DIPLOMASI
TRAGEDY AND EVERYBODY’S NIGHTMARE,
DIPLOMACY IS EVERYBODY’S BUSINESS.”
LORD STRANG, FORMER BRITISH DIPLOMAT, 1966
Mahatma Gandhi
RANCANGAN PEMBELAJARAN
Pendahuluan :
Pengertian, Tujuan Diplomasi, Prosedur Diplomatik &
lomasi dan Politik Luar Negeri Konsuler
What do you
Apa yg anda
think if you Apa yg anda
RKA NDA
bayangkan ketika
bayangkan ketika
melihat anggota hear terjadi
DPR berdebat di
“diplomacy”
N?
“Perdamaian”
Parlemen ?
YG A
:
APA
PIKI
Apa yg anda
bayangkan ketika
ada seseorang yg
sedang menawar
harga atau
menjual barang ?
DIPLOMAC
Y
N
How is
CTIO
What is
diplomacy diplomacy
practised
ODU
Why is
diplomacy
INTR
necessary
• The way in which countries manage or conduct
relations with one another
• adalah seni dan praktek bernegosiasi oleh
Definitio seseorang (disebut diplomat) yang biasanya
n mewakili sebuah negara atau organisasi.
A CY
PLOM
International
Relations
Diplomacy
Regional Bilateral
Relations Relations
Bilateral
Relations
Bi = involves 2
parties
Lateral = cross
Diplomasi adalah seni dan praktek bernegosiasi oleh
seseorang (disebut diplomat) yang biasanya mewakili
sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri
biasanya langsung terkait dengan diplomasi internasional
yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya,
ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap
diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan
kata-kata yang halus.
• Diplomasi yang paling sederhana dan tertua adalah
diplomasi bilateral antara dua pihak dan biasanya
merupakan misi dari kedutaan besar dan
kunjungan kenegaraan. Contohnya adalah
Persetujuan Perdagangan Bebas Kanada-Amerika antara
Amerika Serikat dan Kanada.
• Jenis lainnya adalah diplomasi multilateral yang
melibatkan banyak pihak dan bisa ditelusuri dari
Kongres Wina. PBB adalah salah satu institusi diplomasi
multilateral. Beberapa diplomasi multilateral berlangsung
antara negara-negara yang berdekatan atau dalam satu
region dan diplomasi ini dikenal sebagai diplomasi
regional.
PENGERTIAN: ETIMOLOGIS
Diplomas (Romawi) =
surat jalan
lembaga diplomatik
Diplomaticus/ diplomatique (Burke; 1796); “jasa
(middle age) = semua diplomatik” dalam arti
surat resmi negara yang cabang pelayanan
dikumpulkan, disimpan di negara yang
arsip, yang berhubungan “diplomasi (now) menyediakan personil-
dengan hubungan dihubungkan dengan personil misi tetap di
internasional manajemen luar negeri dijumpai
hubungan dalam “Annual
internasional Registrar tahun
1787”.
CHAPTER 1 : PENGERTIAN
A. Secara Etimologis :
1. Kata “diplomasi” berasal dari kata
Yunani “diploun” berarti melipat.
2. Pada Kekaisaran Romawi semua paspor yang melewati jalan
negara dan surat-surat jalan dicetak pada piringan logam dobel,
dilipat dan dijahit jadi satu. Surat jalan logam ini disebut
“diplomas” (Menurut Nicholson)
PENGERTIAN: ETIMOLOGIS
Encyclopedia Americana :
Diplomacy comprises the procedures and processes of negotiating
agreements, usually between sovereign states;
The Oxford English dictionary :
“ … manajemen hubungan internasional melalui negosiasi; hubungan
yang diselaraskan dan diatur oleh duta besar dan para wakil; bisnis atau
seni para diplomat”;
Chamber’s Twentieth Century Dictionary :
“ … the art of negotiation, especially of treaties between states; political
skills”
Webster’s New World Dictionary :
“ … skill in conducting relations between nations; tact
in dealing with people”
Sir Ernest Satow (dalam Guide to Diplomatic Practice) :
“Diplomacy is the application of intelligence and tact to
conduct of official relations between the government of
independent states”
Harold Nicholson :
Kata diplomasi roughly (secara kasar) menyangkut 5 (lima) hal
yaitu:
a. politik luar negeri;
b. negosiasi;
c. mekanisme pelaksanaan negosiasi tersebut;
d. suatu cabang Dinas Luar Negeri;
e. Keahlian dalam pelaksanaan negosiasi internasional termasuk
tindakan yang lebih licik;
LIBERALISME 1. Justice
2. Wealth/Prosperity
A
3. Interdependency
GS I D
4. Democratization/Liberalization
TUJU
FUN
2. preservation 1. Acquisition
(pemeliharaan) (perolehan)
Aktor / Elit
Deterence
Balance of Power
Survival
Military power
WALTZ
memajukan persahabatan
ekonomi dengan negara lain
peningkatan
perdagangan dan Tujuan Prestise nasional
kepentingan komersil
vital
lainnya
perlindungan warganegara mengembangkan budaya
sendiri di negara lain dan ideologi
Tujuan vital lainnya antara lain :
memajukan ekonomi;
perdagangan dan kepentingan komersil;
perlindungan warganegara sendiri di negara lain;
mengembangkan budaya dan ideologi;
peningkatan prestise nasional;
memperoleh persahabatan dengan negara lain, dsb.
Secara luas tujuan ini bisa dibagi menjadi empat yaitu :
• Tujuan Politik;
• Tujuan Ekonomi;
• Tujuan Budaya;
• Tujuan Ideologi.
TUJUAN POLITIK DARI
DIPLOMASI
1. Representation
(Formal, Simbolis, Substansi):
1. Representation (Formal,
Simbolis, Substansi) :
a. Formal Representation : presentation of credentials,
protocol, and participation in the circuit of the national
capital or institution
b. Substantive Representation : the explanation and
defence of national policy/national interest through
embassies; negotiations and interpreting the foreign and
domestic policies of the receiving government.
2. Function of acting as listening post
Diplomacy should identify key issues
and domestic and or external paterns
which emerging, together with their
implications, in order to advise or warn
the sending government
HUMPREY TREVELYAN NOTES
1. CONFERENCE 2. SUMMIT
3. CONFERENCE
2. BLOCK
4. ASSOCIATIVE DIPLOMACY
3. BILATERAL OR MULTILATERAL
5. BILATERAL OR
4. ECONOMIC
MULTILATERAL DIPLOMACY
5. POLITICS
6. SECURITY, ETC
B. SEJARAH DAN EVOLUSI
DIPLOMASI
1. Masa India Kuno
2. Masa Yunani
3. Masa Romawi
4. Masa Bizantium
5. Masa Renaisance (Diplomasi pada masa Italia, Masa
Abad Pertengahan / Perancis)
6. Masa Perang Dunia I & II
7. Masa Cold War
8. Masa Post Cold War
MENURUT HAROLD
NICHOLSON
ada dugaan bahwa diplomasi mulai sejak saat manusia
memulai kehidupan berkelompok, perhubungan,
termasuk negosiasi untuk berbagai tujuan. Perhubungan
yang ada antar manusia yang menjalankan berbagai
tujuan seperti:
penghentian permusuhan;
pembicaraan penggunaan padang rumput (ternak);
pertukaran istri
antar kelompok manusia yang berbeda, dapat dianggap
sebagai bukti adanya diplomasi pada zaman pra-sejarah
Literatur-literatur kuno menggambarkan asal mula diplomasi
antara lain:
Malaikat sebagai pembawa wahyu antara surga dan
bumi. Mereka digambarkan sebagai diplomat pertama;
Selanjutnya Nicholson menggambarkan dalam Kitab
Regweda melukiskan Agni sebagai pesuruh dewa. Ia
merupakan mediator antara dewa dan manusia dan
ditunjuk sebagai “pembawa dan penyebar berita”, “duta
yang lincah bergerak”, dsb
• Mitologi Yunani menggambarkan bahwa diplomat yang pertama
kali adalah pembawa berita yang membawa atau pesan antara dua
atau lebih kelompok manusia atau suku bangsa, tetapi belum yakin
apakah mereka mempunyai kekuasaan untuk bebas berunding.
Keraguan ini atas dasar dugaan-dugaan:
• bahwa kembalinya pembawa berita dengan selamat, memelihara
harapan akan keberhasilan kegiatan diplomatik ini;
• keselamatan duta yang sangat dihargai negara mereka telah dikenal
sejak semula, sehingga inilah sebabnya mengapa sejak zaman dulu
ketika manusia masih menempuh kehidupan liar, duta-duta itu
umumnya dianggap sebagai orang suci;
• hak imunitas yang kemudian diberikan membawa diplomasi
kepada keadaan sekarang yang makmur
PERKEMBANGAN DI INDIA KUNO
1. Periode Italia,
2. Periode Perancis
• Akhir abad 18 atau awal abad 19, diplomasi sering berarti suatu studi
dan pemeliharaan arsip-arsip dari perundingan internasional. Konsep
ini teristimewa barlaku dalam abad pertengahan.
• Diplomasi modern sebagai suatu profesi (jabatan, pekerjaan) yang
teratur (organized) tumbuh di Italia dalam abad pertengahan.
Persaingan di antara negara-negara kota Italia dan metode yang
digunakan oleh para penguasa untuk memelihara dan mencapai
kepentingan-kepentingan mereka telah digambarkan dengan baik
oleh Machiavelli dalam bukunya “The Prince” Tahta Suci (Holli See,
Paus) dan negara-negara kota Italia telah mengembangkan sejak lama
sistem-sistem diplomasi. Kemungkinan sekali tahta suci adalah yang
pertama kali mempergunakan sistem perwakilan (yang bersifat)
permanen, yang sesungguhnya merupakan sifat karakteristik (khas)
dari diplomasi modern Namun misi permanen yang ditempatkan oleh
Fransisco Sforza, Duke of Milan, di Genoa pada tahun 1455.
• Abad 17
• Dalam abad 17 ini pengiriman atau penempatan misi
permanen merupakan praktek yang umum diantara
negara-negara, dan diplomasi telah menjadi suatu profesi
dan mendapat pengakuan umum sebagai metode
hubungan internasional. Tumbuhnya nasionalisme dan
sistem negara bangsa (nation state system) menyebabkan
alat perlengkapan (dinas) negara ini sebagai suatu hal
yang essensial (yang pokok, penting) khususnya setelah
perdamaian Westphalia tahun 1648 sebagai titik
kristalisasi dan peresmian tegas dari sistem negara.
• Abad 18
• Diplomasi istana mencapai puncak keemasannya dalam
abad 18. Permainan diplomasi dilakukan menurut
peraturan-peraturan yang dikenal dan diketahui. Keluar
mengemukakan seginya yang cemerlang tetapi dibalik itu
tersembunyi intrik-intrik dan ketidak mampuan dari
pelakunya. Para diplomat mewakili raja-raja mereka, dan
sering kali hanya merupakan alat yang patuh dalam
persaingan meluaskan wilayah negara dan perjuangan
untuk mencapai supremasi di Eropa dalam abad itu,
penguasa-penguasa yang kuat seperti peter agung dari rusia
dan fredereiek agung dari prusia menggunakan diplomasi
dan peperangan untuk mencapai maksud dan tujuannya.
• Abad 18
• Diplomasi istana mencapai puncak keemasannya dalam
abad 18. Permainan diplomasi dilakukan menurut peraturan-
peraturan yang dikenal dan diketahui. Keluar mengemukakan
seginya yang cemerlang tetapi dibalik itu tersembunyi intrik-
intrik dan ketidak mampuan dari pelakunya. Para diplomat
mewakili raja-raja mereka, dan sering kali hanya merupakan
alat yang patuh dalam persaingan meluaskan wilayah negara
dan perjuangan untuk mencapai supremasi di Eropa dalam
abad itu, penguasa-penguasa yang kuat seperti peter agung dari
rusia dan fredereiek agung dari prusia menggunakan diplomasi
dan peperangan untuk mencapai maksud dan tujuannya.
•
Pada bagian akhir dari abad 18, revolusi industri, revolusi
amerika, revolusi prancis, telah mengantarkan suatu
zaman atau masa baru untuk diplomasi pada khususnya
dan juga untuk sejarah pada umumnya. Suara rakyat
mulai didengar dan diperhatikan. Tokoh utama Benjamin
Franklin juga tampak di jalan-jalan di Paris dan London,
yang mewakili suatu bangsa yang sedang tumbuh,
merupakan lambang dari masa yang akan datang, yaitu
zaman diplomasi demokratis (yang sifatnya lebih dari
demokratis)
DIPLOMASI PADA MASA
ITALIA (ABAD
PERTENGAHAN)
Karena beberapa sebab, diplomasi modern pertama kali
dikembangkan di negara-negara Kota Italia. Sebab-
sebabnya :
Bahwa mereka berdiri di luar sistem feodal utama;
Mereka diikat bersama-sama oleh banyak kepentingan
yang sama;
Mereka memberi tempat kepada persaingan, dalam
memajukan kepentingan mereka sendiri;
Dalam usaha memperoleh supremasi, mereka sering
membentuk koalisi yang membantu mereka dalam
mencapai tujuan ini;
Faktor-faktor ini membantu munculnya negarawan
diplomat – komersial negara-negara Kota Italia pada abad
tiga belas dan empat belas. Munculnya kembali sistem
negara kota selama renaissance di Italia ditemani oleh
seni diplomasi yang sedang berkembang pesat. Karya
Machiavelli, The Prince, merupakan yang paling
populer diantara pembahasan diplomasi kontemporer.
Dalam periode ini penempatan utusan permanen lambat
laun menjadi mode;
• Kasus pertama penempatan Duke of Milan ke Genoa
pertengahan abad ke-15. Mulai saat itu pelayanan
diplomatik memiliki dasar yang kuat;
• Korps diplomatik mulai dibentuk, tugas diplomat
diperbarui dan menjadi lebih lengkap, termasuk tugas
militer.
• Bangsa Venesia yang menjalin hubungan erat dan lama dengan
Byzantium, memainkan peranan penting dalam perkembangan
diplomasi antara lain munculnya dinas diplomatik Venesia
yang berasal dari organisasi komersial. Dinas diplomasi
Venesia memiliki sistem diplomasi terorganisasi secara baik,
arsip yang tertib, reputasi yang paling halus budi bahasanya
dan paling terinformasi dari negara pengirimnya.
• Bangsa Venesia dengan “teori diplomasi Byzantium”
menyebarkan kepada Italia kejelekan bangsa Timur dalam hal
sikap bermuka dua dan curiga (tetapi dalam kenyataan
bermuka dua dan akal bulus tidak hanya diplomasi di Timur
saja).
Machiavelli dalam “The Prince” secara terus terang
menyatakan Konsepsi Kenegaraan dan diplomasi yang a-
moral.
Ia menyatakan :
“ … penguasa yang bijaksana tidak harus mempertahankan
kesetiaannya bilamana tindakan yang akan ia lakukan itu
bertentangan dengan kepentingannya sendiri dan alasan-
alasan yang membuatnya setuju pada keputusan itu tak lagi
ada. Apabila semua manusia itu baik, ajaran ini akan
merupakan ajaran yang tidak fair; tetapi karena mereka
jahat dan tak mau memperhatikan kesetiaan bersamamu,
maka kamu tidak wajib untuk setia kepada mereka”.
• Dari pernyataan ini nampak bahwa Machiavelli
melahirkan gagasan bahwa diplomasi dan keterusterangan
sering tidak cocok satu sama lain. Diplomat dan
diplomasi memperoleh reputasi buruk bagi kegiatan-
kegiatan mencurigakan, bahkan sebelum renaissance.
• Pola hubungan dengan Negara lain, khususnya dalam
bernegosiasi harus dibangun dengan logika rasional dan
dengan basis pemikiran Machiavellian, sehingga
kecemasan (fear), ketidakpercayaan (distrust), kerakusan
(greed) dan kelicikan (cheating) harus selalu mewarnai
negosiasi dalam tataran hubungan antar Negara.
