Anda di halaman 1dari 43

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN

KEPITING RAJUNGAN
Pembahasan Materi

Mereview 10 Jurnal Internasional tahun 2011-2023


Jurnal 1

The Development Of Habitat Suitability Models For Fiddler Crabs Residing


In Subtropical Tidal Flats “Pengembangan Model Kesesuaian Habitat
Kepiting Fiddler Yang Berada Di Dataran Pasang Surut Subtropis”
A. Latar Belakang

Memanfaatkan teknik pemetaan GIS dan data lingkungan tentang habitat yang
disukai suatu organisme, indeks kesesuaian habitat dapat dihitung untuk
menemukan area di mana proses ekologis menghasilkan area habitat yang baik
untuk pengelolaan ekosistem. Banyak tekanan antropogenik, termasuk industri,
teknik, peternakan ikan, dan penanaman bakau yang berlebihan.
B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah Pemetaan untuk setiap spesies dilakukan dengan
menggunakan model HSI dengan reliabilitas tertinggi, dan ditetapkan empat tingkat
klasifikasi untuk kesesuaian habitat setiap spesies di salah satu lokasi penelitian.
C. Metode

Berdasarkan uji lapangan model HSI kepiting fiddler ini, kami telah
mengembangkan platform untuk konservasi proaktif kepiting fiddler yang menghuni
dataran pasang surut subtropis.
D. Hasil
hasil dari penelitian ini yaitu:
• Pembuatan profil setip model HSI
• Karakteristik habitat shenkang
• Validasi
E. Kesimpulan

Kepiting fiddler adalah pengumpan deposit yang memainkan peran penting sebagai
insinyur ekologi di dataran pasang surut.
F. Kelemahan dan kelebihan
• Kelemahan
Tidak terdapat kelemahan
• Kelebihan

Kelebihan dari penelitian ini yaitu penelitian ini didukung oleh Kementerian
Sains dan Teknologi Taiwan di bawah hibah no. 104-2621-M-005-MY2 dan
proyek "Pusat Inovasi dan Pengembangan Pertanian Berkelanjutan" yang
dikelola oleh "Program Pusat Penelitian Area Unggulan" dalam kerangka
"Proyek Tunas Pendidikan Tinggi" Kementerian Pendidikan Taiwan ke HJL
Jurnal 2

Global Habitat Suitability Modeling Reveals Insufcient Habitat Protection


For Mangrove Crabs “Pemodelan kesesuaian habitat global mengungkapkan
perlindungan habitat yang tidak memadai untuk kepiting bakau”
A. Latar Belakang

Mangrove berada di bawah ancaman dari akuakultur, pembangunan pesisir,


perubahan iklim, dan naiknya permukaan laut, yang semuanya memiliki dampak
negatif terhadap kepentingan ekologis dan jasa ekosistemnya sejak tahun 2000.
Lebih penting lagi, dibandingkan dengan ekosistem tropis lainnya seperti hutan
hujan dan terumbu karang, mangrove hanya mendapat sedikit perhatian dan hanya
sebagian kecil yang dilindungi secara hukum.
B. Tujuan

Kepiting bakau merupakan komponen penting dari hutan bakau namun kesesuaian
habitat skala besar dan konservasi kurang mendapat perhatian.
C. Metode

Kami menemukan bahwa rentang terbesar dan terkecil yang cocok dari kompleks ini
masing-masing terletak di wilayah Indo-Pasifik Tengah dan Afrika Selatan Beriklim
Sedang. Hanya 12,5% dari kompleks habitat yang cocok dilindungi.
D. Hasil

Hasil penilaian kinerja model MaxEnt menunjukkan bahwa model bekerja dengan
baik berdasarkan metrik AUC dan TSS (AUC=0,938 dan TSS=0,816). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa habitat yang cocok untuk kompleks spesies M.
thukuhar/cannicci terletak di enam ranah biogeografi laut berikut; Beriklim Afrika
Selatan, Indo-Pasifik Barat, Indo-Pasifik Tengah, Indo-Pasifik Timur, Australasia
Beriklim, dan Pasifik Utara Beriklim.
E. Kesimpulan

Kami mengidentifikasi habitat yang paling cocok untuk kompleks spesies M.


thukuhar/cannicci dan menentukan penggerak distribusi kompleks yang paling
berpengaruh.
F. Kelemahan dan kelebihan
• Kelemahan
Tidak terdapat kelemahan
• Kelebihan

Semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi kesimpulan dalam Jurnal ada
dalam makalah dan/atau Bahan Pelengkap, atau referensi yang dikutip di sini.
Jurnal 3

Evaluation of Methods for Identification of Early Detection Monitoring Sites Based


on Habitat Suitability for Invasive European Green Crab in the Salish Sea, British
Columbia “Evaluasi Metode Identifikasi Lokasi Pemantauan Deteksi Dini
Berdasarkan Kesesuaian Habitat Kepiting Hijau Eropa Invasif di Laut Salish, British
Columbia”
A. Latar Belakang

Sebagian besar karena fase larva pelagis yang panjang ditambah dengan peristiwa El
Niño yang kuat pada tahun 1988-89 (Yamada et al. 2021), EGC kemudian menyebar
ke utara, mencapai British Columbia (BC) pada akhir 1990-an (Gillespie et al. 2007)
Sejak kemudian spesies tersebut melanjutkan penyebarannya ke utara dan terdeteksi
di Central Coast BC pada pertengahan tahun 2000-an
B. Tujuan

Berbagai metode dapat digunakan untuk mengidentifikasi habitat yang sangat cocok
untuk EGC di berbagai skala spasial. Namun, tidak ada yang dievaluasi dalam
konteks menginformasikan manajemen EGC, atau untuk bagian Kanada di Laut
Salish.
C. Metode

Untuk memfasilitasi perbandingan model, kami membuat database tunggal dari 447
situs terpisah tempat kami menerapkan setiap model. Kami mendefinisikan sebuah
lokasi sebagai bagian dari habitat intertidal berkesinambungan yang digambarkan di
semua sisi oleh penghalang pergerakan kepiting hijau dewasa di pantai Pasifik
Amerika Utara
D. Hasil

Prediksi tingkat situs, transformasi peringkat dari lima model kesesuaian habitat
individu: MaxEnt, pohon regresi yang ditingkatkan linier (CPUE), pohon regresi
yang ditingkatkan logistik (PA), alat pemilihan lokasi cepat (RSS), dan Washington
yang dimodifikasi Penilaian situs Tim Kepiting Hibah Laut (WSG).
E. Kesimpulan

Kepiting Hijau Eropa (EGC; Carcinus maenas) adalah kepiting pantai umum yang
berasal dari Eropa tetapi invasif di beberapa bagian Afrika, Asia, Australia, dan
kedua pantai Amerika Utara (BehrensYamada 2001, Therriault et al. 2008).
F. Kelemahan dan kelebihan
• Kelemahan

Semua model ini bergantung pada data penjebakan EGC yang andal yang telah
dikumpulkan oleh sejumlah program DFO di Wilayah Pasifik selama bertahun-
tahun, terutama pemantauan jangka panjang.
• Kelebihan
Tidak terdapat kelebihan
Jurnal 4

Suitability Analysis of Reflective Learning Network for Indigenous ‘Climate Change


Adaptation’ Communication: A Case Study of Bangladesh Coast “Analisis
Kesesuaian Jaringan Pembelajaran Reflektif untuk Komunikasi ‘Adaptasi Perubahan
Iklim’ Adat: Studi Kasus Pantai Bangladesh”
A. Latar Belakang

Menurut alur cerita A1, jika terjadi pertumbuhan yang cepat dengan tingkat
pertumbuhan penduduk dan konsumerisme yang lebih tinggi, pada tahun 2030, suhu
monsun akan meningkat 0,7 derajat Celcius dengan peningkatan curah hujan sebesar
11% (dibandingkan dengan tahun 1990).
B. Tujuan

Studi ini merupakan upaya untuk menganalisis kesesuaian platform pembelajaran


reflektif tersebut untuk masyarakat pesisir Bangladesh. Setelah berkonsultasi dengan
para ahli dan masyarakat, beberapa pilihan adaptasi adat (di bidang pertanian)
dipilih yang dipraktekkan di bagian yang berbeda dari zona pesisir Bangladesh yang
luas.
C. Metode

Karena sifatnya yang kompleks, multi guna dan multi pemangku kepentingan
terlibat, pendekatan tekno-ilmiah untuk memahami proses sosio-ekologi
menghadapi kritik tajam (Ojha, et al 2011). Berlawanan dengan itu, konsep
pembelajaran dan inovasi yang lebih dapat dioperasionalkan telah muncul di sekitar
bidang pengetahuan dan praktik terkait pembelajaran sosial dan organisasi.
D. Hasil

Menurut Nishat (2008), salinitas di sabuk pantai akan meningkat seiring dengan
penggenangan dataran pantai. Dia juga menyimpulkan bahwa, karena siklon dan
gelombang badai yang lebih sering dan erosi sungai yang parah, infrastruktur dan
pemukiman manusia akan rusak.
E. Kesimpulan

Orang-orang menghadapi kesulitan dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat.


Jejaring ini dapat menjadi alat yang efektif untuk mendokumentasikan dan
menyebarluaskan kearifan lokal di satu daerah dari daerah lain yang terbukti
berhasil.
F. Kelemahan dan kelebihan
• Kelemahan

Distribusi sumber daya yang tidak proporsional dan akses ke sumber daya alam
dan layanan kelembagaan.
• Kelebihan
Tidak terdapat kelebihan
Jurnal 5

Spatial Analysis of a Coastal Area for Conservation and Fishery of Mangrove


Edible Crab “Analisis Spasial Kawasan Pesisir untuk Konservasi dan
Perikanan Kepiting Mangrove”
A. Latar Belakang

Mangrove adalah hutan pantai yang menempati daerah pasang surut garam di
sepanjang teluk terlindung, muara, dan ceruk di daerah tropis dan subtropis di
seluruh dunia, di mana mereka memenuhi beberapa fungsi ekologi, lingkungan dan
sosial-ekonomi (Barbier et al., 2011; FAO, 2007)
B. Tujuan

Dalam penelitian ini kami menentukan dan memetakan kawasan bakau yang lebih
cocok untuk konservasi dan perikanan kepiting ini di Muara Sungai São Francisco
(Timur Laut Brasil). Kami menerapkan Multi-Criteria Evaluation (MCE) di
lingkungan GIS.
C. Metode

Evaluasi Multi-Kriteria (MCE) diterapkan untuk menentukan kawasan bakau yang


paling cocok untuk konservasi dan perikanan kepiting U. cordatus di Sungai São
Francisco. Untuk ini, kami menerapkan alat Pendukung Keputusan MCE di IDRISI
Selva GIS dan mempertimbangkan Kombinasi Linier Tertimbang
D. Hasil

Untuk kriteria penggunaan dan tutupan lahan, jarak mangrove dari desa nelayan
adalah yang paling penting, terutama untuk tujuan perikanan. Bobot terendah
diberikan pada tipe vegetasi mangrove dan jarak mangrove dari tambak udang.
E. Kesimpulan

Kami menyimpulkan bahwa mangrove di Muara Sungai São Francisco


menunjukkan area yang berbeda dengan potensi tinggi untuk konservasi dan
perikanan U. cordatus.

F. Kelemahan dan kelebihan


• Kelemahan

Tidak terdapat kelemahan.


• Kelebihan

Peta setiap kriteria dihasilkan dengan teknik GIS dengan citra CBERS dan SPOT
serta data lapangan
Jurnal 6

Environmental factors and occurrence of horseshoe crabs in the northcentral


Gulf of Mexico “Faktor lingkungan dan kemunculan kepiting tapal kuda di
Teluk tengah utara Meksiko”
A. Latar Belakang

Teluk Meksiko bagian tengah utara (GOM) mewakili habitat paling barat di AS
untuk kepiting tapal kuda Amerika (Limulus polyphemus), yang dikategorikan
sebagai spesies “rentan” oleh daftar merah International Union for Conservation of
Nature (IUCN).
B. Tujuan

Untuk mengumpulkan data dasar tentang hubungan antara faktor lingkungan dan
keberadaan kepiting tapal kuda, kami mensurvei empat lokasi dari semenanjung
Fort Morgan di Mobile Bay, Alabama (AL) hingga Pulau Horn, Mississippi (MS).
Kami mendokumentasikan jumlah, ukuran, dan jenis kelamin hewan hidup, ganti
kulit
C. Metode

Metode yaitu:
- Pengambilan sampel kepiting tapal kuda dan
- Atribut lingkungan
D. Hasil
Hail dari penelitian ini yaitu :
- Distribusi spasial dan temporal kepiting tapal kuda,
- Rasio ukuran dan jenis kelamin
E. Kesimpulan

Variasi atribut spesifik habitat lokal penting untuk kesesuaian habitat bagi kepiting
tapal kuda bahkan di antara populasi yang jarang di GOM utara di mana area habitat
tampaknya tidak terbatas.
F. Kelemahan dan kelebihan
• Kelemahan

Tidak terdapat kelemahan.


• Kelebihan

Studi ini memberikan data skala regional tentang pendorong keberadaan


kepiting tapal kuda (Limulus polyphemus) di sepanjang pantai Teluk Meksiko
tengah utara dan memiliki implikasi untuk memahami kesesuaian habitat
Jurnal 7

Feasibility analysis of mangrove bio-ecosystem for silvofishery in Dabong


Village, Kubu Raya District, West Kalimantan “Analisis kelayakan
bioekosistem mangrove untuk silvofishery di Desa Dabong, Kabupaten Kubu
Raya, Kalimantan Barat”
A. Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakan sumber daya alam yang memiliki manfaat ganda
dari aspek sosial ekonomi dan ekologi. Fungsi ekosistem bagi kehidupan ini dapat
dilihat dari banyaknya spesies hewan yang hidup di perairan dan lingkungannya.
Juga menjadi habitat biota laut hidup seperti ikan, udang, kerang
B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat kelestarian bioekosistem


mangrove di Desa Dabong dan merumuskan strategi yang paling tepat dalam
pengembangan silvofishery.
C. Metode

Data primer dan sekunder dikumpulkan dengan menggunakan metode survei.


Tahapan kegiatan penelitian meliputi: survei lapangan, pengumpulan data, kompilasi
dan pengolahan data, analisis data dan pelaporan
D. Hasil

Konversi ekosistem mangrove menjadi tambak di desa ini telah terjadi sejak tahun
1992 hingga saat ini dengan menggunakan model tambak konvensional. Komoditas
yang dibudidayakan adalah udang windu atau polikultur dengan ikan bandeng.
Sistem tradisional plus (pengelolaan tambak tanpa teknologi silvofishery)
menerapkan pola pemeliharaan yaitu penebaran benur dan pemberian pakan.
E. Kesimpulan

Berdasarkan nilai kesesuaian kondisi tanah dan kualitas air dapat disimpulkan
bahwa matriks kesesuaian lahan untuk pengembangan silvofishery di Desa Dabong
memiliki kategori sangat sesuai (69,00%).
F. Kelemahan dan kelebihan
• Kelemahan

Tidak terdapat kelemahan


• Kelebihan

Kajian tentang keberlanjutan dan kelayakan bioekosistem sangat mendesak


karena banyak ekosistem mangrove yang telah diubah menjadi tambak sebagai
sumber penghidupan.
Jurnal 8

Oil Palm Monoculture Induces Drastic Erosion Of An Amazonian Forest


Mammal Fauna “Monokultur kelapa sawit menyebabkan erosi drastis pada
fauna mamalia hutan Amazon”
A. Latar Belakang

Sekitar 20% dari ~5 juta km2 Amazon Brasil telah digunduli sejak tahun 1970.
Penggunaan lahan antropogenik, seperti peternakan, ekstraksi kayu, pertambangan,
dan baru-baru ini, pertanian intensif skala besar, secara historis telah mendorong
pembangunan ekonomi di seluruh wilayah tersebut
B. Tujuan

Mempertimbangkan kekayaan spesies mamalia, kelimpahan, dan komposisi spesies,


perkebunan kelapa sawit secara konsisten mengalami kemerosotan dibandingkan
dengan hutan primer yang berdekatan, tetapi tanggapan berbeda antar kelompok
fungsional.
C. Metode
Metodenya yaitu:

- Situs studi,
- Survei populasi mamalia,
- Stuktur habitat
D. Hasil

Berdasarkan sensus line-transect (LTC) dan camera-trapping (CT), kami mencatat


1.059 pengamatan dari 36 spesies mamalia terestrial bertubuh sedang dan besar,
termasuk 310 penampakan selama survei LTC dan 749 foto independen dari CT.
Sebanyak 32 dan 23 spesies dicatat masing-masing berdasarkan LTC atau CT, baik
di hutan primer maupun perkebunan kelapa sawit. .
E. Kesimpulan

Kami telah menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit yang mapan di Amazonia
Timur memiliki efek merugikan yang jelas pada kumpulan mamalia berbadan
sedang hingga besar, dan bahwa beberapa ciri riwayat hidup merupakan penentu
utama respons spesies

F. Kelemahan dan kelebihan


• Kelemahan

Tidak terdapat kelemahan


• Kelebihan

Menyelidiki bagaimana mamalia hutan merespons mosaik lanskap, termasuk


perkebunan kelapa sawit dewasa dan petak hutan primer di Amazonia Timur.
Jurnal 9

Diversity and density of crabs in degraded mangrove area at Tanjung Panjang Nature
Reserve in Gorontalo, Indonesia “Keanekaragaman dan kepadatan kepiting di
kawasan mangrove yang terdegradasi di Cagar Alam Tanjung Panjang di Gorontalo,
Indonesia”
A. Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakan salah satu kawasan penting bagi fauna yang hidup
di sekitar mangrove karena memiliki berbagai fungsi ekologis, fisik, dan ekonomis.
Namun, saat ini sebagian besar hutan mangrove di Indonesia telah terdegradasi.
B. Tujuan

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman dan kepadatan kepiting di


kawasan mangrove yang terdegradasi termasuk di kawasan mangrove utuh dan
tambak (kawasan mangrove yang terdegradasi). Data dari kajian ini dapat digunakan
sebagai data pendukung bagi pengambil keputusan untuk memperlambat degradasi
mangrove di sepanjang kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang
C. Metode

Penelitian ini menggunakan metode survey eksploratif. Data primer dan sekunder
dikumpulkan dalam penelitian ini. Data primer terdiri dari identifikasi semua spesies
kepiting, tingkat keanekaragaman, dan kepadatan populasi kepiting secara stratified
random sampling.

D. Hasil

Hasil penelitian yaitu :


- Spesies kepiting di lokasi penelitian,
- Keanekaragaman dan kepedatan kepiting di lokasi penelitian,
E. Kesimpulan

Degradasi habitat kepiting baik di kawasan mangrove maupun tambak merupakan


bukti bahwa kepadatan kepiting di kawasan tersebut kecil. Sebagian besar
didominasi oleh famili Sesarmidae dan Ocypodidae.

F. Kelemahan dan kelebihan


• Kelemahan

Tidak terdapat kelemahan


• Kelebihan

Menggunakan data yang diamati berupa keanekaragaman dan kepadatan kepiting


dikumpulkan dengan menggunakan metode stratified random sampling (plot 10
m x 10 m).
Jurnal 10

Horseshoe Crab Research in Urban Estuaries: Challenges and Opportunities


“Penelitian Kepiting Tapal Kuda di Muara Perkotaan: Tantangan dan
Peluang”
A. Latar Belakang

Kepiting tapal kuda dan manusia adalah spesies yang bergantung pada muara.
Kepiting tapal kuda menggunakan muara sebagai habitat pemijahan dan mencari
makan bagi kepiting dewasa (Brockmann 2003, Botton 2009), tempat
perkembangan telur (Botton et al. 2010)
B. Tujuan

Mempertimbangkan kekayaan spesies mamalia, kelimpahan, dan komposisi spesies,


perkebunan kelapa sawit secara konsisten mengalami kemerosotan dibandingkan
dengan hutan primer yang berdekatan, tetapi tanggapan berbeda antar kelompok
fungsional.
C. Metode

Teluk Jamaika terletak hampir seluruhnya di dalam batas Kota New York. Ini
menempati area seluas 101 km² dan memiliki kedalaman rata-rata 4,0 m. Muara
sangat eutrofik dan menerima sebagian besar masukan air tawar dan polutan dari
instalasi pengolahan air, selokan badai, dan limpahan selokan gabungan (O'Shea dan
Brosnan 2000; Beck et al. 2009).
D. Hasil

Muara perkotaan dicirikan oleh garis pantai berlapis baja, muatan nutrisi yang
tinggi, fluktuasi besar dalam populasi alga dan bakteri, peningkatan tingkat polutan
seperti logam berat dan pestisida, dan tingkat oksigen dan pH musiman yang rendah.
E. Kesimpulan

Kepiting tapal kuda bergantung pada muara untuk sumber makanan, tempat untuk
bertelur dan untuk larva dan remaja untuk tumbuh dan berkembang. Banyak dari
muara ini menjadi semakin urban dan didominasi oleh aktivitas manusia

F. Kelemahan dan kelebihan


• Kelemahan

Tidak terdapat kelemahan


• Kelebihan

Terdapat Hamparan pasir yang lebih kecil dan lebih terisolasi yang diselingi
wilayah garis pantai lapis baja juga dapat menarik kepiting pemijahan dengan
kepadatan tinggi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai