional untuk menjangkau
hasil yang dikehendaki;
4. mengembangkan perencanaan atau strategi untuk
memakai kapabilitas nasional dalam menanggulangi
variabel tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah
ditetapkan;
5. melaksanakan tindakan yang diperlukan;
6. secara periodik meninjau dan melakukan evaluasi
perkembangan yang telah berlangsung dalam menjangkau
tujuan atau hasil yang dikehendaki.
TUJUAN POLITIK LUAR NEGERI (FOREIGN
POLICY OBJECTIVES)

 Setiap politik luar negeri dirancang untuk menjangkau


tujuan nasional. Tujuan nasional yang hendak dijangkau
melalui politik luar negeri merupakan formulasi konkrit
dan dirancang dengan mengaitkan kepentingan nasional
terhadap situasi internasional yang sedang berlangsung
serta power yang dimiliki untuk menjangkaunya;
 Tujuan dirancang, dipilih, dan ditetapkan oleh pembuat
keputusan dan dikendalikan untuk mengubah (revisionist
policy) atau mempertahankan (status quo policy) ihwal
kenegaraan tertentu di lingkungan internasional.
KEPENTINGAN NASIONAL
(NATIONAL INTERESTS)
 Tujuan mendasar serta faktor paling menentukan yang
memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan
politik luar negeri adalah kepentingan nasional;
 Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat
umum tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan
sangat vital bagi negara.
 Unsur tersebut mencakup kelangsungan hidup bangsa
dan negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan
militer dan kesejahteraan ekonomi;
• Karena tidak ada “interest” secara tunggal
mendominasi fungsi pembuatan keputusan suatu
pemerintahan, maka konsepsi ini dapat menjadi lebih
akurat jika dianggap sebagai “national interests”;
• Jika sebuah negara mendasarkan politik luar negeri
sepenuhnya pada kepentingan nasional secara kukuh
dengan sedikit atau tidak hirau sama sekali terhadap
prinsip-prinsip moral universal, maka negara tersebut
dapat diungkapkan sebagai kebijaksanaan realistis,
berlawanan dengan kebijaksanaan idealis yang
memperhatikan prinsip moral internasional.
PERBEDAAN DAN PERSAMAAN

 Sekilas memang agak sulit membedakan pengertian


“Diplomasi” dan “Politik Luar Negeri”. Dari
pengertian yang diberikan oleh Hans J. Morgenthau
nampak perbedaan pengertiannya yaitu diplomasi
dalam arti luas yang sama dengan politik luar negeri,
dan diplomasi dalam arti sempit yang merupakan
medium atau channel atau cara dimana hubungan resmi
antara pemerintah itu terjadi;
 Sedangkan Harold Nicholson menyatakan bahwa
“politik luar negeri” dan “negosiasi serta mekanisme
pelaksanaan negosiasi tersebut”, keduanya termasuk
dalam pengertian diplomasi;
 Dalam banyak hal dan bagi banyak orang, politik luar
negeri dan diplomasi tampak hampir sama. Fungsi yang
sama dari politik luar negeri dan diplomasi yaitu
“melindungi dan memajukan kepentingan nasional”.
PERBEDAAN :

 J.R. Childs membedakan politik luar negeri dan diplomasi


sebagai berikut :
 Politik luar negeri suatu negara adalah “substansi hubungan luar
negeri”;
 Diplomasi adalah proses dengan mana kebijaksanaan
dilaksanakan.
 Catatan :
 Jadi menurut Childs politik luar negeri adalah substansi, sedang
diplomasi adalah metodenya;
HAROLD NICHOLSON

Adalah bermanfaat, bahkan pada saat berhubungan dengan episode


sejarah yang sangat jauh, untuk mempertimbangkan dimana
diplomasi berhenti dan politik luar negeri mulai. Masing-masing
dihubungkan dengan penyesuaian kepentingan nasional atau
kepentingan internasional. Politik luar negeri didasarkan atas
konsepsi umum kebutuhan nasional;
• sebaliknya diplomasi bukan merupakan tujuan melainkan
sebuah alat (metode). Diplomasi berusaha, dengan
penggunaan akal, perdamaian dan pertukaran
kepentingan, untuk mencegah munculnya konflik besar
diantara negara-negara. Ia merupakan lembaga, melalui
mana politik luar negeri berusaha mencapai tujuannya
lebih melalui persetujuan ketimbang perang. Bilamana
persetujuan menjadi tidak mungkin, diplomasi, yang
merupakan instrumen perdamaian, menjadi tidak
operasional dan politik luar negeri, yang sanksi
terakhirnya adalah perang, sendirian menjadi operasional;
Tetapi ada perbedaan dasar antara mereka :
• Setiap bangsa harus menentukan sikapnya terhadap bangsa
lain dan arah tindakan yang akan diambil dan dicapai dalam
urusan internasional. Sikap ini dapat dianggap sebagai
fondasi perumusan politik luar negeri suatu negara.
• Diplomat merupakan perangkat untuk melaksanakan
keputusan tersebut dengan segala kegiatannya;
• Jadi jika fungsi utama politik luar negeri adalah mengambil
keputusan mengenai hubungan luar negeri, maka tugas
utama diplomasi adalah untuk melaksanakannya dengan
baik dan efektif;
STRAUZ-HUPE DAN PASSONY :

Politik luar negeri bisa dibagi ke dalam dua kategori luas


yaitu : keputusan/perumusan (formulation) dan
pelaksanaan (execution);
 Diplomasi merupakan bagian integral dari politik luar
negeri.
 Diplomasi sangat erat kaitannya dengan politik luar
negeri ; Politik luar negeri lebih berkaitan erat dengan
perumusan / keputusan; Diplomasi terutama dihubungkan
dengan pelaksanaannya.
CATATAN :

• Para diplomat memegang peranan penting dalam membantu


perumusan politik luar negeri sebagai kepanjangan tangan,
mata dan telinga pemerintah dengan mengirim informasi
tentang negara lain. Sikap para diplomat, kekuatan,
kelemahan, aspirasi mereka, merupakan dasar bagi para
eksekutif dalam membentuk politik luar negeri. Dengan
demikian diplomasi mempengaruhi pembuat keputusan.
Dalam pelaksanaannya diplomasi mempunyai peranan yang
sangat penting dan nyata. Diplomasi menyebarluaskan
kebijakan yang diambil pemerintah dalam politik luar
negeri, mencoba menjelaskan, merundingkannya, baik
dalam masa damai dan perang.
• Diplomasi berusaha menciptakan kesesuaian dan
mendamaikan perbedaan-perbedaan dengan melakukan
penengahan diantara negara-negara dengan baik dan
cerdik. Sebagai telah dinyatakan bahwa perang
merupakan kelanjutan diplomasi melalui cara lain,
diwaktu perang diplomasi memainkan peran berbeda
tetapi luas dan telah benar-benar terbukti dalam berbagai
perang. Apabila perang telah dinyatakan, maka tugas
diplomatlah untuk meyakinkan negara-negara lain yang
netral mengenai justifikasi politik tersebut. Keberhasilan
atau kegagalan politik luar negeri suatu negara sangat
bergantung pada kemampuan para diplomatnya untuk
menjalankan diplomasi yang punya tujuan tertentu.
BAGAIMANA PARA DIPLOMAT BISA
MEMPENGARUHI POLITIK LUAR NEGERI
NEGARA YANG DIWAKILINYA?

Salah satu fungsi utama diplomat adalah mewakili negaranya


(dalam organisasi-organisasi internasional, dalam konperensi
internasional dan di ibukota-ibukota negara asing) :
• Para diplomat bertemu dengan para wakil negara-negara lain
atau mereka menjumpai orang-orang yang mempunyai pengaruh
dalam penentuan politik luar negeri negara masing-masing;
• Para diplomat dengan daya tarik dan keahlian bergaulnya bisa
mempengaruhi diplomat lain, sehingga saling pendekatan bisa
dicapai guna membantu peningkatan hubungan (atau
sebaliknya);
• Salah satu tugas utama lainnya bagi para diplomat
adalah memperoleh dan melaporkan informasi.
• Dengan informasi yang sifatnya first hand information
yang dilaporkan kepada pemerintahnya, ia bisa
mempengaruhi pemikiran para pembuat keputusan
tingkat tinggi agar secara praktis menyusun kebijakan-
kebijakan untuk kepentingan negara yang diwakilinya;
Jadi para diplomat dapat mempengaruhi keputusan politik
luar negeri negara mereka dan kadang-kadang mereka
memperoleh keberhasilan dalam usaha mereka.
 Dengan demikian diplomasi mempunyai hubungan erat
dengan politik luar negeri dan tujuan utamanya adalah
untuk memberikan mekanisme dan personalia bagi
pelaksanaan politik luar negeri yang diambil pemerintah.
Jadi diplomasi juga bisa memainkan peranan penting
dalam perumusan politik luar negeri. Walupun sering
diplomasi dianggap sebagai sinonim bagi politik luar
negeri, dan salah satu tak bisa dipikirkan tanpa yang lain,
namun keduanya tidaklah sama.
CHAPTER 3 :

History and Development of


Diplomacy
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN
PERKEMBANGAN DIPLOMASI :

1. Perang dan Damai (khususnya Perang Dingin)


2. Meluasnya isu-isu HI (high politics & low politics)
3. Revolusi IT
4. Regionalisme
5. Perubahan Nilai-nilai
6. Perubahan Tipe / Rejim Pemerintahan
1. PERANG DAN DAMAI
(KHUSUSNYA PERANG DINGIN)
 Harold Nicholson menyatakan bahwa mengatakan bahwa
perkembangan diplomasi secara khusus diwarnai oleh
impak dari Perang dingin, intrusi/masuknya konflik
ideology ke dalam diplomasi dan akibat-akibatnya,
transformasi dari sebagian kecil elit-elit internasional
dalam gaya diplomasi lama menuju sebuah era baru atau
“diplomasi demokratis dari konsepsi hubungan
internasional yang membutuhkan penjelasan kepada
publik dan Ðiplomasi Terbuka”, yang sangat kompleks.
2. MELUASNYA ISU-ISU HI (HIGH POLITICS &
LOW POLITICS)

 Isu-isu dalam HI: Hard Politics dan Low Politics


 Livingstone Merchant : mencatat kemunduran dalam
kekuasaan decision making dari para duta besar dan
meluasnya bidang-bidang yang kompeten melalui
diplomasi ekonomi dan perdagangan; pemakaian diplomasi
personal yang lebih banyak /intens oleh Kepala Negara
atau Kepala Pemerintahan melalui diplomasi multilateral,
yang dibarengi oleh tenaga-tenaga atau bidang-bidang
khusus.
3. REVOLUSI IT

 Revolusi telah memudahkan para Kepala


Pemerintahan/Negara untuk berkomunikasi secara
langsung, kemudahan untuk saling bertemu.
 Adam Watson : mencatat meningkatnya keterlibatan
kepala pemerintahan secara langsung dalam kebijakan
politik luar negeri yang krusial serta berkurangnya peran
menteri luar negeri, pertumbuhan dari media massa,
pertemuan-pertemuan antara menteri-menteri berbagai
bidang.
4. REGIONALISME

 Tumbuhnya organisasi-organisai regional (ASEAN, EU,


NAFTA, APEC, LAFTA dll) menyebabkan diplomasi
berkembang dg pesat melalui pertemuan2 diplomat dalam
lingkup regional.
 Plishke : mencatat perkembangan diplomasi seiring
dengan adanya masalah lingkungan (diplomatic
environment) yang berhubungan dengan pengembangan
komunitas internasional dan lingkungan hidup yang
meliputi kecendrungan menuju fragmentasi dan
pengecilan, dan pergeseran dalam lokus kekuasaan
pembuatan keputusan (regionalisme) dari modal-modal
nasional.
5. PERUBAHAN NILAI-NILAI

• Pasca Perang Dingin, isu dan nilai-nilai yg berkembang


adl demokrasi, HAM, Lingkungan (Low Politics), serta
berkembangnya Democratic Diplomacy, open diplomacy,
public dipomacy.
• Ada keterlibatan publik dalam berdiplomasi antar negara.
6. PERUBAHAN TIPE / REJIM
PEMERINTAHAN
• Banyaknya negara yang menyebut “negara demokratis”
berpengaruh thd diplomasi, dimana perundingan2 yg
dilakukan biasanya lebih bersifat terbuka.
• Rejim Otoriter : Secret/Closed Diplomacy
• Rejim Demokratis : Open/public/democratic Diplomacy
DIPLOMATIC SETTING (AREA DIPLOMASI)

Ekspansi yang terus menerus dari komunitas


Internasional sejak tahun 1945 mrpk salah satu factor
yang membentuk model-model diplomasi modern dg
setting sbb :
1. Tumbuhnya organisasi-organisasi internasisonal, bertambahnya jumlah
negara-negara dengan berbagai kepentingan dan ideology, secara
simultan telah membentuk agenda dan isu-isu baru dalam diplomasi
dan hubungan internasional (PBB, WB, IMF, WTO dll)
2. Tumbuhnya blok-blok militer dan politik, (NATO, Pakta Warsawa,
Dialog Utara Selatan, Utara-Utara, Konferensi Asia Afrika, Non Blok
dll)
3. Regionalisme dengan basis ekonomi: ASEAN , Uni Eropa, AFTA,
NAFTA, APEC, G-7, G-15
4. Diplomasi Bilateral
5. Summit, dll
PLAYERS OR ACTORS IN
DIPLOMACY
1. Personal diplomasi melalui para Kepala
Negara/Pemerintahan/Utusan Khusus/Eminent Person
2. Menteri Luar Negeri
3. Duta-duta Besar dan staffnya
4. Para menteri dalam berbagai bidang yang terlibat dalam
diplomasi multilateral
5. Non-state Actors yang terus berkembang dalam jumlah dan
jenis yang meliputi kelompok kepentingan ekonomi,
kemanusiaan, social, budaya, kejahatan internasional dan
kepentingan-kepentingan pemerintahan global.
6. Common People/Personal People/group (Bono/U2/Maarthi
Assashari, etc)
NOTES :

PERUBAHAN DIPLOMASI, KARENA :


1. PERUBAHAN TIPE PEMERINTAHAN
2. PEMBAGIAN DAN SEMAKIN BANYAKNYA ISU ISU
DLM HI SHG BERPENGARUH THD KARIER
DIPLOMAT
3. PERTUMBUHAN MULTILATERAL DIPLOMASI
4. PERUBAHAN SISTEM INTERNASIONAL (DARI
BIPOLAR MENJADI UNIPOLAR
5. REVOLUSI TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI
DIPLOMATIC STYLES :
1. BEHAVIOR NEGOTIATING
2. SECRET OR OPEN DIPLOMACY
3. TYPE / VARITIES OF ENVOYS
4. DIPLOMATIC LANGUAGE, ETICS, CONVENTIONS
5. INSTITUTIONS & TYPE OF INSTRUMENT
DIPLOMACY (TREATY, PACT, )
TYPE / MODE :
1. CONFERENCE
2. BLOCK
3. BILATERAL OR MULTILATERAL
4. ECONOMIC
5. POLITICS
6. SECURITY, ETC
METHODS :
1. PERSONAL DIPLOMACY
2. SUMMIT
3. CONFERENCE
4. ASSOCIATIVE DIPLOMACY
5. BILATERAL OR MULTILATERAL DIPLOMACY
SKEMA/GAMBAR :

KETERKAITAN ANTARA GAYA, TIPE DAN METODE


DIPLOMASI
(LIHAT DIKTAT, P. 31)
KETERKAITAN ANTARA PERUBAHAN,
STYLE, METHOD

PERUBAHAN DIPLOMASI, KARENA :


DIPLOMATIC STYLES :
1. PERUBAHAN TIPE PEMERINTAHAN 1. BEHAVIOR NEGOTIATING
2. SECRET OR OPEN DIPLOMACY
2. PEMBAGIAN DAN SEMAKIN
3. TYPE / VARITIES OF ENVOYS
BANYAKNYA ISU ISU DLM HI SHG 4. DIPLOMATIC LANGUAGE,
ETICS, CONVENTIONS
BERPENGARUH THD KARIER DIPLOMAT 5. INSTITUTIONS & TYPE OF
INSTRUMENT DIPLOMACY
3. PERTUMBUHAN MULTILATERAL (TREATY, PACT, )
DIPLOMASI

4. PERUBAHAN SISTEM INTERNASIONAL

(DARI BIPOLAR MENJADI UNIPOLAR

5. REVOLUSI TEKNOLOGI INFORMASI DAN


KOMUNIKASI METHODS :
TYPE / MODE : 1. PERSONAL DIPLOMACY

1. CONFERENCE 2. SUMMIT

3. CONFERENCE
2. BLOCK
4. ASSOCIATIVE DIPLOMACY
3. BILATERAL OR MULTILATERAL
5. BILATERAL OR
4. ECONOMIC
MULTILATERAL DIPLOMACY
5. POLITICS

6. SECURITY, ETC
B. SEJARAH DAN EVOLUSI
DIPLOMASI
1. Masa India Kuno
2. Masa Yunani
3. Masa Romawi
4. Masa Bizantium
5. Masa Renaisance (Diplomasi pada masa Italia, Masa
Abad Pertengahan / Perancis)
6. Masa Perang Dunia I & II
7. Masa Cold War
8. Masa Post Cold War
MENURUT HAROLD
NICHOLSON
ada dugaan bahwa diplomasi mulai sejak saat manusia
memulai kehidupan berkelompok, perhubungan,
termasuk negosiasi untuk berbagai tujuan. Perhubungan
yang ada antar manusia yang menjalankan berbagai
tujuan seperti:
 penghentian permusuhan;
 pembicaraan penggunaan padang rumput (ternak);
 pertukaran istri
antar kelompok manusia yang berbeda, dapat dianggap
sebagai bukti adanya diplomasi pada zaman pra-sejarah
Literatur-literatur kuno menggambarkan asal mula diplomasi
antara lain:
 Malaikat sebagai pembawa wahyu antara surga dan
bumi. Mereka digambarkan sebagai diplomat pertama;
 Selanjutnya Nicholson menggambarkan dalam Kitab
Regweda melukiskan Agni sebagai pesuruh dewa. Ia
merupakan mediator antara dewa dan manusia dan
ditunjuk sebagai “pembawa dan penyebar berita”, “duta
yang lincah bergerak”, dsb
• Mitologi Yunani menggambarkan bahwa diplomat yang pertama
kali adalah pembawa berita yang membawa atau pesan antara dua
atau lebih kelompok manusia atau suku bangsa, tetapi belum yakin
apakah mereka mempunyai kekuasaan untuk bebas berunding.
Keraguan ini atas dasar dugaan-dugaan:
• bahwa kembalinya pembawa berita dengan selamat, memelihara
harapan akan keberhasilan kegiatan diplomatik ini;
• keselamatan duta yang sangat dihargai negara mereka telah dikenal
sejak semula, sehingga inilah sebabnya mengapa sejak zaman dulu
ketika manusia masih menempuh kehidupan liar, duta-duta itu
umumnya dianggap sebagai orang suci;
• hak imunitas yang kemudian diberikan membawa diplomasi
kepada keadaan sekarang yang makmur
PERKEMBANGAN DI INDIA KUNO

