Anda di halaman 1dari 31

PENGUATAN KELEMBAGAAN LINGKUNAGAN

HIDUP DI DAERAH
• Oleh:
• Asep Warlan Yusuf
Faktor-faktor penguat otonomi daerah
• Memperkuat stabilitas sistem ketatanegaraan dan
pemerintahan melalui pemencaran kekuasaan;
• Sharing of power;
• Sharing of revenue;
• Empowering lokalitas
• Pengakuan dan penghormatan terhadap identitas kedaerahan
yang bhineka/majemuk dan unik
• Efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan umum;
• Pendidikan politik;
• Mempercepat proses pengambilan keputusan yang tetap
mendasarkan pada proses yang partisipasipatif;
• Memperjelas dan memperkuat akuntabitas publik.

Asep Warlan Yusuf - BKPP


Jabar
 Asas Subsidiaritas:
1. Pembagian Kewenangan yang didasarkan pada:
kepercayaan, kemandirian, dan tanggung jawab;
2. Kriteria pembagian kewenangan yang bersifat konkuren:
eksternalitas, akuntabilitas, efisiensi, kepentingan strategis
nasional;
3. Proporsionalitas;
4. Pencegahan konflik kewenangan;
5. Efektifitas dan efisiensi;
6. Keselarasan hubungan antara satuan pemerintahan;
7. pemberdayaan
Pembagian urusan pemerintahan didasarkan pada
beberapa prinsip, yakni:

Pada dasarnya pembagian kewenangan antara pusat, propinsi dan


kabupaten/kota tidak dapat dibagi secara tegas dan terpisah
(pendapat Mc Iver)

 Adanya hubungan antar susunan pemerintahan:


• Hubungan kewenangan
• Hubungan keuangan
• Hubungan pelayanan umum
• Hubungan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya
• Hubungan kewilayahan
• Hubungan administratif
Hubungan antar pemerintahan daerah:
• Interkoneksi
• Interdependensi
• Daya saing
• Kerjasama

Potensi keragaman daerah:


• Pengakuan identitas daerah
• Keunikan dan potensi daerah
Kriteria Pembagian urusan yang konkuren:
eksternalitas: dampak, pengaruh, efek, spill over;
Akuntabilitas: manageable dan legalitas
Efisiensi: hemat penggunaan sumber daya dan
maksimalisasi hasil.
Kepentingan strategis nasional
Otonomi yang seluas-luasnya:
– Cenderung dianut ajaran rumah tangga formil
– Adanya pengakuan kewenangan
– Seminimal mungkin adanya campur tangan pusat
– Pengawasan lebih bersifat represif
– Daerah diberi keleluasaan untuk menentukan
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah
– Pusat hanya sebagai fasilitator dan enabler
Otonomi nyata dan bertanggungjawab;
 Penyelenggaraan Pemerintahan diselenggarakan
atas:
– asas otonomi:
• Ajaran rumah tangga formil, materil dan riil
• Desentralisasi teritorial dan fungsional
• Devolusi
• Penyerahan dan pengakuan kewenangan
– asas tugas pembantuan:
• Keikutsertaan daerah
• Penugasan dan tanggung jawab
• Pada dasarnya daerah tidak boleh menolak
• Disertai dengan pembiayaan, personalian dan
peralatan
• Cara dan penyelenggaraan teknis diserahkan
kepada daerah
• Disesuaikan dengan kemampuan daerah
• Dapat diatur dengan Perda
 Pada prinsipnya kewenangan propinsi dan
kewenangan kabupaten kota adalah sama;
 Adanya urusan bersifat wajib dan adanya urusan
yang pilihan;
 Tidak dikenal prinsip adanya titik berat otonomi
ada pada kabupaten/kota.
 Penyelenggara pemerintahan daerah adalah
pemerintah daerah dan DPRD.
 NKRI dibagi menjadi Daerah Propinsi dan Daerah
propinsi dibagi menjadi daerah Kab/ Kota yang
masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
 Di antara susunan pemerintahan terdapat hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya
lainnya;
 Dalam penyelenggaraan pemerintahan antara
pemerintah propinsi dan kabupaten/kota terdapat
hubungan “hierarki”;
 Tidak dikenal adanya wilayah administrasi (kecuali
DKI) baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota;
 Gubernur sebagai wakil pemerintah dapat
menyelenggarakan urusan Pemerintah dalam rangka
dekonsentrasi;
Worldviews atau Paradigma Para ahli Barat
Keliru
menuding agama-agama
Etika Lingkungan Hidup monoteisme

Filsafat Lingkungan
Penyebab kerusakan
Henryk Skolimowski lingkungan

Agama Yahudi Agama Kristen Agama Islam


Manusia Sama sekali tidak menganjurkan tindakan eksploitatif
diperkenankan terhadap alam dan sumber-sumbernya
untuk
memanfaatkan
Tanack Alkitab Al-Quran
alam pada batas
yang wajar yang Devarim (Ulangan)
20:19-20
Kejadian 1 & 2 Al-An’aam 163
tidak
mengganggu
keserasian
sistem ekologi
Stewardship
‫בל‬ ‫خليفة‬
‫תשחית‬
Bal tashchit Khalifah
Asas-asas Lingkungan Hidup dalam UU No. 32/2009

1. Keadilan Lingkungan Hidup


2. Pengintegrasian pembangunan berwawasan lingkungan
(Eco Development) dalam kebijakan pembangunan;
3. Penguatan demokrasi lingkungan:
a. penghormatan dan pemenuhan hak atas LH yang baik
dan sehat
b. partisipasi masyarakat
b. keterlibatan peran masyarakat
c. hak memperoleh pendidikan LH
d. hak gugat organisasi (legal standing)
e. gugatan perwakilan (class action)
f. anti slapp suit
g. keterbukaan informasi LH
Asep Warlan Yusuf, UUPPLH
32/2009
4. kewajiban memiliki dokumen
LH
5. kejelasan dan efektivitas
kedudukan, tujuan, dan fungsi
perizinan lingkungan;
6. Kejelasan dan penguatan
instrumen ekonomi
7. memperkuat kemitraan dengan
dunia usaha dalam
membangun komitmen
terhadap PPLH;
Asep Warlan Yusuf, UUPPLH
32/2009
8. kejelasan, kepastian, dan kelengkapan dalam
pengenaan sanksi administratif;
9. kejelasan pengaturan tentang prinsip
pencemar membayar (polluter pays
Principle);
10. kejelasan dalam penentuan tanggung jawab
dan kompensasi/imbal jasa dalam pelestarian
dan pemanfaatan SDA
11. kejelasan dalam pengaturan tanggung jawab
mutlak (strict liability);
12. kejelasan pengaturan dalam penyelesaian
sengketa di luar pengadilan (altenative
dispute resolution);
13. adanya pengaturan tanggung jawab pidana
(criminal liability) bagi pejabat pemberi izin
dan/atau pengawas;
Asep Warlan Yusuf, UUPPLH
32/2009
14. pembentukan lembaga
penyediaan jasa pelayanan
penyelesaian sengketa
(establishment for ADR services);
15. Prinsip delik formal disamping
delik materil;
16. Prinsip tanggung jawab korporasi
(corporate liability);
17. pengenaan hukuman tata tertib di
luar hukuman pidana (extra penal
sanction); dan
18. pengenaan sistem insentif dan
disinsentif.
Asep Warlan Yusuf, UUPPLH
32/2009
19. Kejelasan dalam mengatur
prinsip penguasaan negara
(management authority);
20. kejelasan dalam pengaturan
lingkup pencemaran dan
kerusakan LH
21. Penguatan dalam membangun
kelembagaan lingkungan
(management institution);

Asep Warlan Yusuf, UUPPLH


32/2009
Dimungkinkannya LSM tampil mengajukan gugatan di Pengadilan
didasarkan pada suatu asumsi bahwa LSM sebagai wali (guardian)
dari lingkungan. Pendapat ini berangkat dari teori yang
dikembangkan oleh Profesor Cristoper Stone, dimana dalam
artikelnya yang dikenal luas di Amerika Utara yang berjudul
“Should Trees have Standing” dikatakan bahwa obyek-obyek alam
(natural obyek) diberi hak hukum (legal right), sehingga hutan,
laut atau sungai sebagai obyek alam layak memiliki hak hukum,
dan adalah tidak bijaksana jika dianggap sebaliknya, hanya karena
sifatnya yang inanimatif (tidak dapat bicara). Hak hukum bagi yang
inanimatif sudah sejak lama diakui seperti hak hukum bagi
perorangan, negara dan anak dibawah umur yang diwakili oleh
walinya bertindak mewakili kepentingan hukum mereka. Oleh
karena itu Organisasi masyarakat harus dipandang sebagai pihak
yang berhak mewakili kepentingan lingkungan hidup karena
lingkungan hidup itu sendiri tidak dapat mengajukan gugatan
untuk kepentingannya (bersifat inanimatif).
• Kearifan lokal pada saat ini oleh banyak pihak
diragukan, namun pada kenyataannya, di
berbagai daerah kelompok-kelompok
masyarakat kearifan lokal masih hidup dan
menerapkannya, terutama dalam kehidupan
sehari-hari dalam mengelola lingkungan hidup
dan sumber daya alamnya.
• Berbagai peraturan yang ada, kurang
memberikan tempat pada kearifan lokal,
kalaupun ada disebutkan dalam suatu
peraturan ataupun disinggung dalam suatu
peraturan, namun pada akhirnya, keberlakuan
kearifan lokal terkait pengelolaan lingkungan
hidup itu sendiri digantungkan pada
kepentingan yang dianggap lebih mendesak
dan bersifat nasional.
• Penyusunan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus lebih memberikan tempat bagi
masyarakat hukum adat dengan kearifan
lokalnya serta memberikan jaminan atas
hak masyarakat hukum adat tersebut.
• Keadilan lingkungan (environmental
justice) pada akhirnya berkisar seputar rasa
aman bagi penduduk di seluruh bumi, bagi
tempat-tempat di bumi, bagi lingkungan
dan bagi planet bumi itu sendiri.
Tugas dan Kewenangan Daerah dalam PPLH

a. menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;


b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat
kabupaten/kota;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai RPPLH kabupaten/kota;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan
emisi gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota;
f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan
kemitraan;
g. mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
j. melaksanakan standar pelayanan minimal;
k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan
keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak
masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota;
l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;
m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem
informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;
n. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan;
o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupaten/kota; dan
p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota.
Fakta Empiris (Empirical Evidence)
1. Terjadinya pembiaran;
2. Tidak efektif penegakan hukum ;
3. Tidak cukup kualitas dan kuantitas pengawas;
4. Kurangnya anggaran (termasuk sarana dan prasarana)
5. Minim pengalaman;
6. Kekurangan jaringan dengan para ahli yang dapat
membantu dalam penegakan hukum;
7. Lemahnya political will dan komitmen dari para kepala
daerah dan aparaturnya;
8. Kepentingan ekonomi lebih didahulukan daripada
kepentingan lingkungan;
9. Birokrasi belum mampu merespon pengaduan dari
masyarakat;
10.Pemda kurang berwibawa di hadapan para pengusaha.
Kelembagaan LH di Daerah
• Kelembagaan Lingkungan Hidup pasca PP no. 18 Tahun 2016 dapat berupa
Dinas Tipelogi A, B atau C yang dapat berdiri sendiri atau digabung dengan
Dinas lainnya. Namun apabila Urusan Pemerintahan terkait dengan
Lingkungan Hidup, bukan termasuk kedalam “fungsi penunjang lainnya”
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5) PP No. 18 Tahun 2016, maka
kelembagaan Lingkungan Hidup tidak dapat lagi berupa “Badan” dan yang
sudah jelas dan pasti Urusan Pemerintahan terkait dengan Lingkungan Hidup
tidak lagi berupa “Kantor”
• Apabila Urusan Pemerintahan terkait dengan Lingkungan Hidup tidak
memenuhi skroring Tipelogi A, B atau C dalam bentuk Dinas, maka
Lingkungan Hidup dapat dimasukan sebagai salah satu “Bidang” dalam
wadah Dinas yang serumpun dengan dinas lainnya.
 
 
Urgensi Penguatan Kelembagaan PPLH di Daerah :

a. harus memperjelas, mempertegas, dan


memastikan kelembagaan yang memiliki
kewenangan atributif, tugas, fungsi, dan
tanggung jawab dalam melakukan kegiatan
pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan LH
dan sumber daya alam hayati dan ekosistem;
b. pendekatan pembentukan kelembagaan
didasarkan pada isu dan peluang pembangunan
yang membuka akses bagi partisipasi yang
berbasis subsidiaritas kewenangan;
c. menjalankan pendekatan yang komplementer,
kohesif, konsiten, dan komprehensif;
d. sedapat mungkin kelembagaannya
melibatkan multi disiplin keilmuan, multi
stakeholders, multi sektor, multi kepentingan;
e. membangun dan memperkuat kerjasama
antardaerah;
f. mencegah dan menyelesaikan konflik dan
sengketa;
g. mengembangkan dan memperjelas
rasionalitas perizinan;
h. mengembangkan potensi daerah;
i. meningkatkan dan memperkuat koordinasi
antar instansi;
j. mengkonkritkan kemitraan dengan dunia
usaha yang saling menguntungkan;
k. memperkuat kepastian hukum,
transparansi, dan akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan/pendanaan;
l. memperkuat landasan hukum dalam rangka
‘sturen’ (pengendalian);
m. memudahkan mengefektifkan pengawasan dan
penegakan hukum (law enforcement;)
n. adanya blueprint dan roadmap yang mendorong
investasi dan meningkatkan pendapatan daerah
lebih yang lebih pasti, jelas, dan terukur;
o. membangun sistem yang pemberian
penghargaan, insentif, kompensasi, dan imbal jasa
bagi pihak pihak yang melakukan konseravasi yang
luar biasa dan melebihi dari kewajiban hukumnya.
Terima kasih

29
Ringkasan Biodata

Prof. Dr. ASEP WARLAN YUSUF, SH.,MH


Tempat/tanggal lahir : Bandung, 9 Juli 1960
Alamat Rumah: Jln. Solo No. 38 Antapani
Bandung
Tlp/Fax. (022) 7204775
HP: 0816.62.4195
e-mail: warlan@bdg.centrin.net.id
Alamat Kantor : Kampus Fakultas Hukum
Universitas Parahyangan
Jalan Ciumbuleuit 94 Bandung,

Pangkat/Jabatan Akademik: IV/E - Guru Besar

26/07/2023 Asep Warlan Yusuf 30


 PENDIDIKAN
Doktor Ilmu Hukum (S-3) : Universitas Indonesia, lulus
2002
Magister Hukum (S-2) : Universitas Padjadjaran, lulus
1990
Sarjana Hukum (S-1): Universitas Katolik Parahyangan,
lulus 1984

Course on Legal Drafting, Indonesia-Netherlands Cooperation,


1986;
Course on Decentralization in Planning and Organization,
Indonesia-Netherlands Cooperation, 1989;
Course on Adiministrative Law Enforcement: A Study
Comparative between Netherlands and Indonesia, 1995;
Course on Environmantal Law and Administration, VROM
Ministry of Netherlands - Leiden University, Den Haag
Netherlands 1998;
Training on Environmental Law and Enforcement, AUS-Aid -
MA - ICEL, 2000.
 
26/07/2023 Asep Warlan Yusuf 31

Anda mungkin juga menyukai