PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini sampah laut merupakan permasalahan yang sangat penting dan
menarik untuk diteliti, dikarenakan dampak yang ditimbulkan oleh sampah laut dapat
mengancam kelangsungan dan keberlanjutan hidup biota yang terdapat di perairan.
Menurut CSIRO (2014), sampah laut atau sering disebut dengan istilah marine debris
didefinisikan sebagai bahan padat persisten yang diproduksi atau diproses secara
langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, dibuang atau ditinggalkan ke
dalam lingkungan laut seperti barang-barang yang digunakan misalnya kaca atau botol
plastik, kaleng, tas, balon, karet, logam, fiberglass, puntung rokok, dan bahan-bahan
lainnya yang berakhir di laut dan di sepanjang pantai. Selain itu alat tangkap seperti
jaring, tali, kait, pelampung dan bahan lainnya yang sengaja atau tidak sengaja dibuang di
laut.
Laut sangat penting bagi kehidupan manusia dan juga habitat bagi biota laut.
Manusia memanfaatkan sumber daya laut terdapat didalam dan diatas laut. Small dan
Nicholas (2003) mengatakan bahwa populasi manusia yang beraktifitas di wilayah pesisir
adalah 33 % dari populasi manusia di dunia. Populasi manusia di pesisir sangat
mempengaruhi peningkatan pencemaran laut. Executive Director World Ocean Summit
2017 Charles Goddard mengatakan laut dunia sedang mengalami ancaman pencemaran
terkait dengan aktivitas manusia di kawasan pesisir. Kegiatan manusia di kawasan pesisir
menghasilkan banyak sampah dan jumlahnya secara global terus meningkat (Topcu et al,
2013).
Akumulasi sampah di perairan menjadi salah satu ancaman membawa dampak
buruk terhadap keseimbangan ekosistem laut (Pham et al., 2014). Fluktuasi sampah
tahunan dari semua material menuju ke laut mencapai 6,4 juta ton diseluruh dunia. 80%
sampah di lautan berasal dari daratan serta 275 juta ton/meter sampah plastik dihasilkan
dari 192 negara pantai. Pada tahun 2010 terdapat 4,8 dari 12,7 juta ton/meter total
sampah memasuki lautan (Jambeck et al., 2015). Indonesia sendiri menduduki peringkat
2 dunia sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di dunia pada tahun 2017 sebanyak
3,2 juta/ton (Jambeck et al., 2015).
Laut memiliki peranan penting dalam mendukung industri perikanan, ekonomi
pesisir, menyediakan peluang pariwisata serta sebagai ekosistem bagi beanekaragam
biota. Di tengah pemberdayagunaan laut muncul permasalahan kompleks dimana hasil
dari setiap kegiatan akan memunculkan sampah. Umumnya sampah akan dibuang ke laut,
baik telah melalui pengolahan maupun pembuangan secara langsung melalui sungai yang
bermuara ke laut (Citasari et al., 2012).
B. RUMUSAN MASALAH
Dampak dari sering terjadinya air pasang pada daerah pesisir belawan yaitu
banyaknya tumpukkan sampah yang tergenang di air sehingga permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kebanyakan sampah yang tergenang di air laut pada saat air
pasang?
2. Apa saja faktor yang terjadi dengan banyaknya sampah yang tergenang di air?
3. Bagaimana mengelola sampah agar tidak bertumpuk di air laut?
4. Bagaimana sikap masyarakat sekitar dalam membuang sampah?
5. Bagaimana mencegah agar ait laut tersebut terhindar dari sampah?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari permasalahan di atas yaitu :
1. Mengetahui tingkat kebanyakan sampah yang tergenang di air laut pada saat air
pasang.
2. Mengetahui saja faktor yang terjadi dengan banyaknya sampah yang tergenang di air.
3. Megetahui bagaimana mengelola sampah agar tidak bertumpuk di air laut.
4. Mengetahui sikap masyarakat sekitar dalam membuang sampah.
5. Mengetahui bagaimana mencegah agar ait laut tersebut terhindar dari sampah.
D. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini yaitu mengetahui apa saja faktor yang terjadi apabila
terlalu banyak sampah yang bertumpuk pada saat air pasang. Serta bagaimana mencegah
agar air laut bersih dari sampah. Dari pengetahuan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat
agar terhindar dari sampah pada saat air pasang, karena tumpukkan sampah juga
membawa penyakit bagi masyarakat sekitar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. RIVIEW LITERATUR
Berdasarkan studi Muchammad Zamzami Elamin di lokasi di Desa Disanah
Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang permasalahan yang terjadi adalah proses
pengelolaan sampah yang dilakukan belum masuk dalam kategori yang baik dan benar
dikarenakan proses pengelolaan dilakukan dengan pembuangan yang tidak pada
tempatnya dan dengan proses pembakaran.
Hasil penelitian menyatakan bahwa pengelolaan sampah di Desa tersebut masih
kurang baik hal ini dikarenakan tidak adanya lahan untuk pembangunan tempat
penampungan sementara, fasilitas sarana dan prasarana yang masih belum baik, dan
tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah akan pentingnya pengelolaan sampah
dengan baik dan benar. Langkah yang seharusnya dilakukan adalah dengan melakukan
sosialisasi tentang pengelolaan sampah yang baik dan benar, jadwal rutin gotong royong
bersih desa dan memasukkan anggaran untuk pembebasan lahan yang akan digunakan
untuk tempat penampungan sementara.
Faktor yang mempengaruhi pengolahan sampah yang dianggap sebagai
penghambat sistem adalah penyebaran dan kepadatan penduduk, sosial ekonomi dan
karakteristik lingkungan fisik, sikap, perilaku serta budaya yang ada di masyarakat (Sahil,
2016). Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia nomor 3
tahun 2013, tempat penampungan sementara (TPS) adalah tempat dimana sebelum
sampah diangkut untuk dilakukan pendauran ulang, pengolahan dan tempat pengolahan
sampah terpadu. Tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) adalah tempat pelaksanaan
kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan dan
pemrosesan akhir.
B. LANDASAN TEORI
Menurut H.L. Blum, dikutip Notoadmodjo (2007), derajat kesehatan dipengaruhi
4 (empat) macam faktor yaitu lingkungan perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas.
Faktor lingkungan dan perilaku merupakan faktor terbesar yang berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya derajat kesehatan. Oleh karena itu, lingkungan sehat dan perilaku sehat
perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh.
Lingkungan merupakan salah satu peran penting dan berpengaruh positif
terhadap terwujudnya status kesehatan masyarakat. Lingkungan juga merupakan
determinan dalam menularkan dan munculnya suatu penyakit, baik menular maupun
tidak menular. Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari
masa ke masa, dan dari masyarakat satu kemasyarakat lain, bervariasi dan bertingkat-
tingkat, dari yang sederhana sampai kepada yang modern (Notoatmodjo,2003).
Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan antara lain penyakit disebabkan
oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah.
Berdasarkan aspek sanitasi tingginya angka penyakit berbasislingkungan banyak
disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan jamban
yang masih rendah, tercemarnya tanah, air, dan udara karena limbah rumah tangga,
limbah industri, limbah pertanian, sampah, sarana transportasi, serta kondisi
lingkungan fisik yang memungkinkan (Achmadi, 2008).
C. KERANGKA BERFIKIR
Sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang hingga saat ini
masih terjadi di kota-kota besar akibat pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang
pesat. Ironisnya, permasalahan sampah yang sering muncul selama ini, tidak membuat
seluruh stakeholder yang bertanggung jawab memiliki kepekaan untuk mengatasi
masalah tersebut. Tidak jarang kita temukan di beberapa kota bahwa instansi yang
bertugas dalam penanganan sampah kurang mampu mengatasi persoalan tersebut,
sehingga pengelolaan sampah tidak berjalan secara efektif bahkan dapat memberikan
dampak negative bagi kesehatan maupun lingkungan. Seperti yang terjadi di Belawan
bahwa pemerintah belum mampu mengatasi masalah sampah sehingga pengelolaannya
selama ini belum berjalan optimal. Hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana yang
dimiliki kurang memadai untuk pengoperasian pelaksanaan pengelolaan sampah, tidak
adanya kegiatan pengurangan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) di
daerah Belawan karena belum optimalnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam
melaksanakan pengurangan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), kinerja
pelaksana implementasi kebijakan dalam penegakan Pengelolaan Sampah belum optimal.
Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi upaya pemerintah dalam menangani masalah
tersebut.
D. HIPOTESIS
Adanya hubungan peristiwa banjir yang mengakibatkan air pasang sehingga
menimbulkan banyak permasalahan kesehatan dikarenakan tumpukan sampah di daerah
tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kualitatif menunjuk kepada
prosedur-prosedur riset yang menghasilkan data kualitatif, ungkapan, atau catatan peneliti
dalam kegiatan observasi. Observasi untuk mengetahui dampak banjir akibat air pasang
air laut.
4.1. Hasil
4.1.1. Kondisi Geografis
Kecamatan Belawan secara astronomi terletak antara 030◦ - 480◦ LU dan 980◦- 420◦
BT dengan ketinggian 0 - 3 meter diatas permukaan laut. Kecamatan Medan Belawan
berbatasan langsung dengan selat malaka di sebelah utara, kecamatan Medan Labuhan di
sebelah selatan, kabupaten Deli Serdang di sebelah barat dan di sebelah timur. Kecamatan
Medan Belawan merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang mempunyai luas
sekitar 21,82 km2.
4.2. Pembahasan
Banjir akibat pasang air laut atau yang sering disebut dengan banjir Rob adalah banjir
yang diakibatkan oleh pasangnya air laut hingga pasangnya air tersebut menggenangi daratan
yang ada disekitar laut. Banjir ini sering terjadi di daerah yang permukaannya lebih rendah
dari permukaan air laut. Permasalahan banjir ini sering terjadi diwilayah Belawan. Bukan
hanya sekedaar banjir, tapi banjir ini juga meninggalkan sampah yang berserakan setelah
surut.
Permasalahan sampah di pesisir bukanlah hal yang tidak biasa. Permasalahan sampah
diwilayah pesisir menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius dan perlu penanganan
yang tepat. Sampah yang dibuang ke aliran laut dapat menyebabkan pencemaran laut, yang
mana laut adalah sumber kehidupan bagi masyarakat.
Keadaan banjir yang sering terjadi di Belawan dikarekan pasang air laut atau disebut
sebagai banjir rob. Saat waktunya pasang, maka wilayah dataran disekitar laut yang mana
menjadi pemukiman warga akan terendam banjir. Bukan hanya sekedar genangan air, tapi
sampah-sampah juga ikut mengapung di atas permukaan genangan banjir tersebut. Menurut
hasil wawancara dengan beberapa informan kunci di daerah tersebut, sampah-sampah ini
berasal dari sampah masyarakat yang sengaja di buang sembarangan bahkan dibuang di aliran
laut.
Menurut hasil wawancara, pemerintah setempat mengatakan bahwasannya telah
disediakan tempat sampah untuk masyarakat, namun tidak sedikit masyarakat yang memilih
untuk membuang sampah ke aliran laut dengan alasan lebih praktis. Membuang sampah ke
aliran laut dapat menyebabkan pencemaran laut yang dapat merusak kehidupan yang ada di
laut serta merusak pemandangan dan keindahan laut.
Mengenai program penanganan sampah diwilayah Belawan, pemerintah desa
mengatakan adanya program yang dibuat untuk menangani masalah sampah ini yaitu dengan
menyediakan sarana pembuangan sampah dan kegiatan gotong royong yang dilaksanakan
sebulan sekali untuk memebrsihkan lingkungan dari sampah-sampah yang berserak akibat
banjir rob yang sering terjadi diwilyah tersebut. Sementara itu pihak puskesmas juga telah
melakukan edukasi kepada masyarakat agar membuang sampah rumah tangganya ke tempat
yang telah disediakan dan tidak membuangnya ke aliran laut.
BAB V
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya
suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam
tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat
berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase
yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi
biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah
besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya
pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan
menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip
dengan jumlah konsumsi.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam usaha mengatasi masalah sampah
yang saat ini mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari masyarakat adalah
pemberian pajak lingkungan yang dikenakan pada setiap produk industri yang
akhirnya akan menjadi sampah. Industri yang menghasilkan produk dengan kemasan,
tentu akan memberikan sampah berupa kemasan setelah dikonsumsi oleh konsumen.
Industri diwajibkan membayar biaya pengolahan sampah untuk setiap produk yang
dihasilkan, untuk penanganan sampah dari produk tersebut. Dana yang terhimpun
harus dibayarkan pada pemerintah selaku pengelola IPS untuk mengolah sampah
kemasan yang dihasilkan. Pajak lingkungan ini dikenal sebagai Polluters Pay
Principle.
Solusi yang diterapkan dalam hal sistem penanganan sampah sangat
memerlukan dukungan dan komitmen pemerintah. Tanpa kedua hal tersebut, sistem
penanganan sampah tidak akan lagi berkesinambungan. Tetapi dalam pelaksanaannya
banyak terdapat benturan, di satu sisi, pemerintah memiliki keterbatasan pembiayaan
dalam sistem penanganan sampah. Namun di sisi lain, masyarakat akan membayar
biaya sosial yang tinggi akibat rendahnya kinerja sistem penanganan sampah. Sebagai
contoh, akibat tidak tertanganinya sampah selama beberapa hari di Kota Bandung,
tentu dapat dihitung berapa besar biaya pengelolaan lingkungan yang harus
dikeluarkan akibat pencemaran udara (akibat bau) dan air lindi, berapa besar biaya
pengobatan masyarakat karena penyakit bawaan sampah (municipal solid waste borne
disease), hingga menurunnya tingkat produktifitas masyarakat akibat gangguan bau
sampah.
B. Saran
Di harapkan kepada para mahasiswa dan pembaca makalah ini untuk lebih
mendalami ilmu tentang upaya-upaya pengelolaan sampah untuk kelestarian
lingkungan hidup. Karena pencemaran oleh sampah sudah sangat mengkhawatirkan
dimana lingkungan yang kita huni ini sudah tercemar oleh berbagai jenis sampah,
baik yang berbahaya maupun tidak, baik yang dapat dimanfaatkan maupun tidak.