• Di India kegiatan diplomatik telah berlangsung sejak lama yaitu


beberapa abad sebelum Masehi.
• Pada periode Vedic menurut beberapa referensi ada berbagai tipe utusan
seperti: duta, prahita, palgala, suta, dsb.
• Duta ada sejak masa Regweda. Duta ahli dalam mengumpulkan
informasi mengenai kekuatan musuh. Duta yang semula penyampai
pesan dan utusan, telah diperluas pada periode Yajurweda dan dibebani
tanggungjawab baru;
• Prahita pertamakali digunakan dalam Kitab Yajurweda. Prahita
merupakan seorang utusan yang dikirim oleh rajanya, baik dalam waktu
damai maupun perang;
• Palgala dan Suta, merupakan pejabat-pejabat tinggi yang mempunyai
pengaruh dalam pemilihan raja-raja. Mereka juga ditugaskan membawa
misi-misi diplomatik penting ke negara-negara lain terutama Palgala.
Sedangkan Suta tugasnya antara lain seperti “Charioteer”.
• Menurut Drekmeier, dibawah Suta-lah terwujud sebuah
departemen diplomasi dan disinilah institusionalisasi
diplomasi dimulai di India. Setelah zaman Weda kemajuan
pesat evolusi diplomasi telah terjadi;
KAUTILYA MENULIS
ARTHASASTRA
• mengenai kenegaraan. Ia membuat analisis tentang tujuan,
instrumen, praktek dan metode diplomasi. Analisisnya
masih banyak dipraktekkan hingga kini antara lain :
 Dalam Konsep Rajamandala (lingkaran negara-negara),
ia menekankan aspek geopolitik dari diplomasi secara
rinci. Ia menelaah tentang pentingnya geografi dalam
merumuskan diplomasi dan politik luar negeri suatu
Negara. Bahwa politik antar anggota masyarakat
internasional yang berbeda, pada dasarnya ditentukan
oleh konstelasi: sahabat – musuh – dan – netral. Hal ini
telah diakui oleh para penulis modern tentang hubungan
internasional;
 Kautilya telah menghargai peranan power dalam
diplomasi (eksponen awal studi realis). Kautilya
menyadari bahwa “danda” (power) adalah penengah yang
sesungguhnya dari politik internasional.
 Dalam proses bargaining dari diplomasi, prestise adalah
yang paling penting.
 Prestise adalah reputasi power dan dalam masa damai
suatu negara bisa mencapai tujuannya tanpa harus
menggunakan kekuatan yang sesungguhnya apabila
bargaining secara damai didukung oleh ancaman
kekuatan;
 Diplomasi menurut Kautilya, merupakan perang potensial,
karena perang adalah bisnis mencari tujuan-tujuan politik
lebih dengan cara paksaan militer daripada dengan cara
bargaining. Dalam kedua hal tersebut kemampuan untuk
menggunakan kekuatan dengan keahlian dan
keberhasilan cukup menentukan;
 Jadi dalam perkembangan diplomasi para pemikir politik
India Kuno dari “Arthasastra School” telah membuat
kontribusi yang penting.
• Pada abad ke-3 S.M., Maurya, Kaisar Asoka, mencoba
menanamkan gagasan baru dalam dunia diplomasi yaitu
doktrin “non-violence” (non kekerasan) dalam kehidupan
pribadi, negara dan dalam hubungan internasional.
(Doktrin tanpa menyakiti – non – injury pihak lain
merupakan doktrin populer di India sejak zaman Weda).
Gagasan ini hingga kini dirasakan kebenarannya terutama
dengan timbulnya kerusakan dunia secara total, dunia
sadar bahwa hanya dengan mengikuti gagasan India akan
“peaceful co-existence” (hidup berdampingan secara
damai dan persaudaraan universal, peradaban manusia
dapat diselamatkan).
PERKEMBANGAN
DIPLOMASI
DI YUNANI
• Menurut mitologi Yunani, Hermes (dewa bangsa
Olympia), terlihat kegiatan-kegiatan diplomatik; Zeus,
raja para dewa, menugaskan Hermes untuk misi-misi
diplomatik yang sulit termasuk membunuh Argos
 Pelaksanaan diplomasi yang teratur (organized) dapat
dijumpai pada hubungan antar negara-negara kota dari
zaman Yunani Kuno, Harold Nicolson (dalam bukunya
“Diplomacy”, London 1939) menyatakan, bahwa diantara
negara-negara kota di Yunani dilakukan pengiriman-
pengiriman misi-misi khusus (istimewa), sehingga
keadaan ini mendekati sistem hubungan diplomatik kita
pada waktu sekarang ini.
 Thucydides menceritakan mengenai prosedur diplomatik
di antara bangsa-bangsa Yunani misalnya, tentang suatu
konferensi di Sparta pada tahun 432 SM yang
diselenggarakan oleh negara Sparta dan di negara-negara
sekutunya, untuk merundingkan dan mempertimbangkan
tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan terhadap
negara Athena.
• Sejak abad ke-6 S.M. dan selanjutnya para warga kota
Yunani melakukan praktek memilih ahli pidato mereka
yang terbaik (biasanya beberapa) sebagai utusan mereka.
Utusan-utusan ini dipercayai dengan tugas membela kasus
mereka di depan majelis rakyat dari liga atau kota-kota
lain dimana mereka dikirim untuk berunding. Mereka
diharapkan mengajukan proposal dalam sebuah pidato.
Perundingan atau negosiasi dilakukan secara lisan dan
dimuka umum. Apabila negosiasi berhasil dan
menghasilkan perjanjian, perjanjian diukir pada loteng
suci agar bisa dilihat umum. Penandatanganan perjanjian
dilakukan secara terbuka dan khidmat.
 Pada abad ke-5 S.M. pengiriman dan penerimaan
kedutaan-kedutaan menjadi semakin sering antara negara-
negara kota Yunani. Yunani saat itu telah menyadari
bahwa hubungan antar negara tak dapat diatur hanya
melalui tipu muslihat dan kekerasan. Mereka juga
menganggap tidak beriman dan tidak adil bila melakukan
serangan dadakan terhadap negara tetangga yang tak
dicurigai atau memulai “perang yang tidak dinyatakan
lebih dulu dan tak dapat diselesaikan”.
• Mereka tidak ragu-ragu mengutuk setiap kekejaman
kepada orang yang luka atau yang mati di medan perang.
Mereka juga secara terang-terangan mengakui prinsip
universal yang harus diterapkan kepada seluruh umat
manusia dan tidak hanya kepada anggota masyarakat
Yunani saja (secara samar mereka mengakui hukum
internasional yang mengatur hubungan antar negara).
Seperti halnya juga pendapat Thucydides bahwa perang
sebagai upaya penyelesaian perselisihan internasional
adalah “tidak baik dan tidak aman”. Menurut John G.
Stoessinger “Negara Yunani Kuno telah mengembangkan
pergaulan diplomatik ke suatu tingkat tinggi”;
• Thucydides dalam “Peloponessian War” menyatakan
bahwa orang akan mengagumi wawasan yang dalam
tentang seni negosiasi yang halus yang telah diperoleh
orang-orang zaman dahulu.
PERKEMBANGAN MASA ROMAWI
• Bangsa Romawi tidak banyak usahanya untuk memajukan
kecakapan diplomasi melalui perundingan (art of
diplomacy by negotiation), tetapi sumbangan mereka
kepada perkembangan Hukum Internasional sungguh
penting dan sangat berarti.
 Tradisi diplomasi dan metode-metode diplomasi serta
praktek-prakteknya ini disebarkan dari bangsa Yunani
kepada bangsa Romawi. Romawi punya “practical sense”
yang baik dan kapasitas administrasi yang
mengagumkan. Tetapi mereka tidak membuat kontribusi
yang penting pada perkembangan seni negosiasi yang
sangat penting dalam diplomasi. Mereka lebih suka
memaksakan kehendaknya daripada melakukan
perundingan atas dasar timbal balik. Mereka menyerbu
lawannya yang keras kepala dan hanya mengecualikan
mereka yang mau tunduk pada kehendak Romawi;
Dalam pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional,
mereka menciptakan beberapa ungkapan seperti:
 ius civile (hukum yang diterapkan pada warganegara
Romawi);
 ius gentium (hukum yang diterapkan pada warganegara
Romawi dengan orang asing); dan
 ius naturale (hukum yang umum bagi seluruh umat
manusia).
 Pada mulanya bangsa Romawi memasuki sebuah
perjanjian atas dasar azas timbal balik dan Koalisi Latin
yang dimulai sebagai koalisi antar partner yang sejajar.
Tetapi kemudian ketika Romawi menjadi kuat, mereka
mulai mengancam anggota koalisi lain sebagai
bawahannya dan prinsip timbal balik dan kesejajaran
lenyap. Jadi tak ada Konsep Kesejajaran dalam diplomasi
Romawi. Mereka meletakkan tekanan pada sanksi
perjanjian. Bangsa Romawi menganggap perjanjian
sebagai kontrak hukum dan menekankan kepada
kewajiban yang diatur oleh hukum itu.
• Bangsa Romawi juga mengembangkan sistem yang rumit dalam
mengatur peraturan-peraturan yang berhubungan dengan
penerimaan perwakilan asing. Duta Besar yang sedang berkunjung
dan stafnya diberi hak imunitas. Apabila ada seorang staf kedutaan
yang ketahuan melanggar hukum, ia dikirim kembali ke negara
asalnya, sehingga ia bisa diadili di negaranya sesuai dengan
hukum negaranya. Setelah kekuasaan Romawi naik dengan pesat,
perwakilan asing diperlakukan dengan kehormatan yang sedikit.
Selama periode ini apabila suatu kedutaan datang berkunjung dan
sampai di pinggiran kota, personelnya harus menunggu di luar,
memberitahukan kehadirannya, dan hanya setelah mendapat
persetujuan Senat baru bisa masuk ke Kota Roma. Sepanjang
Roma masih kuat dan merupakan pusat kekaisaran Romawi, ia
memperlakukan negara lain dengan perlakuan yang jelas
menghina walaupun terselubung.
• Tetapi ketika Roma mulai menurun, para penguasa Roma
merasa perlu memanfaatkan seni negosiasi atau diplomasi
untuk mempertahankan supremasinya. Namun hal itu tak
mampu menahan keruntuhan Roma sehingga Roma
kehilangan Kebesaran dan Kekuasaannya. Keruntuhan ini
akhirnya ditanggung oleh Kekaisaran “Romawi Timur/
Byzantium”.
Perkembangan di Zaman Byzantium
Menurut Nicholson :
 Kekaisaran Byzantium adalah yang pertama
mengorganisasi departemen luar negeri untuk
berhubungan dengan urusan-urusan luar negeri. Mereka
melatih para duta besar untuk dikirim ke negara lain. Para
utusan ini diberi petunjuk dalam bentuk instruksi tertulis
dan ditekankan untuk sopan dalam berhubungan dengan
orang-orang asing. Apabila ada seorang Kaisar baru naik
takhta, utusan khusus dikirim ke luar negeri untuk
mengumumkan peristiwa ini. Jadi beberapa praktek
institusional diplomatik dilibatkan selama periode ini.
Untuk meningkatkan kekuatannya dilakukan melalui diplomasi dan
menerapkan berbagai sarana diplomatik. Hal ini dilakukan dengan cara :
a. dengan menyebarkan bibit permusuhan atau perpecahan diantara mereka
yang mungkin bisa menjadi musuh;
b. dengan cara ini penguasa Byzantium secara simultan mencapai praktek-
praktek diplomasi yang dua generasi lamanya yaitu :
1. divide and rule (dipecah dan dikuasai);
2. divide and survive (memecah belah dan bertahan hidup).
3. Melalui agama :
Kekaisaran Byzantium berusaha membuat suku-suku bangsa perbatasan
dibujuk menjadi Kristen dan diberi bantuan. Saat itu fanatisme agama
mampu memperkuat Kekuasaan Kristen Byzantium. Karenanya Kaisar
Justinianus bisa memperluas kekuasaannya atas daerah yang luas dan tetap
bisa menjauhkan suku-suku bangsa Laut Hitam dan Pegunungan Kaukasia;
Perkembangan Pada Zaman Sesudah Renaissance

1. Periode Italia,
2. Periode Perancis
• Akhir abad 18 atau awal abad 19, diplomasi sering berarti suatu studi
dan pemeliharaan arsip-arsip dari perundingan internasional. Konsep
ini teristimewa barlaku dalam abad pertengahan.
• Diplomasi modern sebagai suatu profesi (jabatan, pekerjaan) yang
teratur (organized) tumbuh di Italia dalam abad pertengahan.
Persaingan di antara negara-negara kota Italia dan metode yang
digunakan oleh para penguasa untuk memelihara dan mencapai
kepentingan-kepentingan mereka telah digambarkan dengan baik
oleh Machiavelli dalam bukunya “The Prince” Tahta Suci (Holli See,
Paus) dan negara-negara kota Italia telah mengembangkan sejak lama
sistem-sistem diplomasi. Kemungkinan sekali tahta suci adalah yang
pertama kali mempergunakan sistem perwakilan (yang bersifat)
permanen, yang sesungguhnya merupakan sifat karakteristik (khas)
dari diplomasi modern Namun misi permanen yang ditempatkan oleh
Fransisco Sforza, Duke of Milan, di Genoa pada tahun 1455.
• Abad 17
• Dalam abad 17 ini pengiriman atau penempatan misi
permanen merupakan praktek yang umum diantara
negara-negara, dan diplomasi telah menjadi suatu profesi
dan mendapat pengakuan umum sebagai metode
hubungan internasional. Tumbuhnya nasionalisme dan
sistem negara bangsa (nation state system) menyebabkan
alat perlengkapan (dinas) negara ini sebagai suatu hal
yang essensial (yang pokok, penting) khususnya setelah
perdamaian Westphalia tahun 1648 sebagai titik
kristalisasi dan peresmian tegas dari sistem negara.
• Abad 18
• Diplomasi istana mencapai puncak keemasannya dalam
abad 18. Permainan diplomasi dilakukan menurut
peraturan-peraturan yang dikenal dan diketahui. Keluar
mengemukakan seginya yang cemerlang tetapi dibalik itu
tersembunyi intrik-intrik dan ketidak mampuan dari
pelakunya. Para diplomat mewakili raja-raja mereka, dan
sering kali hanya merupakan alat yang patuh dalam
persaingan meluaskan wilayah negara dan perjuangan
untuk mencapai supremasi di Eropa dalam abad itu,
penguasa-penguasa yang kuat seperti peter agung dari rusia
dan fredereiek agung dari prusia menggunakan diplomasi
dan peperangan untuk mencapai maksud dan tujuannya.
• Abad 18
• Diplomasi istana mencapai puncak keemasannya dalam
abad 18. Permainan diplomasi dilakukan menurut peraturan-
peraturan yang dikenal dan diketahui. Keluar mengemukakan
seginya yang cemerlang tetapi dibalik itu tersembunyi intrik-
intrik dan ketidak mampuan dari pelakunya. Para diplomat
mewakili raja-raja mereka, dan sering kali hanya merupakan
alat yang patuh dalam persaingan meluaskan wilayah negara
dan perjuangan untuk mencapai supremasi di Eropa dalam
abad itu, penguasa-penguasa yang kuat seperti peter agung dari
rusia dan fredereiek agung dari prusia menggunakan diplomasi
dan peperangan untuk mencapai maksud dan tujuannya.

 Pada bagian akhir dari abad 18, revolusi industri, revolusi
amerika, revolusi prancis, telah mengantarkan suatu
zaman atau masa baru untuk diplomasi pada khususnya
dan juga untuk sejarah pada umumnya. Suara rakyat
mulai didengar dan diperhatikan. Tokoh utama Benjamin
Franklin juga tampak di jalan-jalan di Paris dan London,
yang mewakili suatu bangsa yang sedang tumbuh,
merupakan lambang dari masa yang akan datang, yaitu
zaman diplomasi demokratis (yang sifatnya lebih dari
demokratis)
DIPLOMASI PADA MASA
ITALIA (ABAD
PERTENGAHAN)
Karena beberapa sebab, diplomasi modern pertama kali
dikembangkan di negara-negara Kota Italia. Sebab-
sebabnya :
 Bahwa mereka berdiri di luar sistem feodal utama;
 Mereka diikat bersama-sama oleh banyak kepentingan
yang sama;
 Mereka memberi tempat kepada persaingan, dalam
memajukan kepentingan mereka sendiri;
 Dalam usaha memperoleh supremasi, mereka sering
membentuk koalisi yang membantu mereka dalam
mencapai tujuan ini;
 Faktor-faktor ini membantu munculnya negarawan
diplomat – komersial negara-negara Kota Italia pada abad
tiga belas dan empat belas. Munculnya kembali sistem
negara kota selama renaissance di Italia ditemani oleh
seni diplomasi yang sedang berkembang pesat. Karya
Machiavelli, The Prince, merupakan yang paling
populer diantara pembahasan diplomasi kontemporer.
Dalam periode ini penempatan utusan permanen lambat
laun menjadi mode;
• Kasus pertama penempatan Duke of Milan ke Genoa
pertengahan abad ke-15. Mulai saat itu pelayanan
diplomatik memiliki dasar yang kuat;
• Korps diplomatik mulai dibentuk, tugas diplomat
diperbarui dan menjadi lebih lengkap, termasuk tugas
militer.
• Bangsa Venesia yang menjalin hubungan erat dan lama dengan
Byzantium, memainkan peranan penting dalam perkembangan
diplomasi antara lain munculnya dinas diplomatik Venesia
yang berasal dari organisasi komersial. Dinas diplomasi
Venesia memiliki sistem diplomasi terorganisasi secara baik,
arsip yang tertib, reputasi yang paling halus budi bahasanya
dan paling terinformasi dari negara pengirimnya.
• Bangsa Venesia dengan “teori diplomasi Byzantium”
menyebarkan kepada Italia kejelekan bangsa Timur dalam hal
sikap bermuka dua dan curiga (tetapi dalam kenyataan
bermuka dua dan akal bulus tidak hanya diplomasi di Timur
saja).
Machiavelli dalam “The Prince” secara terus terang
menyatakan Konsepsi Kenegaraan dan diplomasi yang a-
moral.
Ia menyatakan :
“ … penguasa yang bijaksana tidak harus mempertahankan
kesetiaannya bilamana tindakan yang akan ia lakukan itu
bertentangan dengan kepentingannya sendiri dan alasan-
alasan yang membuatnya setuju pada keputusan itu tak lagi
ada. Apabila semua manusia itu baik, ajaran ini akan
merupakan ajaran yang tidak fair; tetapi karena mereka
jahat dan tak mau memperhatikan kesetiaan bersamamu,
maka kamu tidak wajib untuk setia kepada mereka”.
• Dari pernyataan ini nampak bahwa Machiavelli
melahirkan gagasan bahwa diplomasi dan keterusterangan
sering tidak cocok satu sama lain. Diplomat dan
diplomasi memperoleh reputasi buruk bagi kegiatan-
kegiatan mencurigakan, bahkan sebelum renaissance.
• Pola hubungan dengan Negara lain, khususnya dalam
bernegosiasi harus dibangun dengan logika rasional dan
dengan basis pemikiran Machiavellian, sehingga
kecemasan (fear), ketidakpercayaan (distrust), kerakusan
(greed) dan kelicikan (cheating) harus selalu mewarnai
negosiasi dalam tataran hubungan antar Negara.
Contoh :
 Ketika Perancis zaman Louis XI saat mengirim duta besar
ke Inggris diinstruksikan kepada dubesnya :
“Apabila mereka membohongimu, perhatikan itu dan
bohongilah lebih besar kepada mereka”
 Sir Henry Wotton (dubes Inggris semasa Raja James I)
menyatakan:
“seorang duta besar adalah orang yang jujur yang dikirim
untuk berbohong di luar negeri demi kebaikan negaranya”
“Diplomat is an honest man sent abroad to lie for the good of
the country” – Sir Henry Wotton (1568-1639)
• Dengan kemajuan sistem pengiriman kedutaan permanen, suatu
perkembangan dalam terminologi dan metode mempekerjakan duta
besar. Saat itu disebut sebagai “orator tetap” dan bukan “duta besar”.
• Istilah “duta besar” (ambassador) pertama kali dipakai dalam buku
“De Bello Gallico”, ia berasal dari kata “Celtic” yang berarti
“pelayan”. Ambassador digunakan pada masa Kaisar Charles V
pertengahan abad ke-16. Kaisar Charles V menyatakan bahwa hanya
para utusan yang dimahkotai kepalanya dan Republik Venesia saja
yang harus digelari dengan sebutan ini.
• Henry VII (Raja Inggris) menugaskan Spinelli (warga Italia) sebagai
wakilnya di Belanda (saat itu bukan warganegara dari negara
pengirim bisa menjadi duta besar). Venesia juga menunjuk dua sub-
ambassador (keduanya pedagang besar) di London mewakili Venesia.
• Ambassador saat itu terlalu luas hak dan kewenangannya,
sehingga Panikkar mengamati:
• “Para duta besar pada masa itu tidak hanya melaporkan
perkembangan di negara ia ditempatkan, tetapi sering
campur tangan dalam politik dalam negeri, memadamkan
pemberontakan dan revolusi, mendukung partai politik
oposisi dan umumnya menggunakan kekuasaannya untuk
memajukan kepentingan nasional negaranya dan
menciptakan kekacauan di negara lain” (Persona Non Grata)
• Selama periode Italia, kemajuan positif terjadi dalam
perkembangan diplomasi.
SISTEM DIPLOMASI
PERANCIS
Menurut Harold Nicholson yang dimaksud dengan sistem
Diplomasi Perancis yaitu:
• “Dengan metode Perancis yang saya maksud adalah teori
dan praktek hubungan internasional yang berasal dari
Richellieu dianalisa oleh Callieres dan diterapkan oleh
semua negara Eropa selama tiga abad yang mendahului
perubahan tahun 1919”
Abad ke-17 terdapat perubahan antara lain :
1. Ketika Hugo Grotius menerbitkan buku “De Jure Belli et
Pacis” (Hukum Perang dan Damai) tahun 1625 terutama
membantu perkembangan Hukum Internasional dan
evolusi diplomasi. Dengan Hukum Internasional berarti
prinsip-prinsip umum dalam hubungan internasional
dapat dipelihara dan dipertahankan.
2. Kardinal Richellieu, negarawan Perancis yang ulung
mengarahkan Perancis selama pemerintahan Louis XIV
dan Grotius yang berpendapat bahwa seni negosiasi
seharusnyalah bukan suatu proses yang tergesa-gesa
melainkan suatu kegiatan yang permanen. Ia
menganjurkan dibentuknya suatu hubungan yang stabil
melalui kontak-kontak diplomatik yang didasarkan atas
landasan yang kokoh.
• Richellieu mengemukakan doktrin bahwa “diplomasi tidak
hanya semata-mata kegiatan ad hoc tetapi merupakan
proses yang berkesinambungan”. Richellieu penganut
kepentingan negara yang fanatik, meskipun ia seorang
autokrat, tetapi mengutamakan perlunya memobilisasi
pendapat umum guna mendukung kebijakan diplomatik
yang harus dicapai. Menurutnya perjanjian merupakan alat
yang penting dari diplomasi, yang harus ditetapkan dengan
berbagai pertimbangan. Namun sekali perjanjian dibuat,
ditandatangani dan diratifikasi, ia harus dipatuhi dengan
jiwa religius. Ia menekankan pada pengendalian urusan luar
negeri suatu negara melalui Kementerian Tunggal sehingga
tidak akan ada keraguan atau ambiguitas komando dan
kesetiaan.
 Richelieu mempunyai pengaruh yang meyakinkan atas
praktek dan pemikiran diplomasi kontemporer.
Komponen terpenting dalam diplomasi yaitu kepastian :
“Negosiasi tidak hanya harus berakhir dengan
persetujuan, dengan penyusunan kata-kata. Persetujuan
harus benar-benar tepat untuk tidak menyisakan celah
bagi pengingkaran dan kesalahpahaman dimasa datang;
tetapi juga bahwa setiap pihak yang akan berunding harus
mengetahui sejak awal bahwa pihak lain tersebut benar-
benar mewakili hak kedaulatan di negerinya sendiri”.
 Metode Perancis bertahan sebagai model diplomasi untuk
waktu yang lama. Tekanan instruksi tertulis yang
diberikan kepada duta besar yang memuat garis besar
kebijakan yang harus dicapai, kondisi politik negara yang
akan dituju duta besar, menyertakan “surat
Kepercayaan” (letter of credence) resmi. Demikian
populernya metode Perancis ini, sehingga bahasa Perancis
menjadi “lingua franca” diplomasi.
2. Francois Callieres menerbitkan karya besarnya “De la
maniere de negocier avec les souverains” tahun 1716
dan menjadi salah satu petunjuk diplomasi yang terbaik
yang pernah ditulis.
 Ia mengemukakan doktrin diplomasi yang baik. Ia
mencek tipu daya sebagai alat diplomasi dan menegaskan
bahwa diplomasi yang baik adalah didasarkan pada saling
kepercayaan. “Aroma diplomasi adalah untuk
mengharmoniskan kepentingan nyata pihak-pihak yang
terkait”. Pihak yang terlibat dalam negosiasi tak boleh
menggunakan taktik mengancam atau menggertak.
DIPLOMASI PADA MASA
PERANG DUNIA I –
PERANG DUNIA II
DIPLOMASI MODERN (PASCA
PERANG DUNIA II
Setelah PD-II, sebuah tatanan dunia baru yang berbeda dari
tatanan periode pra-PD-II muncul dan mempunyai
pengaruh yang sangat besar pada diplomasi. Era Pasca PD-
II, dua negara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet (US),
keduanya menjadi superpowers dan lebih kuat dari negara-
negara lain di dunia. Kedua superpowers berdiri sebagai
saingan satu sama lain dan masing-masing berusaha
memperluas pengaruhnya terhadap negara-negara di dunia.
Tetapi tak satupun dari mereka cukup kuat untuk
memaksakan kehendaknya kepada superpower lain.
Pergulatan ini memunculkan kondisi dan posisi konflik
yang disebut “Cold War” (Perang Dingin)
PERANG DINGIN DAN
DIPLOMASI
• Definisi Perang Dingin:
• Charles O’Lerche mendefinisikan Perang Dingin
sebagai:
“Kontroversi diplomatik di dalam masa negara-negara
berperang satu sama lain dengan segala senjata yang
dipunyai kecuali kekerasan bersenjata
• Perang Dingin yang muncul setelah PD-II berakhir yaitu
sejak 1947, dalam konteks hubungan internasional terjadi
“Struggle for Power” besar-besaran melalui konflik
politik, diplomatik, ideologi antara dua blok yang
berlawanan, antara blok kapitalis pimpinan AS dan blok
sosialis pimpinan Uni Soviet.
• Dalam Perang Dingin sarana apapun (kecuali perang
formal) digunakan untuk menambah power dan pengaruh
sendiri dan untuk membendung power dan dominasi lawan.
Taktik yang digunakan dalam Perang Dingin pada
umumnya tekanan ekonomi, perang ideologis, psikologis
dan propaganda, tindakan politik, penggunaan angkatan
bersenjata terbatas dan beberapa kombinasi dari faktor itu.
 Dalam Perang Dingin setiap issue menjadi masalah
perjuangan dan setiap teknik (selain perang formal)
digunakan. Hal baru yang ada dalam Perang Dingin yaitu
bahwa ia menjadi masalah yang tersebar luas ke seluruh
dunia dan tak ada bagian dari benua ini yang tidak
termasuk ke dalam scopenya. Belum pernah dalam
sejarah pencapaian kekuasaan tertinggi antara dua rival
menjadi begitu melibatkan seluruh dunia.
Penyebab Perang Dingin
Akar Perang Dingin bisa dilacak dari ambisi masing-masing super
power yang tidak cocok dan ideologi mereka yang bertentangan.
• Uni Soviet : setelah PD-II bertujuan menjamin keamanan
nasionalnya terhadap kemungkinan agresi dan memodifikasi
status quo internasional dengan penyebaran ideologi Komunis;
• Amerika Serikat : pemimpin kekuatan status quo, berusaha untuk
membendung Russia melalui intervensinya di negara-negara lain,
pembentukan aliansi-aliansi militer, dan dengan menggunakan
berbagai tindakan anti Komunis.
• Perang Dingin kemudian menjadi perjuangan Timur >< Barat atau
istilah Soviet sebagai “perjuangan antara Kubu Sosialis dan Kubu
Imperialis”.
 Lerche menyatakan:
“Dunia yang bipolar adalah dunia dimana penyelesaian
perbedaan dengan mekanisme klasik diplomasi dan
kompromi tidak lagi memungkinkan. Apa yang terutama
membuat frustrasi para negarawan adalah sarana
historis lain bagi pemecahan problem internasional,
kekuatan, sama-sama gagal. Penggunaan kekerasan
dengan dasar apapun selain perang total sebenarnya
tidak mungkin karena tidak satupun blok yang ingin
tunduk pada demonstrasi kekuatan atau ancaman
semata”.
Diplomasi dan Deterens
 Dalam periode Perang Dingin dan sesudahnya,
persenjataan nuklir bertindak sebagai deteren (pencegah).
Dalam politik deteren ini senjata nuklir telah berfungsi
sebagai background umum bagi diplomasi walaupun
hingga kini belum pernah benar-benar digunakan.
Instrumen militer memang benar-benar memberikan
dukungan dan jaminan stabilitas diplomasi antara lain
melalui parade militer
 Diplomasi pada masa Perang Dingin tidak didasarkan atas
teori “balance of power” tetapi pada “balance of terror”
(keseimbangan ancaman). Kemungkinan suatu perang
nuklir dan kehancuran total bertindak sebagai deteren.
Diplomasi deteren pada zaman nuklir ini didasarkan pada
anggapan:
 bahwa resiko bunuh diri akan menghentikan agressor
karena harga yang harus dia bayar akan terlalu tinggi bila
ia melakukan serangan nuklir; strategi diplomasi deteren
untuk bipolar system ini cocok untuk memisahkan
“sphere of influence” kedua superpower untuk
perdamaian umum dunia.
 Deteren tidak hanya merupakan teknik militer tetapi juga
sebuah konsep diplomasi. Deteren memang
membutuhkan kapabilitas militer untuk mendukungnya,
testnya tidak terletak pada penggunaannya tetapi pada
ancaman penggunaannya agar agressor tidak melakukan
suatu tindakan. Jadi deteren adalah konsep psikologis
yang digunakan oleh pembuat keputusan sipil.
Manipulasi ancaman kekerasan yang dilakukan oleh
pihak sipil ini, yang disebut diplomasi deteren,
merupakan sarana utama diplomasi sejak permulaan
Perang Dingin.
 Perang Dingin mengkombinasikan dua elemen yaitu
bentrokan dua ideologi yang bermusuhan dan dua
super yang mewakili dua kubu yang bermusuhan.
Sikap yang keras dilanjutkan untuk membuat tindakan-
tindakan diplomatik yang berhati-hati sehingga sambil
berusaha mempertahankan dan meningkatkan pengaruh
mereka, mereka bisa menghindari resiko konflik
bersenjata secara langsung
 Perang Dingin menunjukkan situasi tidak damai tidak
perang. Meskipun perdamaian umum ada, perang terbatas
sering pecah di beberapa bagian dunia yang berbeda,
karena superpower menahan diri mereka untuk terlibat
dalam pertempuran langsung, tetapi dilakukan oleh wakil
yaitu oleh sekutu-sekutunya. Hubungan bermusuhan
ditonjolkan, tetapi tidak sampai pada pengabaian
negosiasi dan penggunaan kekerasan tetap terbatas
• Disamping kedua superpower, negara-negara lain juga
berusaha untuk menjaga kepentingan nasionalnya melalui
berbagai sarana diplomatik. Pada saat Perang Dingin
mencapai puncaknya “diplomasi diam” dan “diplomasi
preventif” melibatkan peranan aktif PBB. Selama
konfrontasi bipolar, negara-negara kecil secara militer
lemah dan terbelakang ekonominya, khawatir akan
keterlibatan mereka dalam konflik ini dan resiko menjadi
negara satelit dari salah satu superpower. Mereka juga
khawatir akan agresi terang-terangan oleh negara lain.
Dalam perjuangan antara kedua superpower, mereka
mencari perlindungan di PBB, menggunakannya untuk
menutupinya melalui diplomasi diam atau preventif.
 Dalam dunia bipolar, tak ada tempat bagi mereka yang
netral dan negara-negara superpower menganggap negara
seperti itu, seperti India, Indonesia, dengan penuh curiga
dan bahkan menganggap “immoral” (tidak bermoral).
Keduanya menerapkan pepatah: “negara yang tidak
bersama kita adalah lawan kita”. Nampaknya sistem
bipolar yang bersifat permanen ini lambat laun setapak
demi setapak mengarah kepada “multipolar”.
• Dalam evolusi ini “nasionalisme” memainkan peranan
penting. Kekuatan Ketiga di Eropa Barat di tahun 1950-
an dengan ekonomi yang sudah diperbaiki dan
kebangkitan semangat, negara-negara Eropa Barat
menyatakan kemerdekaan kehendaknya. Eropa Barat
memang masih memelihara hubungan dekat dengan AS
tetapi tidak tergantung kepada AS.
CONTOH :

 Nasionalisme Terusan Suez oleh Mesir. Hal ini terbukti


dalam contoh pada ekspedisi Suez yang gagal oleh
Inggris dan Perancis pada tahun 1956.
 Dengan semangat nasionalisme, negara-negara Eropa
Timur juga berusaha untuk menyatakan kemandiriannya.
Pertama oleh Yugoslavia, diikuti oleh Albania dan
Rumania yang melaksanakan politik luar negeri yang
independen dan menentang dominasi Russia.
 Negara-negara di luar Eropa seperti India, memilih
berada di luar dari dua blok yang berlawanan. India
bersama Yugoslavia, Indonesia, Mesir dan Ghana
menawarkan pola tingkah laku bagi negara-negara yang
baru muncul di Asia-Afrika yang memilih tinggal tak
terikat dalam bentuk Non-Blok (Non Aligned), sehingga
mengurangi struktur yang kaku dari bipolar system.
Negara-negara Asia dan Afrika yang membentuk
Gerakan Non-Blok (Non Aligned Movement)
kemudian diakui sebagai Dunia Ketiga.
 Ini berarti bahwa sistem internasional telah dibagi
menjadi tiga blok atau polycentris sepanjang pusat-pusat
kekuatan tidak hanya blok-blok saja, tetapi juga negara-
negara individual dan PBB yang memainkan peranan
penting. Melalui PBB negara-negara kecil berusaha
memukul dominasi superpower dan mempunyai pengaruh
atas politik internasional
 Periode bipolaritas yang berlaku secara ekstensif antara
1947-1962, diplomasi tak dapat memainkan peranan
penting karena kekakuan sikap kedua superpower. Tetapi
dengan munculnya Dunia Ketiga dan kondisi di atas
tersebut, membawa kehancuran bipolaritas dan kemudian
diikuti oleh kecenderungan munculnya “multipolaritas”
dan persesuaian sebagian antara AS dan Soviet yang
dikenal sebagai “detente”.
 Karena sistem bipolar selalu muncul ancaman perang
umum, maka dalam dunia yang multipolar diplomasi
kemudian memiliki kesempatan yang lebih baik untuk
memainkan peranan yang lebih efektif. Sistem multipolar
paling tidak memerlukan tiga aktor. Berdasarkan teori
hubungan internasional, multipolaritas keberadaan paling
tidak lima negara besar yang setaraf adalah merupakan
keharusan. Dalam sistem multipolar, dengan banyak
negara aktor yang besar, negara-negara mempunyai
mobilitas yang lebih besar untuk bersekutu dan
mengkonsolidasikan diri mereka sendiri.
Hal ini mempunyai efek dua arah:
• sistem seperti itu diharapkan menghasilkan tingkah laku
yang lebih terkendali;
• dibandingkan dengan pembagian bipolaritas yang
sederhana dan kaku, multipolaritas adalah kompleks dan
fleksibel
DETENTE DAN PEACEFUL CO-EXISTENCE

• Kemunculan dunia yang multipolar dan kemajuan pesaing-


pesaing potensial untuk kedudukan negara besar
mempersempit konflik antara kedua superpower dan
menciptakan jalan bagi suatu detente. Perang Dingin yang
paling hebat mulai tahun 1947 sampai pada Konfrontasi Kuba
tahun 1962, ketika dunia tampaknya berada diambang perang
besar. Untuk menghindari perang besar tersebut sejak tahun
1963 dibuka “hot line” antara Moscow dan Washington
diantara kedua Kepala Negara. Manfaat yang segera diperoleh
untuk menghindari perang besar dan perbedaannya yaitu “Test
Ban Treaty” (Perjanjian Penghapusan Percobaan Senjata
Nuklir) pada tahun 1963. Dengan ditandatanganinya perjanjian
ini era detente dimulai.
“DETENTE”

menurut Oxford English Dictionary didefinisikan sebagai:


“penghentian hubungan tegang antara dua negara”.
• Menurut Webster New World Dictionary, detente
diartikan sebagai: “a lessening of tension or hostility,
especially between nations”.
 Menurut Henry Kissinger, mantan Menlu Luar Negeri
AS, bagi AS detente menunjukkan:
“Kewajiban khusus dua negara nuklir besar yang
mempunyai kemampuan untuk menghancurkan umat
manusia dan yang konfliknya telah mengakibatkan
banyak krisis dalam periode sesudah perang dunia, untuk
mengubah posisi mereka dari ‘konfrontasi ke negosiasi’”
• Oleh karena itu detente berarti penurunan tingkat
ketegangan internasional, bahkan suatu upaya untuk
mengkodifikasi persyaratan-persyaratan kompetisi. Hal ini
berarti tidak hanya rivalitas yang masih dilanjutkan tetapi
juga kerjasama superpower dalam hal pengendalian
perlombaan senjata, dan juga bidang politik, ekonomi,
teknik, dan ilmiah lainnya.
• Dalam politik Barat, detente menggambarkan gagasan peredaan
atau pengendoran ketegangan, sebuah kecenderungan dan
proses, bukan suatu keadaan. Menurut istilah Soviet, detente
adalah razriadka. Para penguasa Soviet menghindari istilah ini,
sebab razriadka juga berarti suatu bagian tertentu dari
mekanisme sebuah senjata api, sehingga mempunyai konotasi
militer. Di Uni Soviet, ungkapan “mirnoe sosu shestvovanie”
(peaceful co-existence), digunakan untuk menyatakan sebuah
keadaan, tidak hanya proses, tetapi merupakan prinsip politik
luar negeri sejak permulaan negara Soviet dan merupakan
istilah yang digunakan pihak Barat untuk istilah “detente”.
Soviet menganggapnya sebagai sesuatu yang lebih positif
daripada “re-approchement” (saling mendekati).
 Dengan detente, diplomasi mendapatkan tempat yang
lebih luas dalam politik internasional dan telah
meredakan ketegangan internasional dan mengarah
kepada tercapainya “detente” (agreement) yang efektif
antara kedua superpower. Tetapi dilain pihak ada
kekhawatiran terjadinya “kondominium” (daerah yang
dikuasai bersama) superpowers atas wilayah lain di dunia
ini. Faktor ini juga telah meningkatkan pentingnya
diplomasi di bidang hubungan internasional
• Masyarakat internasional mendukung detente, karena
kompetisi persenjataan yang mengarah ke kehancuran, bila
digunakan dengan cara lain, bermanfaat bagi peningkatan
standar hidup. Kedua superpower juga menyadari manfaat
detente dalam hubungan saling menguntungkan daripada
melalui cara konfrontasi;
• Dalam detente kadang-kadang timbul ketegangan dalam
hubungan kedua superpower, tetapi sering dapat
diselesaikan melalui negosiasi bilateral. Beberapa perbedaan
lain sering membutuhkan campur tangan negara lain atau
PBB. Namun bantuan diplomasi selalu dibutuhkan untuk
menjadikan detente berhasil.
• Tujuan diplomasi selama detente adalah: untuk
mengurangi ketegangan di bidang lain dari kepentingan
yang sama dan untuk mencapai suatu pengertian
sehubungan dengan pembatasan persenjataan dan
mengganti konfrontasi dengan kerjasama”.
Pada Masa Cold War, Diplomasi mengalami kemunduran
dalam pelaksanaan karena :
 Terjadi perang dingin antara Blok Barat dengan Blok
Timur;
 Kurangnya kebebasan bergerak dari para diplomat,
karena diplomasi dengan cara parlementer;
 Perjuangan kekuasaan yang tiada akhir dari kedua
superpower.
Text
Text

Text
perang dingin
Kemunduran
Diplomacy

Struggle for Power


Kurangnya kebebasan bergerak dari
Setiap negara
para diplomat, karena diplomasi
dengan cara parlementer;
Morgenthau mengeluhkan menurunnya diplomasi. Lima
faktor menurutnya yang menyebabkan, yaitu :
 Perkembangan dan kemajuan sistem komunikasi;
 Menurunnya nilai diplomasi;
 Diplomasi melalui prosedur-prosedur parlemen;
 Peranan dua superpower yang merupakan pendatang baru
dalam bidang diplomasi;
 Hakikat dunia saat itu, dalam mana kedua blok kekuatan
berhadapan satu sama lain dalam posisi yang kaku.
MORGENTHAU: 5 FAKTOR MENURUNNYA
FUNGSI DIPLOMASI
kedua blok kekuatan berhadapan
satu sama lain dalam posisi yang kaku.
Diplomasi melalui
prosedur-prosedur
parlemen

Perkembangan dan
Morgenthou
kemajuan sistem komunikasi

Peranan dua superpower


Menurunnya
nilai diplomasi
DIPLOMASI ERA POST COLD
WAR
New Challenges Facing Diplomacy in the Post Cold-War
Era:
• Technological progress;
• The relative change in the sovereignty of the state;
• The emergence of new actors such as NGOs/INGOs,
• Diplomacy must function in a complex and sometimes
paradoxical context characterized on the one hand by the
process of globalization and on the other hand by forces of
fragmentation and localization.
In order to meet these new challenges diplomats must
adapt their methods of work to the new environment:  
1. Become more open;
2. Learn to fully utilize opportunities offered by the
technological revolution;
3.  Familiar with the art of negotiation;
4. Be able to work in a multicultural environment;
5. Open the opportunity to co-operate with different actors.
• Diplomatic Qualities are physical or mental attributes a
person is born with or develops
Prof. Kapeller: 

Diplomacy is not for the sickly, the weak, the neurotic and the introverts.
A robust constitution and good health are needed to stand the
physical and mental strain put on diplomats in many situations.
Being able to sleep well in almost any circumstances is of great help.
A well-balanced personality, good self-control, a natural
inquisitiveness, an interest in understanding others and their manner
of thinking are also essential. This should be complemented by a
friendly and outgoing nature, natural courtesy and good manners,
and a capacity to create empathy and develop friendships. A gift for
languages is a great asset, because being able to communicate with
opposite numbers in their own language is becoming increasingly
important, especially in some less traditional forms of diplomacy.
SYARAT-SYARAT DIPLOMAT :

1. Phisical Qualities
• Robust Constitution
• Good Health
• Resilience
2. Mental Qualities :
• Balanced Personality
• Open Mind
• Tolerance
• Natural Curiosity
• Friendly and Outgoing Disposition
• Good Listener
• Ability to put oneself in the interlocutor’s place
• Patience
• Intelligence and capacity to learn quickly
• Courtesy and good manners
3. Diplomatic Skills may require a natural predisposition, but
must be developed through training. The main
diplomatic skills are language proficiency, interaction
with media, IT proficiency, representation, information
management, negotiation, diplomatic behavior and
protocol. Acquisition of diplomatic skills is usually part
of diplomatic training programs, through specialized
methodologies such as simulation exercises and active
learning. 
4. Diplomatic Knowledge consists of the following main
disciplines: international law, international economics,
diplomacy, and international relations. This knowledge
is usually acquired through traditional teaching.
Practical exercises and case studies may also be used.
A VARIETY OF TYPES OF DIPLOMACY:
• The complexity of intrastate and interstate conflict has become a critical
challenge to the field and to methods of conflict resolution even though the
number of conflicts has decreased since 1999 with 2005 having the lowest
number since the end of the Cold War
• In trying to find the best methods of resolving conflicts, a variety of types
of diplomacy have been identified. Nowadays terms such as “formal
diplomacy”, “Track One Diplomacy”, “Track Two Diplomacy” and
“Multi-Track Diplomacy” are common in conflict resolution vocabulary
(Diamond & McDonald, 1996; Ziegler, 1984; De Magalhaes, 1988;
Montville, 1991). “Quiet Diplomacy” is popularly known as President
Thabo Mbeki’s approach to regional political problems in Southern Africa
(Christopher Landsberg, 2004).
• Regardless of the multiplicity of these levels of diplomacy,
there are still a lot of other conflict resolution activities
that have not been clearly defined. For example,
peacemaking activities undertaken by non-political third
parties between high political representatives of warring
groups, or governments does not fit in the definitions of
Track One, Track Two, and Multi-Track Diplomacy
TASKS Company
OF DIPLOMACY
Logo (BARSTON) www.themegallery.com

1. Representation
(Formal, Simbolis, Substansi):

2.Function of acting as listening post

Tasks of 3. Laying the groundwork or preparing


the basis for policy or new initiative
Diplomacy
(Barston) 4. reducing friction or oiling the wheels of
bilateral or multilateral relations

5. Contributing to order and orderly change

6. Creation, drafting and amandement


of wide body of international rules of a normative and
regulatory kind that provide structure
in the international system.
A VARIETY OF TYPES OF
DIPLOMACY
TRACK ONE
Title
DIPLOMACY

TRACK TWO
Title
DIPLOMACY

TRACK ONE AND A


Title
HALF DIPLOMACY
www.themegallery.com
TRACK ONE DIPLOMACY
• Track One Diplomacy or Official Diplomacy has a long history whose roots
lie in the remote history of humankind.
• De Magalhaes (1988) describes Official Diplomacy as, “[a]n instrument of
foreign policy for the establishment and development of contacts between the
governments of different states through the use of intermediaries mutually
recognized by the respective parties”
• The most important feature that distinguishes Track One diplomacy from all
other forms of diplomacy is its formal application at the state-to-state level. It
follows a certain protocol to which every state is a signatory. Track One
Diplomacy is usually considered to be the primary peacemaking tool of a
state’s foreign policy. It is carried out by diplomats, high-ranking government
officials, and heads of states and is aimed at influencing the structures of
political power.
• the Track One players are the United Nations, the Vatican, and regional
economic and political groupings such as the European Union, the Arab
League, the African Union (AU), the Organization of American States (OAS),
and many others.
• Negotiation is sometimes used as a synonym for Official Diplomacy, whereas
in fact it is simply a conflict resolution process used by all those mentioned
above to resolve conflicts. Making this distinction,
• Christer Jonsson and Martin Hall (2005) said, “[o]nce again, we are reminded
of the universalism-particularism dimension of diplomacy: While negotiating
to further the interests of their polities, diplomats typically identify the
peaceful resolution of conflicts and the avoidance of war as common
interests”.
STRENGTHS OF TRACK ONE DIPLOMACY

-
Track One Diplomacy was developed as a foreign policy tool to specifically improve
relations among nations. Although the strengths of Track One Diplomacy are
numerous, the most widely cited in the literature are four.
1. First, Track One Diplomacy has the ability to use political power to influence the
direction of negotiations and outcomes (Sanders, 1991). This power might include
using the threat of military force if a party decides to go against international treaties.
2. Second, Track One Diplomacy has the capacity to access material and financial
resources that give high leverage and flexibility in negotiations (Bercovitch and
Houston, 2000).
3. Third, Track One Diplomacy can employ in-depth knowledge about the parties’
interests because of the use of various intelligence sources (Stein and Lewis, 1996).
4. Fourth, Track One mediators have the competence to use broad knowledge of their
states’ foreign policies, and also the foreign policies of the conflicting parties.
WEAKNESSES OF TRACK ONE
1. DIPLOMACY - One Diplomacy is that its conflict resolution
The first weakness of Track
approaches are corrupted by power. State power can be a liability to durable
peace, rather than a facilitative tool. Power can suppress underlying issues of
weaker parties, thereby undermining the sustainability of a peace agreement
(Diamond & MacDonald, 1996).
2. Second, diplomatic missions, an asset to Track One Diplomacy, are normally
closed down at the peak of conflicts between countries “thereby reducing
communication when it is needed most” (Ziegler, 1984, p. 27).
3. Third, officials cannot, of course, speak against their country and, as a result,
may either be too rigid or delay negotiations through consultations with their
leaders at home (Volkan, 1991; Sanders, 1991).
4. Fourth, Track One Diplomacy is affected by electoral cycles.
TRACK TWO DIPLOMACY
• Like many other conflict resolution theorists and practitioners worried about the
failures of Track One Diplomacy, Montville coined the phrase ‘Track Two
Diplomacy’ (Volkan, 1991). Montville (1991) defines Track Two Diplomacy as,
“unofficial, informal interaction between members of adversary groups or
nations that aim to develop strategies, to influence public opinion, organize
human and material resources in ways that might help resolve their conflict” (p.
162).
• Montville emphasized that Track Two Diplomacy is not a substitute for Track
One Diplomacy, but compensates for the constraints imposed on leaders by their
people’s psychological expectations. Most important, Track Two Diplomacy is
intended to provide a bridge or complement official Track One negotiations
(Nan, 2004; Agha, Feldman, Khalidi, Schiff, 2003). Examples of Track Two
organisations are Search for Common Ground, West African Network for
Peacebuilding (WANEP), European Centre for Conflict Prevention (ECCP), and
many others.
STRENGTHS OF TRACK TWO DIPLOMACY –

1. First, Track Two parties are not inhibited by political or constitutional power;
therefore, they can express their own viewpoints on issues that directly affect
their communities and families.
2. Second, Track Two officials do not have the fear of losing constituencies
because they are the constituency.
3. Third, Track two empowers the socially, economically, and politically
disenfranchised groups by giving them a platform from which they can air their
views on how peace can be achieved in their own communities or nations.
4. Fourth, Track Two is effective both at the pre-violent conflict and post violent
conflict stages; therefore it is a very effective tool for violent conflict
prevention and post-conflict peacebuilding.
5. Fifth, Track Two involves grassroots and middle leadership who are in direct
contact with the conflict.
6. Sixth, Track Two is not affected by electoral cycles.
WEAKNESSES OF TRACK TWO
DIPLOMACY
1. The first weakness is that Track Two participants have limited ability to
influence foreign policy and political power structures because of their lack of
political power.
2. Second, Track Two interventions can take too long to yield results.
3. Third, Track Two has limited ability to influence change at the war stage of a
conflict.
4. Fourth, Track Two participants rarely have resources necessary for sustained
leverage during negotiations and for the implementation of agreements.
5. Fifth, Track Two is not effective in authoritarian regimes where leaders do not
take advice from lower level leaders.
6. Sixth, Track Two actors due to their lack of political power, are in most cases
not accountable to the public for poor decisions.
7. Seventh, because of their multiplicity Track Two actors/organizations are
TRACK ONE AND A HALF DIPLOMACY

• [T]here is a type of conflict resolution effort that defies categorization with


other types above (Track One and Track Two diplomacy), and is commonly
called “Track One and a Half.” This is the long-term unofficial facilitated joint
analysis among negotiators, LUFJAAN for short, that Conflict Management
Group conducted January 1996, May 1996, June 1997, and July 1998 (Nan,
1999, p. 202).
 Mapendere (2000) defined Track One and a Half Diplomacy,
…Public or private interaction between official representatives of conflicting
governments or political entities such as popular armed movements, which is
facilitated or mediated by a third party not representing a political organization or
institution. The aim of such interaction is to influence attitudinal changes between
the parties with the objective of changing the political power structures that caused
the conflict (p. 16).
Nan (2003) defined Track One and a Half Diplomacy as “unofficial interactions
between official representatives of states” (p. 9).
In 2005, Nan redefined Track One and a Half as “diplomatic initiatives that are
facilitated by unofficial bodies, but directly involve officials from the conflict in
question” (p. 165).
Nan’s definitions are not dissimilar from Mapendere’s (2000) definition in that the
parties are official representatives, but facilitators are ordinary citizens.
• Therefore, the main feature that distinguishes Track One and a
Half from Track One is that the third party is not a
representative of a political institution. Pure Track One conflict
resolution efforts are facilitated or mediated by government
representatives or representatives of political institutions such
as the UN and regional groups. President Clinton’s Camp
David mediation between Yasser Arafat and Ehud Barak is
purely Track One, while Former Finnish Prime Minister Martti
Ahtisaari’s mediation in Aceh is Track One and a Half.
• On the other hand the main feature that distinguishes Track One and a
Half from Track Two is the parties to the process. In Track Two
Diplomacy, the parties involved in the conflict resolution process are not
official representatives of the conflicting sides, but influential citizens.
This is not the case for Track One and a Half where the parties involved
in the conflict resolution process are official representatives of the
conflicting groups. Therefore, Track One and a Half Diplomacy can also
be called “hybrid diplomacy” because it is a cross-fertilization of Track
One and Track Two that gives the third party diplomatic agility to flip
from Track One to Track Two conflict resolution techniques in
accordance with the situation.
STRENGTHS OF TRACK ONE AND A HALF
DIPLOMACY

1. The first strength of Track One and a Half Diplomacy is that it complements
Track One and Track Two and its actors fill in the gap between the two
tracks. “Because of his prominence as a former president, Carter is able to
serve as a bridge between Track One and Track Two diplomacy” (Diamond
& McDonald, 1996, p. 43).
2. The second advantage of Track One and a Half is that it directly influences
the power structures, yet it is not driven by governmental political agendas.
It has been noticed that some Track One and a Half officials get into conflict
situations in which their governments may not be interested because of
antagonistic relations. A good example is the Carter Center’s 1995 Guinea-
Worm Ceasefire negotiations in Sudan. “The United States had branded
Sudan a supporter of world terrorism, and accusations of religious
persecution were a major issue in the civil war”
3. Another advantage of Track One and a Half is its diplomacy
agility. When a direct high-level approach is not possible, a Track
One and a Half intervener can reach out to lower-level indirect
approaches to peacemaking such as the use of humanitarian
interventions to gain the trust of the parties. Health programs such
the guinea-worm eradication program in Sudan is a good example.
Therefore, Track One and a Half interventions can be applied at
different stages of a conflict such as prevention during the latent
stage, mediations during war, and other interactive conflict
resolution techniques during the peacebuilding stages
4. Track One and a Half Diplomacy also helps world leaders
who are stuck in difficult situations by providing them with an
honourable way out of their problems. This face saving ability
of Track One and a Half diplomacy is facilitated by the
characteristics of the third parties such as nonpartisanship,
political prominence, trustworthiness, lack of real political
power, respect for and by both parties, and honesty.
5. Track One and a Half efforts can facilitate communication
between leaders whose communication has been severed by conflict.
In international conflicts, countries involved in a conflict normally
cut diplomatic relations to indicate that formal communication is no
longer appreciated between the two nations. Once this has happened,
the situation deteriorates between the two nations, possibly leading
to war or serious antagonism. The same can be said for intrastate
conflicts where the sitting government refuses to talk to the
resistance movement as a sign of power and pride.
WEAKNESSES OF TRACK ONE AND A
HALF DIPLOMACY
1. The first disadvantage of Track One and a Half mediation or facilitation is
that the mediator is sometimes viewed by the parties as representing his/her
home country’s foreign policy. Such an attitude may jeopardize the process
if the home country has an aggressive foreign policy towards one of the
parties.
2. Another disadvantage is that Track One and a Half mediators have limited
ability to use inducements and directive mediation techniques because they
do not have the political power to command resources.
3. Track One and a Half actors have no technical, financial, and military resources
needed either to encourage an agreement or to support or enforce agreement
implementation. Moral authority is one of the major strengths of Track One and a
Half actors such as Jimmy Carter, Nelson Mandela and others, and yet it is one of
the biggest weaknesses of their organizations. Successes driven by moral integrity
of the mediator cannot be duplicated by others in the same organization because
such successes depend on a particular individual’s personality.
4. Last, Track One and a Half interveners’ activities may run contrary to their
country’s foreign policy; this may undermine their peace efforts. However, one of
the most effective ways of reducing the impact of the weaknesses of the three
forms of diplomacy on peacemaking is by the complementary application of the
various diplomatic activities
COMPLEMENTARITY OF TRACKS OF DIPLOMACY

Tracks Actors Leadership Levels


UN, Regional
Track One Aim: To organizations, Heads
influence power Top leadership
of States
structures

Carter Center &


Track 1.5 Aim: others
Power structures,
Middle Leadership
attitudes &
humanitarian
Conflict Resolution
Private and Public
Orgs, UN
Track Two Aim: To
influence attitudes & Grassroots
socio-economic
issues Humanitarian Orgs
NOTE :

• Figure 1 synthesizes Lederach’s (1997) three levels of


leadership, types of diplomacy including Track One and a Half,
and shows the type of actors found at different diplomacy levels
and the levels of leadership on which they can exert influence.
• Figure 1 shows that different levels of diplomacy target different
social structures of conflict. In addition, the diagram shows the
position of Track One and a Half Diplomacy and presents the
Carter Center as an example of a Track One and a Half actor.
TIPE DIPLOMASI

Dalam zaman modern diplomasi dikategorikan menurut metode yang


dipakai dalam hubungan diplomatik.
Tipe-tipe diplomasi yang dikenal yaitu:
 Diplomasi Komersial (shop keeper);
 Diplomasi Demokratis;
 Diplomasi Totaliter;
 Diplomasi Melalui Konperensi;
 Diplomasi Diam-diam;
 Diplomasi Preventif;
 Diplomasi Sumberdaya.
 Diplomasi Publik
TRACK ONE DIPLOMACY: TIPE DIPLOMASI

Diplomasi Komersial Diplomasi Publik

Diplomasi Sumber Daya

Diplomasi Demokratis TIPE DIPLOMASI Diplomasi Diam-diam

Diplomasi Totaliter Diplomasi Melalui


Konperensi

Diplomasi Preventif
DIPLOMASI KOMERSIAL
(DIPLOMASI EKONOMI)
 Diplomasi melalui ekonomi atau diplomasi
komersial yaitu diplomasi yang dikaitkan dengan
faktor-faktor ekonomi.
 Menurut Nicholson diplomasi komersial, diplomasi
perdagangan atau shop keeper merupakan diplomasi
borjuis atau diplomasi sipil yang didasarkan pada
anggapan bahwa penyelesaian kompromis antara
mereka yang berselisih melalui negosiasi adalah pada
umumnya lebih menguntungkan daripada penghancuran
total musuh-musuh.
• Melihat sejarahnya, lembaga diplomatik Venesia yang tak
diragukan lagi sebagai peletak dasar diplomasi profesional, pada
mulanya adalah mekanisme komersial. East India Company ,
VOC dan badan-badan yang sama saat itu, yang mengunjungi
berbagai kerajaan di negara-negara Asia untuk mengajukan
kepentingan mereka masing-masing, adalah wakil yang punya
status setengah petugas dan setengah pedagang.
• Lambat laun peranan mendua mereka dihapus dan mereka mulai
bertindak sebagai wakil perorangan negara-negara mereka. Pada
tahap transisi ini para diplomat enggan untuk melibatkan diri
pada kegiatan perdagangan, karena kegiatan ini menurunkan
prestige hirarki sosial mereka pada tingkat yang lebih rendah;
 Dengan perkembangan industri yang pesat di Barat telah
meningkatkan power dan prestige kapitalis dan para
pedagang dan mereka mulai melakukan penekanan pada
pemerintah masing-masing untuk mencari pasar baru dan
konsesi bagi barang dagangan mereka. Akhirnya para
diplomat bersedia untuk memajukan kepentingan dagang
negaranya di negara lain dan akhir abad 19 faktor-faktor
perdagangan dan komersial memperoleh tempat yang
sangat penting dalam hubungan internasional dan dalam
hubungan diplomatik
• Negara Maju (G-8) sebagai produsen barang-barang
industri mengkombinasikan hubungan politik dan
komersial untuk memperoleh keuntungan finansial dengan
bargaining diplomatik yang keras karena adanya
kompetisi.
Diplomasi Dollar atau Imperialisme Ekonomi
 Tipe diplomasi lain dari negara-negara kapitalis di
negara-negara lemah dan terbelakang yaitu diplomasi
ekonomi yang dikenal sebagai “diplomasi dollar” atau
“imperialisme ekonomi”. Ini termasuk metode eksploitasi
di negara-negara terbelakang dengan cara ekonomi dalam
selubung persahabatan atau memaksakan persahabatan
yang tidak seimbang. AS mulai menerapkan diplomasi ini
di Timur Jauh dan Jerman di Kesultanan Turki akhir abad
19 dan awal abad ke-20
• Imperialisme ekonomi ini mulai marak setelah berakhirnya
Perang Dunia I ketika Inggris dan Perancis menyadari bahwa
mereka tidak mungkin akan menguasai daerah imperiumnya
dalam waktu lama. Imperialisme memperoleh dorongan baru
dalam bidang ekonomi. Disamping itu collapse-nya ekonomi
Jerman dan negara-negara lain di Eropa Tengah dan Barat
semakin memperparah krisis ekonomi, termasuk bagi negara-
negara pemenang perang. Negara-negara tersebut mendukung
perekonomian di negara-negara bekas musuh mereka untuk
memperoleh pasar di negara-negara itu. Bantuan ekonomi
sebagai instrumen diplomasi digunakan. Tarif ekonomi serta
perjanjian bilateral dan multilateral dibuat dan diplomasi
ekonomi lainnya dilaksanakan
 Metode paksaan dengan cara ekonomi telah lama
dilaksanakan. Selama perang suatu negara berusaha untuk
membuat kesulitan ekonomi terhadap musuhnya melalui
“blokade”. Inggris, negara maritim paling kuat selama
beberapa abad, telah menerapkan “blokade laut” sejak
zaman Ratu Elizabeth I. Blokade ekonomi memainkan
peranan penting dalam Perang Napoleon dan dua Perang
Dunia. Ini sebagai “kelanjutan diplomasi dengan cara
lain” yaitu diplomasi ekonomi pada masa perang.
• Efektivitas tindakan ekonomi sebagai alat pemaksa
menimbulkan gagasan “sanksi ekonomi”. Sanksi
ekonomi disebutkan dalam Piagam LBB dan telah
digunakan oleh LBB yaitu sanksi ekonomi terhadap Italia
tahun 1935 atas agresinya terhadap Etiopia. Sarana ini
diharapkan berhasil dalam mengekang agresi tanpa
intervensi militer. Sanksi ekonomi ini ternyata gagal,
karena anggota-anggota Liga hanya menerapkannya
setengah hati. Negara-negara kecil dan lemah biasanya
tunduk terhadap sanksi ekonomi. Austria bisa
menundukkan Serbia dengan menolak membeli babi-
babinya selama “Perang Babi” tahun 1905.
Faktor-faktor ekonomi pasca PD-II dan Saat sekarang
dalam hubungan internasional semakin penting,
karena :
Pertama : sebagai strategi yang digunakan dalam
Perang Dingin;
Kedua : dalam membentuk perkembangan ekonomi
NIS’s (New Industrializing States)
Ketiga : Globalisasi dan runtuhnya Uni Sovyet,
membuat ideologi Liberalisme dan Kapitalisme hampir
seluruhnya dipaksakan untuk diterapkan di seluruh
dunia (Konsensus Washington)
Posisi penting diplomasi komersial pada waktu ini dapat diukur
dari beberapa hal antara lain.
- Adanya Atase Perdagangan dan Komisioner Perdagangan
yang dianggap sebagai tambahan yang berguna bagi misi
diplomatik.
- Untuk melaksanakan tujuan perdagangan dan ekonomi yang
telah dikembangkan oleh diplomasi modern, suatu
mekanisme khusus harus diciptakan yang berbeda dengan
konsulat-konsulat lama.
Pentingnya Ekonomi Dalam Diplomasi
 Ancaman Perang Nuklir telah menjadi deteren besar bagi
penggunaan kekuatan untuk menyelesaikan perselisihan,
khususnya apabila kepentingan negara-negara besar
terlibat. Perbedaan-perbedaan yang ada dan tidak
mengarah kepada konflik senjata, tindakan ekonomi
diterapkan untuk menghasilkan pemecahan yang
menguntungkan bagi persengketaan tersebut;
 Salah satu akibat besar dari PD-II adalah bahwa negara-
negara besar kolonial telah kehilangan kekuatan mereka
sedemikian besar. Sentimen anti kolonial telah menyebar
ke seluruh dunia dan banyak NIS’s telah menjadi anggota
masyarakat internasional. NIS’s mencari bantuan
teknologi dan ekonomi dengan mudah dari negara-negara
besar yang sedang bermusuhan, dan negara-negara besar
dapat menanam pengaruhnya di NIS’s. Saling
ketergantungan ekonomi menjadi meningkat dan bantuan
ekonomi sedang memperoleh kedudukan penting dalam
diplomasi;
• Sekutu yang secara ekonomi lemah harus ditopang dengan
supply militer dan pinjaman atau grant ekonomi. Tetapi AS
melalui Marshall Plan telah membantu negara-negara Eropa
Barat lebih dari US $ 20 milyar untuk membangun kembali
perekonomian dan memodernisasi dan memperkuat
angkatan bersenjata sekutu-sekutunya di Eropa Barat. Uni
Soviet juga berbuat hal yang sama terhadap satelit-satelitnya
walau dalam skala jumlah yang lebih kecil. Politik
pemberian bantuan ekonomi kepada para sekutu dan negara-
negara yang bergantung masih tetap berlangsung dan di
beberapa tempat telah memainkan peranan yang substansial.
AS mencoba untuk mempertahankan cengkeramannya di
Timur Tengah melalui Israel yang memperoleh bantuan
yang sangat banyak dari AS;
• Adanya Perang Dingin membawa ke arah penerapan
berbagai tindakan ekonomi sebagai taktik diplomasi.
Bahkan detente tak bisa mengubah proses ini.
 kita harus memperhitungkan uang merupakan salah satu
elemen kekuatan nasional yang terpenting dan aspek
ekonomi dari diplomasi kini sedang memperoleh
perhatian yang makin besar.
 Karenanya setiap negara berusaha untuk memperbesar
sumberdaya ekonominya melalui diplomasi dan cara-cara
damai. Dari instrumen ekonomi ini, perdagangan adalah
yang paling penting, sehingga perdagangan dan
pemberian sanksi bantuan ekonomi juga telah menjadi
alat diplomasi penting masa kini.
DIPLOMASI DEMOKRATIS

• Diplomasi Demokratis mulai mendapatkan jalan yang


lancar setelah kelahiran era “Diplomasi Terbuka”. Masa
ketika diplomasi rahasia (diplomasi tradisional),
kerahasiaan itu tidak hanya kepada rakyat umum, tetapi
juga kepada wakil-wakil rakyat terpilih.
• Case :
Pada masa awal abad ke 20; Rakyat Perancis demokratis dan Inggris demokratis
tidak mengetahui ketentuan lengkap dari Aliansi Perancis – Russia atau
persetujuan Inggris – Perancis, padahal dalam perjanjian itu melibatkan rakyat
untuk berperang dalam mendukung sekutu-sekutu mereka.
Selama kasus-kasus seperti ini terus terjadi, kontrol efektif terhadap politik luar
negeri tidak diwujudkan dalam bentuk wakil-wakil rakyat dipilih.
• Dengan munculnya diplomasi terbuka timbul tuntutan kuat bahwa
diplomasi harus dijalankan secara terus terang dan terbuka serta
memperoleh pengawasan penuh dari publik.
• Implikasinya yaitu bahwa bisnis diplomasi terlalu vital untuk dipegang
secara rahasia di tangan para diplomat saja.
• seorang diplomat harus selalu mencoba mempertahankan hubungan yang
terus menerus dengan departemen luar negerinya dan sebaliknya dan debat
majelis akan difokuskan melalui berbagai media berita kepada seluruh
rakyat;
• Harold Nicholson menjelaskan “teori dasar diplomasi
demokratis” sebagai berikut:
“Diplomat, sebagai abdi negara, bertanggungjawab kepada
Menteri Luar Negeri; Menteri Luar Negeri sebagai anggota
Kabinet bertanggungjawab kepada mayoritas di Parlemen
dan Parlemen yang tiada lain sebagai Majelis Perwakilan
bertanggungjawab terhadap kehendak rakyat yang
berdaulat”.
Stoessinger berpendapat:
• “dasar bagi hal ini, sebagaimana Wilson dan para penganjur diplomasi
terbuka memandangnya, adalah kepentingan nasional lebih aman berada
di tangan publik daripada beberapa kelompok elit tak peduli meski mereka
sangat bagus dalam hal seni negosiasi”
Tetapi Stoessinger mempunyai beberapa keberatan atas kontrol publik
terhadap negosiasi diplomatik ditiap tahap, seperti halnya juga Nicholson.
Menurutnya yang penting bahwa negosiasi terbuka akan tetap berada di jalur
perjanjian yang masuk akal.
• Beberapa referensi tentang praktek yang pernah
dilaksanakan dalam demokrasi India Kuno abad ke-6 SM,
majelis-majelis negara-negara non monarki di India
memutuskan secara terbuka melalui pemungutan suara
mayoritas semua masalah luar negeri termasuk masalah-
masalah penting seperti perang dan damai;
• Mahabharata juga membicarakan pembuatan kebijaksanaan termasuk
hubungan-hubungan diplomatik dalam nada yang agak berbeda. Seluruh
anggota gana (non monarki) atau republik mempunyai hak yang sejajar
dalam mengambil bagian dalam urusan-urusan negara. Tetapi apabila
kebijaksanaan-kebijaksanaan penting dibicarakan oleh banyak orang
terdapat kemungkinan kebocoran rahasia negara. Dari situlah Bhisma,
pemimpin Kurawa yang dipuja-puja berpendapat bahwa hanya pembesar
resmi negara sajalah yang seharus diperbolehkan mengetahui masalah
rahasia yang harus dijaga.
• Kautilya, Manu dan para penulis terkenal Pemerintah
India Kuno, menegaskan bahwa dalam persoalan yang
berhubungan dengan masalah luar negeri, Raja
seyogyanya tidak mempercayakannya pada terlalu banyak
orang, utusan yang dikirim juga tidak boleh membuka
rahasia tentang instruksi yang diberikan kepadanya oleh
raja pribadi atau menteri atasannya.
• Karenanya tampak bahwa pergumulan antara
mempraktekkan diplomasi rahasia atau diplomasi terbuka
atau antara diplomasi demokratis dan diplomasi tertutup,
telah berlangsung sejak munculnya sistem negara dalam
bentuk yang samar-samar. Satu hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu bahwa negara-negara pada zaman kuno
dan negara-negara republik menyukai diplomasi terbuka,
tetapi dalam negara-negara monarki, yang umumnya lebih
besar, mempraktekkan diplomasi rahasia
PENOLAKAN SENAT AS
ATAS TREATY OF
VERSAILLES
• Masalah ratifikasi perjanjian dengan negara lain adalah kontrol demokratis
atas diplomasi oleh legislatif.
• Senat AS menolak meratifikasi Treaty of Versailles yang diajukan oleh
Presiden AS, Woodrow Wilson dengan alasan :
• bahwa pada saat Presiden Woodrow Wilson merupakan eksponen utama gagasan perjanjian
terbuka yang dicapai secara terbuka, ia tidak melakukan perundingannya secara terbuka dan
dalam beberapa fase mengambil cara yang sangat rahasia;
• Senat AS tidak mengetahui berbagai tahap negosiasi yang dilakukan Wilson;
• Senat khawatir bahwa ratifikasinya akan terlalu banyak melibatkan AS ke dalam politik
internasional yang menurut mayoritas anggota Senat tidak vital bagi kepentingan nasional
negara itu.
• Akibat hal-hal tersebut di atas Senat menolak
menandatangani Treaty of Versailles. Tanpa memasuki tahap
debat tentang apakah perjanjian itu akan menguntungkan
kepentingan vital AS atau tidak, hal itu membuktikan bahwa
kekuasaan tertinggi penerimaan suatu perjanjian terletak
pada lembaga legislatif di dalam suatu negara demokratis.
• Penolakan Senat AS untuk meratifikasi Perjanjian Versailles
menunjukkan suatu cara untuk mendesak dilaksanakannya
pengawasan demokratis atas diplomasi.
Secara teoritis lembaga legislatif selalu mempunyai kekuasan ini. Tetapi
kenyataan tidak membuktikan hal ini, karena :
1. anggota Parlemen atau Senat di beberapa negara juga tidak terlalu
memeriksa dengan teliti perjanjian atau persetujuan yang dibuat dengan
negara lain;
2. Departemen Luar Negeri juga tidak pula berhasrat untuk menempatkan
perincian semua clausule perjanjian kepada dewan;
3. Sesudah Perang Dunia I ketika orang merasa sukar sembuh dari shock
kesengsaraan yang menyedihkan akibat perang, mereka mendesak
dihapuskannya diplomasi rahasia dan ditetapkannya pengawasan rakyat
kepada hubungan-hubungan diplomatik.
• Sebelum tahun 1918, ratifikasi hanya merupakan formula konvensional.
Biasanya para penguasa mengirim utusan mereka dengan instruksi
mendetail berkaitan dengan tujuan yang ingin mereka capai melalui
negosiasi dan memberikan konsesi dengan syarat konsesi tidak merugikan
kepentingan nasional. Sepanjang utusan memutuskan persetujuan dalam
kerangka instruksi, biasanya persetujuan itu diratifikasi sebagai suatu hal
yang sudah biasa. Setiap penolakan majelis untuk meratifikasi perjanjian
itu akan dianggap sebagai lontaran mosi tidak percaya kepada pemerintah
yang nantinya akan merasa lebih terhormat apabila pemerintah
mengundurkan diri.
• Penolakan Senat AS untuk meratifikasi Perjanjian
Versailles dilihat sebagai suatu pertanda buruk dan
menciptakan reaksi yang sangat luas di Eropa. Pemerintah
Partai Buruh pertama di Inggris menetapkan aturan bahwa
setiap perjanjian yang membutuhkan ratifikasi harus sudah
sampai di meja Majelis paling tidak dua puluh satu hari
sebelum diratifikasi.
• Pengawasan legislatif atas prosedur perundingan di bawah
diplomasi demokrasi, kini mengalami jenis lain yaitu yang
muncul dalam bentuk berbagai diskusi yang
mempengaruhi hubungan internasional bangsa-bangsa di
berbagai forum PBB dan lembaga-lembaganya serta
berbagai organisasi regional. Di PBB debat pembicaraan
dilakukan secara terbuka dan kecuali di dalam Dewan
Keamanan, mayoritas keputusan yang berlaku adalah
prinsip demokrasi sin qua non.
BEBERAPA KELEMAHAN DIPLOMASI DEMOKRASI
1. Pengingkaran terhadap Persetujuan yang sudah disepakati
• Menurut Nicholson kelemahan pertama yaitu bahwa apabila pihak legislatif
mengingkari persetujuan yang telah ditandatangani oleh wakil pemerintahnya,
maka seluruh basis perjanjian internasional akan berada dalam bahaya dan
akhirnya anarki akan mengikuti. Fleksibilitas adalah karakteristik utama
diplomasi yang efektif dan unsur esensial dalam diplomasi. Diplomat yang
terlibat dalam negosiasi perlu mempunyai dukungan penuh dari pemerintahnya
dan ia harus yakin bahwa setiap persetujuan yang dimasuki akan dihormati di
negerinya. Setiap keraguan atas hal ini akan menghalangi kemungkinan
keberhasilan;
2. Sikap masa bodoh elektorat.
• Anggota elektorat yang memilih anggota legislatif
mempunyai posisi penting dalam struktur kenegaraan, tetapi
ia hampir tidak bisa memahami seluk beluk diplomasi.
Mayoritas elektorat tidak perduli dengan perjanjian-
perjanjian yang telah ditandatangani. Kekurangsempurnaan
pengetahuan terhadap suatu perjanjian lebih berbahaya dari
ketidakacuhan rakyat. Ketidaktahuan akan situasi bisa
membawa rakyat mengambil sikap tidak bertanggungjawab
3. Diplomasi demokrasi juga hampir tak bisa dihindarkan,
mengalami bahaya penundaan.
• Diperlukan waktu yang banyak dan lama untuk
memperkirakan pendapat umum dan mungkin berbulan-bulan
untuk mencapai tujuan ini dan bisa menghambat pencapaian
kebijaksanaan berunding yang efisien (Diplomasi demokrasi
tentu saja punya sisi positif, karena dengan waktu yang lama
dan perundingan yang cermat dan teliti, suatu penyelesaian
yang dicapai diharapkan akan berlangsung lama).
4. Kelemahan atau bahaya keempat yaitu bahaya ketidaktepatan.
• Nicholson menyatakan bahwa keragu-raguan dan gampang berubahnya
kebijaksanaan demokratis adalah beberapa sifat buruk yang menonjol. Suatu
tendensi sering terlihat di semua negara-negara demokrasi mereka lebih suka
hal yang samar-samar dan menghibur daripada definisi yang tepat dan
mengikat. Kesamar-samaran merupakan sebuah hambatan bagi diplomasi
efektif. Kesamaran ini sering menggoda para negarawan demokratis untuk
memperlihatkan aspek emosional, dramatis atau moral sebuah situasi dengan
menyembunyikan aspek praktisnya, dimana hal ini juga tidak diinginkan.
DIPLOMASI TOTALITER

Totalitarianisme modern muncul sesudah PD-I. Faktor-faktor pertumbuhannya


antara lain karena:
1. Nasionalisme ekstrim:
• Nasionalisme ekstrim berulang kali bicara soal pemujaan patriotisme dan
loyalitas kepada negara berapapun harga pengorbanannya. Semua
kehidupan warganegara merupakan bagian dan diabdikan kepada negara
karena ia sebagai anggota kelompok negara. Ia secara keseluruhan
menghamba kehendak negara yang berarti pemimpinnya: seorang Fuhrer
atau Il Duce;
2. Nasionalisme Ekonomi
• Nasionalisme ekonomi berfungsi memperkuat
kecenderungan kepada nasionalisme. Pemerintah sehari-hari
mengatur kehidupan ekonomi warganya. Dengan kekuasaan
baru atas kehidupan individu dan tak perlu ada tindakan lain
selain tuntutan keamanan nasional, sebuah kesempatan
diciptakan untuk pemunculan birokrasi yang kuat, yang
hanya tunduk kepada penguasaan pemimpin klik yang
sedang berkuasa.
3. Pertumbuhan kesadaran ideologi suatu bangsa
• Pertumbuhan kesadaran ideologi suatu bangsa di dunia modern ini biasanya
disertai oleh meningkatnya peranan negara dan penambahan tuntutan yang
dibuat oleh negara tentang kesetiaan dan pengabdian rakyat. Ideologi-ideologi
modern umumnya militan dan condong pada kecenderungan totaliter. Rakyat
tertarik pada ideologi baru yang menjanjikan pemenuhan aspirasi jangka
panjang yang mereka harapkan. Apabila sebagai gantinya ideologi baru tadi
meminta penyerahan kebebasan pilihan individu, mereka menganggap
pertukaran itu cukup menguntungkan.
• Disini, psikologi membantu pertumbuhan totalitarianisme.
• Semua faktor tersebut di atas memainkan peranan penting dalam
pertumbuhan totalitarianisme dalam bentuk: Fasisme Italia; Naziisme
Jerman; Fasisme Franco Spanyol, dsb.
• Dalam mengejar politik luar negerinya dan hubungan diplomatiknya,
negara-negara totaliter punya kecenderungan yang tetap. Mereka biasanya
menggunakan sikap agresif menghadapi rivalnya dengan sikap yang kaku.
Saat berunding seluruh mekanisme dilibatkan guna melaksanakan
propaganda yang cerdik untuk menghadirkan pandangan mereka kepada
dunia dalam penjelasan yang menguntungkan mereka.
• Nicholson dan para ahli Barat menyebutkan beberapa sifat khusus diplomasi
totaliter:
1. pembuatan keputusan tidak berada di bawah pengawasan rakyat. Satu orang
atau satu kelompok kecil bisa mengambil keputusan akhir dalam segala hal
dalam waktu singkat;
2. diplomat yang dilibatkan dalam perundingan mempunyai instruksi khusus dan
harus mengikuti petunjuk yang diberikan atasannya;
3. Lawan berunding sering menyesuaikan dengan kondisi tersebut;
4. Negara-negara Fasis mengagungkan “perang” sehingga mempengaruhi tujuan
diplomasi, karena perang merupakan kebijakan yang diinginkan;
Dalam forum perundingan sering mereka melemparkan propaganda antara lain:

1. Tatanan dunia Komunis tak ada hambatan kelas dan perang perlu untuk
mempertahankan terhadap dunia kapitalis dan anti kolonialisme dan
rasialisme;
2. Komunisme menggunakan semua metode diplomatik sebagai sarana
untuk mencapai kemenangan tanpa peperangan;
3. Negara-negara Fasis meggunakan propaganda untk mengabsahkan
perang;
4. Negara-negara Komunisme menggunakan konperensi
internasional dengan cara damai, tetapi bila perang tidak dapat
dihindarkan mereka akan tetap siaga. Diplomasi diarahkan
dengan menjaga kemungkinan-kemungkinan itu tetap terbuka;
5. Ternyata konperensi internasional juga digunakan untuk
propaganda oleh negara-negara komunis dalam rangka
penghapusan pranata kapitalis untuk membentuk masyarakat
kolektif tanpa kelas.
• Kelebihan model ini
1. Diplomat mengetahui dengan tepat seberapa jauh ia bisa
memberi atau mengakomodasikan pandangan pihak lain.
2. Dalam negara totaliter, kekuasaan tertinggi diterapkan
pada satu orang atau sedikit orang, mereka bisa
mengambil keputusan cepat tanpa ada debat dalam
legislatif atau forum luas lainnya. Kebocoran rahasia
juga akan lebih terjamin.
Kelemahannya :
1. karena diplomat harus mematuhi instruksi yang diberikan atasan, ia
kurang punya kesempatan untuk bertindak luwes dalam melakukan
pendekatan pada saat perundingan, sehingga bisa menghambat hasil
perundingan, disamping adanya sikap ideologi yang kaku.
2. b. Selain itu, apabila pihak lawan mengajukan proposal yang tidak
tercakup dalam instruksi, maka ia harus menunda perundingan lebih
lanjut sampai ia menerima instruksi khusus dari atasannya. Ini sering
menyebabkan penundaan.
 Menurut C.J. Friedrich dan Z.K. Brezenski, negara-
negara totaliter berada pada keadaan darurat yang permanen
dan menyebabkan negara-negara lain terpengaruh hal yang
sama dan negara konstitusional dan demokrasi terpaksa
menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Bagi negara-negara
totaliter, protokol diplomatik, berfungsi membatasi daerah
peperangan diplomatik, kepada medan-medan perang
tertentu yang diterima dan pelaksanaan sesungguhnya dari
peperangan itu kepada senjata yang saling diterima.
DIPLOMASI TERBUKA
• Diplomasi Baru atau Diplomasi Terbuka untuk membedakan dari
Diplomasi Lama atau Tradisional atau Diplomasi Rahasia. Setelah Perang
Dunia I (PD-I) beberapa perubahan besar terjadi pada “cara-cara dan
sarana diplomasi” yaitu yang berkaitan dengan “metode dan teknik”;
• Diplomasi sebelum PD-I (Diplomasi Lama atau Diplomasi
Tradisional) merupakan persengketaan Kaum Liberal yang
ingin membuang pengaruh “power politics” dalam
hubungan internasional; pesimis terhadap diplomasi
rahasia gaya lama dan menganggap sebagai gejala era
korupsi dan sudah ketinggalan. Diplomasi secara terbuka
lebih membantu pemeliharaan perdamaian dan
keharmonisan internasional;
Menurut Harold Nicholson :
• Dalam diplomasi baru, Woodrow Wilson, Presiden AS pada masa Konperensi
Perdamaian Paris, sebagai Bapak Diplomasi Baru;
• Diplomasi Baru berbeda dengan Diplomasi Lama, karena Diplomasi Baru
memformulasikan tujuan diplomasi terbuka pada butir paling awal dari
Fourteen Points-nya yang terkenal sebagai berikut:
“Perjanjian damai yang terbuka yang dicapai secara terbuka tak boleh diikuti
dengan pengertian (understanding) internasional secara tersendiri dalam bentuk
apapun, tetapi diplomasi harus berlangsung secara terbuka dan diketahui
umum”.
Diplomasi Terbuka mengandung 3 gagasan :
• Pertama : harus tidak ada perjanjian rahasia;
• Kedua : negosiasi harus dilakukan secara terbuka;
• Ketiga : apabila suatu perjanjian sudah dicapai, tidak
boleh ada usaha di belakang layar untuk mengubah
ketetapannya secara rahasia.
• Dalam kenyataan, Diplomasi Terbuka yang pertama kali mempraktekkannya
dalam sejarah adalah “para pemimpin Russia revolusioner” Lenin dan teman-
temannya melaksanakan Diplomasi Terbuka :
• Lenin cs. mempublikasikan semua dokumen rahasia Arsip Russia dan
memberikan pukulan telak pada ketertutupan dan karakter kerahasiaan
perundingan-perundingan diplomatic. Komisariat Rakyat untuk Urusan Luar
Negeri tanggal 22 November 1917 menyatakan:
“Penghapusan diplomasi rahasia adalah syarat utama kejujuran dalam sebuah
politik luar negeri yang merakyat dan benar-benar demokratis. Untuk mencapai
kebijaksanaan itu dalam praktek adalah tugas yang sudah dicanangkan oleh
Pemerintah Soviet sendiri”.
• Para pemimpin Soviet secara tegas telah mengumumkan
sebelum penyelesaian PD-I, Diplomasi Terbuka dalam
teori dan praktek. Lenin berpendapat bahwa munculnya
“Bolshevisme” mempraktekkan gagasan Diplomasi
Terbuka yang gagal disadari oleh dunia kapitalis.
Dalam Penutupan Konggres ke-9 Partai Komunis Russia 5 April 1920
dinyatakan antara lain:
1. Dalam masyarakat kapitalis segala kepentingan yang berkaitan dengan
warganegara, kondisi ekonomi, perang dan damai, diputuskan secara
rahasia, jauh dari masyarakat itu sendiri;
2. Masalah yang paling penting, perang, damai, masalah-masalah
diplomatik, diputuskan oleh sebagian kecil kaum kapitalis yang berkuasa
dan mengelabui masyarakat serta parlemen;
3. Diplomasi borjuis tidak dapat memahami metode yang dipakai diplomasi
baru kita yaitu deklarasi langsung dan terus terang.
FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA DIPLOMASI BARU
• Faktor Pertama: Kebangkitan Russia Sosialis
Munculnya Russia Sosialis muncul bentuk pemerintahan baru di arena
internasional dengan pandangan dan teknik diplomasi yang punya pengaruh
pada diplomasi baru. Semua dokumen Tsar Nicholas dipublikasikan yang
disimpan dalam arsip negara. Dokumen-dokumen ini mengungkapkan
bagaimana negara-negara besar telah membuat banyak perjanjian rahasia yang
bertanggungjawab atas pecahnya PD-I, tentang kesepakatan-kesepakatan yang
menentukan nasib negara-negara dan jutaan manusia di bagian benua lain.
• Publikasi dokumen juga mempunyai akibat langsung:
• timbulnya kemarahan terhadap kerahasiaan perjanjian;
• dengan perubahan pemerintahan, arsip negara-negara lain terbuka
dan sulit di masa datang mempertahankan kerahasiaan perundingan.
• Faktor Kedua: Munculnya Amerika Serikat di politik
dunia sebagai negara yang perlu diperhitungkan dan
keiikutsertaan negara-negara Amerika Latin dalam
kehidupan internasional.
• Keterlibatan Amerika Serikat mempengaruhi teknik-teknik
yang mengendalikan diplomasi.
Faktor Ketiga : Kebangkitan Asia yang bertahap dan
masuknya negara-negara Asia dalam pergaulan internasional.
• Sebelum PD-I pecah, Jepang telah diperhitungkan dalam
politik internasional dan juga Cina mulai mempunyai
kepentingan yang makin besar dalam hubungan
internasional;
Faktor Kelima: Perkembangan sistem komunikasi
• Sebelumnya seorang duta besar dikirim ke negara lain
disertai instruksi umum yang diharapkan dia ikuti pada waktu
melakukan perundingan. Tapi sampai di tempat tujuan, dia
bisa putus hubungan dengan pemerintah pengirim dan diri
pribadilah yang lebih banyak memutuskan. Tapi setelah
penemuan telegraph, telepon, wireless, pesawat terbang, dsb.,
seorang duta besar dapat mempertahankan kontak yang
konstan dengan pemerintahnya;
• Faktor Keenam: Transformasi bertahap masyarakat internasional
juga mempunyai pengaruh.
• Sebelum PD-I, Eropa merupakan pusat kegiatan internasional,
setelah PD-I hingga pecahnya PD-II, Eropa masih terus berusaha
melanjutkan dominasi pada arena internasional. Tetapi setelah
PD-II keadaan menjadi berubah. Kekuatan terkonsentrasi di
tangan AS dan Uni Soviet dan sebagian lagi di Asia dan Afrika.
Tetapi Eropa tidak lagi banyak berpengaruh pada negara-negara
yang baru merdeka di Asia-Afrika.
Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh dan memainkan
peranan penting dalam Diplomasi Baru:
1. Diplomasi Konperensi sejak akhir PD-I memperoleh perhatian
yang semakin besar. Diplomasi Lama jarang melibatkan perunding
yang banyak.
• Konggres internasional seperti Konggres Wina, Konggres Berlin,
dsb. hanya suara para negarawan dari negara besar yang ada.
• Mereka membicarakan perundingan secara bilateral dan secara
rahasia serta membuat banyak perjanjian rahasia
2. Diplomasi Baru melalui kemunculan organisasi-organisasi
dunia seperti Liga Bangsa-Bangsa (LBB), PBB dan berbagai
organisasi regional, telah memajukan teknik negosiasi multilateral.
Ratusan wakil negara muncul untuk mengemukakan pandangannya
atas beberapa masalah penting bagi kepentingan internasional. Tipe
diplomasi ini yang sering disebut diplomasi parlementer,
membutuhkan seni persuasi, selain seni berkompromi untuk
memperoleh suara sebanyak mungkin dari anggota;
3. Para kepala negara di zaman modern sering
mengadakan kontak dengan wakil-wakilnya secara
langsung dan antar wakil-wakil itu sendiri.
• Hal ini terjadi dalam Konperensi Puncak (Summit
Conference) dan banyak keputusan vital disiapkan dalam
telegram-telegram dan percakapan telepon jarak jauh
diantara mereka sendiri;
4. Faktor ideologi juga telah memainkan peranan penting dalam Diplomasi
Baru
• Setelah Revolusi Bolshevik para pemimpin revolusi mempublikasikan arsip
rahasia dan dengan itu menyuarakan lonceng kematian bagi diplomasi rahasia.
Setelah PD-II terjadi perubahan struktur kekuatan. AS dan Uni Soviet muncul
sebagai dua superpower dan bukan lagi pusat perhatian ke Eropa. Munculnya
tatanan Dunia Baru yang tercoreng oleh konflik ideologi telah membuat pengaruh
besar pada evolusi diplomasi baru. Disatu sisi menghargai sistem Kapitalis, blok
yang lain mendukung sosialisme. Kedua blok mencoba berebut pengaruh di
dalam politik dunia dan mereka menggunakan metode-metode tertentu, balance
of terror. Muncul pula kekuatan Non-Blok yang ingin mempertahankan postur
netral menghadapi kedua blok.
UNSUR-UNSUR / NILAI DALAM DIPLOMASI
BARU

a. Dukungan terhadap tujuan praktek-praktek diplomatik terbuka


menggantikan diplomasi rahasia.
• Walaupun banyak kritik bahwa hal ini memperlemah efisiensi diplomasi,
tak bisa dipungkiri bahwa diplomasi baru telah melahirkan segi-segi baru
dan sehat dalam hubungan diplomatik;
2. Pendapat umum selalu dianggap sebagai faktor potensial dalam
hubungan internasional.
• Namun karena kesulitan komunikasi, ternyata tidak mudah untuk
mempengaruhi pendapat umum di tempat-tempat yang jauh.
• Sesudah Revolusi Industri kemajuan besar terjadi pada bidang komunikasi.
• Propaganda digunakan sebagai alat pendapat umum dan masyarakat
awampun mulai menyadari pentingnya pendapat umum.
• Pendapat umum memainkan peranan penting dalam pembentukan politik
luar negeri suatu negara;
c. Diplomasi melalui konperensi menjadi hal reguler dan populer dari
Diplomasi Baru
• Abad 19 beberapa konperensi penting seperti Konggres Wina, Konperensi
Perdamaian Paris, Konggres Berlin diadakan untuk membentuk sebuah
sistem Eropa yang damai dan untuk memperoleh kompromi diantara
kepentingan-kepentingan yang berlawanan.
• PBB dan lembaga internasional lainnya telah menjadi forum diplomasi
konperensi. Dibanyak forum ini ada wakil-wakil tetap negara-negara yang
mempertahankan hubungan yang tetap dengan wakil dari negara lain.
Karenanya konsultasi multilateral tentang topik-topik yang berbeda hampir
terus menerus terjadi melalui organisasi-organisasi internasional ini.
4. Idea selalu memainkan peranan besar
• Sesudah PD-II, bumi kita telah terbagi kedalam dua blok
antagonistik. Ini banyak mempengaruhi diplomasi
kontemporer.
• Karena faktor ideologis atas hubungan-hubungan
diplomatik telah mengambil bentuk “monolitik” yang
belum pernah dialami sebelumnya
BEBERAPA BUTIR MENGENAI DIPLOMASI
TERBUKA

• Woodrow Wilson dianggap sebagai “Bapak Diplomasi Baru” dengan titik


tekan “diplomasi terbuka” sebagai sarana untuk menghapus perang yang
menyengsarakan di masa depan, karena diplomasi rahasia menjadi sebab
utama perang pada masa lalu. Hal ini dilakukan oleh para imperialis pada
persetujuan di belakang panggung pada pembagian dunia ke dalam wilayah-
wilayah pengaruh, sehingga mendorong pemerintah imperialis
menyembunyikan kebenaran politik luar negeri mereka dari rakyat. Namun
timbul keragu-raguan tentang kebaikan negosiasi yang dilakukan secara
terbuka;
• Dalam kenyataan “Perjanjian Versailles” tahun 1918, Presiden Wilson
sendiri mengingkari keterbukaan tersebut. Presiden Wilson, Clemenceu
dan Lloyd George menyembunyikan diri dalam ruang kerja mereka, publik
dan pers, para diplomat atau duta besar tidak diizinkan mengetahui
pembicaraan mereka, Presiden Wilson telah gagal menempatkan dirinya,
karena telah gagal pada bulan Januari 1918 untuk meramalkan bahwa
terdapat perbedaan menyeluruh antara “perjanjian terbuka” dan “dicapai
secara terbuka” yaitu antara kebijaksanaan dan perundingan
• Kegagalan Wilson untuk melaksanakan proses negosiasi secara terbuka
merupakan kemunduran diplomasi terbuka. Mereka menempatkan
diplomasi sebagai instrumen propaganda dan proses ini telah memperoleh
banyak kemajuan dengan perkembangan pesat media komunikasi. Hans J.
Morgenthau berkomentar:
• “ Tidak hanya diplomasi yang dilakukan secara terbuka tidak mampu
mencapai persetujuan atau bahkan berunding untuk tujuan mencapai
kesepakatan, tetapi setiap pertemuan terbuka meninggalkan persoalan-
persoalan internasional dalam keadaan yang lebih buruk daripada
sebelumnya”.
• Diplomasi terbuka dengan mengobarkan emosi rakyat bisa membingungkan
tidak hanya dalam bentuk tetapi juga dalam fungsi negosiasi. Karenanya apabila
para wakil diplomatik menginginkan kebebasan bergerak yang disyaratkan untuk
menghasilkan persetujuan dan apabila “muka” harus diselamatkan, perundingan
“in camera” sering lebih baik daripada perundingan di depan camera.
• Para kritisi Barat tentang diplomasi terbuka menyatakan bahwa beberapa macam
kerahasiaan perlu, dipertahankan pada saat negosiasi dilakukan. Para diplomat
sosialis juga setuju bahwa kontak-kontak pribadi dan rahasia diantara pihak-
pihak yang berunding perlu. Pada saat berunding pra-pemerintahan diharapkan
untuk bertukar pesan, catatan-catatan dan dokumen diplomatik lainnya dalam
betuk rahasia. Sehingga secara realistis negosiasi dibalik pintu sering tak bisa
dihindarkan dan sering hal ini lebih bermanfaat untuk mencocokkan perbedaan
pendapat yang berlawanan;
• Pendapat kaum sosialis yaitu bahwa apabila tahap pembicaraan pribadi
berakhir dalam kegagalan, isinya harus dipublikasikan sehingga orang tahu
mengapa tak ada persetujuan yang dicapai dan siapa yang harus
dipersalahkan bagi ketidakberhasilan negosiasi. Hal ini perlu agar
perundingan tidak melawan kepentingan masyarakat misalnya seperti
masalah perlucutan senjata umum, penggunaan tenaga nuklir untuk
maksud-maksud damai saja, penghapusan rezim kolonial, dsb. Hal ini
perlu untuk mengendalikan kekuasaan para diplomat yang biasanya tak
terkendali
BEBERAPA ASPEK DIPLOMASI RAHASIA

• Nicholson mengungkapkan beberapa kebaikan dan kekurangan “diplomasi


rahasia”
• Kebaikan-kebaikan aspek diplomasi lama (diplomasi rahasia) :
1. Meskipun negara-negara besar mengontrol hubungan internasional, mereka
juga memikul tanggungjawab bersama untuk memimpin negara-negara kecil
dan memelihara perdamaian diantara mereka.
Contoh :
• Peranan yang dipikul Great Powers selama Perang Balkan 1912 – 1913
mencegah suatu krisis. “Small Powers” berkembang menjadi krisis “Great
Powers”.
2. Suatu Dinas Diplomatik Profesional berbagai negara Eropa yang
sedikit banyak merupakan model yang identik telah dibentuk

• Kelompok profesional ini sangat membantu dalam


pelaksanaan negosiasi, karena mereka telah mengenal satu
sama lain selama beberapa tahun dan mereka
mengembangkan sebuah identitas kelompok yang bebas
dari kebangsaan mereka. Tujuan mereka adalah untuk
pemeliharaan perdamaian;
3. Nicholson berpendapat bahwa “diplomasi lama adalah bahwa negosiasi
yang mulus harus berkesinambungan dan rahasia”

• Kesabaran yang luar biasa dan tidak tergesa-gesa sangat


diperlukan. Bagaimana suatu negosiasi mengalami
kemacetan, sering hal itu tidak dibicarakan untuk sementara
dan kemudian dirundingkan lagi. Kesabaran ini sering
menguntungkan dan hasil yang dicapai bukan rumusan
kosong, tetapi merupakan dokumen yang dipertimbangkan
dan dirancang dengan perhatian yang pasti.
Keburukan-keburukannya :
• Negosiasi rahasia yang membawa kepada janji-janji rahasia
bahkan lebih buruk daripada diplomasi yang ditelevisikan
yang kita alami sekarang.
• Pendapat para pakar modern dan para kritisi
“diplomasi rahasia”
• Kerahasiaan bisa membuat jalan bagi tipu muslihat dan
menciptakan ketidakpastian dan kesalahpahaman antar
pemerintahan dan antara pemerintah dengan rakyatnya
• Terdapat dua cara yang berbeda kerahasiaan dikaitkan
dengan kemungkinan tipu muslihat yaitu:
1. Hanya sedikit kaum “privilege” yang mengetahui “kebenaran
seluruhnya” yang disembunyikan kepada orang lain;
2. Cara yang dipakai untuk kerahasiaan itu mengundang kecurigaan
bahwa terdapat sesuatu yang disembunyikan yang tidak bisa
berjalan bila diketahui masyarakat umum.
Para kritikus beranggapan bahwa maksud diplomasi rahasia adalah:
• untuk membiarkan para diplomat membicarakan satu hal secara pribadi dan
satu hal secara diketahui umum, sehingga mereka bisa bermain ganda;
• dengan demikian para diplomat dan pembuat politik luar negeri mempunyai
kesempatan untuk menyembunyikan kesalahan mereka dari masyarakat;
• apabila negosiasi dan persetujuan yang mengikutinya dijaga tetap rahasia, para
diplomat dan pembuat politik luar negeri memperoleh monopoli power
berkenaan dengan partisipasi efektif dalam politik internasional: ini berlawanan
dengan prinsip-prinsip demokrasi dan ini dikecam sebagai tidak demokratis;
• negara-negara demokrasi tak punya hak untuk menyembunyikan keputusan-
keputusan penting politik luar negeri terhadap rakyatnya sendiri dan ini akan
menciptakan “gap” kredibilitas antara pemerintah dengan rakyat.
Dua keluhan sering dilontarkan terhadap diplomasi rahasia yang berakhir
dalam perjanjian rahasia yaitu
1. bahwa eksistensi perjanjian rahasia meningkatkan ketidakpastian dan kekhawatiran
dalam politik internasional; dan
2. bahwa mereka suatu ketika membawa suatu bangsa ke dalam perbuatan yang riskan dan
tanpa mereka sadari dan mereka sepakati.
Para pendukung negosiasi rahasia menyatakan “bahwa negosiasi terbuka menyebabkan tidak
hanya kekakuan posisi bargaining yang tidak dikehendaki tetapi juga menyebabkan
pengungkapan rahasia kepada negara yang menjadi musuh”
• Ada beberapa teknik penyelidikan yang berguna dan untuk
pemecahan antagonisme diplomatik:
1. tetapi apabila dilakukan secara terbuka, akan
menghilangkan kemanfaatannya, sebab tidak mungkin lagi
umum membedakan antara apa yang harus diambil secara
intern dan apa yang digunakan sebagai tindakan penyelidikan
dalam kontak-kontak diplomatik;
2. terdapat beberapa aspek militer, sains, faktor ekonomi dan politik yang
harus tetap dirahasiakan untuk mempertahankan keamanan negara;
3. kehadiran konflik dan antagonisme merupakan faktor yang tak bisa
dipungkiri dalam hubungan internasional dan apabila lawan mengetahui apa
yang akan dan sedang dilakukan, ia akan berada pada posisi yang lebih baik
untuk mencelakakan kita;
4. politik internasional dibimbing oleh power politics dan hubungan sahabat-
musuh. Dalam dunia seperti itu adalah bijaksana untuk mencegah musuh
potensial memperoleh informasi tentang tindakan anda, aset anda, dan
kelemahan anda.
• Argumen-argumen di atas menunjukkan beberapa dalil yang jelas, bahwa :
1. kerahasiaan, dalam kondisi apapun termasuk diplomasi adalah suatu kejahatan sebab
ia berkait dengan penipuan;
2. sepanjang kejahatan permusuhan yang lebih fundamental tetap bertahan, seseorang
akan terpaksa menerima sebagai suatu kejahatan yang harus;
3. tugas utama selanjutnya adalah mengekang permusuhan dan untuk memupuk
persahabatan. Ini penting untuk zaman nuklir, karena kesalahpahaman berakibat
fatal;
4. dengan pertumbuhan pengertian dan persahabatan antar bangsa,
jumlah dan intensitas antagonisme berkurang dan begitu pula sebab-
sebab utama kerahasiaan;
5. dengan kondisi tersebut terdapat aturan yang jelas mana informasi
yang sepenuhnya terbuka dan kerahasiaan menjadi perkecualian.
Hanya dalam kondisi seperti itulah dunia kita bisa bebas dari
ketegangan yang terus menerus dan ketakutan akan bencana
thermonuklir.
DIPLOMASI MELALUI
KONPERENSI/DIPLOMASI PARLEMENTER
DIPLOMASI DIAM-DIAM
DIPLOMASI PREVENTIF
DIPLOMASI SUMBER DAYA
DIPLOMASI PUBLIK

• Dewasa ini, aktivitas diplomasi menunjukkan peningkatan


peran yang sangat signifikan seiring dengan semakin
kompleksnya isu-isu dalam hubungan internasional. Hubungan
internasional pun tidak lagi semata-mata dipandang sebagai
hubungan antar negara namun juga meliputi hubungan antar
masyarakat internasional. Dengan demikian, diplomasi
tradisional atau yang dikenal dengan istilah ‘first track
diplomacy’ yang hanya melibatkan peran pemerintah dalam
menjalankan misi diplomasi, tentu saja tidak akan efektif dalam
rangka menyampaikan pesan-pesan diplomasi terhadap suatu
negara. Oleh karena itu, aktivitas diplomasi publik yang
melibatkan peran serta publik akan sangat dibutuhkan dalam
rangka melengkapi aktivitas diplomasi tradisional.
DIPLOMASI PUBLIK

• Alasan utama dari keterlibatan publik ini didasarkan pada asumsi


yang cukup sederhana yaitu pemerintah tidak selalu dapat
menjawab berbagai tantangan dalam isu-isu diplomasi yang kini
semakin kompleks terlebih sifat khas yang melekat dari
pemerintah adalah sangat kaku (rigid). Melalui peningkatan
aktivitas diplomasi publik, pemerintah berharap bahwa upaya
diplomasi akan berjalan lebih efektif dan memberikan dampak
yang lebih luas dan besar pada masyarakat internasional. Di
samping itu, pemerintah pun berharap bahwa keterlibatan publik
ini dapat membuka jalan bagi negosiasi yang dilakukan wakil-
wakil pemerintah sekaligus dapat memberikan masukkan dan
cara yang pandang yang berbeda dalam memandang suatu
masalah.
DIPLOMASI PUBLIK

• Istilah soft power diplomacy bukanlah istilah resmi dalam khasanah


kajian komunikasi dan hubungan internasional. Istilah ini biasa
digunakan untuk merujuk pada istilah diplomasi publik (public
diplomacy). Istilah diplomasi publik sendiri pertama kali digunakan
pada tahun 1965 oleh Dean Edmund Gullion dari Fletcher School of
Law Diplomacy, Universitas Tufts, AS.
Sebagai sebuah istilah dan ungkapan yang umurnya sudah berkepala
empat, diplomasi publik mempunyai definisi yang cukup beragam.
Kamus Istilah Hubungan International yang diterbitkan Deplu AS
menyebut bahwa kegiatan diplomasi publik merujuk pada program
yang disponsori oleh pemerintah dengan maksud untuk
mempengaruhi publik negara lain dengan menggunakan instrumen
utamanya yaitu publikasi, film, pertukaran kebudayaan, radio dan
televisi.
DIPLOMASI PUBLIK

 FAKTOR utama dalam diplomasi publik tak terkait


dengan urusan penggunaan kekuatan militer dan
ekonomi. Konsep ini bisa dilacak melalui Mark D Allyne
dalam buku International Power and International
Communication (1995) yang menyebut bahwa instrumen
utama dari hard power diplomacy adalah kekuatan militer
dan ekonomi.
 konsep soft power diplomacy (diplomasi publik)
mengandalkan pendekatan persuasif dengan
menggunakan aset ekonomi. Bahwa pendekatan persuasif
dalam diplomasi publik memang sebuah keniscayaan, tapi
penggunaan aset ekonomi untuk melancarkan jenis
diplomasi ini pastilah menimbulkan kerancuan, karena
aset ekonomi bisa sangat potensial untuk menekan negara
lain.
• Yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa tidak semua
tindakan diplomasi di luar penggunaan kekuatan militer-
ekonomi bisa disebut diplomasi publik atau soft power
diplomacy. Selama model diplomasi yang digunakan
adalah mengunakan unsur government to goverment,
maka dia masuk kategori diplomasi tradisional.
DEFINISI
• Definisi dari diplomasi publik sangat beragam. Diplomasi publik
didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu
negara melalui understanding, informing, and influencing foreign
audiences.Dengan kata lain, jika proses diplomasi tradisional
dikembangkan melalui mekanisme government to government
relations, maka diplomasi publik lebih ditekankan pada government to
people atau bahkan people to people relations.
DEFINISI
• Lebih khusus lagi, Deplu AS menyatakan: public diplomacy seeks to
promote the national interest and the national security of the United
States through understanding, informing, and influencing foreign
publics and broadening dialogue between American citizens and
institutions and their counterparts abroad. Dalam bahasa yang lebih
sederhana, Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirrajuda
mengatakan bahwa diplomasi publik bertujuan untuk mencari
teman di kalangan masyarakat negara lain, yang dapat
memberikan kontribusi bagi upaya membangun hubungan baik
dengan negara lain.
• Diplomasi publik juga dikenal dengan istilah ‘second track diplomacy’
yang secara umum didefinisikan sebagai upaya-upaya diplomasi yang
dilakukan oleh elemen-elemen non-pemerintah secara tidak resmi
(unofficial). Perlu dicatat bahwa second track diplomacy bukan bertindak
sebagai pengganti first track diplomacy. Dengan kata lain, upaya-upaya
yang dilakukan dalam second track diplomacy harus melancarkan jalan
bagi negosiasi dan persetujuan dalam rangka first track diplomacy dengan
cara mendorong para diplomat untuk memanfaatkan informasi penting
yang diperoleh pelaku-pelaku second track diplomacy. Dengan kata lain,
diplomasi total dengan melibatkan diplomasi publik (multi-track
diplomacy) sangat dibutuhkan dalam rangka mencapai kesuksesan dalam
menjalankan misi politik luar negeri
 Diplomasi publik (second-track diplomacy) melibatkan
berbagai aktor dengan bidangnya masing-masing.
Diplomasi publik antara lain dilakukan oleh kaum
bisnis atau profesional, warga negara biasa, kaum
akademisi (peneliti, pendidik, dll), organisasi non
pemerintah, lembaga-lembaga keagamaan dan
keuangan, dan yang paling penting adalah jalur
kesembilan yakni media massa. Media massa memiliki
fungsi yang sangat strategis karena memainkan peran
sebagai pemersatu seluruh aktor diplomasi publik
melalui aktivitas komunikasi.
TUJUAN DARI DIPLOMASI PUBLIK ADALAH

1. mengurangi atau menyelesaikan konflik melalui pemahaman


komunikasi dan saling pengertian serta mempererat jalinan
hubungan antar aktor internasional;
2. mengurangi ketegangan, kemarahan, ketakutan, dan salah persepsi;
menambah pengalaman dalam berinteraksi;
3. mempengaruhi pola pikir dan tindakan pemerintah dengan
menjelaskan akar permasalahan, perasaan, kebutuhan, dan
mengeksplorasi pilihan-pilihan diplomasi tanpa prasangka;
4. dan terakhir adalah memberikan landasan bagi terselenggaranya
negosiasi-negosiasi yang lebih formal serta merancang kebijakan
pemerintah.
5. agar masyarakat internasional mempunyai persepsi baik tentang
suatu negara, sebagai landasan sosial bagi hubungan dan pencapaian
kepentingan yang lebih luas.
• Karena esensi dan tujuan dari diplomasi publik adalah
“winning heart and minds”. Ini tak lepas dari pandangan
bahwa dalam praktek diplomasi modern, ajang diplomasi
merupakan “the battle for hearts and minds”. Jadi proses
pembentukan citra dan persepsi menjadi menu utama
dalam diplomasi publik.
• Karenanya, dalam diplomasi publik yang bermain
bukanlah dominasi, melainkan hegemoni. Dominasi
bersifat memaksa, sementara hegemoni bersifat
membujuk. Maka tak heran bila diplomasi publik secara
umum bertumpu pada tiga pilar: informasi, kebudayaan,
dan pendidikan.
• Pilar informasi secara historis menyediakan “kebenaran”
tentang kebijakan luar negeri sebuah negara. Di sini, peran
media sangatlah penting. Tanpa media, informasi tak akan
sampai ke publik negara lain.
• Sementara itu, pilar kebudayaan biasanya bertumpu pada
presentasi capaian kultural sebuah negara.
Proklamasi capaian kebudayaan ini penting untuk
“memberitahu” publik negara lain bahwa etos, kultur,
semangat, sejarah dan dinamika yang dimiliki suatu negara
memang menunjukkan mereka telah mencapai tingkat
peradaban yang tinggi. Ini merupakan modal penting untuk
menjustifikasi apapun—termasuk kebijakan luar negeri—yang
diambil dan diputuskan tujuannya adalah demi sebuah dunia
yang lebih beradab.
Pendirian berbagai pusat kebudayaan asing di Indonesia,
adalah dalam rangka memperkuat diplomasi publik negara
yang bersangkutan.
 Pilar yang terakhir adalah pendidikan.
Pemberian beasiswa oleh negara seperti AS dan Australia
kepada negara-negara yang publiknya berpotensi
“menentang” atau “salah paham” terhadap kebijakan luar
negeri adalah bagian dari strategi penguatan diplomasi
publik. Di sini para alumni beasiswa diharapkan menjadi
“jembatan” atas “kesalahpahaman” yang muncul. Cara
lain adalah dengan mensponsori berdirinya pusat studi
kawasan.
• Intinya, publik memegang peranan yang semakin vital
dalam menjalankan misi diplomasi sebuah negara terlebih
pada situasi yang semakin terintegrasi dengan beragam
bidangnya yang sangat variatif. Bagaimanapun juga, misi
diplomasi tidak akan pernah berjalan dengan efektif tanpa
keterlibatan publik. Oleh karena itu, setiap negara kini
berlomba-lomba menjalankan diplomasi total (multi-track
diplomacy) dengan meningkatkan peran publik dalam
aktivitas diplomasinya dalam rangka melengkapi first track
diplomacy demi tercapainya kesuksesan politik luar negeri.
Hal ini terlihat dengan keberadaan divisi diplomasi publik
di hampir seluruh Departemen Luar Negeri di dunia serta
semakin menonjolnya peran publik dalam berdiplomasi.
DIPLOMASI PUBLIK

• Diplomasi publik diartikan sebagai upaya mencapai


kepentingan nasional suatu negara melalui
understanding, informing, and influencing foreign
audiences (Gullion, 1965). Jika proses diplomasi
tradisional dikembangkan melalui mekanisme
government to government relations, maka diplomasi
publik lebih ditekankan pada government to people
atau bahkan people to people relations. Tujuannya
adalah agar masyarakat internasional mempunyai
persepsi baik tentang suatu negara, sebagai landasan
sosial bagi hubungan dan pencapaian kepentingan
yang lebih luas.
 Ada dua sasaran dalam diplomasi publik yaitu
kepada masyarakat internasional dan kepada
masyarakat di dalam negeri. Pada intinya informasi
yang disampaikan ke publik bertujuan
mempromosikan kepentingan nasional yang
disalurkan dalam kebijakan luar negeri terkait
dengan maksud dan tujuan, latar belakang, dasar
kebijakan, serta aktivitas dan implementasinya.
 Diplomasi publik juga mengacu pada program-
program yang disponsori oleh pemerintah dengan
tujuan menginformasikan atau mempengaruhi opini
publik baik di dalam maupun luar negeri. Instrumen
salurannya termasuk publikasi cetakan dan online,
film, pertukaran budaya, pameran, seminar, dialog,
radio dan televisi serta berbagai saluran lainnya.
• kesimpulan bahwa diplomasi publik membidik segmen
“publik” sebuah negara, bukan pemerintahnya. Diplomasi
publik berhubungan dengan dengan elemen nonpemerintah
yang beragam di masyarakat.
Diplomasi publik bertujuan membuka dialog, sementara
diplomasi tradisional bertujuan membangun hubungan
antar-pemerintah. Diplomasi publik menggunakan lembaga-
lembaga yang disponsori pemerintah, sementara diplomasi
tradisional menggunakan lembaga-lembaga diplomasi an
sich seperti pucuk pimpinan negara serta para diplomat.
• Dalam kasus hubungan RI-Australia, Australia relatif
gencar melakukan diplomasi publik kepada rakyat
Indonesia, utamanya dalam bentuk pemberian beasiswa
untuk belajar di negara itu. Sementara Indonesia boleh
dibilang pasif. Jadi jelas ada ketimpangan.
 Dengan demikian, bagi Indonesia, tantangan dan jalan
diplomasi publik terhadap publik Australia masihlah terjal
dan berliku. Ini terbukti dengan “tidak paham dan
marahnya” publik Australia terhadap pembebasan Abu
Bakar Ba’asyir.
Paras diplomasi yang cantik dan memesona tidak bisa
terwujud bila sentuhan diplomasi itu hanya sampai pada
level pemerintah, belum sampai pada level publik negara
lain.
• WHAT DO YOU THINK ABOUT UNITED STATES
PUBLIC DIPLOMACY?
NEGOSIASI

 Komunikasi politik dan bisnis pada level komunikasi


antar Negara, kelompok dan interpersonal dapat
berlangsung dalam bentuk lobi dan negosiasi. Dua
bentuk kegiatan komunikasi ini mewarnai kegiatan
komunikasi bisnis yang dilakukan oleh para diplomat
di mana saja untuk membela kepentingannya. Dalam
era saling ketergantungan saat ini, maka lobi dan
negosiasi menjadi penting untuk mencapai
kepentingan nasional suatu Negara.
• negosiasi adalah pembicaraan antara dua pihak atau
lebih baik individual maupun kelompok untuk
membahas usulan-usulan spesifik guna mencapai
kesepakatan yang dapat diterima bersama
NEGOSIASI

“ merupakan upaya untuk mengeksplorasi dan melakukan


rekonsiliasi pihak-pihak yang berkonflik agar bisa
mencapai hasil dan penyelesaian yang dapat diterima
pihak yang berkonflik.
 Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi
satu-satunya cara yang dipakai dalam penyelesaian
sengketa. Sampai saat ini cara penyelesaian melalui
negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali
ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian
sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak
yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan
dari pihak ketiga.
• Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk
utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat
dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi
internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi
internasional
• Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang
dibedakan. Yang pertama adalah negosiasi ketika sengketa
belum muncul, lebih dikenal dengan konsultasi. Dan yang
kedua adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.
Tujuan Negosiasi :
a. Untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang menjadi
kepentingan bersama
b. Untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang menjadikan
konflik

Fungsi negosiasi adalah untuk menyelesaikan konflik


kepentingan dan permasalahan.
• Ada 4 jenis negosiasi berdasarkan pendekatan dan
gayanya, yakni :
(1) berorientasi bargaining,
(2) berorientasi kalah-kalah,
(3) berorientasi kompromi, dan
(4) berorientasi menang-menang/ kolaboratif.
• pendekatan dan gaya negosiasi bergantung pada
situasi yang dapat dikelompokkan dalam 4 kategori:
1. kerja sama vs kompetisi;
2. kekuasaan vs kepercayaan;
3. distorsi komunikasi vs keterbukaan;
4. egois vs kepentingan bersama.
• Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa
menggunakan mekanisme negosiasi, antara lain :
• Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan
penyelesaian sesuai dengan kesepakatan diantara
mereka.
• Para pihak mengawasi dan memantau secara
langsung prosedur penyelesaiannya
• Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan
politik dalam negeri.
• Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-
win solution, sehingga dapat diterima dan
memuaskan kedua belah pihak
PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DIPLOMATIK

• Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian


sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan;
mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode
tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.
• Berdasarkan kajian historis diplomasi, telah
didokumentasikan ada sekitar 14 ragam tindakan
(action) yang dilakukan suatu negara vis a vis negara
lain jika suatu konflik atau krisis terjadi (K.J. Holsti:
1971).
1. surat protes,
2. denials/accusation,
3. pemanggilan dubes untuk 'konsultasi',
4. penarikan dubes, ancaman boikot atau embargo
ekonomi (parsial atau total),
5. propaganda anti negara tersebut di dalam negeri,
6. pemutusan hubungan diplomatik secara resmi,
7. mobilisasi pasukan militer (parsial atau penuh)
walaupun sebatas tindakan nonviolent,
8. peniadaan kontak antar warganegara (termasuk
komunikasi),
9. blokade formal,
10. penggunaan kekuatan militer terbatas (limited use of
force) dan
11. pencetusan perang.
Namun tindakan-tindakan tersebut tidak mesti berurutan,
karena dapat saja melompat dari yang satu ke yang lain.
 Tentu saja untuk sampai kepada tingkat ketegangan
berupa pemutusan hubungan diplomatik, apalagi
perang, perlu ditakar terlebih dahulu derajat
urgensinya sebelum pengambilan keputusan yang
bersifat drastis tersebut. Perang adalah kebijakan
paling ekstrim yang dapat saja terjadi, namun tidak
terjadi dengan begitu saja.
 Dalam teori diplomasi klasik kerap disebut bahwa perang terjadi
jika diplomasi telah gagal (Clauswitz) .
 Pada praktek politik kontemporer, perang dan diplomasi dapat saja
berjalan bersamaan. Namun demikian pencetusan perang tetap
merupakan keputusan besar dengan biaya yang sangat mahal, baik
secara ekonomis, politis bahkan pengorbangan darah/nyawa. Oleh
sebab itu, pencetusannya tidak cukup hanya karena pertimbangan
emosional.
 Jangankan menyatakan perang, pemutusan
hubungan diplomatik saja pun sebetulnya tidak akan
memberikan manfaat yang berarti, melainkan
sekadar bensin pembakar bagi nasionalisme yang
emosional. Ada beberapa alasan yang dapat
digarisbawahi dalam hal ini.
CASE STDUDY : HUBUNGAN BILATERAL RI
– AUSTRALIA TERKAIT PENYADAPAN THD
PEJABAT RI OLEH AUSTRALIA

• Pertama, dalam konteks hubungan bilateral tindakan


itu tidak perlu, karena dengan sendirinya akan
memacetkan mekanisme formal yang representatif
dalam rangka rapproachment atau perbaikan
hubungan
 Kedua, pemutusan hubungan diplomatik begitu saja
juga akan merugikan postur Indonesia yang baru
sebagai negara demokratis yang cinta damai dan
rasional. Sikap emosional itu dapat saja
mempurukkan RI ke dalam citra sebagai rogue state,
yang pada zaman Orde Baru barangkali relevan,
namun sekarang tidak. Setelah pelepasan Timor
Timur, kita sudah berada pada a point of no return
dan tidak perlu mundur lagi.
 ketiga, haruslah dipandang bahwa tingkat ketegangan
yang ada sekarang ini masih belum memiliki kadar
krisis yang tinggi, meskipun dalam kategorisasi Holsti
dapat dianggap sebagai sebuah national honor conflict
bagi Indonesia, sekalipun bagi Australia barangkali
dipandang lebih sebagai promosi HAM. Ketegangan
yang dirasakan di negeri ini banyak bernuansa
ketersinggungan sebagai bangsa yang berdaulat,
terlebih-lebih karena Indonesia justeru telah
melakukan terobosan besar dalam menyelesaikan
masalah Timor Timur itu sendiri. Oleh sebab itu,
diperlukan sikap cooling down oleh kedua belah
pihak, dan Australia perlu melakukan inisiatif.
• Teknik melakukan lobi tidak lepas dari kegiatan
lobi memberi informasi dan mempersuasi. Sebelum
sampai pada persoalan teknis, kita membahas
terlebih dulu 4 bentuk organisasi lobi. Keempat
bentuk tersebut adalah (l) Negara / perhimpunan,
(2) perusahaan perorangan, (3) yayasan, dan (4)
koperasi. Masing-masing memiliki kekurangan dan
kelebihan. Namun di Indonesia, kegiatan lobi belum
terorganisasikan secara profesional, melainkan
masih dilakukan oleh orang-per orang.
• Tahapan lobi dimulai dari (1) pengumpulan fakta, (2)
interpretasi terhadap langkah pemerintah, (3)
interpretasi terhadap perusahaan, (4) membangun
posisi, (5) melemparkan berita nasional, dan (6)
mendukung kegiatan pemasaran
dimensi hubungan manusiawi, teknik lobi tersebut adalah:
• menganalisis iklim;
• menentukan lawan dan kawan;
• mengidentifikasi kelompok kecil yang akan menentukan iklim opini;
• membentuk koalisi;
• menetapkan tujuan;
• menganalisis dan mendefinisikan penyebab kasus;
• menganalisis berbagai macam segmen khalayak;
• memperhitungkan media;
• mengembangkan kasus;
• menjaga fleksibilitas.
• Secara lebih teknis langkah-langkah lobi dilakukan
dengan (1) mengetahui motif-motif orang yang terlibat
dalam lobi, (2) mewaspadai jebakan, (3) menetralisir
sikap lawan, (4) memperbesar situasi media dan
menyusun rancangan pendekatan media.
DIPLOMAT

• Masalah permanen diplomasi adalah untuk mencapai


kompromi yang akan digunakan menjalankan kepentingan
negara dengan sebaik-baiknya. Penyelesaian kompromistis
ini umumnya dicapai melalui kegiatan para diplomat.
Diplomat mempunyai berbagai fungsi, yang salah satu
fungsi terpentingnya adalah mewakili negaranya. Sebagai
wakil negara di negara lain ia dianggap sebagai mata dan
telinga pemerintah yang ada di negara lain. Diplomat
memainkan peranan penting dalam pelaksanaan misi politik
luar negeri untuk mencapai kompromi.
• Misi ini sudah dilaksanakan ribuan tahun dalam hubungan
internasional. Di Eropa muncul perwakilan permanen
sejak abad 15, walaupun pada mulanya banyak hambatan.
Setelah Perjanjian Westphalia 1648, penempatan misi
diplomatik yang permanen menjadi peraturan di Eropa.
• Istilah diplomat semula hanya untuk para utusan, kini
mencakup pengertian luas; mencakup pegawai
Departemen Luar Negeri, anggota Kedutaan dan Kantor
Perwakilan lainnya di luar negeri. Menlu beserta stafnya
memainkan peranan kunci dalam perumusan kebijakan
diplomatic. Para pembuat keputusan kebijakan luar negeri
perlu informasi, analisa, evaluasi situasi dari agen-agen
diplomatik, sehingga tugas diplomat masih penting untuk
pemberi bahan pembuatan keputusan.
FUNGSI DIPLOMAT

Dua sisi tugas diplomat:


• Memberi informasi kepada pemerintahnya tentang
peristiwa-peristiwa up to date di negara atau organisasi
internasional di tempat akreditasi;
• Menjelaskan kebijaksanaan pemerintahnya kepada
pemerintah lain/organisasi internasional untuk memenuhi
tujuan itu.
MENURUT K. J. HOLSTI,

diplomat yang berhasil dalam melaksanakan tugasnya


apabila :
• Memperoleh sukses sebagian, ia bisa membuat pemerintah
negara akreditasi melihat suatu keadaan tertentu seperti
persepsi pemerintahnya;
• Sukses sepenuhnya, ia bisa mengubah atau
mempertahankan tindakan negara lain dalam sifat yang
menguntungkan kepentingan pemerintahnya sendiri;
JOSEPH C. GREW, “TUJUAN DAN TUGAS
MULIA SEORANG DUTA BESAR” YAITU:

• Dia berusaha memahami negara yang dia tempati,


kondisinya, mentalitasnya, tindakan-tindakannya, motif-
motif yang mendasarinya dan menjelaskan kepada
pemerintahnya sendiri;
• Pemerintah dan rakyat negara akreditasi memahami
maksud dan harapan keinginan negerinya sendiri.
S. L. ROY, FUNGSI
DIPLOMAT, YAITU :

• Perwakilan;
• Negosiasi;
• Pelaporan;
• Perlindungan;
• Hubungan Masyarakat;
• Administrasi.
Perwakilan :
• wakil formal negaranya;
• perwakilan simbolis negaranya di negara lain (menghadapi
fungsi-fungsi simbolis, pesta, menerima dan mengirim
ucapan selamat, belasungkawa).
Negosiasi :
• Semua diplomasi dilaksanakan melalui negosiasi, tawar-menawar,
negosiasi awal dalam persiapan yang akan ditandatangani
Menlu/Presiden;
• Sering pula peran diplomat berkurang dalam diplomasi, karena:
• Kemajuan dan revolusi teknologi komunikasi dan transportasi
sehingga mengganti pertemuan duta besar menjadi pertemuan
Menlu atau Summit Meeting;
• Mayoritas perjanjian internasional dilakukan Menlu/Utusan
Khusus;
• Berkurangnya ruang gerak para diplomat dengan instruksi Menlu
kepada diplomat melalui telepon, radiogram, telegram, e-mail, dsb.
Pelaporan :
• Pelaporan informasi dari negara akreditasi dalam segala
bidang merupakan tugas sangat penting;
• Data yang diperlukan tentu diharapkan secara on the spot
atau first hand information (disini letaknya mengapa
diplomat sering terlibat dalam kegiatan spionage);
HANS J. MORGENTHAU, TUGAS
DIPLOMASI ADA EMPAT YANG UTAMA
YAITU:

• Diplomasi harus menetapkan tujuan-tujuannya berdasarkan


kekuatan yang sesungguhnya dan cukup tersedia untuk
mencapai tujuan-tujuan itu;
• Diplomasi harus menilai tujuan-tujuan negara lain dan
kekuatan yang sesungguhnya dan cukup tersedia untuk
mencapai tujuan-tujuan itu;
• Diplomasi harus menetapkan seberapa jauh tujuan-tujuan yang
berbeda ini cocok satu sama lain;
• Diplomasi harus menggunakan sarana-sarana yang cocok
untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Perlindungan
Diplomat punya tugas ganda perlindungan yaitu:
• Perlindungan atas kepentingan nasionalnya dan
mengedepankannya melalui berbagai cara;
• Perlindungan terhadap kepentingan warganegaranya
sendiri di negara akreditasi.
Hubungan Masyarakat :
• Diplomat berusaha menciptakan dan menyebarluaskan
kerjasama yang baik dan menguntungkan negara sendiri
dan politiknya;
• Diplomat melakukan propaganda efektif dan pemeliharaan
hubungan masyarakat yang baik, menghadiri pesta,
partisipasi dalam acara seremonial;
• Diplomat selalu berusaha dengan berbagai cara
mempertahankan hubungan dengan anggota masyarakat di
negara akreditasi.
Administrasi :
• Dubes atau Menlu memikul tanggungjawab mengatur,
mengkoordinasikan misi dan mengatur segala
administrasinya.
DIPLOMAT IDEAL

Tujuan utama diplomasi adalah untuk memajukan kepentingan


suatu negara. Dengan demikian, seorang diplomat ideal
harus berusaha untuk melaksanakan hal ini sebaik-baiknya;
Secara historis, hingga PD-I sebagian besar diplomat direkrut
dari kaum aristokrat. Hal ini karena :
• Mereka berasal dari strata yang sama;
• Mereka bisa bergaul satu sama lain dengan bebas sehingga
memudahkan tercapainya suatu persetujuan. (Tipe diplomasi
ini menjadi model ketika raja dan kaisar memegang
kekuasaan secara perorangan, karenanya model diplomasi
ini disebut : “Diplomasi Istana” Diplomacy of Court).
Alasan-alasan lain yang meyakini bahwa kelompok aristokrat
bisa menjadi diplomat yang baik :
• Utusan dengan tindak-tanduk yang baik hanya bisa
dipenuhi oleh aristokrat;
• Utusan harus bisa diterima oleh “masyarakat yang baik”
yaitu “masyarakat kelas tinggi” yang sudah biasa bergerak
di lingkungan itu;
• Utusan harus orang yang telah banyak bepergian, dengan
pengetahuan yang baik tentang geografi, pendidikan tinggi,
penguasaan beberapa bahasa dan lingkungan pergaulan
yang luas di luar negeri.
Ciri-ciri Diplomat Ideal
• Para diplomat harus bebas dari masalah finansial,
berkonsentrasi pada tugas utama yaitu memajukan
kepentingan negaranya;
• Mengejar tujuan tersebut dengan memupuk dan
memantapkan kerjasama yang baik dengan negara akreditasi;
• Selalu berusaha memenangkan simpati kelompok yang
frustrasi dan menciptakan kerjasama yang baik demi
keuntungan pemerintahnya;
• Para diplomat harus mempunyai kecakapan dalam seni
negosiasi dan persuasif dalam perundingan
Dalam masa Perang Dingin Diplomat Ideal :
• Harus waspada dan memiliki perhitungan yang matang;
• Ia harus bisa memperhitungkan gerakan-gerakan
mendadak oleh diplomat negara lain yang bisa
membawanya atau membawa pemerintahnya dalam
keadaan yang tak terjaga sehingga menimbulkan kerugian
bagi negaranya.
KEPRIBADIAN DIPLOMAT

1. Kecerdasan
• Seorang diplomat memiliki kecerdasan di atas rata-rata,
dengan daya analisa yang tinggi, pengetahuan umum luas
dan verbal behavior yang baik.
2. Kepribadian
Diplomat adalah seorang yang secara umum terlihat
ekstrovert, optimis, terkendali emosinya (controlled) serta
mampu menunjukkan empathy kepada lawan bicara. Ia
selalu tampil relaks tetapi disiplin dan correct (self
positioning baik). Kepribadiannya seimbang dan assertive
serta tampak selalu ingin berteman dengan orang lain namun
tetap terekesan sederhana. N-Ach dan motivasinya tinggi
dan selalu siap menghadapi segala permasalahan.
Kepemimpinannya baik dan dengan cara yang matang
(mature) mampu merespons berbagai stimulus dari
lingkungan.
3. Kinerja
Dengan aneka tantangan baru yang harus terus dihadapinya,
seorang diplomat mudah mengadakan penyesuaian diri
(adjustment) dengan situasi kerja baru di mana pun dia
berada. Etos kerjanya tinggi, senang menghadapi
tantangan, dan tidak cepat menyerah dalam situasi apapun.
KARAKTER DIPLOMAT (HAROLD
NICHOLSON : “DIPLOMACY”)
• Idealnya :
• TRUTHFULNESS
• PRESISI
• CALM
• TIDAK MUDAH MARAH
• PATIENCE AND PRESEVERENCE
• MODEST
• LOYAL
Harus didukung oleh sifat-sifat :
• INTELLIGENCE
• KNOWLEDGE
• DISCERNMENT
• PRUDENCE
• HOSPITALITY
• CHARM
• INDUSTRIOUS
• COURAGE


TACT
HASSAN WIRAYUDA :
DIPLOMAT IDEAL
• MEMILIKI STRATEGIC AND POLITICAL AWARENESS
• MEMILIKI DIPLOMATIC AND INTERPERSONAL SKILL
• MEMILIKI IN-DEPTH KNOWLEDGE TENTANG SISTEM
PEMERINTAHAN NEGARA AKREDITASI
• ABLE TO DEAL WITH COMPLEX ISSUES
• MAMPU MEMBANGUN EFFECTIVE AND LONG
LASTING RELATIONSHIP
• “CHARM” AND “DISARM”
• KONTRUKSI TOTALITAS DIPLOMASI ADALAH
INSTRUMEN DAN CARA YANG DIGUNAKAN
DALAM DIPLOMASI DENGAN MELIBATKAN
SELURUH KOMPONEN STAKEHOLDERS DAN
MEMANFAATKAN SELURUH LINI KEKUATAN
(MULTI-TRACK DIPLOMACY) menuju Diplomasi Total
HAL-HAL YANG HARUS DIHINDARI
OLEH SEORANG DIPLOMAT
• Jangan terlalu yakin pada diri sendiri;
• Jangan sombong
(Menurut Nicholson : dari semua kesalahan diplomatik,
kesombongan pribadi diyakini sebagai yang paling
umum terjadi dan yang paling merugikan);
• Harus bisa bergaul dengan bebas dengan anggota
masyarakat dari lapisan yang berbeda di negara tuan
rumah dan menghindari kecurigaan atau
ketidakpercayaan terhadap maksud manis yang
ditugaskan kepadanya.
PERATURAN DAN PROSEDUR DIPLOMATIK
 Diplomasi dilaksanakan dengan kode etik dengan etiket
diplomatik dalam hubungan antar negara. Dilihat dari
perkembangannya: Masa awal diplomasi modern, Paus
mengatur upacara berbagai wakil dinasti. Setelah
pengaruh Gerejani menurun, para diplomat dan
pemerintah dibiarkan mengatur sendiri kode etik dan
etiket diplomatik yang sering juga berakibat merugikan.
Contoh :Perdamaian Westphalia 1648, persetujuannya dibuat
dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun. Hal ini karena :
 Ketiadaan peraturan yang mengatur upacara dan etiket
diplomatik;
 Sering terjadinya percekcokan;
 Sulit menentukan tempat-tempat kehormatan;
 Kesulitan dalam penyusunan tempat duduk para wakil
negara-negara kuat.
Setelah Perjanjian Westphalia, kesulitan juga timbul yang berkaitan
dengan penentuan pangkat-pangkat yang lebih tinggi antara
berbagai negara yang menyangkut masalah supremasi. Dalam
Kongres Wina 19 Maret 1815 dengan Reglement Wina
ditetapkan “Tingkatan Perwakilan Diplomatik” sebagai berikut:
• Duta Besar dan Perwakilan Kepausan;
• Duta atau Minister Residen;
• Charge d’Affaires.
KONGRES AIX LA CHAPELLE, 21 NOVEMBER 1818,
TINGKATAN PERWAKILAN DIPLOMATIK MENJADI:
1. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (Ambassador Extra-Ordinary
and Plenipotentiary) dan Perwakilan Kepausan (Nuncio);
2. Duta Luar Biasa dan Menteri Berkuasa Penuh, Internuncio;
3. Menteri Residen;
4. Charge d’Affaires (Kuasa Usaha):
a. Ad hoc, bilamana pejabat yang ditunjuk merupakan pimpinan tetap misi
diplomatik;
b. Ad interim, bilamana pejabat yang ditunjuk merupakan pejabat yang
bertugas secara temporer dari suatu kedutaan/perwakilan.
Catatan :
 Kecuali Utusan Kepausan (Nuncio) yang mewakili Tahta Suci, praktik
yang berlaku sekarang adalah memberi gelar Pejabat Diplomatik Kelas
Satu sebagai “Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh”;
 Istilah “Duta Besar Luar Biasa” dan “Duta Luar Biasa” pada mulanya
diberikan kepada mereka yang dikirim untuk misi khusus;
 Ketiga pejabat di atas berdasarkan Konferensi Aix La Chapelle 1818
diangkat oleh dan untuk mewakili Kepala Negara; Sedangkan “Menteri
Residen” diangkat oleh dan untuk mewakili Menlu.
• Tahun 1961, Konperensi PBB Tentang Pergaulan dan
Kekebalan Diplomatik yang bersidang di Wina menerima
“Vienna Convention on Diplomatic Relations”, sehingga
menjadi bagian dari Hukum Internasional.
Perwakilan Diplomatik terdapat tingkatan diplomatik sebagai berikut:
1. Ambassador atau Duta Besar;
2. Minister atau Duta;
3. Minister Counsellor;
4. First Secretary;
5. Second Secretary;
6. Third Secretary;
7. Attache
ANGGOTA NON-OFFICIAL MISI DIPLOMATIK

Keanggotaan personil misi diplomatik dibedakan dalam dua


kategori:
1. Personil Resmi: yaitu semua petugas yang dipekerjakan
oleh negara pengirim atau kepala misi dan petugas
tersebut bertanggungjawab kepadanya terdiri dari Menteri,
Duta Besar dan staff, anggota keluarga;
2. Personil Tidak Resmi: terdiri dari para pelayan kepala misi,
sopir, tukang kebun.
PENUGASAN MISI DIPLOMATIK

Suatu misi diplomatik bisa berfungsi apabila :


1. Ia menerima kuasa izin dari negara penerima;
2. Negara penerima punya hak menetapkan peraturan yang
mengatur kedudukan hukum dan kegiatan diplomat asing.
1. Pejabat yang ditunjuk harus memperoleh kepercayaan dari negara penerima
PENUNJUKAN PEJABAT DIPLOMATIK MERUPAKAN TINDAKAN KONSTITUSIONAL SUATU NEGARA:

(negara penerima bisa menolak pejabat diplomatik tersebut);


2. Sesudah ditunjuk, seorang diplomat diberi Surat Kepercayaan (Letter of
Credence) untuk menjalankan tugasnya;
3. Sesudah tiba di negara penerima, minta audiensi dengan Kepala Negara
atau Menlu;
4. Dalam waktu tertentu ia harus menyerahkan Surat Kepercayaan secara
seremonial;
5. Sesudah upacara berarti si diplomat telah diterima secara resmi dan sudah
bisa memulai tugasnya.
PENGHENTIAN TUGAS DIPLOMATIK
Penghentian tugas/misi diplomatik dapat terjadi dalam beberapa cara:
a. Penghentian yang tidak permanen terjadi secara otomatis dengan habisnya
jangka waktu penunjukannya misal dalam suatu konperensi atau kongres;
b. Penghentian atau penghapusan misi diplomatik permanen terjadi karena:

1) Penunjukan merupakan tindakan personal dari pengirim ke penerima, ia hapus
apabila salah satu dari kedua pihak berhenti untuk mewakilkan negaranya;
2) Menarik kembali diplomatnya dengan cara:
a) Atas keputusan pemerintahnya sendiri;
b) Diplomat dipindahtugaskan;
c) Sebagai tindakan pendahuluan menuju kepada pemberhentian.
3) Ditarik atas permintaan pemerintah negara penerima (persona non grata);
4) Pengunduran diri dari diplomat yang bersangkutan;
5) Putusnya hubungan diplomatik karena pecah perang dan sebab-sebab lain;
6) Lenyapnya negara pengirim/penerima atau terjadi perubahan radikal dalam
bentuk pemerintahannya.
Catatan :
• apabila seorang diplomat ditarik oleh pemerintah negara
pengirim atas kemauan sendiri, diplomat yang
bersangkutan memberikan surat penarikannya atau “lettre
de rappel” (letter of recall) kepada penguasa berwenang
dan ia diberi “lettre de recreance” yang berarti penerimaan
surat penarikan.
HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN
DIPLOMATIK
WORLD MAP
MIDLE EAST
ASIA
EUROPE

Anda mungkin juga menyukai