Dampak Manajemen
Perkebunan Kelapa Sawit
Terhadap Dinamika Status
Kesuburan Tanah di Sumatera
Barat (Studi Kasus PT. Incasi
Raya Group)
Ikhsanul Adli
1821622002
Ilmu Lingkungan
Kedaulatan energi
Sumatera
Kalimantan
Historis Perkembangan Luas Perkebunan
Kelapa Sawit Indonesia
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui dampak manajemen perkebunan (perlakuan perusahaan) kelapa sawit terhadap dinamika status kesuburan tanah.
b. Menganalisis hubungan jenis tanah dan manajemen perkebunan (perlakuan perusahaan) kelapa sawit terhadap status kesuburan tanah
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembang ilmu pembangunan berkelanjutan khususnya perkebunan kelapa sawit berkelanjutan;
2. Menjadi referensi bagi pengelola Perkebunan Kelapa Sawit untuk lebih memperhatikan aspek tanah, tanaman dan lingkungan pada setiap
tahap budidaya di samping kepentingan ekonomi.
II. Tinjauan Pustaka
A. Manajemen Perkebunan Kelapa Sawit
1. Defenisi Manajemen
2. Defenisi Manajemen Lahan Perkebunan
kelapa Sawit
Beberapa aspek yang diperhatikan dalam manajemen perkebunan
kelapa sawit, yaitu:
• Sumber daya lahan
Saling terkait satu sama lain, namun pada penelitian ini lebih
memperhatikan manajemen lahan berdasarkan aspek sumber daya lahan
yaitu kesuburan dan pengelolaan lahan yang tepat sehingga lahan dapat
digunakan secara berkelanjutan.
1. Faktor-faktor yang harus diketahui dalam manajemen lahan 2. Manajemen Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Secara Umum
secara berkelanjutan
Dalam Naskah Akademis Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (2008) dimuat
f. Integrasi Tanaman dan Ternak beberapa peraturan yang mengikat pengusaha dan sebagai pedoman calon
pengusaha kelapa sawit antara lain undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan /peraturan singkat Menteri, peraturan daerah, keputusan gubernur dan
e. Integrasi Tanaman Pangan diantara aturan lainnya seperti Prinsip dan Kriteria RSPO (Roundtable on Sustainable Palm
Tanaman Kelapa Sawit g. Peningkatan Kapasitas Oil) National Interpretation Republik Indonesia, HCVF Toolkit versi 2 tahun
Kelembagaan Petani
2008, dan Petunjuk Teknis Praktek Pengelolaan Terbaik/Better Management
Practices (BMP) Mitigasi Konflik Manusia - Orangutan di Dalam dan Sekitar
Perkebunan Kelapa Sawit.
d. Pemberian Mulsa
h. Jenis – Jenis Tanah
Perkebunan Kelapa Sawit Dalam setiap peraturan yang dibuat menekankan pada beberapa hal yaitu: pembukaan
lahan tidak dengan membakar, memberikan kesempatan yang sama pada penduduk
c. Pemupukan Berimbang lokal dalam kegiatan budidaya (tenaga kerja), pengelolaan perkebunan secara
berkelanjutan dengan resiko kerusakan lingkungan seminimal mungkin, pemanfaatan
hasil perkebunan harus dilakukan dengan efisien dengan meminimalkan dampak
b. Pemanfaatan Bahan Organik negatif terhadap lingkungan, melindungi kearifan lokal, dan aturan lain sebagainya.
Curah Hujan;
Jumlah Penyinaran;
Temperatur/Suhu;
Kecepatan Angin untuk penyerbukan;
Media Tanam, dsb.
Produk pangan;
Produk nonpangan, dan
Produk samping/limbah
4. Indonesia menjadi salah satu produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia
III. METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Alat dan Bahan
Penelitian
Selengkapnya ada
Feb s/d Mei 2022 di Perkebunan pada Lamp. 1
Kelapa Sawit anak perusahaan
PT. Incasi Raya Group yang ada
di Solsel
Hasil analisis pH tanah diperoleh nilai pH berbeda-beda setiap tahunnya. Dibawah ini nilai pH tanah yang diperoleh disajikan dalam bentuk
grafik dan tabel untuk mengetahui keeratan hubungan antara nilai pH selama 5 tahun periode 2017-2021 budidaya kelapa sawit.
Tabel 4. Distribusi %C-organik, N-total dan P-tersedia pada PT SMP, PT SJAL-SS dan
PT IR. Sodetan
• Tinggi rendahnya %C-organik yang diperoleh dipengaruhi oleh perlakuan
perusahaan dengan mengembalikan unsur hara melalui pemupukan dan
penambahan bahan organik (abu janjang kelapa sawit) serta penggunaan
mulsa organik (tandan kosong kelapa sawit) yang umum dilakukan di
perkebunan kelapa sawit. PT SMP dan PT SJAL bahan organiknya
tergolong berbeda dengan manajemen lahan yang sama. Hal ini diduga
karena adanya sifat dan karakteristik jenis tanah.
• Jika nilai rasio C/N dalam tanah semakin rendah maka tingkat pelapukan
bahan organik oleh mikroorgnisme dalam tanah berlangsung sangat cepat
dan sebaliknya (Hakim et al., 1986; Brady, 1990).
Tabel 5. Distribusi Nilai KTK, Basa basa yang dapat dipertukarkan (K, Na, Ca, Mg) dan Kejenuhan dilokasi penelitian
• Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa KTK sangat beragam pada setiap
jenis tanah dan besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu
sendiri antara lain reaksi tanah (pH), tekstur tanah atau jumlah liat, jenis
mineral liat, bahan organik tanah, pengapuran, dan pemupukan.
• Nilai KTK pada PT Incasi Raya Sodetan berbeda nyata dengan lokasi
lainnya dan relatif meningkat serta sejalan dengan pola kadar
C-organik.
• Nilai KB tanah biasanya berbanding lurus dengan nilai KTK tanah karena
kejenuhan basa menggambarkan tingginya jumlah kation pada koloid tanah
(Bohn et al, 2009).
• Pada PT SMP dan PT SJAL memiliki parameter kesuburan tanah yang tergolong sangat
rendah hingga rendah, selama 5 tahun periode 2017-2021. Oleh sebab itu, tingkat
kesuburan tanah pada kedua perusahaan ini tergolong rendah.
• PT IR Sodetan yang memiliki hampir semua parameter tergolong sangat tinggi kecuali
%kejenuhan basa yang sangat rendah. Status kesuburan tanah PT IR Sodetan tergolong
sedang, namun secara nilai rataan dari setiap tahun diperoleh status kesuburan tanah yang
rendah.
• Tanah gambut memiliki KTK yang sangat tinggi, namun berbanding terbalik dengan
kejenuhan basa yang rendah. Hal Ini disebabkan oleh kemampuan gambut dalam menjerap
kation monovalen lemah sehingga mudah tercuci.
Keterangan : *) Kriteria berdasarkan Staf Pusat Penelitian Tanah, Bogor (1983, cit Hardjowigeno, 2003). • Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kandungan bahan organik terkait
Kriteria SR = Sangat Rendah, R = Rendah, ST = Sangat Tinggi, S = Sedang, T = Tinggi. Klasifikasi status dengan nilai pH di lokasi penelitian yang tergolong cukup masam adalah pengapuran dan
kesuburan tanah berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983). Angka yang diikuti huruf berbeda menurut pengembalian bahan organik dengan menggunakan tanda kosong kelapa sawit sekaligus
kolom berbeda nyata pada taraf uji 5%
sebagai mulsa
E. Korelasi Manajemen Pekebunan (Perlakuan Perusahaan) Kelapa Sawit dengan Status Kesuburan Tanah
Tabel 7. Hasil uji korelasi antar variabel manajemen perkebunan (perlakuan perusahaan) dan kesuburan tanah
Tabel 8. Hasil uji korelasi antar varibel jenis tanah, manajemen perkebunan (perlakuan perusahan) dan kesuburan
tanah.
Keterangan : * korelasi signifikan pada tingkat 0,05 , ** korelasi signifikan pada tingkat 0,01
V. KESIMPULAN
&
SARAN
A. Kesimpulan
a. Dampak manajemen perkebunan (perlakuan perusahaan) berupa input TKKS, wet decanter solid dan pupuk (Urea, NPK, MOP) memberikan
dampak positif terhadap produksi, tetapi masih belum dapat meningkatkan status kesuburan tanah.
b. Jenis tanah dilokasi penelitian bercurah hujan tinggi, menyebabkan tercucinya basa-basa dari komplek jerapan dan hilang melalui air drainase,
dengan manajemen perkebunan (perlakuan perusahaan) yaitu pemberian pupuk yang tidak optimal berpotensi menurunkan kualitas air permukaan
(sungai, waduk, dll).
c. Jenis tanah gambut pada PT. IR. Sodetan dengan adanya manajemen perkebunan (perlakuan perusahaan) tambahan berupa drainase, dengan tinggi
muka air tanah berkisar 40-60 cm sampai permukaan tanah, namun jika musim hujan berkisar 20-40 cm dari muka air tanah sampai permukaan
tanah, dapat mengendalikan laju subsidensi tanah, jika laju subsidensi tanah cepat beresiko ancaman kebakaran semakin tinggi.
d. Perbedaan jenis tanah jelas menunjukkan perbedaan setiap parameter yang dijadikan indikator kesuburan tanah walaupun manajemen perkebunan
(perlakuan perusahaan) terhadap tanah sama. PT. SMP jenis tanah ultisols memiliki kriteria kesuburan tanah rendah dengan faktor pembatas peka
terhadap erosi akibat CH tinggi meskipun lapuk cepat dan PT. SJAL dengan jenis tanah inceptisols memiliki kriteria kesuburan tanah rendah
dengan faktor pembatas hara mikro dapat dipertukarkan sangat rendah akibat lambat tersedia (lapuk sedang) sehingga kejenuhan basanya juga
rendah. PT Incasi Raya Sodetan dengan jenis tanah gambut memiliki kriteria kesuburan tanah sedang dengan faktor pendukung dengan adanya
drainase yang stabil.
B. Saran
Tanah mineral (PT. SMP dan PT. SJAL-SS) dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan meminimalkan resiko polusi air
permukaan dengan melakukan penambahan bahan organik dalam bentuk biochar (dalam hal ini yaitu arang tandan kosong
kelapa sawit) berdasarkan karakterisktik jenis tanah. Hal ini disebabkan untuk meningkatkan efektivitas biochar dalam
memperbaiki tanah gambut perlu dilakukan penambahan bahan lain berupa kapur seperti dolomit.
LAMPIRAN
A. Jadwal Rencana Penyelesaian Tesis B. Alat-alat yang digunakan dilapangan
C. