Anda di halaman 1dari 31

BAHAN PENGAWET

KOSMETIK

oleh : apt. Indah Zahara, M.Farm.

13 JUNI 2023 1
1. PENDAHULUAN
• Tujuan pemberian bahan pengawet pada sediaan kosmetik adalah sbg
upaya untuk mencegah atau melindungi rusaknya produk dlm jangka
waktu produksi sampai saat produk dipakai sampai habis oleh
konsumen.

• Umumnya kerusakan produk kosmetik disebabkan oleh proses oksidasi


atau ketengikan.

• Bahan pengawet belum tentu merupakan antiseptik atau desinfektan


yang baik krn dua produk ini harus dpt membunuh dengan cepat.

• Ada 2 istilah yg sering digunakan dalam hubungannya dg pengawetan :


1. Sida (cidal) : membunuh
2. Statis : menghambat pertumbuhan

2
 Pengawet (preservative) : bahan untuk mencegah tumbuhnya atau
untuk bereaksi dan menghancurkan mikroorganisme yg dpt merusak
produk atau tumbuh pd produk.

 Antiseptik : bahan yg digunakan utk mencegah tumbuhnya dan/atau


menghancurkan mikroorganisme bila digunakan pd jaringan hidup.

 Desinfektan : bahan yg dpt menghancurkan mikroorganisme


penyebab penyakit yg menempel pada benda mati.

 Germisida (germicides) : istilah umum yg digunakan utk bahan yg dpt


membunuh mikroorganisme

3
2. Mengapa perlu pengawet ?
1. Untuk melindungi produk-produk yg sudah terformulasi. Kontaminasi
dg mikroorganisme dpt menyebabkan :
 Timbulnya bau yg tdk sedap
 Perubahan warna
 Perubahan viskositas
 Penurunan daya kerja “bahan aktif”
 Pemisahan emulsi
 Perubahan perasaan atas pemakaian produk
 Gangguan kesehatan

2. Peraturan dari pemerintah, misalnya adanya GMP di luar negeri dan


CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) di Indonesia

4
• Di dalam buku pegangan yang berjudul Adequacy of Preseruation, FDA
menyatakan bahwa kosmetik "tidak harus steril, tetapi tidak boleh
terkontaminasi mikroorganisme yg mungkin patogen, dan densitas
mikroorganisme yang non-patogen harus serendah mungkin”.

• Kosmetik khususnya untuk kulit sekitar mata, harus melalui pengetesan


efek pemakaian bahan pengawet terhadap kontaminasi
mikroorganisme yang mungkin ada.

• Buku ini menyatakan perlunya pengawetan yang cukup atas sampo,


kosmetik pembilas rambut, dan conditioner.

• Buku itu menyatakan bahwa semua bakteri gram positif yang terdapat
dalam jumlah lebih besar dari 1.000 per gram harus diidentifikasi,
sebagaimana halnya semua bakteri gram negatif, ragi, dan jamur.

5
3. Jenis pengawet yg diawasi dengan ketat
Dua bahan pertama yang dalam daftar di buku berjudul Prohibited
lngredients and Other Hazardous Substances adalah bahan-bahan
pengawet, yaitu:

1. Hexachlorophene
 Dengan pembatasan tertentu, boleh dipakai sebagai bahan
pengawet jika sistem pengawetan alternatif yg lain terbukti tdk
efektif.
 Konsentrasinya tidak boleh lebih dari 0,1% dan tdk boleh digunakan
dalam kosmetik yang pemakaian normalnya mungkin pada selaput
lendir.

2. Senyawa merkuri
Pemakaiannya dalam kosmetik untuk kulit sekitar mata dibatasi, tidak
boleh lebih dari 65 ppm merkuri yg diperhitungkan sebagai logam, dan
itu pun jika tidak tersedia pengawet lain yang efektif dan aman.
(Namun skrg sudah dilarang)
6
• Pemeriksa diinstruksikan untuk mengecek dan melaporkan semua
produk yang berisi pengawet hexachlorophene dan alasan mengapa
tidak memakai pengawet yang lain. Mereka juga diinstruksikan utk
mengecek penggunaan merkuri dan melaporkan jumlah konsentrasi yg
digunakan.

• Dari instruksi itu kita dapat melihat bahwa pemakaian merkuri maupun
hexachlorophene sebagai pengawet di dalam kosmetik bisa ditoleransi
asalkan ada alasan kuat dari pihak produsen bahwa pemakaian kedua
bahan itu karena tidak ada bahan pengawet lain yg memadai.

7
4. Efek mikroorganisme pada kesehatan
Alasan mengapa FDA sangat memperhatikan bahan pengawet untuk
produk-produk kosmetik yang memadai adalah sbb :

1. Efek langsung mikroorganisme pada kesehatan manusia.


2. Efek tidak langsung pada kesehatan manusia akibat kontaminasi dan
kerusakan produk, pemisahan (separasi) produk, atau terbentuknya
metabolit mikroba yg membahayakan kesehatan.

 FDA mengkhawatirkan bahan pengawet yang kurang memadai dalam


kosmetik yang dipakai untuk daerah mata.
 Kontaminasi Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan
pembusukan kornea mata dan kebutaan.
 Yang disebut kosmetik untuk daerah mata yaitu produk-produk yang
mungkin kontak dengan kornea mata, misalnya sampo, krim pembilas
rambut, conditioner, krim-krim wajah, losion, dan cleanser.

8
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk tempat penyimpanan dan
penanganan produk baru, dan tempat pengolahan produk akhir yang
bebas kuman :

1. Masing-masing batch harus sudah melalui tes mikro sebelum


dipasarkan.

2. Masing-masing kosmetik harus dites mikro lagi untuk mengetahui efek


bahan pengawet selama pengembangan produk-produk di pasar.

3. Efek bahan pengawet ini harus cukup lama di dalam kosmetik


tersebut.

9
5. Empat kategori mikroorganisme
1. Jamur (mold) yg menyukai lingkungan yg bersifat asam (pH 4,5-5,5)
dan tumbuh paling cepat pada temperatur kamar (20-25oC).

2. Ragi (yeast) juga lebih menyukai lingkungan yang bersifat asam dan
temperatur kamar.

3. Bakteri gram positif yang menyukai lingkungan yang bersifat alkalis


(pH 7-8) dan temperatur yang lebih hangat (30-37oC).

4. Bakteri gram negatif yg juga menyukai lingkungan yang bersifat alkalis


dan temperatur yang hangat.

10
6. Lingkungan hidup mikroorganisme
1. Air

2. Udara

3. Bahan makanan :
 Gum, gula, tepung
 Alkohol yang berupa makanan, seperti gliserol (dalam konsentrasi
rendah), sorbitol, manitol, dan fatty alcohols.
 Asam-asam lemak beserta ester-esternya.
 Sterol-sterol, termasuk lanolin dan derivatnya.
 Protein.
 Vitamin-vitamin.

11
7. Efek bahan pengawet
 Banyak variabel yang mempengaruhi efektivitas bahan pengawet.
Umumnya, semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet, semakin efektif
bahan tersebut

 Sering sekali bahan pengawet bersifat sida (membunuh


mikroorganisme) pada konsentrasi yang tinggi, tetapi hanya bersifat
statis pada konsentrasi yang rendah.

 Konsentrasi bahan pengawet yang tinggi dapat bersifat toksis dan iritan
terhadap jaringan.

 Formulator kosmetik cenderung untuk memberikan pengawet secara


berlebihan terhadap produk-produknya.

 Cara yang umum untuk menentukan apakah suatu bahan pengawet


berfungsi baik adalah dengan menjalankan challenge test.

12
 Ini berarti penambahan 106 sampai 107 mikroorganisme per ml pada
produk dan kemudian dalam waktu 72 jam sampai 1 minggu dicek
untuk dilihat apakah mikroorganisme itu masih ada.

 Formulasi-formulasi dipertahankan untuk memenuhi tes yang berat ini.

 Sedangkan di Amerika belum ada studi yang dipublikasikan yang


membandingkan hasil-hasil challenge test ini dengan data pemakaian
produk oleh konsumen.

 Challenge test dengan jumlah besar dalam waktu singkat untuk


menemukan apakah sistem itu dapat mewakili hasil challenge test
dalam jumlah kecil dan jangka waktu yang lama.

13
8. Peranan pH bahan pengawet
• Faktor pertama dan terpenting yang perlu dipertimbangkan dlm
formulasi kita adalah tingkat keasaman (pH). Misalnya, senyawa
quaternary ammonium hanya efektif pada pH di atas 7.

• Banyak bahan pengawet memiliki hidrogen yg bersifat asam.


Contohnya : Asam sorbat, asam benzoat, asam dehidroasetat dan
senyawa-senyawa fenol seperti paraben, semuanya ada dalam
kelompok ini.

• Bentuk asam adalah aktif, sedangkan bentuk garam tidak memiliki


aktivitas sbg pengawet.

14
% Pengawet yang aktif dalam pH yang berbeda
pH 4 5 6 7 8.5
Asam sorbat 86 37 6 0.6
Asam benzoat 60 13 1.5 0.15
Asam 95 65 16 2
dehidroasetat
Paraben 77 63 50

• Sebagaimana dapat dilihat dari daftar di atas, semakin rendah pH,


semakin besar aktivitas yang kita peroleh dari paraben dan pengawet-
pengawet yang bersifat asam lainnya.

• Senyawa yg mengikat hidrogen dengan kuat akan menonaktifkan


pengawet dgn mengikat kelompok hidroksilnya. Contoh yg paling umum
dari bahan penonaktif adalah senyawa-senyawa yang sangat
ethoxylated seperti asam-asam, alkohol-alkohol, dan ester-ester.
Pengikat hidrogen yg lain misalnya gum, produk-produk cellulose dan
lecithin.
15
9. Kelarutan Pengawet
 Faktor kedua yang yang penting adalah kelarutan pengawet dalam fase
air dan daya pemisahnya terhadap air serta fase minyak.

 Mikroorganisme tumbuh dalam fase air atau & persentuhan air dan
minyak. Karena itu, pengawet harus berada dalam fase air untuk bisa
efektif.

 Misalnya, pada temperatur kamar, methylparaben larut dalam air


dengan besar kelarutan 0,25%.

 Jika larutan jenuh ini kontak dengan minyak tumbuhan dalam suatu
emulsi, paraben itu akan bermigrasi ke fase yang minyak.

16
10. Efek bahan yg lain
• Faktor ketiga yang perlu dipertimbangkan adalah efek bahan yang lain.
Telah disebutkan bahwa senyawa-senyawa ethoxylated menonaktifkan
paraben, asam benzoat, dan asam sorbat.

• Sejumlah senyawa organik membentuk suatu lapisan di sekeliling


mikroorganisme dan memberikan perlindungan terhadap selnya dari
serangan bahan kimia.

• Banyak komponen kosmetik menonaktifkan atau menurunkan aktivitas


bahan pengawet dengan menyerap atau melarutkan bahan tersebut.

• Kadang-kadang nonaktivasi itu berhasil sepenuhnya, tetapi sering juga


tidak, dan sejumlah aktifitas residual masih tersisa.

• Begitulah surfaktans anionik menonaktifkan surfaktans kationik (quats),


phenol-phenol dan merkuri.

17
• Protein menonaktifkan quats, paraben, phenol dan merkuri. Quats
kehilangan aktivitasnya jika ada lanolin, silikat, kaolin, dan lain-lainnya
yang sejenis.

• Masalah lainnya, penyerapan bahan pengawet oleh kemasan.

• Karet dan plastik, terutama kemasan atau tutup kemasan dari


polyethylene, senantiasa dicurigai karena bahan pengawet yg dpt larut
dlm lemak bisa bermigrasi ke dalam kemasan tersebut.

• Sejumlah produk mempertinggi aktivitas bahan pengawet. Sejumlah


minyak parfum memiliki sifat-sifat antimikroba. Sejumlah bahan
pengawet menjadi lebih efektif dengan kehadiran bahan-bahan lain.
Bahan-bahan ini, jika sendirian, sering tidak memiliki atau hanya
memiliki sedlkit sifat antimikroba. Contoh terbaik adalah EDTA.

18
• Sifat antimikroba dapat ditingkatkan melalui penggunaan campuran dua
atau lebih bahan-bahan pengawet. Sekarang hal ini telah menjadi
umum dan disebut sebagai satu sistem pengawet.

• Sebelum kita membicarakan susunan kimia bahan-bahan pengawet


yang umum dipakai sekarang, kiranya penting untuk meninjau sifat-sifat
bahan-bahan pengawet yang "ideal".

• Namun harap diingat bahwa bahan pengawet yg betul-betul ideal tdk


ada dan mungkin tdk pernah ada.

19
11. Sifat-sifat bahan pengawet ideal
1. Aktivitasnya Berspektrum Luas

Sudah tentu ini merupakan sifat yang paling dasar, yaitu kemampuan
bahan pengawet itu membunuh mikroorganisme.Kemampuannya harus
sama efektifnya baik dalam melawan bakteri (gram positif dan gram
negatif) maupun jamur (ragi dan cendawan). Kebanyakan bahan-bahan
pengawet berdaya aktif melawan bakteri atau jamur tetapi tidak dua-
duanya sekaligus.

2. Efektif dalam konsentrasi rendah

Efektif dalam konsentrasi rendah. Karena bahan pengawet tidak


menambah kelarisan produk akhir dl pasar dari, kita ingin agar bahan
pengawet itu berfungsi pada konsentrasinya yang terendah. Ini juga akan
mengurangi biaya, meminimalkan efek toksisnya, dan tidak mengubah
sifat-sifat fisik kosmetik.

20
3. Larut dalam air dan tidak larut dalam minyak

Mikroorganisme tumbuh di dalam fase air agar bisa berfungsi. Karena itu,
bahan pengawet yang ideal harus sangat larut dalam air dan sepenuhnya
tidak larut dalam minyak. Ini juga akan mencegah migrasi ke dlm fase
minyak dalam stabilitas jangka panjang.

4. Stabil

Bahan pengawet itu harus sepenuhnya stabil di dalam semua keadaan


ekstrem yang bisa dijumpai selama pembuatan kosmetik, termasuk soal
pH dan temperatur.

5. Tidak berwarna dan tidak berbau

Bahan pengawet tidak boleh menambahkan warna atau bau pada


kosmetik dan tidak bereaksi untuk mengubah warna atau bau produk
kosmetik.

21
6. Harmonis

Bahan pengawet harus harmonis atau dapat bekerja berdampingan


dengan semua bahan yang digunakan dalam kosmetik dan tidak
kehilangan sifat-sifat antimikrobanya dengan adanya bahan-bahan
kosmetik itu.

7. Tetap aktif selama kehidupan kosmetik (shelf-life activity)

Bahan pengawet yang "ideal" harus terus memberikan perlindungan


kepada kosmetik selama pembuatan kosmetik dan tetap memper-
tahankan perlindungan antimikrobanya sepanjang jangka waktu yg
diinginkan kosmetik itu.

8. Aman

Bahan pengawet harus sepenuhnya aman untuk digunakan.

22
9. Mudah untuk dianalisis

Aktivitas bahan pengawet dalam produk akhir harus mudah dianalisis. Ini
lebih sulit daripada yang diperkirakan. Misalnya, kita mudah menganalisis
adanya paraben dalam produk akhir. Bagaimanapun, ini hanya
menyatakan kepada kita berapa banyak paraben yang ada, tetapi tidak
menyatakan apakah paraben lainnya, misalnya protein. Contoh lain adalah
DMDM Hydantoin. Kita dapat menentukan konsentrasinya dengan HPLC,
tetapi hasil analisis itu menunjukkan kepada kita apakah DMDM Hydantoin
itu telah dinonaktifkan oleh tween atau senyawa-senyawa lainnya.

10. Tidak terbawa oleh bahan penonaktif

Kita tidak ingin suatu bahan yg menonaktifkan bahan pengawet hadir


dalam kosmetik kita. Bahan-bahan seperti itu sama sekali tidak boleh ada
dalam suatu kosmetik. Bahan penonaktif bahan pengawet itu harus kita
ketahui lewat percobaan dgn menggunakan media agar-agar dan setelah
itu diusahakan untuk tidak terbawa dalam pembuatan produk.

23
11. Mudah untuk ditangani

Bahan pengawet yang "ideal" harus mudah dan aman ditangani. Jika
bahan itu padat, ia harus mudah untuk dijadikan bubuk atau serpihan, jika
bahan itu cair ia harus tdk toksis dan tdk mudah terbakar ketika dibawa
dalam transportasi.

12. Biaya rendah

Semua orang tentu tidak menginginkan biaya untuk bahan pengawet.


Tetapi daripada produk tidak dapat dipakai, bahan pengawet perlu
digunakan, bahkan yang termahal sekalipun.

24
12. Jenis Bahan Pengawet Kosmetik

A. Pengawet Antimikroba
1. Asam organic, garam dan esternya

Contoh asam organik yang digunakan sebagai pengawet adalah: asam


dehydroacetic, asam sorbat, asam salisilat, asam propionat dan garamnya;
juga asam benzoat dan garamnya serta ester alkil. Selain itu, asam 4-
hidroksibenzoat secara luas digunakan bersama dengan ester alkil nya
(umumnya dikenal sebagai paraben). Yang paling umum adalah metil, etil-,
propil- dan butyl- ester dan umumnya dikenal sebagai Methylparaben,
ethylparaben

25
2. Aldehida dan pengawet formalin-releasing aldehida

Yang paling umum digunakan adalah formalin dikenal sebagai


oxymethylene atau formalin yang merupakan pengawet murah, lebih
mudah larut dalam air daripada minyak dan lemak, yang digunakan dalam
produk berair seperti sampo, conditioner, shower gel. Namun,
formaldehida tidak berwarna, tajam berbau, gas iritan, dapat menyebabkan
mata berair, sensasi terbakar di mata dan tenggorokan, mual, kesulitan
bernafas, alergi dan pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat memicu sakit
kepala dan serangan asma.

3. Amina, amida, pyridines dan garam benzalkonium

Triclocarban, hexamidine, dibromohexamidine, Dibromopropamidine,


chlorhexidine, benzalkonium klorida, methenamine, quaternium-15,
natrium pyritione, cetylpiridinium klorida, 3-chloro-N-metil propionamida
dan dikloro-N-metil acetamide hanya beberapa contoh pengawet.

26
4. Fenol dan turunannya

Fenol juga sering digunakan sebagai pengawet. Yang paling umum


digunakan antara lain: fenol, o-phenylphenol, p-chloro-m-kresol, o-cymen-
5-ol-, chlorophene dan triclosan.

5. Alkohol dan turunannya

Di kelas ini contohnya adalah phenoxyethanol, phenoxyisopropanol,


alkohol Dichlorobenzyl, benzil alkohol, chlorobuthanol, 2-bromo-2-
Nitropropane-1,3-diol.

27
6. Imidazol dan turunannya

Kategori ini terdiri dari senyawa-senyawa seperti climbazole, DMDM ​


hydantoin, imidazolidinylurea dan diazolidinyl urea.

7. Pengawet lainnya

Senyawa lain yang biasa digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik,


selain kelas diatas misalnya, bromo-5-nitro-1,3 dioksan (bronidox),
methyldibromo glutaronitrile, methylchloroisothiazolinone dan
methylisothiazolinone.

28
B. Pengawet Antioksidan
• Jenis senyawa yang dapat menghambat reaksi akibat oksigen,
sehingga mencegah terjadinya oksidasi.

• Antioksidan biasanya mengurangi agen dan radikal bebas. Senyawa


yang digunakan sebagai antioksidan dalam kosmetik : asam sitrat,
asam galat dan ester, asam nordihydroguaiaretic, thioctic (atau lipoic)
asam dan derivat asam dihydrolipoic, asam glikolat, BHT (butylated
hydroxytoluene) dan BHA (butylated hydroxyanisole).

• Vitamin, sering ditambahkan dalam formulasi kosmetik, berfungsi


sebagai pengawet antioksidan karena umumnya sifat antioksidan
terhadap radikal bebas. Contohnya adalah retinol (vitamin A) dan
prekursornya β-carotene, Tokoferol (vitamin E) dan asam askorbat
(vitamin C). Selain itu, derivat vitamin, seperti retinil asetat, retinyl
palmitate, ascorbyl palmitate, magnesium ascorbyl phosphate dan
tokoferil asetat lain, juga bekerja sebagai agen antioksidan.

29
B. Pengawet Antioksidan
• Demikian juga, antioksidan yang berbeda dari alam dapat digunakan.
Meskipun kemampuan pengawet mereka umumnya lebih rendah dari
senyawa sintetik, produk alami umumnya menawarkan keuntungan
tidak menginduksi efek toksik sekunder.

• Flavonoid memiliki manfaat untuk kesehatan melalui aksi antioksidan.


Baru-baru ini, telah terjadi peningkatan penggunaan senyawa polifenol
dalam kosmetik.

• Antioksidan dan bahan pengawet, mampu mencegah oksidasi minyak


dan lemak dalam krim, telah ditetapkan untuk flavonoid dan ekstrak
tanaman, seperti jeruk, rosemary dan minyak esensial dari teh dan
thyme.

30
31

Anda mungkin juga menyukai