Contoh :
Ketika Perancis zaman Louis XI saat mengirim duta besar
ke Inggris diinstruksikan kepada dubesnya :
“Apabila mereka membohongimu, perhatikan itu dan
bohongilah lebih besar kepada mereka”
Sir Henry Wotton (dubes Inggris semasa Raja James I)
menyatakan:
“seorang duta besar adalah orang yang jujur yang dikirim
untuk berbohong di luar negeri demi kebaikan negaranya”
“Diplomat is an honest man sent abroad to lie for the good of
the country” – Sir Henry Wotton (1568-1639)
• Dengan kemajuan sistem pengiriman kedutaan permanen, suatu
perkembangan dalam terminologi dan metode mempekerjakan duta
besar. Saat itu disebut sebagai “orator tetap” dan bukan “duta besar”.
• Istilah “duta besar” (ambassador) pertama kali dipakai dalam buku
“De Bello Gallico”, ia berasal dari kata “Celtic” yang berarti
“pelayan”. Ambassador digunakan pada masa Kaisar Charles V
pertengahan abad ke-16. Kaisar Charles V menyatakan bahwa hanya
para utusan yang dimahkotai kepalanya dan Republik Venesia saja
yang harus digelari dengan sebutan ini.
• Henry VII (Raja Inggris) menugaskan Spinelli (warga Italia) sebagai
wakilnya di Belanda (saat itu bukan warganegara dari negara
pengirim bisa menjadi duta besar). Venesia juga menunjuk dua sub-
ambassador (keduanya pedagang besar) di London mewakili Venesia.
• Ambassador saat itu terlalu luas hak dan kewenangannya,
sehingga Panikkar mengamati:
• “Para duta besar pada masa itu tidak hanya melaporkan
perkembangan di negara ia ditempatkan, tetapi sering
campur tangan dalam politik dalam negeri, memadamkan
pemberontakan dan revolusi, mendukung partai politik
oposisi dan umumnya menggunakan kekuasaannya untuk
memajukan kepentingan nasional negaranya dan
menciptakan kekacauan di negara lain” (Persona Non Grata)
• Selama periode Italia, kemajuan positif terjadi dalam
perkembangan diplomasi.
SISTEM DIPLOMASI
PERANCIS
Menurut Harold Nicholson yang dimaksud dengan sistem
Diplomasi Perancis yaitu:
• “Dengan metode Perancis yang saya maksud adalah teori
dan praktek hubungan internasional yang berasal dari
Richellieu dianalisa oleh Callieres dan diterapkan oleh
semua negara Eropa selama tiga abad yang mendahului
perubahan tahun 1919”
Abad ke-17 terdapat perubahan antara lain :
1. Ketika Hugo Grotius menerbitkan buku “De Jure Belli et
Pacis” (Hukum Perang dan Damai) tahun 1625 terutama
membantu perkembangan Hukum Internasional dan
evolusi diplomasi. Dengan Hukum Internasional berarti
prinsip-prinsip umum dalam hubungan internasional
dapat dipelihara dan dipertahankan.
2. Kardinal Richellieu, negarawan Perancis yang ulung
mengarahkan Perancis selama pemerintahan Louis XIV
dan Grotius yang berpendapat bahwa seni negosiasi
seharusnyalah bukan suatu proses yang tergesa-gesa
melainkan suatu kegiatan yang permanen. Ia
menganjurkan dibentuknya suatu hubungan yang stabil
melalui kontak-kontak diplomatik yang didasarkan atas
landasan yang kokoh.
• Richellieu mengemukakan doktrin bahwa “diplomasi tidak
hanya semata-mata kegiatan ad hoc tetapi merupakan
proses yang berkesinambungan”. Richellieu penganut
kepentingan negara yang fanatik, meskipun ia seorang
autokrat, tetapi mengutamakan perlunya memobilisasi
pendapat umum guna mendukung kebijakan diplomatik
yang harus dicapai. Menurutnya perjanjian merupakan alat
yang penting dari diplomasi, yang harus ditetapkan dengan
berbagai pertimbangan. Namun sekali perjanjian dibuat,
ditandatangani dan diratifikasi, ia harus dipatuhi dengan
jiwa religius. Ia menekankan pada pengendalian urusan luar
negeri suatu negara melalui Kementerian Tunggal sehingga
tidak akan ada keraguan atau ambiguitas komando dan
kesetiaan.
Richelieu mempunyai pengaruh yang meyakinkan atas
praktek dan pemikiran diplomasi kontemporer.
Komponen terpenting dalam diplomasi yaitu kepastian :
“Negosiasi tidak hanya harus berakhir dengan
persetujuan, dengan penyusunan kata-kata. Persetujuan
harus benar-benar tepat untuk tidak menyisakan celah
bagi pengingkaran dan kesalahpahaman dimasa datang;
tetapi juga bahwa setiap pihak yang akan berunding harus
mengetahui sejak awal bahwa pihak lain tersebut benar-
benar mewakili hak kedaulatan di negerinya sendiri”.
Metode Perancis bertahan sebagai model diplomasi untuk
waktu yang lama. Tekanan instruksi tertulis yang
diberikan kepada duta besar yang memuat garis besar
kebijakan yang harus dicapai, kondisi politik negara yang
akan dituju duta besar, menyertakan “surat
Kepercayaan” (letter of credence) resmi. Demikian
populernya metode Perancis ini, sehingga bahasa Perancis
menjadi “lingua franca” diplomasi.
2. Francois Callieres menerbitkan karya besarnya “De la
maniere de negocier avec les souverains” tahun 1716
dan menjadi salah satu petunjuk diplomasi yang terbaik
yang pernah ditulis.
Ia mengemukakan doktrin diplomasi yang baik. Ia
mencek tipu daya sebagai alat diplomasi dan menegaskan
bahwa diplomasi yang baik adalah didasarkan pada saling
kepercayaan. “Aroma diplomasi adalah untuk
mengharmoniskan kepentingan nyata pihak-pihak yang
terkait”. Pihak yang terlibat dalam negosiasi tak boleh
menggunakan taktik mengancam atau menggertak.
DIPLOMASI PADA MASA
PERANG DUNIA I –
PERANG DUNIA II
DIPLOMASI MODERN (PASCA
PERANG DUNIA II
Setelah PD-II, sebuah tatanan dunia baru yang berbeda dari
tatanan periode pra-PD-II muncul dan mempunyai
pengaruh yang sangat besar pada diplomasi. Era Pasca PD-
II, dua negara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet (US),
keduanya menjadi superpowers dan lebih kuat dari negara-
negara lain di dunia. Kedua superpowers berdiri sebagai
saingan satu sama lain dan masing-masing berusaha
memperluas pengaruhnya terhadap negara-negara di dunia.
Tetapi tak satupun dari mereka cukup kuat untuk
memaksakan kehendaknya kepada superpower lain.
Pergulatan ini memunculkan kondisi dan posisi konflik
yang disebut “Cold War” (Perang Dingin)
PERANG DINGIN DAN
DIPLOMASI
• Definisi Perang Dingin:
• Charles O’Lerche mendefinisikan Perang Dingin
sebagai:
“Kontroversi diplomatik di dalam masa negara-negara
berperang satu sama lain dengan segala senjata yang
dipunyai kecuali kekerasan bersenjata
• Perang Dingin yang muncul setelah PD-II berakhir yaitu
sejak 1947, dalam konteks hubungan internasional terjadi
“Struggle for Power” besar-besaran melalui konflik
politik, diplomatik, ideologi antara dua blok yang
berlawanan, antara blok kapitalis pimpinan AS dan blok
sosialis pimpinan Uni Soviet.
• Dalam Perang Dingin sarana apapun (kecuali perang
formal) digunakan untuk menambah power dan pengaruh
sendiri dan untuk membendung power dan dominasi lawan.
Taktik yang digunakan dalam Perang Dingin pada
umumnya tekanan ekonomi, perang ideologis, psikologis
dan propaganda, tindakan politik, penggunaan angkatan
bersenjata terbatas dan beberapa kombinasi dari faktor itu.
Dalam Perang Dingin setiap issue menjadi masalah
perjuangan dan setiap teknik (selain perang formal)
digunakan. Hal baru yang ada dalam Perang Dingin yaitu
bahwa ia menjadi masalah yang tersebar luas ke seluruh
dunia dan tak ada bagian dari benua ini yang tidak
termasuk ke dalam scopenya. Belum pernah dalam
sejarah pencapaian kekuasaan tertinggi antara dua rival
menjadi begitu melibatkan seluruh dunia.
Penyebab Perang Dingin
Akar Perang Dingin bisa dilacak dari ambisi masing-masing super
power yang tidak cocok dan ideologi mereka yang bertentangan.
• Uni Soviet : setelah PD-II bertujuan menjamin keamanan
nasionalnya terhadap kemungkinan agresi dan memodifikasi
status quo internasional dengan penyebaran ideologi Komunis;
• Amerika Serikat : pemimpin kekuatan status quo, berusaha untuk
membendung Russia melalui intervensinya di negara-negara lain,
pembentukan aliansi-aliansi militer, dan dengan menggunakan
berbagai tindakan anti Komunis.
• Perang Dingin kemudian menjadi perjuangan Timur >< Barat atau
istilah Soviet sebagai “perjuangan antara Kubu Sosialis dan Kubu
Imperialis”.
Lerche menyatakan:
“Dunia yang bipolar adalah dunia dimana penyelesaian
perbedaan dengan mekanisme klasik diplomasi dan
kompromi tidak lagi memungkinkan. Apa yang terutama
membuat frustrasi para negarawan adalah sarana
historis lain bagi pemecahan problem internasional,
kekuatan, sama-sama gagal. Penggunaan kekerasan
dengan dasar apapun selain perang total sebenarnya
tidak mungkin karena tidak satupun blok yang ingin
tunduk pada demonstrasi kekuatan atau ancaman
semata”.
Diplomasi dan Deterens
Dalam periode Perang Dingin dan sesudahnya,
persenjataan nuklir bertindak sebagai deteren (pencegah).
Dalam politik deteren ini senjata nuklir telah berfungsi
sebagai background umum bagi diplomasi walaupun
hingga kini belum pernah benar-benar digunakan.
Instrumen militer memang benar-benar memberikan
dukungan dan jaminan stabilitas diplomasi antara lain
melalui parade militer
Diplomasi pada masa Perang Dingin tidak didasarkan atas
teori “balance of power” tetapi pada “balance of terror”
(keseimbangan ancaman). Kemungkinan suatu perang
nuklir dan kehancuran total bertindak sebagai deteren.
Diplomasi deteren pada zaman nuklir ini didasarkan pada
anggapan:
bahwa resiko bunuh diri akan menghentikan agressor
karena harga yang harus dia bayar akan terlalu tinggi bila
ia melakukan serangan nuklir; strategi diplomasi deteren
untuk bipolar system ini cocok untuk memisahkan
“sphere of influence” kedua superpower untuk
perdamaian umum dunia.
Deteren tidak hanya merupakan teknik militer tetapi juga
sebuah konsep diplomasi. Deteren memang
membutuhkan kapabilitas militer untuk mendukungnya,
testnya tidak terletak pada penggunaannya tetapi pada
ancaman penggunaannya agar agressor tidak melakukan
suatu tindakan. Jadi deteren adalah konsep psikologis
yang digunakan oleh pembuat keputusan sipil.
Manipulasi ancaman kekerasan yang dilakukan oleh
pihak sipil ini, yang disebut diplomasi deteren,
merupakan sarana utama diplomasi sejak permulaan
Perang Dingin.
Perang Dingin mengkombinasikan dua elemen yaitu
bentrokan dua ideologi yang bermusuhan dan dua
super yang mewakili dua kubu yang bermusuhan.
Sikap yang keras dilanjutkan untuk membuat tindakan-
tindakan diplomatik yang berhati-hati sehingga sambil
berusaha mempertahankan dan meningkatkan pengaruh
mereka, mereka bisa menghindari resiko konflik
bersenjata secara langsung
Perang Dingin menunjukkan situasi tidak damai tidak
perang. Meskipun perdamaian umum ada, perang terbatas
sering pecah di beberapa bagian dunia yang berbeda,
karena superpower menahan diri mereka untuk terlibat
dalam pertempuran langsung, tetapi dilakukan oleh wakil
yaitu oleh sekutu-sekutunya. Hubungan bermusuhan
ditonjolkan, tetapi tidak sampai pada pengabaian
negosiasi dan penggunaan kekerasan tetap terbatas
• Disamping kedua superpower, negara-negara lain juga
berusaha untuk menjaga kepentingan nasionalnya melalui
berbagai sarana diplomatik. Pada saat Perang Dingin
mencapai puncaknya “diplomasi diam” dan “diplomasi
preventif” melibatkan peranan aktif PBB. Selama
konfrontasi bipolar, negara-negara kecil secara militer
lemah dan terbelakang ekonominya, khawatir akan
keterlibatan mereka dalam konflik ini dan resiko menjadi
negara satelit dari salah satu superpower. Mereka juga
khawatir akan agresi terang-terangan oleh negara lain.
Dalam perjuangan antara kedua superpower, mereka
mencari perlindungan di PBB, menggunakannya untuk
menutupinya melalui diplomasi diam atau preventif.
Dalam dunia bipolar, tak ada tempat bagi mereka yang
netral dan negara-negara superpower menganggap negara
seperti itu, seperti India, Indonesia, dengan penuh curiga
dan bahkan menganggap “immoral” (tidak bermoral).
Keduanya menerapkan pepatah: “negara yang tidak
bersama kita adalah lawan kita”. Nampaknya sistem
bipolar yang bersifat permanen ini lambat laun setapak
demi setapak mengarah kepada “multipolar”.
• Dalam evolusi ini “nasionalisme” memainkan peranan
penting. Kekuatan Ketiga di Eropa Barat di tahun 1950-
an dengan ekonomi yang sudah diperbaiki dan
kebangkitan semangat, negara-negara Eropa Barat
menyatakan kemerdekaan kehendaknya. Eropa Barat
memang masih memelihara hubungan dekat dengan AS
tetapi tidak tergantung kepada AS.
CONTOH :
Text
perang dingin
Kemunduran
Diplomacy
Perkembangan dan
Morgenthou
kemajuan sistem komunikasi
Diplomacy is not for the sickly, the weak, the neurotic and the introverts.
A robust constitution and good health are needed to stand the
physical and mental strain put on diplomats in many situations.
Being able to sleep well in almost any circumstances is of great help.
A well-balanced personality, good self-control, a natural
inquisitiveness, an interest in understanding others and their manner
of thinking are also essential. This should be complemented by a
friendly and outgoing nature, natural courtesy and good manners,
and a capacity to create empathy and develop friendships. A gift for
languages is a great asset, because being able to communicate with
opposite numbers in their own language is becoming increasingly
important, especially in some less traditional forms of diplomacy.
SYARAT-SYARAT DIPLOMAT :
1. Phisical Qualities
• Robust Constitution
• Good Health
• Resilience
2. Mental Qualities :
• Balanced Personality
• Open Mind
• Tolerance
• Natural Curiosity
• Friendly and Outgoing Disposition
• Good Listener
• Ability to put oneself in the interlocutor’s place
• Patience
• Intelligence and capacity to learn quickly
• Courtesy and good manners
3. Diplomatic Skills may require a natural predisposition, but
must be developed through training. The main
diplomatic skills are language proficiency, interaction
with media, IT proficiency, representation, information
management, negotiation, diplomatic behavior and
protocol. Acquisition of diplomatic skills is usually part
of diplomatic training programs, through specialized
methodologies such as simulation exercises and active
learning.
4. Diplomatic Knowledge consists of the following main
disciplines: international law, international economics,
diplomacy, and international relations. This knowledge
is usually acquired through traditional teaching.
Practical exercises and case studies may also be used.
A VARIETY OF TYPES OF DIPLOMACY:
• The complexity of intrastate and interstate conflict has become a critical
challenge to the field and to methods of conflict resolution even though the
number of conflicts has decreased since 1999 with 2005 having the lowest
number since the end of the Cold War
• In trying to find the best methods of resolving conflicts, a variety of types
of diplomacy have been identified. Nowadays terms such as “formal
diplomacy”, “Track One Diplomacy”, “Track Two Diplomacy” and
“Multi-Track Diplomacy” are common in conflict resolution vocabulary
(Diamond & McDonald, 1996; Ziegler, 1984; De Magalhaes, 1988;
Montville, 1991). “Quiet Diplomacy” is popularly known as President
Thabo Mbeki’s approach to regional political problems in Southern Africa
(Christopher Landsberg, 2004).
• Regardless of the multiplicity of these levels of diplomacy,
there are still a lot of other conflict resolution activities
that have not been clearly defined. For example,
peacemaking activities undertaken by non-political third
parties between high political representatives of warring
groups, or governments does not fit in the definitions of
Track One, Track Two, and Multi-Track Diplomacy
TASKS Company
OF DIPLOMACY
Logo (BARSTON) www.themegallery.com
1. Representation
(Formal, Simbolis, Substansi):
TRACK TWO
Title
DIPLOMACY
1. First, Track Two parties are not inhibited by political or constitutional power;
therefore, they can express their own viewpoints on issues that directly affect
their communities and families.
2. Second, Track Two officials do not have the fear of losing constituencies
because they are the constituency.
3. Third, Track two empowers the socially, economically, and politically
disenfranchised groups by giving them a platform from which they can air their
views on how peace can be achieved in their own communities or nations.
4. Fourth, Track Two is effective both at the pre-violent conflict and post violent
conflict stages; therefore it is a very effective tool for violent conflict
prevention and post-conflict peacebuilding.
5. Fifth, Track Two involves grassroots and middle leadership who are in direct
contact with the conflict.
6. Sixth, Track Two is not affected by electoral cycles.
WEAKNESSES OF TRACK TWO
DIPLOMACY
1. The first weakness is that Track Two participants have limited ability to
influence foreign policy and political power structures because of their lack of
political power.
2. Second, Track Two interventions can take too long to yield results.
3. Third, Track Two has limited ability to influence change at the war stage of a
conflict.
4. Fourth, Track Two participants rarely have resources necessary for sustained
leverage during negotiations and for the implementation of agreements.
5. Fifth, Track Two is not effective in authoritarian regimes where leaders do not
take advice from lower level leaders.
6. Sixth, Track Two actors due to their lack of political power, are in most cases
not accountable to the public for poor decisions.
7. Seventh, because of their multiplicity Track Two actors/organizations are
TRACK ONE AND A HALF DIPLOMACY
1. The first strength of Track One and a Half Diplomacy is that it complements
Track One and Track Two and its actors fill in the gap between the two
tracks. “Because of his prominence as a former president, Carter is able to
serve as a bridge between Track One and Track Two diplomacy” (Diamond
& McDonald, 1996, p. 43).
2. The second advantage of Track One and a Half is that it directly influences
the power structures, yet it is not driven by governmental political agendas.
It has been noticed that some Track One and a Half officials get into conflict
situations in which their governments may not be interested because of
antagonistic relations. A good example is the Carter Center’s 1995 Guinea-
Worm Ceasefire negotiations in Sudan. “The United States had branded
Sudan a supporter of world terrorism, and accusations of religious
persecution were a major issue in the civil war”
3. Another advantage of Track One and a Half is its diplomacy
agility. When a direct high-level approach is not possible, a Track
One and a Half intervener can reach out to lower-level indirect
approaches to peacemaking such as the use of humanitarian
interventions to gain the trust of the parties. Health programs such
the guinea-worm eradication program in Sudan is a good example.
Therefore, Track One and a Half interventions can be applied at
different stages of a conflict such as prevention during the latent
stage, mediations during war, and other interactive conflict
resolution techniques during the peacebuilding stages
4. Track One and a Half Diplomacy also helps world leaders
who are stuck in difficult situations by providing them with an
honourable way out of their problems. This face saving ability
of Track One and a Half diplomacy is facilitated by the
characteristics of the third parties such as nonpartisanship,
political prominence, trustworthiness, lack of real political
power, respect for and by both parties, and honesty.
5. Track One and a Half efforts can facilitate communication
between leaders whose communication has been severed by conflict.
In international conflicts, countries involved in a conflict normally
cut diplomatic relations to indicate that formal communication is no
longer appreciated between the two nations. Once this has happened,
the situation deteriorates between the two nations, possibly leading
to war or serious antagonism. The same can be said for intrastate
conflicts where the sitting government refuses to talk to the
resistance movement as a sign of power and pride.
WEAKNESSES OF TRACK ONE AND A
HALF DIPLOMACY
1. The first disadvantage of Track One and a Half mediation or facilitation is
that the mediator is sometimes viewed by the parties as representing his/her
home country’s foreign policy. Such an attitude may jeopardize the process
if the home country has an aggressive foreign policy towards one of the
parties.
2. Another disadvantage is that Track One and a Half mediators have limited
ability to use inducements and directive mediation techniques because they
do not have the political power to command resources.
3. Track One and a Half actors have no technical, financial, and military resources
needed either to encourage an agreement or to support or enforce agreement
implementation. Moral authority is one of the major strengths of Track One and a
Half actors such as Jimmy Carter, Nelson Mandela and others, and yet it is one of
the biggest weaknesses of their organizations. Successes driven by moral integrity
of the mediator cannot be duplicated by others in the same organization because
such successes depend on a particular individual’s personality.
4. Last, Track One and a Half interveners’ activities may run contrary to their
country’s foreign policy; this may undermine their peace efforts. However, one of
the most effective ways of reducing the impact of the weaknesses of the three
forms of diplomacy on peacemaking is by the complementary application of the
various diplomatic activities
COMPLEMENTARITY OF TRACKS OF DIPLOMACY
Diplomasi Preventif
DIPLOMASI KOMERSIAL
(DIPLOMASI EKONOMI)
Diplomasi melalui ekonomi atau diplomasi
komersial yaitu diplomasi yang dikaitkan dengan
faktor-faktor ekonomi.
Menurut Nicholson diplomasi komersial, diplomasi
perdagangan atau shop keeper merupakan diplomasi
borjuis atau diplomasi sipil yang didasarkan pada
anggapan bahwa penyelesaian kompromis antara
mereka yang berselisih melalui negosiasi adalah pada
umumnya lebih menguntungkan daripada penghancuran
total musuh-musuh.
• Melihat sejarahnya, lembaga diplomatik Venesia yang tak
diragukan lagi sebagai peletak dasar diplomasi profesional, pada
mulanya adalah mekanisme komersial. East India Company ,
VOC dan badan-badan yang sama saat itu, yang mengunjungi
berbagai kerajaan di negara-negara Asia untuk mengajukan
kepentingan mereka masing-masing, adalah wakil yang punya
status setengah petugas dan setengah pedagang.
• Lambat laun peranan mendua mereka dihapus dan mereka mulai
bertindak sebagai wakil perorangan negara-negara mereka. Pada
tahap transisi ini para diplomat enggan untuk melibatkan diri
pada kegiatan perdagangan, karena kegiatan ini menurunkan
prestige hirarki sosial mereka pada tingkat yang lebih rendah;
Dengan perkembangan industri yang pesat di Barat telah
meningkatkan power dan prestige kapitalis dan para
pedagang dan mereka mulai melakukan penekanan pada
pemerintah masing-masing untuk mencari pasar baru dan
konsesi bagi barang dagangan mereka. Akhirnya para
diplomat bersedia untuk memajukan kepentingan dagang
negaranya di negara lain dan akhir abad 19 faktor-faktor
perdagangan dan komersial memperoleh tempat yang
sangat penting dalam hubungan internasional dan dalam
hubungan diplomatik
• Negara Maju (G-8) sebagai produsen barang-barang
industri mengkombinasikan hubungan politik dan
komersial untuk memperoleh keuntungan finansial dengan
bargaining diplomatik yang keras karena adanya
kompetisi.
Diplomasi Dollar atau Imperialisme Ekonomi
Tipe diplomasi lain dari negara-negara kapitalis di
negara-negara lemah dan terbelakang yaitu diplomasi
ekonomi yang dikenal sebagai “diplomasi dollar” atau
“imperialisme ekonomi”. Ini termasuk metode eksploitasi
di negara-negara terbelakang dengan cara ekonomi dalam
selubung persahabatan atau memaksakan persahabatan
yang tidak seimbang. AS mulai menerapkan diplomasi ini
di Timur Jauh dan Jerman di Kesultanan Turki akhir abad
19 dan awal abad ke-20
• Imperialisme ekonomi ini mulai marak setelah berakhirnya
Perang Dunia I ketika Inggris dan Perancis menyadari bahwa
mereka tidak mungkin akan menguasai daerah imperiumnya
dalam waktu lama. Imperialisme memperoleh dorongan baru
dalam bidang ekonomi. Disamping itu collapse-nya ekonomi
Jerman dan negara-negara lain di Eropa Tengah dan Barat
semakin memperparah krisis ekonomi, termasuk bagi negara-
negara pemenang perang. Negara-negara tersebut mendukung
perekonomian di negara-negara bekas musuh mereka untuk
memperoleh pasar di negara-negara itu. Bantuan ekonomi
sebagai instrumen diplomasi digunakan. Tarif ekonomi serta
perjanjian bilateral dan multilateral dibuat dan diplomasi
ekonomi lainnya dilaksanakan
Metode paksaan dengan cara ekonomi telah lama
dilaksanakan. Selama perang suatu negara berusaha untuk
membuat kesulitan ekonomi terhadap musuhnya melalui
“blokade”. Inggris, negara maritim paling kuat selama
beberapa abad, telah menerapkan “blokade laut” sejak
zaman Ratu Elizabeth I. Blokade ekonomi memainkan
peranan penting dalam Perang Napoleon dan dua Perang
Dunia. Ini sebagai “kelanjutan diplomasi dengan cara
lain” yaitu diplomasi ekonomi pada masa perang.
• Efektivitas tindakan ekonomi sebagai alat pemaksa
menimbulkan gagasan “sanksi ekonomi”. Sanksi
ekonomi disebutkan dalam Piagam LBB dan telah
digunakan oleh LBB yaitu sanksi ekonomi terhadap Italia
tahun 1935 atas agresinya terhadap Etiopia. Sarana ini
diharapkan berhasil dalam mengekang agresi tanpa
intervensi militer. Sanksi ekonomi ini ternyata gagal,
karena anggota-anggota Liga hanya menerapkannya
setengah hati. Negara-negara kecil dan lemah biasanya
tunduk terhadap sanksi ekonomi. Austria bisa
menundukkan Serbia dengan menolak membeli babi-
babinya selama “Perang Babi” tahun 1905.
Faktor-faktor ekonomi pasca PD-II dan Saat sekarang
dalam hubungan internasional semakin penting,
karena :
Pertama : sebagai strategi yang digunakan dalam
Perang Dingin;
Kedua : dalam membentuk perkembangan ekonomi
NIS’s (New Industrializing States)
Ketiga : Globalisasi dan runtuhnya Uni Sovyet,
membuat ideologi Liberalisme dan Kapitalisme hampir
seluruhnya dipaksakan untuk diterapkan di seluruh
dunia (Konsensus Washington)
Posisi penting diplomasi komersial pada waktu ini dapat diukur
dari beberapa hal antara lain.
- Adanya Atase Perdagangan dan Komisioner Perdagangan
yang dianggap sebagai tambahan yang berguna bagi misi
diplomatik.
- Untuk melaksanakan tujuan perdagangan dan ekonomi yang
telah dikembangkan oleh diplomasi modern, suatu
mekanisme khusus harus diciptakan yang berbeda dengan
konsulat-konsulat lama.
Pentingnya Ekonomi Dalam Diplomasi
Ancaman Perang Nuklir telah menjadi deteren besar bagi
penggunaan kekuatan untuk menyelesaikan perselisihan,
khususnya apabila kepentingan negara-negara besar
terlibat. Perbedaan-perbedaan yang ada dan tidak
mengarah kepada konflik senjata, tindakan ekonomi
diterapkan untuk menghasilkan pemecahan yang
menguntungkan bagi persengketaan tersebut;
Salah satu akibat besar dari PD-II adalah bahwa negara-
negara besar kolonial telah kehilangan kekuatan mereka
sedemikian besar. Sentimen anti kolonial telah menyebar
ke seluruh dunia dan banyak NIS’s telah menjadi anggota
masyarakat internasional. NIS’s mencari bantuan
teknologi dan ekonomi dengan mudah dari negara-negara
besar yang sedang bermusuhan, dan negara-negara besar
dapat menanam pengaruhnya di NIS’s. Saling
ketergantungan ekonomi menjadi meningkat dan bantuan
ekonomi sedang memperoleh kedudukan penting dalam
diplomasi;
• Sekutu yang secara ekonomi lemah harus ditopang dengan
supply militer dan pinjaman atau grant ekonomi. Tetapi AS
melalui Marshall Plan telah membantu negara-negara Eropa
Barat lebih dari US $ 20 milyar untuk membangun kembali
perekonomian dan memodernisasi dan memperkuat
angkatan bersenjata sekutu-sekutunya di Eropa Barat. Uni
Soviet juga berbuat hal yang sama terhadap satelit-satelitnya
walau dalam skala jumlah yang lebih kecil. Politik
pemberian bantuan ekonomi kepada para sekutu dan negara-
negara yang bergantung masih tetap berlangsung dan di
beberapa tempat telah memainkan peranan yang substansial.
AS mencoba untuk mempertahankan cengkeramannya di
Timur Tengah melalui Israel yang memperoleh bantuan
yang sangat banyak dari AS;
• Adanya Perang Dingin membawa ke arah penerapan
berbagai tindakan ekonomi sebagai taktik diplomasi.
Bahkan detente tak bisa mengubah proses ini.
kita harus memperhitungkan uang merupakan salah satu
elemen kekuatan nasional yang terpenting dan aspek
ekonomi dari diplomasi kini sedang memperoleh
perhatian yang makin besar.
Karenanya setiap negara berusaha untuk memperbesar
sumberdaya ekonominya melalui diplomasi dan cara-cara
damai. Dari instrumen ekonomi ini, perdagangan adalah
yang paling penting, sehingga perdagangan dan
pemberian sanksi bantuan ekonomi juga telah menjadi
alat diplomasi penting masa kini.
DIPLOMASI DEMOKRATIS
1. Tatanan dunia Komunis tak ada hambatan kelas dan perang perlu untuk
mempertahankan terhadap dunia kapitalis dan anti kolonialisme dan
rasialisme;
2. Komunisme menggunakan semua metode diplomatik sebagai sarana
untuk mencapai kemenangan tanpa peperangan;
3. Negara-negara Fasis meggunakan propaganda untk mengabsahkan
perang;
4. Negara-negara Komunisme menggunakan konperensi
internasional dengan cara damai, tetapi bila perang tidak dapat
dihindarkan mereka akan tetap siaga. Diplomasi diarahkan
dengan menjaga kemungkinan-kemungkinan itu tetap terbuka;
5. Ternyata konperensi internasional juga digunakan untuk
propaganda oleh negara-negara komunis dalam rangka
penghapusan pranata kapitalis untuk membentuk masyarakat
kolektif tanpa kelas.
• Kelebihan model ini
1. Diplomat mengetahui dengan tepat seberapa jauh ia bisa
memberi atau mengakomodasikan pandangan pihak lain.
2. Dalam negara totaliter, kekuasaan tertinggi diterapkan
pada satu orang atau sedikit orang, mereka bisa
mengambil keputusan cepat tanpa ada debat dalam
legislatif atau forum luas lainnya. Kebocoran rahasia
juga akan lebih terjamin.
Kelemahannya :
1. karena diplomat harus mematuhi instruksi yang diberikan atasan, ia
kurang punya kesempatan untuk bertindak luwes dalam melakukan
pendekatan pada saat perundingan, sehingga bisa menghambat hasil
perundingan, disamping adanya sikap ideologi yang kaku.
2. b. Selain itu, apabila pihak lawan mengajukan proposal yang tidak
tercakup dalam instruksi, maka ia harus menunda perundingan lebih
lanjut sampai ia menerima instruksi khusus dari atasannya. Ini sering
menyebabkan penundaan.
Menurut C.J. Friedrich dan Z.K. Brezenski, negara-
negara totaliter berada pada keadaan darurat yang permanen
dan menyebabkan negara-negara lain terpengaruh hal yang
sama dan negara konstitusional dan demokrasi terpaksa
menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Bagi negara-negara
totaliter, protokol diplomatik, berfungsi membatasi daerah
peperangan diplomatik, kepada medan-medan perang
tertentu yang diterima dan pelaksanaan sesungguhnya dari
peperangan itu kepada senjata yang saling diterima.
DIPLOMASI TERBUKA
• Diplomasi Baru atau Diplomasi Terbuka untuk membedakan dari
Diplomasi Lama atau Tradisional atau Diplomasi Rahasia. Setelah Perang
Dunia I (PD-I) beberapa perubahan besar terjadi pada “cara-cara dan
sarana diplomasi” yaitu yang berkaitan dengan “metode dan teknik”;
• Diplomasi sebelum PD-I (Diplomasi Lama atau Diplomasi
Tradisional) merupakan persengketaan Kaum Liberal yang
ingin membuang pengaruh “power politics” dalam
hubungan internasional; pesimis terhadap diplomasi
rahasia gaya lama dan menganggap sebagai gejala era
korupsi dan sudah ketinggalan. Diplomasi secara terbuka
lebih membantu pemeliharaan perdamaian dan
keharmonisan internasional;
Menurut Harold Nicholson :
• Dalam diplomasi baru, Woodrow Wilson, Presiden AS pada masa Konperensi
Perdamaian Paris, sebagai Bapak Diplomasi Baru;
• Diplomasi Baru berbeda dengan Diplomasi Lama, karena Diplomasi Baru
memformulasikan tujuan diplomasi terbuka pada butir paling awal dari
Fourteen Points-nya yang terkenal sebagai berikut:
“Perjanjian damai yang terbuka yang dicapai secara terbuka tak boleh diikuti
dengan pengertian (understanding) internasional secara tersendiri dalam bentuk
apapun, tetapi diplomasi harus berlangsung secara terbuka dan diketahui
umum”.
Diplomasi Terbuka mengandung 3 gagasan :
• Pertama : harus tidak ada perjanjian rahasia;
• Kedua : negosiasi harus dilakukan secara terbuka;
• Ketiga : apabila suatu perjanjian sudah dicapai, tidak
boleh ada usaha di belakang layar untuk mengubah
ketetapannya secara rahasia.
• Dalam kenyataan, Diplomasi Terbuka yang pertama kali mempraktekkannya
dalam sejarah adalah “para pemimpin Russia revolusioner” Lenin dan teman-
temannya melaksanakan Diplomasi Terbuka :
• Lenin cs. mempublikasikan semua dokumen rahasia Arsip Russia dan
memberikan pukulan telak pada ketertutupan dan karakter kerahasiaan
perundingan-perundingan diplomatic. Komisariat Rakyat untuk Urusan Luar
Negeri tanggal 22 November 1917 menyatakan:
“Penghapusan diplomasi rahasia adalah syarat utama kejujuran dalam sebuah
politik luar negeri yang merakyat dan benar-benar demokratis. Untuk mencapai
kebijaksanaan itu dalam praktek adalah tugas yang sudah dicanangkan oleh
Pemerintah Soviet sendiri”.
• Para pemimpin Soviet secara tegas telah mengumumkan
sebelum penyelesaian PD-I, Diplomasi Terbuka dalam
teori dan praktek. Lenin berpendapat bahwa munculnya
“Bolshevisme” mempraktekkan gagasan Diplomasi
Terbuka yang gagal disadari oleh dunia kapitalis.
Dalam Penutupan Konggres ke-9 Partai Komunis Russia 5 April 1920
dinyatakan antara lain:
1. Dalam masyarakat kapitalis segala kepentingan yang berkaitan dengan
warganegara, kondisi ekonomi, perang dan damai, diputuskan secara
rahasia, jauh dari masyarakat itu sendiri;
2. Masalah yang paling penting, perang, damai, masalah-masalah
diplomatik, diputuskan oleh sebagian kecil kaum kapitalis yang berkuasa
dan mengelabui masyarakat serta parlemen;
3. Diplomasi borjuis tidak dapat memahami metode yang dipakai diplomasi
baru kita yaitu deklarasi langsung dan terus terang.
FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA DIPLOMASI BARU
• Faktor Pertama: Kebangkitan Russia Sosialis
Munculnya Russia Sosialis muncul bentuk pemerintahan baru di arena
internasional dengan pandangan dan teknik diplomasi yang punya pengaruh
pada diplomasi baru. Semua dokumen Tsar Nicholas dipublikasikan yang
disimpan dalam arsip negara. Dokumen-dokumen ini mengungkapkan
bagaimana negara-negara besar telah membuat banyak perjanjian rahasia yang
bertanggungjawab atas pecahnya PD-I, tentang kesepakatan-kesepakatan yang
menentukan nasib negara-negara dan jutaan manusia di bagian benua lain.
• Publikasi dokumen juga mempunyai akibat langsung:
• timbulnya kemarahan terhadap kerahasiaan perjanjian;
• dengan perubahan pemerintahan, arsip negara-negara lain terbuka
dan sulit di masa datang mempertahankan kerahasiaan perundingan.
• Faktor Kedua: Munculnya Amerika Serikat di politik
dunia sebagai negara yang perlu diperhitungkan dan
keiikutsertaan negara-negara Amerika Latin dalam
kehidupan internasional.
• Keterlibatan Amerika Serikat mempengaruhi teknik-teknik
yang mengendalikan diplomasi.
Faktor Ketiga : Kebangkitan Asia yang bertahap dan
masuknya negara-negara Asia dalam pergaulan internasional.
• Sebelum PD-I pecah, Jepang telah diperhitungkan dalam
politik internasional dan juga Cina mulai mempunyai
kepentingan yang makin besar dalam hubungan
internasional;
Faktor Kelima: Perkembangan sistem komunikasi
• Sebelumnya seorang duta besar dikirim ke negara lain
disertai instruksi umum yang diharapkan dia ikuti pada waktu
melakukan perundingan. Tapi sampai di tempat tujuan, dia
bisa putus hubungan dengan pemerintah pengirim dan diri
pribadilah yang lebih banyak memutuskan. Tapi setelah
penemuan telegraph, telepon, wireless, pesawat terbang, dsb.,
seorang duta besar dapat mempertahankan kontak yang
konstan dengan pemerintahnya;
• Faktor Keenam: Transformasi bertahap masyarakat internasional
juga mempunyai pengaruh.
• Sebelum PD-I, Eropa merupakan pusat kegiatan internasional,
setelah PD-I hingga pecahnya PD-II, Eropa masih terus berusaha
melanjutkan dominasi pada arena internasional. Tetapi setelah
PD-II keadaan menjadi berubah. Kekuatan terkonsentrasi di
tangan AS dan Uni Soviet dan sebagian lagi di Asia dan Afrika.
Tetapi Eropa tidak lagi banyak berpengaruh pada negara-negara
yang baru merdeka di Asia-Afrika.
Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh dan memainkan
peranan penting dalam Diplomasi Baru:
1. Diplomasi Konperensi sejak akhir PD-I memperoleh perhatian
yang semakin besar. Diplomasi Lama jarang melibatkan perunding
yang banyak.
• Konggres internasional seperti Konggres Wina, Konggres Berlin,
dsb. hanya suara para negarawan dari negara besar yang ada.
• Mereka membicarakan perundingan secara bilateral dan secara
rahasia serta membuat banyak perjanjian rahasia
2. Diplomasi Baru melalui kemunculan organisasi-organisasi
dunia seperti Liga Bangsa-Bangsa (LBB), PBB dan berbagai
organisasi regional, telah memajukan teknik negosiasi multilateral.
Ratusan wakil negara muncul untuk mengemukakan pandangannya
atas beberapa masalah penting bagi kepentingan internasional. Tipe
diplomasi ini yang sering disebut diplomasi parlementer,
membutuhkan seni persuasi, selain seni berkompromi untuk
memperoleh suara sebanyak mungkin dari anggota;
3. Para kepala negara di zaman modern sering
mengadakan kontak dengan wakil-wakilnya secara
langsung dan antar wakil-wakil itu sendiri.
• Hal ini terjadi dalam Konperensi Puncak (Summit
Conference) dan banyak keputusan vital disiapkan dalam
telegram-telegram dan percakapan telepon jarak jauh
diantara mereka sendiri;
4. Faktor ideologi juga telah memainkan peranan penting dalam Diplomasi
Baru
• Setelah Revolusi Bolshevik para pemimpin revolusi mempublikasikan arsip
rahasia dan dengan itu menyuarakan lonceng kematian bagi diplomasi rahasia.
Setelah PD-II terjadi perubahan struktur kekuatan. AS dan Uni Soviet muncul
sebagai dua superpower dan bukan lagi pusat perhatian ke Eropa. Munculnya
tatanan Dunia Baru yang tercoreng oleh konflik ideologi telah membuat pengaruh
besar pada evolusi diplomasi baru. Disatu sisi menghargai sistem Kapitalis, blok
yang lain mendukung sosialisme. Kedua blok mencoba berebut pengaruh di
dalam politik dunia dan mereka menggunakan metode-metode tertentu, balance
of terror. Muncul pula kekuatan Non-Blok yang ingin mempertahankan postur
netral menghadapi kedua blok.
UNSUR-UNSUR / NILAI DALAM DIPLOMASI
BARU
• Perwakilan;
• Negosiasi;
• Pelaporan;
• Perlindungan;
• Hubungan Masyarakat;
• Administrasi.
Perwakilan :
• wakil formal negaranya;
• perwakilan simbolis negaranya di negara lain (menghadapi
fungsi-fungsi simbolis, pesta, menerima dan mengirim
ucapan selamat, belasungkawa).
Negosiasi :
• Semua diplomasi dilaksanakan melalui negosiasi, tawar-menawar,
negosiasi awal dalam persiapan yang akan ditandatangani
Menlu/Presiden;
• Sering pula peran diplomat berkurang dalam diplomasi, karena:
• Kemajuan dan revolusi teknologi komunikasi dan transportasi
sehingga mengganti pertemuan duta besar menjadi pertemuan
Menlu atau Summit Meeting;
• Mayoritas perjanjian internasional dilakukan Menlu/Utusan
Khusus;
• Berkurangnya ruang gerak para diplomat dengan instruksi Menlu
kepada diplomat melalui telepon, radiogram, telegram, e-mail, dsb.
Pelaporan :
• Pelaporan informasi dari negara akreditasi dalam segala
bidang merupakan tugas sangat penting;
• Data yang diperlukan tentu diharapkan secara on the spot
atau first hand information (disini letaknya mengapa
diplomat sering terlibat dalam kegiatan spionage);
HANS J. MORGENTHAU, TUGAS
DIPLOMASI ADA EMPAT YANG UTAMA
YAITU:
1. Kecerdasan
• Seorang diplomat memiliki kecerdasan di atas rata-rata,
dengan daya analisa yang tinggi, pengetahuan umum luas
dan verbal behavior yang baik.
2. Kepribadian
Diplomat adalah seorang yang secara umum terlihat
ekstrovert, optimis, terkendali emosinya (controlled) serta
mampu menunjukkan empathy kepada lawan bicara. Ia
selalu tampil relaks tetapi disiplin dan correct (self
positioning baik). Kepribadiannya seimbang dan assertive
serta tampak selalu ingin berteman dengan orang lain namun
tetap terekesan sederhana. N-Ach dan motivasinya tinggi
dan selalu siap menghadapi segala permasalahan.
Kepemimpinannya baik dan dengan cara yang matang
(mature) mampu merespons berbagai stimulus dari
lingkungan.
3. Kinerja
Dengan aneka tantangan baru yang harus terus dihadapinya,
seorang diplomat mudah mengadakan penyesuaian diri
(adjustment) dengan situasi kerja baru di mana pun dia
berada. Etos kerjanya tinggi, senang menghadapi
tantangan, dan tidak cepat menyerah dalam situasi apapun.
KARAKTER DIPLOMAT (HAROLD
NICHOLSON : “DIPLOMACY”)
• Idealnya :
• TRUTHFULNESS
• PRESISI
• CALM
• TIDAK MUDAH MARAH
• PATIENCE AND PRESEVERENCE
• MODEST
• LOYAL
Harus didukung oleh sifat-sifat :
• INTELLIGENCE
• KNOWLEDGE
• DISCERNMENT
• PRUDENCE
• HOSPITALITY
• CHARM
• INDUSTRIOUS
• COURAGE
•
TACT
HASSAN WIRAYUDA :
DIPLOMAT IDEAL
• MEMILIKI STRATEGIC AND POLITICAL AWARENESS
• MEMILIKI DIPLOMATIC AND INTERPERSONAL SKILL
• MEMILIKI IN-DEPTH KNOWLEDGE TENTANG SISTEM
PEMERINTAHAN NEGARA AKREDITASI
• ABLE TO DEAL WITH COMPLEX ISSUES
• MAMPU MEMBANGUN EFFECTIVE AND LONG
LASTING RELATIONSHIP
• “CHARM” AND “DISARM”
• KONTRUKSI TOTALITAS DIPLOMASI ADALAH
INSTRUMEN DAN CARA YANG DIGUNAKAN
DALAM DIPLOMASI DENGAN MELIBATKAN
SELURUH KOMPONEN STAKEHOLDERS DAN
MEMANFAATKAN SELURUH LINI KEKUATAN
(MULTI-TRACK DIPLOMACY) menuju Diplomasi Total
HAL-HAL YANG HARUS DIHINDARI
OLEH SEORANG DIPLOMAT
• Jangan terlalu yakin pada diri sendiri;
• Jangan sombong
(Menurut Nicholson : dari semua kesalahan diplomatik,
kesombongan pribadi diyakini sebagai yang paling
umum terjadi dan yang paling merugikan);
• Harus bisa bergaul dengan bebas dengan anggota
masyarakat dari lapisan yang berbeda di negara tuan
rumah dan menghindari kecurigaan atau
ketidakpercayaan terhadap maksud manis yang
ditugaskan kepadanya.
PERATURAN DAN PROSEDUR DIPLOMATIK
Diplomasi dilaksanakan dengan kode etik dengan etiket
diplomatik dalam hubungan antar negara. Dilihat dari
perkembangannya: Masa awal diplomasi modern, Paus
mengatur upacara berbagai wakil dinasti. Setelah
pengaruh Gerejani menurun, para diplomat dan
pemerintah dibiarkan mengatur sendiri kode etik dan
etiket diplomatik yang sering juga berakibat merugikan.
Contoh :Perdamaian Westphalia 1648, persetujuannya dibuat
dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun. Hal ini karena :
Ketiadaan peraturan yang mengatur upacara dan etiket
diplomatik;
Sering terjadinya percekcokan;
Sulit menentukan tempat-tempat kehormatan;
Kesulitan dalam penyusunan tempat duduk para wakil
negara-negara kuat.
Setelah Perjanjian Westphalia, kesulitan juga timbul yang berkaitan
dengan penentuan pangkat-pangkat yang lebih tinggi antara
berbagai negara yang menyangkut masalah supremasi. Dalam
Kongres Wina 19 Maret 1815 dengan Reglement Wina
ditetapkan “Tingkatan Perwakilan Diplomatik” sebagai berikut:
• Duta Besar dan Perwakilan Kepausan;
• Duta atau Minister Residen;
• Charge d’Affaires.
KONGRES AIX LA CHAPELLE, 21 NOVEMBER 1818,
TINGKATAN PERWAKILAN DIPLOMATIK MENJADI:
1. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (Ambassador Extra-Ordinary
and Plenipotentiary) dan Perwakilan Kepausan (Nuncio);
2. Duta Luar Biasa dan Menteri Berkuasa Penuh, Internuncio;
3. Menteri Residen;
4. Charge d’Affaires (Kuasa Usaha):
a. Ad hoc, bilamana pejabat yang ditunjuk merupakan pimpinan tetap misi
diplomatik;
b. Ad interim, bilamana pejabat yang ditunjuk merupakan pejabat yang
bertugas secara temporer dari suatu kedutaan/perwakilan.
Catatan :
Kecuali Utusan Kepausan (Nuncio) yang mewakili Tahta Suci, praktik
yang berlaku sekarang adalah memberi gelar Pejabat Diplomatik Kelas
Satu sebagai “Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh”;
Istilah “Duta Besar Luar Biasa” dan “Duta Luar Biasa” pada mulanya
diberikan kepada mereka yang dikirim untuk misi khusus;
Ketiga pejabat di atas berdasarkan Konferensi Aix La Chapelle 1818
diangkat oleh dan untuk mewakili Kepala Negara; Sedangkan “Menteri
Residen” diangkat oleh dan untuk mewakili Menlu.
• Tahun 1961, Konperensi PBB Tentang Pergaulan dan
Kekebalan Diplomatik yang bersidang di Wina menerima
“Vienna Convention on Diplomatic Relations”, sehingga
menjadi bagian dari Hukum Internasional.
Perwakilan Diplomatik terdapat tingkatan diplomatik sebagai berikut:
1. Ambassador atau Duta Besar;
2. Minister atau Duta;
3. Minister Counsellor;
4. First Secretary;
5. Second Secretary;
6. Third Secretary;
7. Attache
ANGGOTA NON-OFFICIAL MISI DIPLOMATIK