Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini kosmetik telah menjadi kebutuhan dasar manusia. Kosmetik digunakan
pada bagian luar tubuh manusia untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh.
Perkembangan dunia kosmetik sekarang juga semakin pesat. Teknologi yang semakin
maju membuat produsen kosmetik selalu dituntut untuk membuat sediaan kosmetik yang
praktis, ekonomis dan memiliki manfaat yang lebih spesifik. Beberapa masalah baru di
dunia kosmetik juga tidak terhindarkan lagi mengingat tuntutan tersebut menjadikan pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab menyalahgunakan proses produksi kosmetik
sehingga menghasilkan produk kosmetik yang tidak aman bagi konsumen. Menanggapi
hal ini pemerintah membuat beberapa aturan-aturan dan kebijakan mengenai
industri dan pembuatan kosmetik. Aturan-aturan tentang kosmetik yang tidak saja m a m p u
mengakomodasi kemauan dan keinginan industri kosmetik dari sisi inovasi d a n
kreatifitasnya namun juga harus dapat mengajak industri kosmetik untuk dapat
menghasilkan kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat.
Untuk mendapatkan kosmetika yang baik maka harus sesuai dengan cara pembuatan
kosmetik yang baik (CPKB). Suatu produksi harus berjalan sesuai dengan CPKB untuk
menjamin bahwa tingkat kualitas dapat terpelihara, dan tidak rusak oleh proses apapun.
Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat
penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan
pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan
dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu.
Teknologi farmasi berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan. Kosmetik terdiri dari berbagai
jenis sediaan yaitu: sediaan padat, granul, serbuk, suspensi, emulsi dan larutan. Salah satu
jenis kosmetik yaitu dalam bentuk larutan, bentuk sediaan larutan dapat berupa eliksir,
larutan oral, larutan , tetes mata, parfum, obat kumur dan lain-lain. Larutan atau solutio
merupakan sediaan cair yang mengandung satu zat aktif atau lebih yang terlarut
didalamnya, biasanya menggunakan pelarut air. Komponen umum yang terdapa pada
sediaan larutan yaitu zat aktif, pelarut, pelarut pembantu, pengawet, pendapar, pengaroma

1
dan pewarna, antioksidan dan sebagainya. Pada makalah ini akan dibahas salah satu contoh
bentuk sediaan kosmetik larutan dengan sediaan formulasi obat kumur.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara memproduksi kosmetik larutan yang baik?
2. Bagaimana cara memproduksi sediaan obat kumur yang baik?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara memproduksi kosmetik larutan yang baik
2. Mengetahui cara memproduksi sediaan obat kumur yang baik

1.4 Manfaat
Menambah data ilmiah mengenai cara produksi kosmetik larutan obat kumur yang baik
sesuai dengan Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik (CPKB).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik
BPOM NO.19 tahun 2015 Kosmetika merupakan bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut,
kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut,
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Bahan Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam atau
sintetik yang merupakan komponen Kosmetika.

2.1.1 Persyaratan Kosmetik


Kosmetika harus memenuhi persyaratan teknis:
1. persyaratan keamanan
2. kemanfaatan
3. mutu
4. Penandaan dan Klaim

2.1.2 Persyaratan mutu, Keamanan, Kemanfaatan dan Klaim


1. Kosmetika harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan
yang dibuktikan melalui hasil uji dan/atau referensi empiris/ilmiah lain yang
relevan.
2. Kosmetika yang mencantumkan Klaim kemanfaatan harus mengacu pada
Pedoman Klaim Kosmetika

2.1.3 Persyaratan Penandaan


1. Penandaan harus berisi informasi mengenai Kosmetika secara lengkap,
obyektif, dan tidak menyesatkan.
2. Informasi sebagaimana dimaksud :
a. Dapat berbentuk tulisan, gambar, warna, atau kombinasi antara atau
ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada Kosmetika atau

3
dimasukkan dalam kemasan sekunder atau merupakan bagian dari
kemasan primer atau kemasan sekunder;
b. Harus lengkap dengan mencantumkan semua informasi yang
dipersyaratkan;
c. Harus obyektif dengan memberikan informasi sesuai dengan kenyataan
yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat keamanan dan
kemanfaatan Kosmetika;
d. Harus tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur,
akurat, bertanggung jawab, dan tidak boleh memanfaatkan kekuatiran
masyarakat akan suatu masalah kesehatan; dan
e. Tidak boleh menyatakan seolah-olah sebagai obat
3. Penandaan harus jelas dan mudah dibaca.
4. Pencantuman Penandaan dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah
lepas atau terpisah dari kemasannya dan tidak mudah luntur atau rusak.
5. Penandaan harus mencantumkan informasi, paling sedikit:
a. Nama Kosmetika;
b. Kemanfaatan/Kegunaan;
c. Cara penggunaan;
d. Komposisi;
e. Nama dan negara produsen;
f. Nama dan alamat lengkap Pemohon Notifikasi;
g. Nomor bets;
h. Ukuran, isi, atau berat bersih;
i. Tanggal kedaluwarsa;
j. Nomor notifikasi; dan
k. keringatan/perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan
6. Penandaan harus menggunakan bahasa Indonesia.
7. Penggunaan bahasa Indonesia paling sedikit untuk penulisan informasi:
8. Kemanfaatan/kegunaan;
a. Cara penggunaan; dan
b. Peringatan/perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan.
9. Penggunaan bahasa asing dapat dilakukan sepanjang ditulis menggunakan
huruf Latin dan atau angka Arab serta memenuhi ketentuan,

4
10. Bahasa asing yang ditulis menggunakan huruf dan atau angka selain huruf
Latin dan atau angka Arab dapat digunakan sepanjang telah memenuhi
ketentuan.
2.1.4 Ketentuan Komposisi
1. menggunakan nama Bahan Kosmetika sesuai dengan nama International
Nomenclature of Cosmetic Ingredients (INCI), kecuali untuk Bahan
Kosmetika yang belum ada nama INCI, dapat menggunakan nama lain sesuai
referensi yang berlaku secara internasional;
2. menggunakan nama genus dan spesies untuk Bahan Kosmetika yang berasal
dari tumbuhan atau ekstrak tumbuhan;
3. diurutkan mulai dari kadar terbesar sampai kadar terkecil, kecuali Bahan
Kosmetika dengan kadar kurang dari 1% boleh ditulis tidak berurutan;
4. bahan pewarna dapat ditulis tidak berurutan setelah Bahan Kosmetika lain
dengan menggunakan nomor Indeks Pewarna (Color Index/CI) atau nama
bahan pewarna untuk yang tidak mempunyai nomor CI;
5. bahan pewangi atau bahan aromatis dapat menggunakan kata "parfum",
“perfume”, “fragrance”, “aroma” atau “flavor”; dan bahan pewarna yang
digunakan dalam satu seri Kosmetika dekoratif dapat mencantumkan kata
“dapat mengandung”, “may contain” atau “+/-“ pada Penandaan.

2.1.5 Penambahan Pencantuman Pada Kosmetik


1. nama pemberi lisensi, jika Kosmetika dibuat berdasarkan lisensi;
2. nama industri yang melakukan pengemasan primer, jika pengemasan tersebut
dilakukan oleh industri yang berbeda.
Penulisan Satuan
Ditulis dalam satuan sistem metrik atau satuan sistem imperial yang disertai
dengan satuan sistem metrik.
Penulisan Tanggal Kedaluwarsa
1. huruf i ditulis dengan urutan tanggal, bulan, dan tahun atau bulan dan tahun.
2. Penulisan tanggal kedaluwarsa diawali dengan kata “tanggal kedaluwarsa”
atau “baik digunakan sebelum” atau kata dalam bahasa Inggris yang lazim
sesuai dengan kondisi yang dimaksud.

5
2.2.6. Evaluasi
1. Uji organoleptis
Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan dari bentuk,
rasa, bau dan warna sediaan
2. Uji homogenitas
Pengujian dilakukan dengan mengamati sedi aan apakah ada
partikel/endapan pada larutan.
3. Uji pH
Sejumlah larutan dilakukan pengujian dengan mengukur nilai pH dari larutan
tersebut.
4. Uji efektifitas
Pengujian efektifitas dapat dilakukan dengan beberapa metode salah satunya
difusi agar.
5. Uji stabilitas fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pH, viskositas.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan pada beberapa perbedaan suhu.

2.2.7. Langkah Untuk Identifikasi Dalam Menentukan Suatu Produk Sebagai


Kosmetika
1. Komposisi Kosmetika
2. Kosmetika tidak boleh mengandung bahan yang dilarang dan atau melebihi
batas kadar dan/atau tidak sesuai dengan ketentuanyang dipersyaratkan.
3. Area penggunaan Kosmetika
Kosmetika dimaksudkan hanya untuk bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran
mukosa mulut. Produk yang digunakan secara oral, injeksi, atau bersentuhan
dengan bagian lain dari tubuh manusia, misalnya membrane mukosa hidung
atau organ genital bagian dalam, bukan termasukKosmetika.
4. Fungsi Utama Kosmetika
Berfungsi untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan,
memperbaiki bau badan dan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik.
5. Peruntukan produk (product presentation)

6
Kosmetika tidak digunakan untuk mengobati atau mencegah penyakit.
Dengan demikian hal-hal dibawah ini harus diperhatikan sehingga tidak
menyimpang dari peruntukannya sebagai kosmetika:
a. klaim manfaat/kegunaan produk yang dikaitkan dengan jenis kosmetika;
b. bentuk sediaan dan cara penggunaan;
c. Penandaan;
d. materi pendukung;
6. Efek fisiologi produk
Kosmetika mempunyai efek fisiologi yang tidak permanen, dimana untuk
mempertahankan efeknya, beberapa Kosmetika perlu digunakan secara
teratur.

2.1.8 Penggolongan Kosmetika


1. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13
preparat
a. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain.
b. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dan lain-
lain.
c. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dan lain-lain.
d. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan lain-lain.
e. Preparat rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lain-lain.
f. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain.
g. Preparat make up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dan lain-lain.
h. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes,
dan lain-lain.
i. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain-lain.
j. Preparat kuku, misalnya cat kuku, lotion kuku, dan lain-lain.
k. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung,
dan lain-lain
l. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain.
m. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunsreen foundation,
dan lain-lain.

7
2. Penggolongan menurut sifat dan cara pembuatan
a. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern.
b. Kosmetik tradisional
c. Betul-betul tradisional, misalnya mangir lulur, yang dibuat dari bahan
alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun temurun.
d. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar
tahan lama.
e. Hanya nama tradisional saja, tanpa komponen yang benar-benar
tradisional, dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional.
3. Penggolongan menurut kegunaannya bagi kulit
a. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics) Jenis ini perlu untuk
merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya:
 Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing
cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).
 Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya
moisturizer cream, night cream, anti wrinkle cream.
 Kosmetik pelindung kulit,misalnya sunscree cream dan sunscreen
foundation, sun block cream/lotion.
 Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit (peeling),
misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang
berfungsi sebagai pengamplas
b. Kosmetik riasan
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran
zat warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik dekoratif terbagi
menjadi dua golongan, yaitu:
 Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada
permukaan dan pemakaian sebentar, misalnya lipstik, bedak,
pemerah pipi, eye-shadow, dan lain-lain.
 Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam
waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat
rambut, pengeriting rambut, dan lain-lain.

8
2.2 Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB)
Keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor :
HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.

1. CPKB
Merupakan salah satu faktor yang penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik
yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapak CPKB
maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala
besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan
pentahapan yang terprogram.

2. Personalia
Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan
yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup.
Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan
kepadanya.
a. Organisasi, Kualifikasi, dan Tanggung Jawab
 Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu
hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan
tanggungjawab satu sama lain.
 Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan
berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai
kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi
semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi
dan pencatatan.
 Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai
dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi
kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu
meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan
mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi

9
spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang
dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan.
 Hendaknya dijabarkan kewenangan dan tanggungjawab personil-personil lain
yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPKB dengan baik.
 Hendaknya tersedia personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk
melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit
pemeriksaan mutu.
b. Pelatihan
 Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus
dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara
Pembuatan yang Baik. Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih
personil yang bekerja dengan material berbahaya.
 Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan.
 Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi
secara periodik.

3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan
dipelihara sesuai kaidah.
a. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan
sekitar dan hama.
b. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang
mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan
peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan dan
perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur
baur.
c. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.
d. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah
dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi. Apabila
memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain
 Penerimaan material
 Pengambilan contoh material

10
 Penyimpanan barang dating dan karantina
 Gudang bahan awal
 Penimbangan dan penyerahan
 Pengolahan;
 Penyimpanan produk ruahan;
 Pengemasan;.
 Karantina sebelum produk dinyatakan lulus.
 Gudang produk jadi;
 Tempat bongkar muat;
 Laboratorium;
 Tempat pencucian peralatan
e. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah
dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan
yang mudah dibersihkan dan disanitasi.
f. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan
dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka
harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.
g. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya
hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya
pencemaran terhadap produk.
h. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi
yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.
i. Pipa, fitting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus
dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar
dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan.
j. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.
k. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang
sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi.

4. Peralatan
a. Rancang Bangun
 Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh
bereaksi atau menyerap bahan.

11
 Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk
misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau
adaptasi yang tidak salah/tidak tepat.
 Peralatan harus mudah dibersihkan.
 Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus
kedap terhadap ledakan

b. Pemasangan dan Penempatan


 Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan
yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk.
 Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang
sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung.
Saluran ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah
dikenali.
 Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu
udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas
harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi.

c. Pemeliharaan
 Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus
dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan
kalibrasi harus disimpan.
 Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas
diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.

5. Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan hygiene hendaknya mencakup
personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal.
a. Personalia
 Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara

12
teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan proses
pembuatan. Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan.
 Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita luka
terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan menangani
bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses dan produk jadi.
 Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk
mencegah terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan pakaian kerja,
tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya.
 Merokok, makan-minum, mengunyah atau menyimpan makanan, minuman,
rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminas.
 Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan
higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai.

b. Bangunan
 Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang
terpisah dari area produksi dan Hendaklah tersedia locker di lokasi yang
tepat untuk tempat ganti pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-
barang lain milik karyawan.
 Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk
selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area
produksi
 Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh
mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang masih
dalam proses dan produk jadi.
c. Peralatan dan perlengkapan
 Peralatan / perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih.
Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara
bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat
mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.

13
6. Produksi
Bahan Awal
a. A i r
 Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting.
Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat
memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi
sesuai Prosedur Tetap.
 Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air
minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobiologi harus
dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan
harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.
 Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi
tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun
pendistribusian harus dipelihara dengan baik.
 Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari
stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.

b. Verifikasi Material (bahan)


 Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah
diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi
yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya.
 Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai
pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan
lulus sebelum digunakan.
 Bahan awal harus diberi label yang jelas.
 Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan
terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.

c. Pencatatan Bahan
 Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama
bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal
penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.

14
 Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan
diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya

d. Material Ditolak
Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan
untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.

e. Sistem pemberian nomor bets


 Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi
nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan
penelusuran kembali riwayat produk.
 Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk
produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan.
 Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan
bungkus luar.
 Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara.

f. Penimbangan dan pengukuran


 Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan
peralatan yang telah dikalibrasi.
 Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan
dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda

g. Pelabelan dan Pengemasan


 Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan
harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan
pengemasan sebelumnya harus dipindahkan.
 Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil
contoh secara acak dan diperiksa.
 Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk
mencegah campur baur.

15
 Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatat.
Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih lanjut sesuai
dengan Prosedur Tetap.

7. Pengawasan Mutu
Pendahuluan
Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi jaminan
konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan.
a. Hendaknya diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa produk
dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta kondisi
pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap.
b. Pengawasan mutu meliputi:
 Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan
awal produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai
spesifikasi yang ditetapkan.
 Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program
pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran,
penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi
agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan.
c. Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi
kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil
senantiasa sesuai dengan indentitas dan kualitas bets yang diterima

Pengolahan Ulang
a. Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin agar
pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk.
b. Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil pengolahan
ulang.

Produk Kembalian
a. Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat yang
dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindah-pindah misalnya
pembatas dari bahan pita, rantai atau tali.

16
b. Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu, disamping
evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali
c. Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak.
d. Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap.
e. Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara.

8. Dokumentasi
Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal
sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi
pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik
lain yang terkait dengan CPKB.

9. Audit Internal
Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari
aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu.
Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal
yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat
diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat
pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.

10. Penyimpanan
 Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang
memadai, Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk
menjamin kondisi penyimpanan yang baik.
 Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material
dan produk dari pengaruh cuaca.
 Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas dan
Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman.

11. Kontrak Produksi dan Pengujian


Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas dijabarkan,
disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam penafsiran
di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu produk atau

17
pekerjaan.Dalam hal kontrak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu
produk, tetap merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Penerima kontrak hanya
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian.

12. Penanganan keluhan dan penarikan produk


a. Penanganan keluhan
 Hendaknya ditentukan Personil yang bertanggungjawab untuk menangani
keluhan dan menentukan upaya pengatasannnya
 Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil,
termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall),
 Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan masalah
spesifik atau masalah yang berulang
b. Penarikan produk
 Hendaknya dibuat sistem dan ditunjuk personil penarikan kembali dari
peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga bermasalah.
 Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara
periodik ditinjau kembali.
 Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan
dibuat laporan akhir , meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan
ditemukan kembali.
 Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya
dievaluasi dari waktu ke waktu.

2.3. Larutan
2.3.1. Kandungan Umum Formulasi Larutan
1. zat aktif
2. pelarut
3. pelarut pembantu
4. pengawet
5. pendapar
6. pengaroma dan pewarna
7. antioksidan dan sebagainya

18
2.3.2. Hal yang Diperlukan Dalam Pembuatan Larutan/Solutio
1. untuk mempercepat melarutnya obat dapat digunakan beberapa cara seperti
menggunakan panas, mengecilkan ukuran partikel zat, menggunakan pelarut
pembant mapun membantu kelarutan dengan melakukan pengadukan.
2. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat larutan
a. kelarutan zat aktif harus jelas dan bisa larut
b. kestabilan zat aktif dalam larutan/pelarut maupun kosolven harus baik
c. dosis takaran tepat
d. penyimpanan yang sesuai

2.3.3 Penggolongan Bentuk Sediaan Larutan


1. Larutan Oral
larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma,
pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven-air.
Larutan oral dapat diformulasikan untuk diberikan langsung secara oral
kepada pasien atau dalam bentuk lebih pekat yang harus diencerkan lebih
dulu sebelum diberikan. Penting untuk diketahui bahwa pengenceran
larutan oral dengan air yang mengandung kosolven seperti etanol, dapat
menyebabkan pengendapan bahan terlarut. Jika terdapat kosolven,
pengenceran larutan pekat perlu berhati-hati.

2. Eliksir
larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven .Banyak lainnya
dinyatakan sebagai larutan oral, juga mengandung etanol dalam jumlah
yang berarti. Karena kadar etanol tinggi dapat menimbulkan efek
farmakologi jika diberikan secara oral, dapat digunakan kosolven lain
seperti gliserin dan propilenglikol, untuk mengurangi jumlah etanol yang
diperlukan. Untuk dapat menyatakan sebagai Eliksir, larutan harus
mengandung etanol.

3. Larutan Topikal
Larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung
pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada

19
kulit, atau dalam hal Larutan Lidokain Oral Topikal, untuk penggunaan
pada permukaan mukosa mulut. Istilah Lotio digunakan untuk larutan
atau suspensi yang digunakan secara topikal.
4. Tingtur
Tingtur adalah larutan mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat
dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia. Jumlah obat dalam tingtur
yang berbeda tidak selalu seragam tetapi bervariasi, sesuai dengan
masingmasing standar yang telah ditetapkan. Secara tradisional tingtur
tumbuhan berkhasiat obat menunjukkan aktivitas dari 10 g obat dalam
tiap 100ml tingtur, potensi ditetapkan setelah dilakukan penetapam
kadar. Sebagian besar tingtur tumbuhan lain mengandung 20 g bahan
tumbuhan dalam 100 ml tingtur.

5. Air Aromatik
Air aromatik Kecuali dinyatakan lain Air aromatic adalah larutan jernih
dan jenuh dalam air, dari minyak mudah menguap atau senyawa
aromatik atau bahan mudah menguap lain. Bau dan rasanya mirip
dengan obat atau senyawa mudah menguap yang ditambahkan, dan
bebas dari bau empirematik dan bau asing lain. Air aromatik dapat
dibuat secara destilasi atau dari larutan senyawa aromatik, dengan atau
tanpa menggunakan bahan pendispersi. Air aromatik perlu disimpan
terlindung cahaya dan panas berlebih

20
6. Contoh formulasi obat kumur

Contoh Standar Formulasi Obat Kumur (kosmetik Obat Kumur bebas


alkohol) dan obat kumur antimikroba mengandung alkohol
Bahan % Bahan %
Air 86.01 Air 76.18

Asam benzoat 0.04 Gliserin 8.00

Natrium benzoat 0.15 Natrium benzoate 0.10


Asam benzoate 0.04
Poloxamer 407 1.25
Natrium sakarin 0.08
Gliserin 12.00
Cetylpyridinum klorida 0.05
Natrium sakarin 0.05
FD&C Blue No.1 0.0002
FD&C Blue No.1 0.0002
SDA alcohol 38-B 15.00
Perasa 0.25 Perasa 0.25
Polisorbat 20 0.25 Polisorbat 80 0.30

21
BAB III
PEMBAHASAN

Pembuatan obat yang dilakukan oleh industri farmasi di bidang kosmetik di Indonesia
mengikuti pedoman yang dikeluarkan oleh Badan POM. Pedoman tersebut dikenal dengan
Cara Pembuatan Kosmetik yang baik. Aspek-aspek CPKB yang harus diterapkan di industri
farmasi adalah manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene,
produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan terhadap keluhan obat,
penarikan obat yang beredar dan obat kembalian, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
dokumentasi, serta
kualifikasi dan validasi.

Komponen Kosmetik larutan (Obat kumur) yang baik


a. Pelarut
Air merupakan bahan utama yang harus disipkan, Air dimurnikan, didestilasi atau
deionisasi berkualitas tinggi biassanya untuk menghindari interaksi dengan bahan-
bahan lain dan memberikan untuk permulaan pembuatan obat kumur.adalah basis
normal untuk obat kumur.

b. Perasa
Rasa adalah alasan untuk pilihan obat kumur oleh sebagian besar konsumen.
Campuran rasa banyak termodifikasi seperti bunga, obat (fenolik). Perasa dapat
bertindak untuk menutupi rasa atau memodifikasi bau mulut. Bahan fenolik sperti
timol, eucalyptol, metil salisilat dan mentol. Bahan-bahan ini digunakan dalam
membunuh kuman yang menyebabkan bau mulut,plak.

c. Humektan
Humektan digunakan dalam membantu dalam obat kumur untuk membantu
solubilisasi dari rasa, untuk mengubah rasa mulut, untuk menambah rasa manis,
mengurangi resiko mikroba untuk tumbuh.

22
d. Solubilizer/ emulsifier
Untuk memperoleh produk akhir , formulasi obat kumur menggunakan pengemulsi
atau pelarut untuk menggabungkan rasa dari bahan yang tidak larut. Contoh:
poloxamer 407, poloxamer 338, poloxamer 124.

e. Antimikroba
Antimikroba berfungsi untuk mengurangi bau mulut, plak dan gingivitis. Cationic
quartenary antibacterials pada penggunaan terbatas untuk cetylpyridinum chloride
(CDC) dan domiphen bromide. Tetapi CPC juga dapat digunakan secara tunggal
sebagai antibakteri.

f. Buffer
Buffer digunakan dalam beberapa produk untuk menjaga pH dalam kisaran stabil atau
meningkatkan efektifitas produk tertentu. Contoh : natrium benzoate, natrium fosfat,
dinatrium fosfat.

g. Bahan lainnya
Bahan lainya dalam obat kumur seperti surfaktan, antibakteri lainnya, pengawet
bahkan ekstrak biologi.

23
Formulasi Obat Kumur

Komponen Formula I
Zat Aktif - Minyak atsiri temulawak : 10 ml
Zat Tambahan - Propilen glikol : 5 ml
- PEG 40 : 1 gram
- Oleum minthe :10 tetes
- Asam benzoate: 5 mg
- Natrium benzoate : 2 gram
- Kalsium laktat: 50 mg
- Kalsium tiosional : 100 mg
- Xylitol : 300 mg
- Sorbitol 70% : 15 ml
- Laktoperisidase : 0,05 mg/ml
- Laktoferin : 0,4 mg/ml
- Glukosa oksidase : 20 mg
- Lisozim 50 mg
- Butyl hudroksi anisol: 20mg
- Aquadest ad 100ml
Peralatan - Timbangan analitik
- pH meter tipe 510
- lemari pendingin
- autoklaf
- Laminar Air Flow
- Alat Vortex
- Alat-alat gelas
Metode pembuatan obat kumur Pencampuran (mixing)
Evaluasi - pengamatan organoleptis
- pemeriksaan pH
- uji stabilitas fisik sediaan
(penyimpanan pada suhu kamar,
penyimpanan pada suhu tinggi,
penyimpanan pada suhu rendah).

24
Pembuatan obat kumur dilakukan dengan:
a. pembuatan fase larut air yaitu dengan dilarutkannya bahan-bahan yang larut dalam air
masing-masing seperti Xylitol, kalsium laktat, dan kalium tiosianat. Kemudia larutkan
bahan-bahan tersebut bersama-sama sampai homogeny.
b. Bahan-bahan yang kurang larut dalam air (asam benzoate, minyak atsiri temulawak,
butyl hidroksi, anisol) dilarutkan dengan oleum menthe.
c. Kemudian bahan b diemulsikan dengan PEG-40 hydrogenated castor oil. Kemudian
propilenglikol ditambahkan sedikit demi sedikit dan diaduk hingga homogen.
d. Bahan a ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam sediaan setelah itu diaduk
homogen.
e. Enzim-enzim dilarutkan masing-masing dengan aquadest lalu ditambahkan kedalam
bahan d
f. Natrium benzoate dilarutkan dengan air sampai larut dan homogen setelah itu
dicampurkan ke bahan c hingga mencapai pH 6-7.
Pengamatan organoleptis menghasilkan warna yang bening serta berbau mint. Kemudian
dilanjutkan pada pengujian pH pada obat kumur tersebut dimana pH yang dihasilkan 6,21 hal
ini masuk dalam kategori pada parameter pH untuk sediaan obat kumur yaitu 6-7. Hal ini
dimaksudkan agar obat kumur tersebut tidak bersifat asam sehingga dapat menyebabkan
korosif pada gigi dan jika terlalu basa dapat menganggu pengecapan.
Uji stabilitas fisik obat kumur dilakukan dengan 3 suhu yaitu suhu kamar (28 0C ± 20C),
suhu tinggi (40 0C± 20C) dan suhu rendah (4 0C± 20C). perbedaan suhu ini bertujuan untuk
membandingkan kestabilan fisik dari sediaan pada kondisi yang berbeda. Pada penyimpanan
disuhu tinggi, sampel disimpan didalam oven yang diatur suhunya. Sedangkan pada sampel
dengan suhu rendah disimpan dilemari es. Pada penyimpanan tersebut mengalami penurunan
suhu 8-10% . Pada pengamatan secara visual kondisi fisik dari sediaan tersebut cukup stabil,
adapun perubahan warna pada sediaan mungkin disebabkan oleh tidak stabilnya minyak atsiri
terhadap paparan cahaya dan perubahan suhu yang tidak konstan.

25
ALUR PRODUKSI KOSMETIK LARUTAN
Alur Produksi Pembuatan Kosmetik

Personalia Barang
Masuk
Gudang

Barang
Ditolak

Ruang Tempat Cek


Antara Barang

Pintu Masuk
( Personalia )

Gudang
Penyimpanan Secondary Proses
Tempat
Penimbangan
Packaging Penerimaan
Produk Packaging Produksi
Barang

Produk
Jadi

Sistem manajemen mutu pembuatan kosmetik larutan yang baik didukung oleh personil
yang terkualifikasi yang ada disetiap departemen dengan pembagian tanggung jawab yang adil
dan sesuai dengan kapasitasnya. Setiap bidang pekerjaan memiliki job description masing-
masing yang jelas dan rinci. Karyawan yang membutuhkan keahlian khusus diberikan
pelatihan khusus untuk pemahaman teori dan pelaksanaan kualifikasi untuk pemahaman cara
prakteknya, seperti pelatihan keselamatan kerja, dan lain-lain. Personil Kunci mencakup kepala
bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian
Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan
Mutu harus independen satu terhadap yang lain.
Alur manusia dan alur bahan harus terpisah untuk menghindari kontaminasi silang untuk
produk yang akan dihasilkan. Pada alur personil harus ada ruang antara yang digunakan untuk
mengganti pakaian dan menggunakan APD lengkap (penutup kepala, masker, sarung tangan
dan sepatu sesuai tempat produksinya) untuk mencegah kontaminasi dari personil ke produk
maupun dari produk ke personil.
Pada alur masuk untuk bahan, bahan didapat dari pemasok yang telah di setujui dan
memenuhi spesifikasi yang baik, bahan yang diterima dari pemasok hendak lah diperiksa untuk
memastikan kesesuaiannya dengan pemesanan. Wadah yang akan digunakan hendaklah

26
dibersihkan dan bilamana perlu diberi penandaan dengan data yang sesuai. Kerusakan wadah
dan masalah lain yang dapat berdampak buruk terhadap mutu bahan. Bahan yang diterima
dikarantina secara administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus
untuk pemakaian oleh QC yang seorang apoteker. Semua bahan disimpan secara teratur pada
kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatannya dan diatur sedemikian agar ada pemisahan
antar bets dan memudahkan rotasi stock. Bahan yang sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan CPKB selanjutnya disimpan di gudang tempat penerimaan bahan, dan untuk bahan
yang ditolak hendaklah diberi penandaan, ditempatkan terpisah dan dimusnahkan atau
dikembalikan kepada pemasoknya, bahan yang ditolak sebelum dikembalikan atau
dimushnahkan, disimpan dalam gudang bahan ditolak. Penyerahan bahan awal untuk
diproduksi hendaklah dilakukan hanya oleh personil yang berwenang sesuai dengan prosedur
yang telah disetujui.
Selanjutnya yaitu dilakukan penimbangan, alat yang digunakan untuk menimbang
hendaklah di validasi setiap hari sebelum dipakai untuk membuktikan bahwa kapasitas,
ketelitian dan ketepatannya memenuhi persyaratan sesuai dengan jumlah bahan yang akan
ditimbang.
Proses Produksi, pada proses produksi yang sesuai dengan standar CPKB harus
dilengkapi dengan kriteria Bangunan dan fasilitas harus memiliki desain, ukuran, dan
konstruksi serta letak strategis yang sesuai dengan kebutuhan produksi dan bentuk sediaan
yang dibuat. Ruangan-ruangan dibuat terpisah dan masing-masing dirancang untuk setiap satu
proses dan produk, agar efisien dalam bekerja dan mencegah kontaminasi silang. Desain dari
dinding bangunan berbentuk lengkungan sehingga mudah untuk pembersihan, sanitasi dan
perawatan. Selain itu, perlindungan dari adanya serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau
hewan lain. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban, dan ventilasi harus diatur
dengan baik pada bangunan dan fasilitas agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan
penyimpanan kosmetik larutan. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kosmetik larutan
contoh sediaannya yaitu obat kumur memiliki desain dan konstruksi yang sesuai dengan
fungsinya, ukuran yang memadai, telah terkualifikasi dengan baik, dan mudah dalam
pembersihan serta perawatan. Permukaan peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan
awal, produk antara atau produk jadi terbuat dari stainless steel sehingga tidak menimbulkan
reaksi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk. Peralatan yang
digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat diperiksa ketepatannya dan
dikalibrasi sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi

27
selanjutnya didokumentasikan dan disimpan dengan baik. Setiap mesin dan peralatan harus
memiliki log book yang memuat data, kapan mesin digunakan, siapa yang menggunakan,
digunakan untuk produk apa dan nomor bets berapa, kapan mesin dibersihkan, siapa yang
membersihkan, bagaimana cara pembersihannya. Mesin dan peralatan yang telah dibersihkan
dan dikeringkan, diberi label penandaan (label status kebersihan) yang menandakan mesin itu
sudah bersih dan siap pakai untuk proses produksi selanjutnya. lantai eksposisi, dinding beton,
siku-siku ruangan yang melengkung, atap yang mudah dibersihkan, penerangan dan ventilasi
udara. Personil yang melakukan proses produksi haruslah personil yang memiliki kualifikasi
di bidangnya, seperti pada proses pengawasan mutu dilakukan oleh seorang Apoteker, proses
pemastian mutu dilakukan oleh seorang Apoteker, dan bagian pemeriksaan bahan baku yang
akan di produksi dilakukan oleh bagian RnD yang ketuanya adalah seorang Apoteker.
Pengemasan, sebelum kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan pemeriksaan
untuk memastikan bahwa area kerja dan peralatan telah bersih serta bebas dari produk lain, sisa
produk lain, atau dokumen lain yang tidak diperlukan untuk kegiatan pengemasan yang
bersangkutan. Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan dibawah pengendalian yang ketat
untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Bahan kemas
berfungsi melindungi obat kumur terhadap kerusakan fisik air, oksigen dan sinar. Bahan
kemasan yang digunakan pada obat kumur meliputi etiket, plastik, karton, isolasi dan lakban.
Setiap karyawan harus melakukan prosedur personal hygiene seperti mencuci tangan
sebelum masuk ke ruang produksi, memakai pakaian produksi dengan benar, tidak memakai
perhiasan dan make up berlebihan ketika masuk ke ruang produksi, dan lain-lain. Setiap
perpindahan area personil diwajibkan mengganti pakaiannya atau menggunakan pakaian
pelindung khusus tambahan, termasuk penutup kepala dan penutup sepatu untuk mencegah
kontaminasi. Sentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan tidak
diperbolehkan sehingga operator diwajibkan mengenakan sarung tangan ketika bekerja. Sarung
tangan ketika bekerja di suatu ruangan juga tidak boleh di bawa ke ruangan lain untuk
menghindari kontaminasi silang. Tidak boleh membawa makanan/minuman dan merokok di
dalam ruang produksi.
Produksi dilaksanakan oleh operator dan diawasi oleh personil yang kompeten, mulai
dari line leader, foreman, maupun supervisor. Pengadaan bahan awal yang terdiri dari bahan
baku dan bahan pengemas dibeli dari agen atau supplier yang telah dievaluasi dan disetujui
oleh QA agar dipastikan mutunya selalu terjaga. Pemeriksaan penerimaan bahan awal melipiuti
pemeriksaan dokumen pengiriman, periksa keutuhan kemasan, lalu dibersihkan wadah luar,

28
diletakkan di area karantina, pemeriksaan sampel bahan awal oleh QC. Bahan awal disimpan
di gudang (warehouse) yang luas dan selalu dijaga kebersihannya. Ruang penyimpanan bahan
awal diklasifikasikan berdasarkan sifat tiap bahan awal, yaitu ruang khusus bahan yang mudah

terbakar, temperatur ruang (> 25- 30OC), ruang suhu sejuk (15-25OC atau AC Room) dan

ruang dingin (2-8OC/ cool room). Ruang penyimpanan bahan awal juga dikendalikan cahaya
dan kelembabannya. Pengeluaran bahan awal dari gudang menggunakan sistem FEFO (First
Expired First Out), artinya bahan awal yang digunakan terlebih dahulu yang datangnya awal
dan masa expirednya yang lebih cepat. Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk diterapkan,
harus dibuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin dan proses yang
telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan akan
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dengan cara validasi
proses. Setelah validasi proses lalu dilakukan sistem penomoran bets menjelaskan tahun dan
bulan pembuatan serta nomor bets dan lot produk tertentu. Sebelum kegiatan pengolahan
dimulai, operator mempersiapkan jalur pengolahan untuk memastikan bahwa area
pengolahan dan peralatan bersih serta bebas dari bahan awal, produk atau dokumen yang tidak
diperlukan untuk kegiatan pengolahan yang akan dilakukan. Semua peralatan yang dipakai
dalam pengolahan diperiksa sebelum digunakan. Sebelum digunakan, baik ruangan, mesin, dan
peralatan dinyatakan bersih secara tertulis pada label kebersihan untuk masing-masing
ruangan, mesin, dan peralatan. Pada setiap ruangan yang sedang digunakan untuk pengolahan
harus dilengkapi dengan label In Process yang menyatakan nama produk yang sedang diolah,
nomer bets, dan kuantitasnya. Selanjutnya dilakukan prosen pengemasan, rincian pelaksanaan
pengemasan dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Terdapat prosedur tertulis yang
menjelaskan teknik pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan
selama proses dari tiap bets produk yang dilaksanakan sesuai dengan metode harus disetujui
oleh kepala bagian Pemastian Mutu (QA Section Head) dan hasilnya didokumentasikan.
Selama proses pengolahan dan pengemasan bets ambil sampel pada awal, tengah, dan akhir
proses oleh personil yang terkualifikasi. Hasil pengujian/inspeksi selama proses dicatat dan
dokumen tersebut menjadi bagian dari catatan bets.
Pengawasan mutu dilakukan untuk memastikan bahwa kualitas obat yang dihasilkan
selalu konsisten memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Laboratorium kimia dan
mikrobiologi dirancang dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk
menunjang pemeriksaan kemasan, bahan awal, produk ruahan, maupun produk jadi. Dalam
laboratorium tersebut, terdapat beberapa ruang untuk masing-masing kegiatan yang berbeda,

29
yaitu ruang untuk laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, ruangan instrumen, ruangan
timbang, lemari asam, ruang cuci, dan ruang administrasi.
Semua keluhan yang berasal dari luar perusahaan seperti distributor, dokter, pasien,
apoteker, rumah sakit atau klinik, pemerintah (BPOM), dan media massa, pertama-tama akan
ditangani oleh bagian marketting yang akan menyaring keluhan tersebut. Laporan kemudian
dikirim ke bagian QA beserta dengan obatnya. Setelah diketahui penyebabnya, maka dibuat
laporan dan dikirimkan ke bagian marketing agar dapat disampaikan kepada customer. Setiap
masalah kualitas harus diberitahukan kepada QA Section Head, kemudian akan dilakukan
pengkajian ulang apakah masalah tersebut berpotensi menyebabkan penarikan produk. QA
Section Head kemudian segera melaporkan kepada manajer QO dan direktur Tecnical
Operation jika ada potensi penarikan produk. Bila dianggap berpotensi terjadinya penarikan
produk, maka harus segera diadakan investigasi untuk mengetahui uraian mengenai produk,
bets-bets terkait sumber produk serta rincian masalah yang berpotensi penarikan produk
tersebut. marketing yang kemudian akan menarik produk tersebut. Dalam penanganan
produk kembalian, QA bertanggung jawab untuk memeriksa kondisi fisik produk kembalian
dan dokumen yang menyertainya, menyaksikan dan membuat berita acara proses pemusnahan,
membuat label hold untuk produk re-stock atau label reject untuk produk expired, defective
dan damage.

30
ALUR PRODUKSI OBAT KUMUR

penimbangan bahan

pencampuran (mixing)

penyaringan (filtrasi)
Cek IPC:
Organoleptis
Cek IPC: pH
Penampilan pengisian dan penutupan Uji stabilitas fisik
Kebocoran botol (filing & cropping)
Volume
Cek IPC:
Labeling Penampilan
kelengkapan
Penandaan

pengemasan sekunder Cek IPC:


Penampilan
kelengkapan
Penandaan
ruangan penyimpanan

Pada pembuatan obat kumur dimulai dari proses persetujuan bahan baku oleh bagian
pengawasan mutu (Quality Control) yang dipimpin oleh apoteker, kemudian disesuaikan mutu
bahan baku dan kesesuaian dengan pemesanan. Bahan yang diterima hendaklah dikarantina
secara administratif segera setelah diterima, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian.
kemudian pada manajemen mutu yang terdiri dari pemastian mutu yang bertugas dalam
memastikan sistem tersebut berjalan dengan benar serta memastikan kosmetik larutan tersebut
memenuhi persyaratan mutu dan pengawasan mutu yang yang bertugas memastikan bahan
dan produk larutan kosmetik memenuhi persyaratan mutu yang memutuskan apakah kosmetik
larutan tersebut diterima atau ditolak pada hal ini dilakukan oleh seorang Apoteker dengan

31
jumlah apoteker yang diperlukan yaitu minimal 2 orang pada bidang produksi dan pengawasan
mutu.Tahap proses awal produksi obat kumur dilakukan dengan persiapan bahan baku terlebih
dahulu, dimana bahan baku di peroleh pemasok yang telah di setujui dan memenuhi spesifikasi
yang relevan. Semua bahan baku sudah disiapkan di rak bahan baku sesuai dengan komposisi
yang digunakan. Pada pembuatan formulasi sediaan dilakukan oleh apoteker sebagai kepala
bagian yaitu apoteker pada bidang pemastian mutu dan pengawasan mutu dan manajer
produksi
Sebelum penimbangan, harus dilakukan penyerahan, tiap wadah bahan dan diperiksa
kebenaran penandaan, termasuk label pelulusan dari bagian Pengawasan Mutu (Quality
Control). Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang dan alat ukur yang dipakai harus
sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar. Untuk tiap penimbangan atau
pengukuran dilakukan pembuktian kebenaran identitas dan jumlah bahan yang ditimbang atau
diukur oleh dua orang personil yang kompeten dan pembuktian tersebut dicatat. Kegiatan
penimbangan dan penyerahan harus dilakukan dengan memakai peralatan yang sesuai dan
bersih, sesudah ditimbang atau dihitung, bahan untuk tiap bets hendaklah disimpan dalam satu
kelompok dan diberi penandaan yang jelas.
Pencampuran bahan baku pembuatan obat kumur dengan cara pencampuran bahan-bahan
yang sebelumnya sudah divalidasi, proses pencampuran bahan-bahan dalam produksi obat
kumur harus diperhatikan kelarutan dari obat kumur karena tingkat kelarutan dan homogenitas
dari larutan tersebut yang akan menentukan kualitas dari produk yang dihasilkan selanjutnya
dilakukan proses penyaringan untuk sediaan obat kumur yang telah dilakukan pencampuran
tersebut yang bertujuan agar partikel-partikel yang tidak dinginkan dapat dipisahkan dari
larutan tersebut serta untuk memastikan mutu obat cair tersebut. Setelah dilakukan penyaringan
dilakukan pengujian yang meliputi organoleptis, pH dan stabilitas dari obat kumur tersebut
yang dilakukan oleh bagian Quality Control (Apoteker).
Selanjutnya dilakukan pengisian dan penutupan kemasan yang dilakukan pengujian
terhadap penampilan, volume serta kebocoran yang dilakukan oleh Apoteker, jika memenuhi
persyaratan maka produk tersebut siap untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu pelabelan.
Proses pelabelan harus sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan serta label yang digunakan
harus terlah di setujui oleh BPOM sehingga dapat digunakan desain label yang telah disetujui
tersebut. Pada proses pelabelan dilakukan pengecekan oleh apoteker yang meliputi penampilan
kelengkapan dan penandaan. Pengemasan sekunder dilakukan juga terhadap pengujian
penampilan, penandaan dan kelengkapan, pengemasan tersebut dilakukan pengkontrolan oleh
seorang apoteker sehingga setelah dilakukan pengkontrolan. Pengemasan bertujuan untuk

32
melindungi obat kumur dari kemungkinan tercemar atau rusak , kelembapan oksigen di udara,
dan sinar matahari atau sinar lainnya. Selain itu, pengemas berfungsi memberikan informasi
kepada konsumen, seperti kode produksi, tanggal kadaluarsa, komposisi bahan, nomor izin
Depkes RI dan kelengkapan informasi lainnya yang menunjukkan spesifikasi produk di
dalamnya. Jika proses pengemasan sudah selesai selanjutnya dilakukan pengecekan oleh
Quality Control (QC). Pengecekan meliputi berat tiap karton dan kesesuaian antara karton dan
etiket. Kemudian hasil proses tersebut di dokumentasi sebagai sistem informasi untuk
manajemen yang meliputi spesifikasi produk, label/etiket, pelaksanaan, pengendalian serta
evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat kumur. Setelah itu obat kumur siap untuk
di distribukan.

33
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Cara produksi kosmetika larutan yang baik,
Dimulai dari bahan baku yang diperoleh dari produsen dilakukan pengecekan
bahan baku oleh apoteker apabila bahan baku memenuhi persyaratan maka akan
dimasukan kedalam ruang penyimpanan, jika tidak memenuhi persyaratan maka
akan diletakkan pada ruang karantina untuk bahan baku yang memenuhi syarat pada
kosmetik larutan haruslah sesuai dengan ketentuan standar misalnya dari fisik bahan
baku tersebut. personalia yang bertanggung jawab dalam proses produksi adalah
personil yang memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan oleh CPMB yaitu untuk
bagian manajemen mutu, pemastian mutu dan RnD yang menjadi ketua adalah
seorang Apoteker.
Pada pembuatan formulasi sediaan dilakukan oleh apoteker sebagai kepala
bagian yaitu apoteker pada bidang pemastian mutu dan pengawasan mutu dan
manajer produksi . kemudian pada manajemen mutu yang terdiri dari pemastian mutu
yang bertugas dalam memastikan sistem tersebut berjalan dengan benar serta
memastikan kosmetik larutan tersebut memenuhi persyaratan mutu dan pengawasan
mutu yang yang bertugas memastikan bahan dan produk larutan kosmetik memenuhi
persyaratan mutu yang memutuskan apakah kosmetik larutan tersebut diterima atau
ditolak pada hal ini dilakukan oleh seorang Apoteker dengan jumlah apoteker yang
diperlukan yaitu minimal 2 orang pada bidang produksi dan pengawasan mutu.
Pada personalia haruslah yang sehat, terkualifikasi, dan dalam jumlah yang
memadai agar proses produksi tersebut dapat berjalan dengan baik. Disampig itu
kekurangan jumlah karyawan bisa mengakibatkan kerja lembur sehingga
menimbulkan kelelahan fisik yang berdampak pada proses produksi.
Bangunan yang dibuat harus memiliki ukuran,rancangan yang sesuai dengan
ketentuan dinding ruang produksi tidak boleh banyak lekukan sudut, bangunan ruang
produksi termasuk kelas III yang merupakan bukan untuk sediaan steril (Grey Area).
Sedangkan pada peralatan yang akan digunakan dilakukan kalibrasi alat yang
bertujuan untuk mutu yang dihasilkan dapat terjamin serta proses produksi kosmetik
larutan dapat sesuai. Dari segi sanitasi dan hygiene harus diterapkan dalam
pembuatan kosmetik larutan, ruang lingkup meliputi persoanlia yang harus sehat,

34
bangunan dan peralatan serta bahan kosmetik larutan yang harus dijaga kebersihan
melalui pembersihan yang baik untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang.
Proses produksi dilakukan pada ruangan yang dengan kriteria ruangan yang
terkontrol (ruang kontrol udara) proses produksi kosmetik larutan dilakukan dengan
pemilihan metode pembuatan harus dapat melarutkan sediaan kosmetik larutan pada
zat aktif maupun zat tambahan, pemilihan formula harus dilakukan dengan baik yang
dapat dilakukan oleh kepala bagian seperti apoteker. Pengawasan mutu kosmetik
larutan dilakukan oleh apoteker untuk memastikan mutu kosmetik larutan memenuhi
persyaratan mutu.
Produk yang memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan
dan pengemasan selanjutnya disimpan dalam gudang penyimpanan sebelum
diluluskan oleh bagian manajemen mutu yang dipimpin oleh apoteker untuk
didistribusikan ke konsumen
2. Cara produksi obat kumur yang baik,
Dimulai dari bahan baku yang diperoleh dari produsen dilakukan pengecekan
bahan baku oleh apoteker apabila bahan baku memenuhi persyaratan maka akan
dimasukan kedalam ruang penyimpanan, jika tidak memenuhi persyaratan maka akan
diletakkan pada ruang karantina untuk bahan baku yang memenuhi syarat pada obat
kumur haruslah sesuai dengan ketentuan standar misalnya dari fisik bahan baku
tersebut.
pada pembuatan formulasi sediaan dilakukan oleh apoteker sebagai kepala
bagian yaitu apoteker pada bidang pemastian mutu dan pengawasan mutu dan
manajer produksi . kemudian pada manajemen mutu yang terdiri dari pemastian mutu
yang bertugas dalam memastikan sistem tersebut berjalan dengan benar serta
memastikan kosmetik larutan tersebut memenuhi persyaratan mutu dan pengawasan
mutu yang yang bertugas memastikan bahan dan produk larutan kosmetik memenuhi
persyaratan mutu yang memutuskan apakah obat kumur tersebut diterima atau ditolak
pada hal ini dilakukan oleh seorang Apoteker dengan jumlah apoteker yang
diperlukan yaitu minimal 2 orang pada bidang produksi dan pengawasan mutu.
pada personalia haruslah yang sehat, terkualifikasi, dan dalam jumlah yang
memadai agar proses produksi tersebut dapat berjalan dengan baik. Disampig itu
kekurangan jumlah karyawan bisa mengakibatkan kerja lembur sehingga
menimbulkan kelelahan fisik yang berdampak pada proses produksi. Bangunan yang
dibuat harus memiliki ukuran,rancangan yang sesuai dengan ketentuan dinding ruang

35
produksi tidak boleh banyak lekukan sudut, bangunan ruang produksi termasuk kelas
III yang merupakan bukan untuk sediaan steril (Grey Area).
Sedangkan pada peralatan yang akan digunakan dilakukan kalibrasi alat yang
bertujuan untuk mutu obat kumur yang dihasilkan dapat terjamin serta proses
produksi obat kumur dapat sesuai. Dari segi sanitasi dan hygiene harus diterapkan
dalam pembuatan obat kumur, ruang lingkup meliputi persoanlia yang harus sehat,
bangunan dan peralatan serta bahan obat kumur yang harus dijaga kebersihan melalui
pembersihan yang baik untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang.
Proses produksi dilakukan pada ruangan yang dengan kriteria ruangan yang
terkontrol (ruang kontrol udara) proses produksi obat kumur dilakukan dengan
pemilihan metode pembuatan salah satunya pencampuran yang bertujuan untuk
meningkatkan kelarutan dari zat aktif tersebut maupun zat tambahan, pemilihan
formula obat kumur harus dilakukan dengan baik yang dapat dilakukan oleh kepala
bagian seperti apoteker. Pengawasan mutu kosmetik larutan dilakukan oleh apoteker
untuk memastikan mutu obat kumur memenuhi persyaratan mutu.
4.2 Saran
1. Pembuatan kosmetik harus sesuai dengan standar CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik
yang Benar)
2. Penambahan Komponen Formulasi sediaan larutan harus diperhatikan terutama
pengaruhnya terhadap kelarutan suatu zat berkhasiat.

36
DISKUSI:
1. Riana (kelompok 17)
Bagaimana kriteria pH yang digunakan untuk sediaan obat kumur? Serta bagaimana
karakteristik obat kumur yang baik?
Jawab: pada pengujian pH pada obat kumur tersebut dimana pH sediaan obat kumur yaitu
6-7. Hal ini dimaksudkan agar obat kumur tersebut tidak bersifat asam sehingga dapat
menyebabkan korosif pada gigi dan jika terlalu basa dapat menganggu pengecapan.
Karakteristik obat kumur yang baik yaitu:
a. Membasmi kuman yang menyebabkan gangguan kesehatan mulut dan gigi
b. Tidak menyebabkan iritasi
c. Tidak mengubah indera perasa
d. Tidak menganggu keseimbangan flora mulut
e. Tidak meningkatkan resistensi mikroba
f. Tidak menimbulkan noda pada gigi
2. Siti aisyah (kelompok 12)
Siapa yang bertanggung jawab untuk penanganan limbah kosmetik dan bagaimana caranya
menangani limbah kosmetik?
Jawab :
General Affair bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah industri sebelum dibuang
ke lingkungan. Pengolahan limbah dilakukan untuk memastikan bahwa limbah yang
dibuang ke lingkungan telah aman dan memenuhi persyaratan limbah yang ditetapkan
pemerintah. Limbah dibedakan menjadi dua macam, yaitu limbah padat dan limbah cair.
Limbah tersebut berasal dari produksi, dan digolongkan ke dalam limbah B3 (Bahan
Beracun dan Berbahaya). Limbah B3 akan dikumpulkan, ditimbang, dan dikirim ke tempat
Limbah Industri. Bahan yang digunakan untuk mengolah limbah adalah NaOH dengan
konsentrasi 10% untuk pengaturan pH dan penyabunan lemak, PAC (Poly Aluminium
Clorida), digunakan sebagai koagulan untuk membentuk flokulan dan endapan yang mudah
dipisahkan melalui penyaringan. Tahapan pengolahan dimulai dengan mengalirkan limbah
cair ke dalam bak penampungan pertama (bak ekualisasi), kemudian cairan tersebut
dialirkan ke dalam bak koagulasi. Di dalam bak ini, cairan ditambah NaOH untuk
menetralkan pH dan koagulan PAC disertai dengan pengadukan sampai homogen.
Selanjutnya adalah tahap filtrasi, cairan tersebut dialirkan ke dalam bak penampung tiga, di
bak ini terdapat saringan yang memisahkan filtrat jernih dengan endapannya yang
dihasilkan dari bak koagulasi, dari hasil filtrasi ini dihasilkan sludge yang nantinya akan

37
dikirim ke limbah industri. Setelah melalui proses filtrasi air limbah masuk ke dalam bak
aerasi dengan menggunakan pompa secara kontinu, di dalam bak terdapat pengaduk yang
berfungsi untuk mengaduk air agar keseluruhan air limbah mengalami kontak langsung
dengan udara. Cairan yang sudah jernih dialirkan ke bak kontrol untuk diperiksa parameter
seperti pH, dan konsentrasi COD, BOD. Jika hasilnya memenuhi syarat air dapat dibuang
ke saluran pembuangan akhir.
3. Rahmat (kelompok 17)
Bagaimana alur penangan keluhan dan penarikan produk kosmetik menurut CPKB?
Jawab:
- Hendaknya ditentukan Personil yang bertanggungjawab untuk menangani keluhan dan
menentukan upaya pengatasannnya. Bila orang yang ditunjuk berbeda dengan personil yang
diberi kewenangan untuk menangani hal tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi
arahan untuk waspada terhadap kasus-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali
(recall).
- Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil, termasuk
perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus keluhan yang terjadi meliputi
kerusakan produk.
- Keluhan mengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan diselidiki.
- Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets, hendaknya
dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kasus serupa pada bets lain. Khususnya bets lain
yang mungkin mengandung produk proses ulang dari bets yang bermasalah hendaknya
diselidiki.
- Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat dilakukan tindak
lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan produk.
- Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari keluhan hendaknya
dicatat dan dirujuk kepada catatan bets yang bersangkutan.
- Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan masalah spesifik
atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian dan mungkin menjadi dasar
pembenaran bagi penarikan produk di peredaran.
- Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus kepada
terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang hendaknya diberitahui.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2003). Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1745
Tentang Kosmetik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
2. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2003). Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.3870
Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang baik. Jakarta : Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia.
3. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2015). Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.19 Tahun 2015 entang
Persyaratan Teknis Kosmetika. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V.
Jakarta: Penerbit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
5. Rieger., M., M. (2000). Harry’s Cosmeticology 8th. New York : Chemical Publishing
Co., Inc.
6. Tranggono, R, I., & Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,Anggota IKAPI

39

Anda mungkin juga menyukai