Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KORALOGI

CORAL RESILIENCE PULAU SERANGAN

Oleh :

Shella Ayu Ardiana

1514511040

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
sumberdaya alam hayati laut sangat potensial. Salah satunya adalah sumberdaya
terumbu karang yang hampir tersebar di seluruh perairan Indonesia. Berdasarkan hasil
penelitian pada tahun 1998, luas terumbu karang Indonesia adalah 42.000 km2 atau
16,5 dari luasan terumbu karang dunia yaitu seluas 255.300 km2. Terumbu karang
merupakan salah satu ekosistem di bumi yang paling produktif dan paling kaya dari
segi hayati. Terumbu karang memberikan manfaat sangat besar bagi penduduk yang
hidup dekat pesisir, ini merupakan sumber pangan dan pendapatan yang penting,
menjadi tempat asuhan bagi berbagai spesies ikan yang diperdagangkan. Namun
terumbu karang juga menghadapi ancaman yang besar yaitu penangkapan berlebihan,
pembangunan pesisir, pelayaran. dan perubahan iklim dunia (Lauretta Burke, 2012).
Perubahan iklim akan mengakibatkan kenaikan suhu air laut sekitar 0,2 hingga
2,5oC. Sedikit saja suhu berubah dapat menyebabkan dampak yang besar terhadap
vitalitas, pertumbuhan dan laju reproduksi organisme laut. Yang ditimbulkan dengan
naiknya suhu bumi terhadap ekosistem terumbu karang, yaitu terjadinya pemutihan
karang. Pemutihan merupakan tanggapan terhadap cekaman (stress) sewaktu terjadi
perubahan besar dalam organisasi jaringan dan sitokimia dalam polip (Hayes dan
Goreau, 1992). Berdasarkan piramida Marshall dan Schuttenberg (2006), pemutihan
karang sering mengakibatkan kematian karang sebagaimana spesies atau genus karang
memiliki kemampuan yang berbeda dalam merespon panas. Secara alami respon
terumbu karang terhadap perubahan dan tekanan lingkungan adalah berusaha untuk
bertahan dan menunjukkan gejala pemulihan hingga kembali terbentuknya komunitas
yang stabil setelah mengalami kerusakan (Obura & Grimsditch 2009). Kemampuan
pulih kembali setelah mengalami gangguan ini dikenal dengan istilah resiliensi.
Memelihara dan meningkatkan resiliensi terumbu karang sangat diperlukan dalam
upaya pengelolaan terumbu karang terkait perubahan iklim global.
Lingkungan pesisir di Indonesia sendiri telah mengalami perubahan yang cepat
dalam beberapa dekade belakangan ini. Perubahan tersebut pada dasarnya adalah
akibat pesatnya laju pembangunan yang semata-mata bertujuan untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat sehingga tidak terlepas dari berbagai macam aktivitas
pemanfaatan sumberdaya pesisir. Sederhananya, semakin tinggi laju pembangunan,
maka semakin tinggi tingkat pemanfaatan sumber daya alam dan akhirnya makin besar
pula perubahan yang terjadi pada lingkungan. Pemanfaatan sumber daya ternyata
memberikan tekanan kepada lingkungan pesisir sehingga berpotensi mengancam
resiliensi sistem sosial yang terdapat di dalamnya (Gowing et al., 2006). Pembangunan
di lingkungan pesisir salah satunya adalah pembangunan reklamasi di Pulau Serangan
Bali. Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan manfaat
sumberdaya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial-ekonomi. Akan tetapi,
rekalamsi membahayakan ekosistem terumbu karang karena limpasan sedimen sehinga
meningkatkan kekeruhan. Adanya reklamasi akan mempengaruhi ekosistem laut dan
berdampak pada kelestarian jenis ikan di daerah sekitar Pulau Serangan. Hal ini terjadi
karena daerah tangkap nelayan akan bergeser lebih jauh ke arah laut, sedangkan ikan-
ikan yang sebelumnya tinggal di lahan yang di reklamasi harus mencari habitat baru.
Sedangkan untuk beberapa jenis ikan belum tentu dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi perairan yang dalam. Kondisi ini akan berpengaruh pada kelestarian jenis ikan
yang menjadi tangkapan nelayan. Berkurangnya hasil tangkapan, akan mengurangi
pendapatan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan dan dapat mempengaruhi
ekonomi masayrakat setempat. Untuk itu penting dilakukan kajian yang berhubungan
dengan perubahan iklim global yang relevan dengan pengelolaan ekosistem terumbu
karang masa depan adalah resiliensi sosial.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada paper ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana langkah-langkah pengelolaan ekosistem terumbu karang


berdasarkan status resiliensi masyarakat Pulau Serangan melalui indikator
persepsi, pengetahuan, ketergantungan, dan adaptasi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada paper ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui langkah-langkah pengelolaan ekosistem terumbu karang
berdasarkan status resiliensi masyarakat Pulau Serangan melalui indikator
persepsi, pengetahuan, ketergantungan, dan adaptasi.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Serangan, Denpasar, Bali pada tanggal 12 Mei
2019. Pemilihan lokasi ini dikarenakan pada pulau ini terdapat pembangunan berupa
reklamasi pantai.

3.2 Metode

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data
sekunder. Data primer yang diperoleh dengan metode wawancara dengan kuisioner
sebagai pedoman dalam memberikan pertanyaan (Lampiran 1). Data sekunder
diperoleh melalui kajian pustaka dan analisis berbagai literatur (Lampiran 2).
Responden pada penelitian ini terdiri dari nelayan tangkap, wisata, dan tour guide.
Jumlah responden yang dibutuhkan sebanyak 40 orang. Dalam kuisioner, terdapat
pertanyaan-pertanyaan yang dikelompokkan ke dalam masing-masing indikator
resiliensi sosial, yaitu persepsi, pengetahuan, ketergantungan, dan adaptasi. Indikator-
indikator yang digunakan untuk menggambarkan resiliensi di masyarakat Pulau
Serangan diuraikan sebagai berikut (Wongbusarakum dan Loper 2011; Mancini et al.
2017). a. Indikator persepsi (PP), yaitu indikator yang dilihat dari pendapat masyarakat
tentang kondisi sumberdaya alam dan lingkungan. b. Indikator pengetahuan (PG), yaitu
indikator yang dilihat dari seberapa jauh masyarakat mengerti tentang sumberdaya
alam atau ekosistem sekitar dan gangguan akibat perubahan lingkungan. c. Indikator
ketergantungan (KT), yaitu indikator yang dilihat dari jenis dan jumlah pemanfaatan,
serta frekuensi memanfaatkan sumberdaya alam. d. Indikator adaptasi (AD), yaitu
indikator yang dilihat dari kemampuan masyarakat menyesuaikan diri terhadap
perubahan sumberdaya alam dan pekerjaan alternatif yang dapat dilakukan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara memperoleh data-data yang


diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan antara lain
sebagai berikut:

1. Observasi
Observasi merupakan aktivitas penelitian dalam rangka mengumpulkan data
yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui proses pengamatan langsung
di lapangan
2. Wawancara (interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Lexy J. Meleong, 2010: 186).
3. Dokumentasi
Penggunaan dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber
data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan
untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Lexy J. Moleong,
2010: 217).

3.4 Analisis Data

Data penelitian yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan informasi status


resiliensi masyarakat melalui perhitungan bobot dan skor. Nilai setiap pertanyaan (Xi)
diperoleh dari pembobotan (Bi) dikalikan dengan skor (Si). Bobot (Bi) ditentukan
berdasarkan kepentingan parameter (Yulianti 2013 in Ainun 2016) yang diperoleh
melalui pendapat ahli (para dosen di bidang sosial) dan dikalkulasi sehingga didapatkan
rentang bobot antara 0 hingga 1 (semakin tinggi bobot, semakin penting dalam
menggambarkan resiliensi). Skor (Si) pada kuisioner memiliki nilai sebesar 25, 50, 75,
dan 100. Analisis kuantitatif yang digunakan untuk menghitung nilai setiap parameter
(pertanyaan) (Xi) menggunakan rumus berikut.

Xi= ∑ Bi×Si/40

Keterangan:

Xi: nilai parameter (pertanyaan) ke-i

Bi: bobot pertanyaan ke-i

Si: skor pertanyaan ke i

Penjumlahan nilai parameter (Xi) menghasilkan nilai setiap indikator resiliensi


(RG) dengan skala antara 1 hingga 100. Nilai setiap indikator resiliensi (RG) yang
mendekati 100 mengindikasikan bahwa masyarakat memiliki status resiliensi yang
tinggi. Status resiliensi yang diperoleh melalui penjumlahan nilai parameter setiap
indikator (Xij) dapat menggambarkan kemampuan masyarakat untuk bertahan dalam
menghadapi gangguan. Status resiliensi digolongkan ke 5 dalam kategori tinggi (67-
100), sedang (34-67), dan rendah (1-34).

Rumus setiap indikator resiliensi sebagai berikut.

RG=∑Xij

Keterangan:

RG: nilai resilensi sosial setiap indikator

Xij : nilai parameter (pertanyaan) ke-i


setiap indikator Resiliensi sosial pada masyarakat Pulau Serangan dapat menentukan
kapasitas masyarakat Pulau Serangan untuk beradaptasi terhadap perubahan yang
terjadi. Nilai resiliensi sosial secara keseluruhan pada masyarakat Pulau Serangan
(IRS) didapatkan dari nilai rata-rata keempat indikator sebagai berikut (Mancini et al.
2017).

IRS= RGPP+RGPG+RGKT+RGAD n

Keterangan

IRS : index resiliensi sosial masyarakat Pulau Serangan

RG PP : persepsi warga Pulau Serangan tentang kondisi lingkungan

RG PG : pengetahuan warga Pulau Serangan terhadap ekosistem dan gangguan

RG KT : ketergantungan warga Pulau Serangan terhadap terumbu karang

RG AD : adaptasi warga Pulau Serangan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan

n : jumlah indikator
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil dan Pembahasan

Secara geografis, Pulau Serangan terletak di Kecamatan Denpasar Selatan,


Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali. Luasnya Pulau Serangan asli merupakan 111,9 ha
yang dulu terdiri dari 6,456 ha lahan pemukiman, 85 ha tegalan dan perkebunan, dan
19 ha rawa atau hutan.1 Desa Serangan terdiri dari enam banjar, yaitu Banjar Ponjok,
Kaja, Tengah, Kawan, Peken, dan Dukuh, dan Kampung Bugis. Jumlah jiwa di Pulau
Serangan mencapai 752 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah jiwa 3253 orang.2 85%
penduduk bekerja sebagai nelayan pesisir (yang mencari hasil laut di dataran pasang
surut atau memakai perahu tradisional tanpa mesin), dan yang lainnya merupakan
karyawan.3 Dengan demikian, penduduk Serangan mempunyai identitas sebagai orang
pesisir, yang tidak biasa di Bali yang mana kebanyakan orang Bali berorientasi
terhadap tanah.4 Desa Serangan terdiri dari penduduk Hindu dan Muslim.

UMUR

22.5%
42.5%

35%

21 - 35 35-50 >50

Grafik 1. Umur Masyarakat Pulau Serangan


Keberadaan nelayan Serangan rata rata berumur antara 21-65 tahun, yang
dimana sebagian besar nelayan diserangan ini berumur 21-35 tahun dengan persentase
paling besar yakni sebanyak 42,5% dan umur paling rendah berada pada umur 35-50
tahun dengan persentasi sebsar 35% (Grafik 1).
Jenis Kelamin

17.5%

82.5%

Laki laki Perempuan

Grafik 2. Jenis Kelamin Masyarakat Pulau Serangan


Jenis kelamin yang terdapat di Pulau Serangan berada pada jenis kelamin laki-
laki yakni sebesar 82,5%, sedangkan pada jenis kelamin perempuan hanya ada sebesar
17,5%.

PENDIDIKAN

5% 5%
27.5%

45%

17.5%

TIDAK SEKOLAH SD SMP SMA SARJANA/DIPLOMA

Grafik 3. Pendidikan Masyarakat Pulau Serangan

Nelayan Pulau Serangan memiliki berbagai macan tingkatan Pendidikan


terakhir yakni SD, SMP, SMA, Sarjana hingga nelayan yang tidak pernah mengenyam
Pendidikan sama sekali. Apabila dilihat dari tingkat pendidikannya sebagian besar
hanya mengenyam pendidikan hingga Sekolah Dasar (SD), bahkan ada di antara
mereka yang sama sekali tidak pernah bersekolah. Keterampilan nelayan yang dimiliki
saat itu diperoleh secara turun temurun dari nenek moyangnya yang juga menekuni
profesi yang sama sebagai nelayan. Rendahnya tingkat pendidikan para nelayan
tersebut juga berpengaruh terhadap sumber daya manusia yang dimilikinya. Kondisi
tersebut menyebabkan pula lemahnya posisi masyarakat pesisir sehingga kerap kali
mereka menjadi objek eksploitasi dari pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan
kelemahannya. Kenyataan tersebut sesuai dengan pandangan Goodwin (dalam Basri,
2011:24) bahwa “implikasi dari kecilnya kapital para nelayan karena mereka hanya
memiliki kekuatan yang kecil untuk dapat mempengaruhi pasar, mengelola sumber
perikanan, dan menjaga sumber perikanan dari ancaman kerusakan lingkungan oleh
pihak luar”. Kondisi seperti itu menyebabkan pula masyarakat pesisir Serangan tidak
mampu mengeksplorasi kekayaan sumber daya alam yang dimiliki dan tidak mampu
menciptakan pilihan–pilihan pekerjaan lainnya di tengah situasi alam yang tidak
menentu. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat nelayan di Serangan banyak
berpengaruh dalam meningkatkan taraf kehidupannya di tengah tantangan yang
semakin berat. Adanya tuntutan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
seiring dengan globalisasi yang terjad itidak didukung oleh sumber daya manusia yang
meningkat sehingga komunitas tersebut hanya dapat berjalan di tempat walaupun
mereka telah memiliki etos kerja keras dalam beraktivitas.
PENGHASILAN SEBELUM REKLAMASI
90 85%
80
70
60
50
40
30
20
7.5% 7.5%
10
0
3 - 4 JT 4 - 5 JT > 5 JT

Grafik 4. Penghasilan sebelum reklamasi Masyarakat Pulau Serangan

Rata-rata pendapatan warga Pulau Serangan sebelum pembangunan reklamasi


digolongkan dalam kategori tinggi (lebih dari 4.000.000), cukup tinggi (lebih dari
2.500.000 hingga 4.000.000), sedang (lebih dari 1.500.000 hingga 2.500.000), dan
rendah (500.000 hingga 1.000 000). Mayoritas warga Pulau Serangan memiliki tingkat
pendapatan tinggi, yaitu di atas Rp 4.000.000/bulan/KK (Grafik 5).

PENGHASILAN SETELAH REKLAMASI


80 72.5%
70
60
50
40
27.5%
30
20
10
0
2 - 2,5 JT > 2,5 JT

Grafik 5. Penghasilan setelah reklamasi masyarakat Pulau Serangan


Sedangkan pendapatan setelah pembangunan reklamasi terjadi penuruan penghasilan
yang sangat drastis yakni dengan nilai yang awalnya berkisar 3-5 juta menurun
menjadi 2-2,5 juta perbulan. Hal ini dikeluhkan oleh para nelayan karena adanya
reklamasi menyebabkan penghasilan menurun.

PEKERJAAN

2.5% 155

25% 57.5%

NELAYAN PEDAGANG PNS Lain lain (Wisata)

Grafik 6. Pekerjaan Masyarakat Pulau Serangan

PEKERJAAN SAMPINGAN

10%

35% 55%

Lain lain Tidak Ada Nelayan

Grafik 7. Pekerjaan Sampingan Masyarakat Pulau Serangan

Masyarakat Pulau Serangan sebagian besar bekerja sebagai nelayan, pedagang,


dan pelaku wisata, tetapi nilai persentase terbesar terdapat pada nelayan, dan pada
grafik pekerjaan sampingan menunjukkan bahwa sebagian besar msyarakat Pulau
Serangan sebagai nelayan, lagi lagi nelayanlah yang memiliki nilai persentase terbesar,
hal ini menunjukkan bahwa meskipun Pulau Serangan telah dilakukan reklamasi tidak
membuat warga sekitarnya menyerah dengan keadaan, dan terus berjuang meneruskan
wasiat nenek moyangnya sebagai pelaut.

Indikator Resiliensi Sosial Nilai Status


Pengetahuan 71.4375 Tinggi
Persepsi 69.25 Tinggi
Ketergantungan 72.4375 Tinggi
Adaptasi 59.5 Sedang
Resiliensi Sosial 68.15625 Tinggi
Tabel 1. Tabel Resiliensi Sosial

Resiliensi sosial merupakan komponen penting dari keadaan individu dan


kelompok sosial beradaptasi dengan perubahan lingkungan (Adger 2000). Nilai
resiliensi sosial tertinggi pada masyarakat Pulau Serangan adalah persepsi masyarakat
tentang kondisi sumberdaya alam dan lingkungan. Nilai resiliensi sosial terkecil pada
masyarakat Pulau Serangan dilihat dari ketergantungan pada ekosistem terumbu karang
yang tinggi. Resiliensi masyarakat Pulau Serangan secara keseluruhan tergolong tinggi
sehingga cukup mampu dalam menghadapi tekanan (Tabel 1).

Indikator persepsi, pengetahuan, dan adaptasi memiliki hubungan yang


signifikan dan positif dengan resiliensi, sedangkan indikator ketergantungan memiliki
nilai korelasi negatif dengan resiliensi (Tabel 2). Secara umum, korelasi antara setiap
indikator dengan resiliensi sosial memiliki hubungan yang signifikan sehingga dapat
menggambarkan dengan baik status resiliensi masyarakat Pulau Serangan. Hubungan
setiap indikator dengan resiliensi sosial dapat digambarkan dengan nilai korelasi
Pearson (Lampiran 5).
Pengetahuan Persepsi Ketergantungan Adaptasi
Korelasi 0.97278087 0.97278087 0.97278087 0.97278087
Pearson
Nilai 0.000 0.000 0.000 0.000
signifikan
Tabel 2. Korelasi antara indikator dengan resiliensi social

Pada indikator persepsi, parameter yang memiliki korelasi terkuat dengan


resiliensi adalah dampak reklamasi terhadap terumbu karang dan tangkapan ikan
(Tabel 2). Sebagian besar masyarakat Pulau Serangan memandang kegiatan reklamasi
berakibat buruk bagi terumbu karang dan nelayan. Pada indikator pengetahuan yang
memiliki korelasi terkuat dengan resiliensi adalah pengetahuan masyarakat tentang
terumbu karang dan zonasi. Pengetahuan masyarakat tentang terumbu karang cukup
tinggi, tetapi sebagian masyarakat kurang paham terkait zonasi perairan. Pada indikator
ketergantungan yang memiliki korelasi terkuat dengan resiliensi adalah jenis
pemanfaatan terumbu karang. Terumbu karang dimanfaatkan sebagai daya tarik
wisatawan dan menjadi sumber penghasilan masyarakat. Pada indikator adaptasi yang
memiliki korelasi terkuat dengan resiliensi adalah keikutsertaan masyarakat dalam
konservasi dan pekerjaan alternatif. Partisipasi masyarakat masih kurang dalam
kegiatan konservasi, namun cukup baik dalam mengembangkan pekerjaan alternatif.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah resiliensi masyarakat di Pulau


Serangan tergolong sedang sehingga berdampak pada pengelolaan ekosistem terumbu
karang yang belum optimal. Oleh karena itu, perlu upaya meningkatkan resiliensi
masyarakat melalui parameter utamanya, yaitu pengetahuan tentang zonasi dan kondisi
ekosistem terumbu karang, pemanfaatan berkelanjutan, persepsi terkait dampak
reklamasi, serta keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan konservasi terumbu karang
dan kemampuan adaptasi pada pekerjaan alternatif. Langkah-langkah utama dalam
pengelolaan ekosistem terumbu karang berdasarkan resilensi masyarakat Pulau
Serangan dengan membentuk forum komunikasi masyarakat, meningkatkan perilaku
konservatif, dan penyesuaian terhadap pekerjaan alternatif.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bahri, Samsul 1995. Nelayan dan Kemiskinan : Suatu Studi tentang Pola Patron- Klien.
Yogyakarta : universitas Gadjah Mada. Barker,

Christ. 2004. Cultural Studies Teori dan Praktek. Penerjemah dan penyunting: Tim
Kunci Cultural Studies Center. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka. Berger,

Peter L. 1982. Piramida Kurban Manusia (A.Rahman Tolleng, Penerjemah). Jakarta :


LP3ES.

Budiman, H. 1997. Pembangunan yang Selalu Gagal Modernisme dan Krisis


Rasionalitas Menurut Daniel Bell.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dahuri, Rohmin,

Jacub Rais dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu.
Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group. Nyoman Suryawan 80 JURNAL KAJIAN BALI Volume 05, Nomor 01,
April 2015 Hlm. 57 – 80 Fashri,

Fauzi. 2007. Penyingkapan Kuasa Simbol Apopriasi Reflektif Pemikiran Pierre


Bourdieu.Yogyakarta: Juxtapose.

Giddens,Anthony. 2003. Masyarakat Post-Tradisional. (Ali Noerzaman, Penerjemah).


Yogyakarta: IRCiSod. Gramsci,

Antonio.1976. Selections from the Prison Notebooks Quintin Hoare dan Nowell Smith
(ed). New York: International Publisher. Harker, Richard dan Cheelen

Mahar. 2009. (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik Pengantar Paling Komprehensif


kepada Pemikiran Pierre Bourdieu. (Pipit Maizier, penerjemah). Yogyakarta:
Jalasutra. Inoue,Yasuko,
Oki Hadiyati dkk. 1999. Model Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari. Jakarta:
Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia.

Koentjaraningrat .2003. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen


Pendidikan Nasional. Keraf, A. Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Buku
Kompas.

Kusnadi, H. 2001 Konflik Sosial Nelayan:Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya


Perikanan.Yogyakarta: LKis. Mardika,

Nyoman. 2000. Konflik kepentingan dalam kebijakan Pembangunan Pariwisata di


Pulau Serangan. Denpasar: Universitas Udayana

Patria N dan Andi Arief. 1999. Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Piliang,Yasraf Amir. 1999. Hiper-realitas Kebudayaan.Yogyakarta: LKiS.


_______2006. Dunia yang Dilipat Tamasya Melalui Batas-batas Kebudayaan.
Yogyakarta: Jalasutra Ratna,

Nyoman Kutha. 2004. Relevansi Teori-teori Postsrukturalisme dalam Memahami


Karya Satra, Aspek-Aspek Kebudayaan Kontemporer pada Umumnya. Orasi
Ilmiah Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Sastra. FS. Denpasar: Universitas
Udayana. Tuwo,

H. Ambo. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut Pendekatan Ekologi Sosial
Ekonomi Kelembagaan dan Sarana Wilayah. Surabaya :Tim Brilian
Internasional Storey,

John. 2003. Teori Budaya dan Budaya Pop. Yogyakarta : Kalam.

Sumaatmadja, N. 1989. Studi Lingkungan Hidup. Bandung : PT Alumni.

Supartha, Wayan. 1998. Baliku Tersayang Baliku Malang Potret Otokritik


Pembangunan Bali dalam Satu Dasa Warsa. Denpasar : Bali Post.
Woinarki, L. 2002. Pulau Serangan: Dampak Pembangunan pada Lingkungan dan
Masyarakat. Malang: Universitas Muhamadiyah.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner

KUISIONER RESILIENSI SOSIAL MASYARAKAT PULAU SERANGAN

1. Status
1. Nama Responden :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Alamat :
5. Pendidikan terakhir : a. Tidak tamat SD
b. SD
c. SMP
d. Perguruan Tinggi
6. Pekerjaan : a. Utama :
b. Sampingan :
7. Status : Menikah / Belum menikah* (*Coret yang tidak
perlu)
8. Jumlah tanggungan :
9. Tingkat pendapatan perbulan sebelum adanya reklamasi :
10. Tingkat pendapatan perbulan setelah adanya reklamasi :
2. Pengetahuan
1. Apakah bapak/ibu tau yang dimaksud dengan reklamasi?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
2. Apakah bapak/ibu merasakan dampak reklamasi di Pulau Serangan?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
3. Apakah bapak/ibu tau yang dimaksud perubahan iklim?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
4. Apakah bapak/ibu tau dampak perubahan iklim?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
5. Apakah bapak/ibu tau terumbu karang?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
6. Apakah terumbu karang di Pulau Serangan sehat?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
7. Bagaimana keadaan terumbu karang di Pulau Serangan?
a. Berwarna
b. Pucat
c. Putih
d. Coklat ditumbuhi alga
8. Apakah adanya perubahan iklim dan reklamasi berdampak terhadap
terumbu karang?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
9. Apa dampak yang ditimbulkan jika terumbu karang rusak?
a. Tidak tau
b. Hilangnya habitat ikan
c. Pendapatan berkurang
d. Hilangnya keindahan pantai
10. Apa yang dapat dilakukan untuk menjaga ekosistem terumbu karang?
a. Tidak tau
b. Menghimbau pengunjung agar tidak merusak terumbu karang
c. Menyisihkan sedikit uang untuk pemeliharaan terumbu karang
3. Persepsi
1. Bagaimana penilaian anda tehadap keindahan terumbu karang di Pulau
Serangan?
a. Tidak tahu
b. Biasa saja
c. Bagus
d. Sangat bagus
2. Bagaimana penilaian anda terhadap kualitas air di perairan Pulau Serangan?
a. Tidak tahu
b. Biasa saja
c. Bagus
d. Sangat bagus
3. Bagaimana menurut anda tentang pentingnya ekosistem terumbu karang?
a. Tidak penting
b. Biasa saja
c. Penting
d. Sangat penting
4. Bagaimana penilaian anda tentang keindaha pantai pulau Serangan?
a. Tidak indah
b. Biasa saja
c. Indah
d. Sangat indah
5. Bagaimana pengaruh perubahan iklim terhadap ekosistem terumbu karang
di Pulau Serangan
a. Tidak ada
b. Ada dan berpengaruh sedikit
c. Berpengaruh banyak
d. Merusak terumbu karang
6. Bagaimana pengaruh reklamasi terhadap ekosistem terumbu karang di
pulau serangan?
a. Tidak tahu
b. Tidak ada
c. Ada tapi sedikit
d. Sangat berpengaruh
7. Bagaimana menurut anda tentang perubahan suhu yang terjadi dari tahun
ke tahun?
a. Tidak ada
b. Sedikit berubah
c. Semakin dingin
d. Semakin panas
8. Kemudahan akses dari Pulau serangan ke kota Denpasar?
a. Tidak mudah
b. Kurang
c. Mudah
d. Sangat mudah
9. Dampak reklamasi terhadap pendapatan ikan yang diperoleh nelayan Pulau
Serangan?
a. Tidak ada
b. Biasa saja
c. Menurun
d. Sangat menurun
10. Persetujuan reklamasi Pulau Serangan?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Sangat setuju
4. Ketergantungan
1. Jenis status ikan yang tertangkap?
a. Tidak tahu
b. Kurang ekonomis
c. Ekonomis
d. Sangat ekonomis
2. Intensitas melaut dalam sebulan?
a. Tidak ada
b. 1-8 kali
c. 9-15
d. Lebih dari 16
3. Perubahan hasil tangkapan ikan dalam beberapa waktu terakhir?
a. Tidak ada
b. Sedikit berubah
c. Lumayan berubah
d. Banyak berubah jadi makin sedikit
4. Tanggapan nelayan terhadap hasil jumlah tangkapan ikan yang diperoleh
semakin menurun dari tahun ke tahun
a. Tidak tahu
b. Sedikit penurunan
c. Mengakibatkan penurunan yang cukup besar
d. Penurunan sangat besar sehingga harus mencari pekerjaan tambahan
5. Pemanaatan sumberdaya yang didapat
a. Dimakan sendiri
b. Dijual ke tengkulak
c. Dijual ke catering/resto
d. Dijual langsung ke konsumen
6. Kondisi perekonomian nelayan Pulau Serangan sebelum reklamasi
a. Tidak puas
b. Cukup puas
c. Puas
d. Sangat puas
7. Kondisi perekonomian nelayan Pulau Serangan setelah reklamasi
a. Tidak puas
b. Cukup puas
c. Puas
d. Sangat puas
8. Lama bekerja menjadi nelayan
a. 1-5 thn
b. 6-10 thn
c. 11-15 thn
d. Lebih dari 16 thn
9. Jumlah mata pencaharian
a. 0
b. 1
c. 2
d. Lebih dari 2
10. Pekerjaan utama
a. PNS
b. Pedagang
c. Wisata
d. Nelayan
5. Adaptasi
1. Keinginan untuk berpindah dalam lokasi pencarian ikan
a. Tidak ada
b. Masih didalam Pulau Serangan
c. Batas Pulau Pari
d. Keluar dari pulau Serangan
2. Profesi sebelum nya
a. Tidak ada
b. Nelayan
c. Wisata
d. Lain lain
3. Upaya-upaya dalam menjaga ekosistem terumbu karang di Pulau Serangan
a. Tidak ada
b. Tidak merusak dengan jangkar
c. Memberi sanksi untuk pelanggar
d. Menyumbang dana untuk pemeliharaan
4. Mengikuti acara konservasi terumbu karang
a. Tidak
b. Pemeliharaan rutin
c. Transplantasi
d. Transplantasi dan monitoring
5. Pekerjaan alternative
a. Tidak ada
b. Tetap menjadi pekerjaan semula
c. Mencari ikan
d. Budidaya
6. Pengelolaan limbah padat
a. Tidak ada
b. Tidak tahu
c. Ada tapi tidak tahu
d. Ada dan melakukan
7. Pengelolaan limbah cair
a. Tidak ada
b. Tidak tahu
c. Ada tapi tidak tahu
d. Ada dan melakukan
8. Profesi sebelum nya
a. Tidak ada
b. Nelayan
c. Wisata
d. Lain lain
9. Upaya-upaya dalam menjaga ekosistem terumbu karang di Pulau Serangan
a. Tidak ada
b. Tidak merusak dengan jangkar
c. Memberi sanksi untuk pelanggar
d. Menyumbang dana untuk pemeliharaan
10. Mengikuti acara konservasi terumbu karang
a. Tidak
b. Pemeliharaan rutin
c. Transplantasi
d. Transplantasi dan monitoring
Lampiran 2. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai