Anda di halaman 1dari 80

TRAUMA

MEDULA
SPINALIS
DEFINISI
• Trauma langsung atau tidak langsung terhadap medula spinalis yang
menyebabkan kerusakan medula spinalis, meliputi masukan sensoris, gerakan
dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat
terganggu atau hilang sama sekali.
EPIDEMIOLOGI
• Insidens : 30-40 per satu juta penduduk per tahun. Angka mortalitas
diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama dan ±80% meninggal ditempat
kejadian

• Vertebra servikalis memiliki resiko paling besar dgn level tersering C5,
diikuti C4, C6 kemudian T12, L1 dan T10
ANATOMI

1. Collumna vertebralis : cervicalis 7


thoracalis 12
Lumbalis 5
sacralis / sacrum 5
coccygeus 4
Discus intervertebralis
Ligamentum longitudinalis anterior & posterior
Pediculus, lamina
2. Medulla spinalis :
foramen magnum s/d Vertebra L 1
substantia alba & substantia gricea
3. Dermatom
4. Myotom
5. Saraf autonom
PATOFISIOLOGI

• Medula Spinalis dan Radiks dapat rusak melalui 4


Mekanisme:
1. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus
intervertebralis dan hematoma
2. Regangan Jaringan yang berlebihan
3. Edema medula spinalis pasca trauma
4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang
• Mekanisme trauma  transfer energi ke korda spinal, kompresi korda
paska trauma yang persisten.

• Terjadi dalam hitungan detik dan menit setelah cedera, menyebabkan


kematian sel yang segera, disrupsi aksonal dan vaskuler yang mempunyai
efek yang berkelanjutan.
• Peningkatan produksi radikal bebas dan opioid endogen, pelepasan yang
berlebihan dari neurotransmittereksitatori dan reaksi inflamasi sangat
berperan penting.

• Defisit neurologis  proses cedera primer dan sekunder. Sejalan dengan


kaskade cedera berlanjut, kemungkinan penyembuhan fungsional semakin
menurun.
• Intervensi terapeutik sebaiknya tidak ditunda, pada kebanyakan kasus,
window period untuk intervensi terapeutik dipercaya berkisar dalam 8 jam
setelah cedera.
ETIOLOGI

1. Fraktur vertebra/dislokasi

2. Perdarahan epidural/subdural

3. Trauma tembus / Gunshot

4. Trauma tidak langsung

5. Trauma intramedular/kontusio
MEKANISME TRAUMA

1. Hiperekstensi
2. Fleksi
3. Kompresi Aksial
4. Fleksi – Kompresi dan Distraksi Posterior
5. Fleksi Rotasi
6. Translasi Horizontal
DIAGNOSIS

Anamnesa :
- Mekanisme trauma dan onset
- Organ tubuh yang dicurigai terkena trauma
- Gejala yg muncul
- Penatalaksanaan yang dilakukan

Pemeriksaan Fisik :
TYPES OF INCOMPLETE
INJURIES
i) Central Cord Syndrome

ii) Anterior Cord Syndrome

iii) Posterior Cord Syndrome

iv) Brown – Sequard Syndrome

v) Cauda Equina Syndrome


i) Central Cord Syndrome :

• Typically in older patients


• Hyperextension injury
• Compression of the cord anteriorly by osteophytes and
posteriorly by ligamentum flavum
• Also associated with fracture dislocation and compression
fractures
• More centrally situated cervical tracts tend to be more
involved hence
flaccid weakness of arms > legs
• Perianal sensation & some lower extremity movement and
sensation may be preserved
ii) Anterior cord Syndrome:
• Due to flexion / rotation
• Anterior dislocation / compression fracture of a vertebral
body encroaching the ventral canal
• Corticospinal and spinothalamic tracts are damaged either
by direct trauma or ischemia of blood supply (anterior
spinal arteries)
Clinically:
• Loss of power
• Decrease in pain and sensation below lesion
• Dorsal columns remain intact
ii) Posterior Cord Syndrome:
Hyperextension injuries with fractures of the
posterior elements of the vertebrae

Clinically:
• Proprioception affected – ataxia and faltering gait
• Usually good power and sensation
iv) Brown – Sequard Syndrome:
• Hemi-section of the cord
• Either due to penetrating injuries:
i) stab wounds
ii) gunshot wounds
• Fractures of lateral mass of vertebrae
Clinically:
• Paralysis on affected side (corticospinal)
• Loss of proprioception and fine discrimination (dorsal
columns)
• Pain and temperature loss on the opposite side below the
lesion (spinothalamic)
v) Cauda Equina Syndrome:
• Due to bony compression or disc protrusions in
lumbar or sacral region

Clinically
• Non specific symptoms – back pain
- bowel and bladder dysfunction
- leg numbness and weakness
- saddle parasthesia
HIGH CERVICAL INJURIES (C3
AND ABOVE)
• Motor and sensory deficits involve the entire arms and legs
• Dependent on mechanical ventilation for breathing
(diaphragm is innervated by C3-C5 levels)
MIDCERVICAL INJURIES (C3-C5)

• Varying degrees of diaphragm dysfunction


• Usually need ventilatory assistance in the acute phase
• Shock
LOW CERVICAL INJURIES (C6-T1)

• Usually able to breathe, although occasionally cord swelling


can lead to temporary C3-C5 involvement (need mechanical
ventilation)
• The level can be determined by physical exam
THORACIC INJURIES (T2-L1)

• Paraparesis or paraplegia
• UMN (upper motor neuron) signs
DIFFERENCE BETWEEN SPINAL
SHOCK AND NEUROGENIC SHOCK

• Spinal shock is mainly a loss of reflexes (flaccid paralysis)


• Neurogenic shock is mainly hypotension and bradycardia due to loss of
sympathetic tone
NEUROGENIC SHOCK
• Seen in cervical injuries
• Due to interruption of the sympathetic input from hypothalamus to the
cardiovascular centers
• Hallmark: hypotension (due to vasodilation, due to loss of sympathetic tonic
input) is associated with bradycardia (not tachycardia, the usual response),
due to inability to convey the information to the vasomotor centers in the
spinal cord
RADIOLOGY
Spine plain foto
Cervical spine
• Sensitivity and specificity < 90%
• Include skull base and T1  swimmer’s view
attention to three lines :
- posterior vertebral body line
- anterior vertebral body line
- spinolaminar line
narrower canal  represent injury

Thoracolumbar spine
• Commonly injured T12 – L1 level
Lumbar spine
• Injuries forces in fall
• Spinal cord ends at the L1 to L2 level  Injuries to conus
medularis and cauda equina
• Canal spinalis compression, conus medularis and cauda
equina syndrome  MRI + myelografi
MRI
• Hampir tidak pernah digunakan pada kasus trauma
Kecuali : cauda equina syndrome
• Sensitifitas tinggi untuk tumor dan jaringan lunak (misal : HNP)
PENATALAKSANAAN
• Mayoritas pasien dengan cedera medula spinalis disertai dengan cedera
bersamaan pada kepala, dada, abdomen, pelvis dan ekstremitas –hanya
sekitar 40% cedera medula spinalis yang terisolasi.

• Penatalaksanaan awal berlangsung seperti pasien trauma pada umumnya


yang meliputi survei primer dan survei sekunder
Protokol terapi yang direkomendasikan berdasarkan pada 3 hal yang penting :
• Pertama hipoksia dan iskemia di lokasi lesi medula spinalis sebaiknya
diminimalisir dengan mengendalikan status hemodinamik dan oksigenasi.
Maintain hemodinamik dengan cairan intravena 2L dan beri oksigen dengan masker non-
rebreathing.

Neurogenik shock  resusitasi + sulfas atropin


Spinal shock  methyl prednisolon
• Kedua pencegahan cedera sekunder dengan intervensi
farmakologis seperti pemberian metilprednisolon dalam 8
jam setelah kejadian

• Pasien sebaiknya diberikan metilprednisolon dengan dosis bolus


30mg/kg berat badan diikuti dengan dosis pemeliharaan 5,4mg/kg
berat badan per jam selama 23 jam atau 48 jam secara intravena
• Ketiga, begitu cedera medula spinalis dicurigai, tulang belakang harus
diimobilisasi untuk mencegah cedera neurologis yang lebih lanjut.
> Guideline: screening pasien dengan kecurigaan spinal injury

1. Didapatkannya paraplegia atau quadriplegia diasumsikan adanya spinal


instability.
2. Pasien yang sadar, alert dan neurologis normal posisi supine, lepaskan
cervical collar dan palpasi spine, jika tidak ada nyeri tekan yang signifikan,
pasien diminta menggerakkan leher ke kiri dan ke kanan. Never force the
patient neck
if there is no pain,c-spine film not necessary
3. Pasien yang sadar, alert dan neurologis normal, kooperatif, tetapi terdapat
nyeri tekan pada midline dan nyeri leher  cervical x-ray
4. Pasien dengan penurunan kesadaran atau terlalu muda untuk menggambarkan
keluahannya
5. Jika ragu, biarkan collar tetap terpasang
6. Pasien dengan defisit neurologis harus dievaluasi secepatnya dan segera
dipindahkan dari backboard  bahaya decubitus
INITIAL MANAGEMENT

Airway and c-spine control


• Jaw thrust
• Immobilization
• Rigid collar neck

• Maintain oxygenation
• O2 non rebreathing mask
• If intubation is needed, do NOT move the neck
Breathing and ventilation
• Chest physical examination : inspection, palpation, percusion,
auskultation
• Oxygen saturation

Circulation and control haemorrage


• Prevent hypotension
- Fluids to replace losses; do not overhydrate
• Pressors: Dopamine, norephynephrin
• Foley kateter
- Urinary retention is common
Disability
• GCS
• Light reflek both eyes and diameter of pupil

Exposure
- injury mark from head to toe
• Long Spine board
• Log-roll to turn
• Methylprednisolone
Only if started within 8 hours of injury
- Onset trauma < 3 jam
methylprednisolon 30 mg/kgbb IV bolus ( 15 menit) tunggu 45 menit
setelah itu lanjutkan dengan infus methylprednisolon selama 23 jam dengan
dosis 5,4 mg/kgbb/jam

- Onset trauma 3-8 jam


methylprednisolon 30 mg/kgbb IV bolus ( 15 menit) tunggu 45 menit
setelah itu lanjutkan dengan infus methylprednisolon selama 47 jam dengan
dosis 5,4 mg/kgbb/jam
Rujuk
• Indikasi : bila tak stabil / defisit neurologik
• Jangan menunda
• Immobilisasi yang baik
• Resusitasi pernafasan bila perlu
• Medical record / Pencatatan
REFERENSI

• Brian T jankowitz, william c. welch, and william F. donaldson.injuries to the spinal cord spinal
column. The trauma manual : trauma and acute care surgery. Printed in philadelphia, USA. 2008 (18):
145 – 164

• Bracken MB, Holford TR. Effect of timing of methylprednisolone or naloxone administration on


recoveryof segmental and long tract neurologic function in NASCIS 2. J. neurosurg 1993;79;500-507

• Daniel H kim, steven c. ludwig, alexander R. vaccaro, jae-chil chang. Physical examination in spinal
trauma. Atlas of Spine Trauma adult and pediatric. Printed in china 2008 (4): 28-37

• American college of surgeons committee on trauma. Advanced trauma life support. Chicago III:
american college of surgeons;2007
Early versus Delayed Decompression for Traumatic
Cervical Spinal Cord Injury: Results of the Surgical Timing
in Acute Spinal Cord Injury Study (STASCIS)

Michael G. Fehlings1*, Alexander Vaccaro2, Jefferson R. Wilson1, Anoushka Singh1, David W.


Cadotte1,

James S. Harrop2, Bizhan Aarabi3, Christopher Shaffrey4, Marcel Dvorak5, Charles Fisher5, Paul
Arnold6,

Eric M. Massicotte1, Stephen Lewis1, Raja Rampersaud1


PENDAHULUAN

• Prevalensi cedera traumatis sumsum tulang belakang di


berbagai belahan dunia sebesar 750 per 1.000.000 dimana
insidensinya tampak mulai tejadi peningkatan

• Mengingat besarnya dampak cedera sumsum tulang belakang


ini pada masyarakat, jelas bahwa dibutuhkan terapi yang
efektif yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan jaringan
yang lebih luas dan menunjukkan perbaikan hasil neurologis
setelah trauma sumsum tulang belakang
• Dari konsep patofisiologi cedera sumsum tulang belakang, menunjukkan
bahwa ada mekanisme cedera primer dan sekunder yang menyebabkan
cedera neurologis

• Bukti laboratorium mendukung teori yang ada bahwa operasi dekompresi


sumsum tulang post SCI menunjukkan mekanisme cedera sekunder dan
perbaikan neurologis

• Selanjutnya efek neuroprotektif berbanding terbalik bervariasi dengan


waktu terjadinya cedera dekompresi
• Studi ini telah dituangkan kedalam hipotesis klinis
bahwa mereka yang menjalani operasi pada
beberapa waktu setelah terjadinya cedera akan
mengalami kerusakan neurologis yang lebih sedikit
dan menunjukkan hasil klinis yang baik sebagai
perbandingan terhadap pasien yang dilakukan
terapi konservatif atau penundaan operasi
METODE

• Kami melakukan studi multicenter, Kohort prospektif yang melibatkan


6 lembaga rumah sakit di seluruh Amerika Utara: 1) University of
Toronto, Toronto, Ontario, Kanada 2) Universitas Thomas Jefferson,
Philadelphia, PN, USA 3) Universitas Virginia, Charlottesville, VA,
USA 4) University of Maryland, Baltimore, MD, USA 5) University
of British Columbia, Vancouver, British Columbia, Kanada; 6)
University of Kansas, Kansas City, KS, USA

• Pendataan pasien dimulai pada bulan Agustus 2002 dan berakhir pada
September 2009
• Penilaian ASIA dilakukan dalam 24 jam pada semua subyek

• Hasil perhitungan primer yang menarik adalah adanya perubahan grade AIS
pada follow-up yang dilakukan selama 6 bulan. Follow-up yang dilakukan
selama 6 bulan ini merupakan rekomendasi yang digunakan dalam NASCIS
dan Uji Sygen serta penelitian alam sebelumnya yang menunjukkan bahwa
mayoritas pemulihan neurologis terjadi selama periode ini

• Setelah dilakukan pendataan, pasien yang dipisahkan dalam kategori operasi


dekompresi dini (<24 jam setelah cedera) atau lambat (>24 jam setelah cedera)
• Pada keseluruhan kasus, dekompresi ini dilakukan dengan instrumented
fusion procedure

• Terpisah dari manajemen operasi, semua pasien menerima terapi medis


penunjang berdasarkan guidelines 2002 dari American Association of
Neurological Surgeons cervical SCI. dimana membolehkan terapi permisif
atau induksi hipertensi (tekanan darah rata-rata >85mmHg)

• Metilprednisolon digunakan oleh tim berdasarkan rekomendasi studi


NASCIS-2
HASIL

• Skrining dilakukan pada 470 pasien dimana sejumlah 313


pasien termasuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi

• Dari 313 peserta studi, 182 pasien menjalani operasi kurang


dari 24 jam post SCI dan termasuk studi Kohort operasi dini

• Sisanya 131 pasien menjalani operasi pada atau setelah 24


jam post SCI dan termasuk studi Kohort operasi lambat
• Pada kedua kelompok ini dilakukan follow-up secara prospektif
selama 6 bulan post terjadinya cedera
• Selama masa penelitian, 5 pasien meninggal dan 86 pasien yang tidak
terfollow-up, tersisa 222 populasi penelitian

• Dalam kelompok operasi dini, 4 pasien meninggal dan 47 tidak ter-


followup, sehingga tersisa 131 pasien yang dilakukan follow up
• Pada kelompok operasi lambat 1 pasien meninggal dan 39 tidak
terfollow-up, sehingga tersisa 91 pasien

• Pada kelompok operasi dini, rata-rata waktu operasi sekitar 14,2 (±5,4)
jam dan kelompok bedah lambat sekitar 48,3 (±29,3) jam (p, 0,01)
DISKUSI

• STASCIS merupakan studi prospektif multicenter terbesar yang membandingkan


operasi dekompresi dini vs operasi dekompresi lambat dalam kasus cedera akut
traumatis sumsum tulang belakang

• Hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan, pada kelompok operasi


dini, ditemukan adanya pemulihan pasien sedikitnya 2 grade AIS selama 6 bulan
follow-up

• Analisis regresi multivariat, dikondisikan untuk status neurologis preoperatif dan


pemberian steroid, menunjukkan pasien yang dilakukan operasi bedah dini lebih
banyak terjadi peningkatan sedikitnya 2 grade AIS selama follow-up
KESIMPULAN

• Dalam penelitian ini, operasi dekompresi sebelum


24 jam post SCI dilakukan dengan aman dan
tampak adanya perbaikan hasil neurologis,
setidaknya ada perbaikan AIS sebanyak 2 grade
selama 6 bulan follow-up
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai