Anda di halaman 1dari 21

JENIS-JENIS TINDAK PIDANA

YANG MENYERTAI
USAHA PERTAMBANGAN ILEGAL

AGNES TRIANI, S.H., M.H.


Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda
Kejaksaan Agung R.I.
DIREKTORAT T.P. OHARDA
Sebagaimana Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-
006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kejaksaan RI adalah bagian dari bidang pada Jaksa
Agung Muda Tindak Pidana Umum yang paling
banyak bersentuhan dengan masyarakat secara
langsung karena menangani perkara Tindak Pidana
konvensional yang sering terjadi di masyarakat.
 Dalam mengemban amanah penegakan hukum demi tercapainya
tujuan hukum yaitu untuk keadilan hukum, kemanfaatan hukum dan
kepastian hukum dan untuk membangun kepercayaan masyarakat
(public trust) terhadap kinerja kejaksaan dalam penanganan perkara
tindak pidana umum.

 Oleh karena itu perlu disampaikan evaluasi untuk para jaksa dalam
mengemban amanah dalam penegakan hukum, kebenaran dan
keadilan agar mampu bertindak secara proporsional, profesional,
dengan mengedepankan hati nurani yang memerlukan kehati-hatian,
kecermatan dalam melakukan tugas prapenuntutan, penuntutan dan
eksekusi.
PERATURAN DAN PEDOMAN SEBAGAI ACUAN

 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang


RI Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan R.I.
 KEPJA RI Nomor KEP – 24/E/Ejp/12/2019 Tanggal 2 Desember 2019 tentang SOP
Penanganan Perkara Pidum;
 Surat Edaran Nomor 03/E/EJP/12/2020 tentang Petunjuk Jaksa (P-19) pada tahap
prapenuntutan dilakukan hanya 1 (satu) kali dalam penanganan perkara tindak
pidana umum;
 Pedoman Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum;
 KEPJA 227 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana Umum.
Diketemukan adanya penyalahgunaan wewenang dalam penanganan perkara yang dilakukan oleh Jaksa
Peneliti (P-16) dan pengendali penanganan perkara bahwa ketidakprofesionalan dalam penanganan perkara
itu terkait Integritas dan Sikap Mental :
 Petunjuk (P-19) yang diberikan kepada penyidik dibuat oleh Jaksa Peneliti (P-16) sengaja dengan
merekayasa seolah – olah terhadap unsur- unsur tindak pidana yang disangkakan oleh Penyidik tidak
terpenuhi /tidak terbukti padahal faktanya terhadap Berkas Perkara hasil penyidikan tersebut telah
terpenuhi unsur unsur tindak pidana yang disangkakan dengan didukung minimal 2 (dua) Alat Bukti,
dengan maksud agar terhadap perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan ke Penuntutan;
 Hasil Penelitian terhadap Berkas Perkara jelas tidak memenuhi unsur – unsur tindak pidana yang
disangkakan oleh Penyidik tetapi sengaja dinyatakan Lengkap (P-21) oleh Jaksa Peneliti (P-16) dan
oleh pengendali penanganan perkara, dengan maksud terhadap perkara tersebut dilanjutkan ke
Penuntutan padahal tidak memenuhi syarat untuk dilakukan penuntutan dan dilimpahkan ke Pengadilan
Negeri dengan pertimbangan non yuridis;
 Dalam penelitian Berkas Perkara telah diketahui oleh Jaksa Peneliti (P-16) bahwa terhadap perkara
tersebut tidak dapat ditangani oleh bidang Tindak Pidana Umum karena terkait dengan Kompetensi
Absolut yang seharusnya merupakan ranah tindak pidana korupsi yang ditangani oleh bidang tindak
pidana khusus karena menyangkut Kerugian Negara, namun faktanya terhadap perkara tersebut
direkayasa dengan tidak memberikan petunjuk (P-19) kepada penyidik untuk ditangani oleh Penyidik
Tindak Pidana Korupsi.
JENIS- JENIS TINDAK PIDANA YANG MENYERTAI, antara lain:

1. TINDAK PIDANA MELAKUKAN PERTAMBANGAN TANPA IZIN;


2. TINDAK PIDANA MENYAMPAIKAN DATA LAPORAN KETERANGAN PALSU/ TINDAK PIDANA
PEMALSUAN;
3. TINDAK PIDANA MELAKUKAN OPERASI PRODUKSI DI TAHAPAN EKSPLORASI;
4. TINDAK PIDANA MEMINDAHTANGANKAN PERIZINAN KEPADA ORANG LAIN;
5. TINDAK PIDANA TIDAK MELAKUKAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG;
6. TINDAK PIDANA MENGHALANGI AKTIVITAS PENAMBANGAN YANG LEGAL;
7. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN;
8. TINDAK PIDANA PENIPUAN.
TINDAK PIDANA MELAKUKAN
PERTAMBANGAN TANPA IZIN

 Kegiatan penambangan dimana pelakunya tidak memiliki izin, maka perbuatannya


merupakan kegiatan penambangan yang illegal. Hal itu termasuk tindak pidana
yang diatur dalam Pasal 158 UU Minerba yang menyatakan bahwa kegiatan
Penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
 Eksistensi pasal ini bukannya tak beralasan. Tentu berangkat dari paradigma
konstitusi yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam lainnya dikuasai
oleh negara. Sehingga, dalam hal ini tanah yang menjadi lokasi penambangan
merupakan milik negara. 
 Untuk dapat menggunakannya harus mengurus perizinan yang telah diwajibkan.
Apabila tidak, hal ini sama saja dengan menyerobot tanah milik negara. 
TINDAK PIDANA MENYAMPAIKAN
DATA LAPORAN KETERANGAN PALSU/
TINDAK PIDANA PEMALSUAN
• Dalam melakukan kegiatan penambangan, diperlukan data atau informasi yang benar yang diberikan oleh
pelaku usaha terkait, seperti data studi kelayakan, laporan kegiatan usaha, laporan penjualan hasil
tambang, dan lain-lain untuk dipertanggungjawabkan.
• Penyampaian laporan tersebut menjadi sebuah kewajiban bagi pelaku usaha pertambangan kepada
pemerintah. Sehingga, apabila terdapat perbuatan memberikan data atau laporan yang tidak benar akan
dikenai sanksi pidana. Hal ini termasuk juga dengan perbuatan manipulasi data terkait. 
• Sehingga secara yuridis, Pasal 159 UU Minerba menyatakan bahwa Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB
yang dengan sengaja menyampaikan laporan atau keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
• Pasal 263 KUHP, Pasal 266 KUHP dimana membuat atau menggunakan surat palsu. Dengan ancaman
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. 
TINDAK PIDANA MELAKUKAN OPERASI PRODUKSI
DI TAHAPAN EKSPLORASI

• Dalam memperoleh perizinan pertambangan, terdapat prosedur-prosedur yang tentunya


harus diikuti dengan tertib oleh para pelaku usaha. Tidaklah diperbolehkan adanya potong
kompas atau melompati prosedur yang ada. 
• Sebagai contoh, pada tahapan eksplorasi, pengusaha pertambangan minerba dilarang
melakukan tahapan berikutnya, yakni operasi produksi, tanpa seizin pemerintah. Tindakan
potong kompas tersebut ialah pelanggaran hukum yang diatur dalam Pasal 160 ayat (2) UU
Minerba. 
• Tidak main-main, perbuatan ini diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
TINDAK PIDANA MEMINDAHTANGANKAN
PERIZINAN KEPADA ORANG LAIN

• Perizinan menjadi bukti yang mendasari dilaksanakannya kegiatan


penambangan. Hanya pemilik perizinan saja yang diperbolehkan melakukan
kegiatan penambangan. 
• Tidaklah diperbolehkan apabila perizinan yang telah diberikan oleh
pemerintah tersebut dialihkan kepada pihak lain yang tidak berwenang tanpa
memberitahukan kepada pemerintah.
• Dalam hal ini, Pasal 161 A UU Minerba menyatakan bahwa Setiap pemegang
IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang memindahtangankan IUP, IUPK, IPR, atau
dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
TINDAK PIDANA TIDAK MELAKUKAN REKLAMASI
DAN PASCATAMBANG

• Aktivitas penambangan jelas merupakan aktivitas yang merusak lingkungan. Oleh karena itu,
perusahaan pertambangan wajib melakukan penambangan yang bertanggung jawab melalui
kegiatan reklamasi dan pascatambang, pun berikut dengan menyediakan dana jaminannya. 
• Terdapat sanksi berat yang menanti apabila pengusaha pertambangan mangkir dari
kewajibannya ini. Pasal 161B ayat (1) UU Minerba menyatakan bahwa para pemegang izin
pertambangan yang mangkir dari kewajiban ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). 
• Tak hanya pidana penjara maupun denda, ayat (2) dari pasal yang sama memberikan hukuman
tambahan berupa upaya paksa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban
Reklamasi dan/atau Pascatambang yang menjadi kewajibannya. 
TINDAK PIDANA MENGHALANGI AKTIVITAS
PENAMBANGAN YANG LEGAL
• Ketika izin telah dipegang oleh perusahaan pertambangan, maka aktivitas penambangan dapat
dimulai. Dalam hal ini, UU Minerba juga memberikan proteksi terhadap kelangsungan aktivitas
pertambangan yang sah tersebut. 
• Hal ini dengan adanya Pasal 162 UU Minerba yang menyatakan bahwa setiap orang yang merintangi
atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
• Hal ini tentu membawa kepastian hukum bagi pengusaha pertambangan karena ada payung hukum
yang melindungi kegiatan usaha mereka dari oknum-oknum pengganggu aktivitas penambangan.
• Namun di sisi lain, pasal ini dianggap sebagai pasal karet, karena frasa “merintangi” tidak diberikan
penjelasan lebih lanjut mengenai definisi maupun kriterianya, sehingga menimbulkan multitafsir.
• Hal ini tentu berbahaya, sebab dapat membuka keran kriminalisasi perusahaan pertambangan kepada
masyarakat yang mempertahankan ruang hidup/lingkungannya dari dampak pertambangan. 
TINDAK PIDANA PENGGELAPAN

• Dalam pelaksanaan aktivitas pertambangan adakalanya dalam


pengoperasian perusahaan tambang terjadi tindak pidana
penggelapan yang dilakukan oleh oknum perusahaan ataupun
dari pihak rekanan perusahaan;
• Hal demikian perlu kejelian dan ketelitian dalam memperlajari
perkara yang dilakukan penyidikan oleh penyidik Polri guna
mengantisipasi kesalahan dalam penentuan sikap terkait
penetapan pidana atau perdata ;
• Pasal yang biasa disangkakan adalah Pasal 372 KUHP, Pasal 374
KUHP dan dilapis dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun .
TINDAK PIDANA PENIPUAN

• Dalam pelaksanaan aktivitas pertambangan dan pengoperasian


perusahaan tambang terjadi tindak pidana penipuan yang dilakukan
oleh pihak rekanan perusahaan;
• Hal demikian perlu kejelian dan ketelitian dalam memperlajari
perkara yang dilakukan penyidikan oleh penyidik Polri guna
mengantisipasi kesalahan dalam penentuan sikap terkait penetapan
pidana atau perdata ;
• Pasal yang biasa disangkakan adalah Pasal 378 KUHP dan dilapis
dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan ancaman
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun .
YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENANGANAN
PERKARA TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN

Dalam meneliti hasil penyidikan dari penyidik, Penuntut Umum memastikan


kelengkapan formil dan materiil berkas perkara agar lebih mencermati hal-hal antara
lain:
a. Untuk memperkuat pembuktian, berkas perkara dilengkapi dengan berita acara
keterangan ahli yang kompeten di bidang pertambangan;
b. Memberikan petunjuk kepada penyidik untuk melakukan penyitaan terhadap alat-
alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana pertambangan;
c. Dalam hal ditemukan potensi kerugian negara sebagai akibat dari tindak pidana
pertambangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi maka penuntut umum
menginformasikan hal tersebut kepada bidang tindak pidana khusus atau
memberikan petunjuk kepada penyidik yang menangani perkara tindak pidana
pertambangan dimaksud untuk dilakukan penyidikan;
• Dalam penanganan perkara tindak pidana pertambangan dapat menerapkan
pendekatan multi-door, misalnya terhadap perkara tindak pidana pertambangan
yang beririsan dengan tindak pidana lingkungan hidup dapat menerapkan tindak
pidana lingkungan hidup sebagai alternatif perbuatan atau kegiatan pertambangan
tanpa ijin atau melakukan pertambangan di kawasan hutan yang melanggar
ketentuan undang-undang, dapat menerapkan tindak pidana kehutanan atau
perusakan hutan sebagai sangkaan alternatif; dan
• Terhadap penanganan perkara dengan pendekatan multi-door, ahli yang diperiksa
sesuai dengan sangkaan tindak pidana pertambangan, sangkaan tindak pidana
lingkungan hidup, dan/atau sangkaan tindak pidana kehutanan;
• Barang bukti milik terdakwa yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana
pertambangan agar dituntut dirampas untuk negara.
DALAM PENELITIAN BERKAS PERKARA

PEMENUHAN SYARAT FORMIIL DAN MATERIIL


• SYARAT FORMIIL
 Laporan Polisi,
 Surat Pengaduan,
 Surat Perintah Penyidikan,
 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan,
 Surat Perintah Penyitaan,
 Surat Perintah Penangkapan,
 Surat Perintah Penahanan,
 Surat Perintah Penggeledahan dan lain-lain.
• Untuk melaksanakan surat perintah di atas, diterbitkan berita acara, seperti berita acara pemeriksaan saksi-saksi, berita acara
pemeriksaan tersangka, berita acara pemeriksaan surat, berita acara pemeriksaan ahli, berita acara penyitaan barang bukti,
berita acara penggeledahan. Selain itu diteliti pula surat izin Ketua Pengadilan Negeri untuk melakukan penyitaan,
penggeledahan dan penelitian adminsitrasi lainnya.
• SYARAT MATERIIL
 Kejelasan tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka dan modus operandinya,
 Penguraian unsur pasal dari tindak pidana yang disangkakan, kejelasan waktu terjadinya tindak
pidana (tempus delicti),
 Kejelasan tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti),
 Kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang tercantum dalam berkas perkara, dan
pertanggungjawaban tersangka menurut hukum pidana.
 Kewenangan pengadilan mengadili perkara yang diteliti (kompetensi relatif dan absolut)
YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENANGANAN DAN
PENELITIAN BERKAS PERKARA

1. Apabila berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perbuatan yang disangkakan


dalam berkas perkara bukan merupakan tindak pidana (baik kejahatan maupun
pelanggaran), sehingga sekalipun dilakukan penyidikan tambahan terhadap perkara
tersebut, tidak akan memenuhi persyaratan materiil untuk dilimpahkan ke Pengadilan,
maka untuk mencegah berlarut-larutnya penanganan perkara, serta demi keadilan dan
kebenaran agar dinyatakan secara tegas dalam petunjuk bahwa perkara tersebut
bukan merupakan perkara pidana tetapi merupakan perkara perdata, tata usaha atau
pelanggaran administrasi lainnya sehingga tidak bisa dituntut secara pidana.
2. Apabila berdasarkan penelitian terhadap berkas perkara, diperoleh fakta adanya
kekeliruan mengenai orang yang didudukan sebagai tersangka (Error In Persona)
dan/atau ada orang lain yang patut atau layak menjadi tersangka, demi keadilan dan
kebenaran agar hal tersebut dinyatakan secara tegas dalam petunjuk, disertai dengan
alasannya.
3. Bahwa petunjuk yang diberikan oleh Jaksa Peneliti, haruslah didasarkan pada
kesimpulan Jaksa Peneliti terhadap berkas perkara yang dipelajari secara cermat dan
seksama, bukan didasarkan kepada pendapat seseorang ahli/akademisi hukum yang
diperiksa oleh penyidik dalam berkas perkara, karena kewenangan untuk
menentukan apakah suatu perbuatan merupakan perbuatan yang memenuhi unsur-
unsur pidana atau bukan, pada hakekatnya merupakan kewenangan, tugas dan
tanggungjawab jaksa selaku ahli hukum secara akademisi atau praktisi, sesuai
dengan asas dominus litis dan asas hukum acara pidana yang berlaku universal.
4. Bahwa sebelum petunjuk menyatakan bahwa perkara tersebut bukan merupakan
perbuatan pidana (kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan atau adanya
kekeliruan mengenai orang disampaikan kepada penyidik), agar hal tersebut digelar
terlebih dahulu secara internal dengan dipimpin oleh
Jampidum/kajati/Kajari/Kacapjari, sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Berkarya Untuk Bangsa Dan
Mengedepankan Hati Nurani
Dalam Penegakan Hukum

PROFESIONAL, PROPORSIONAL,
KREATIF DAN BERHATI NURANI
Citra Jaksa Masa Kini

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai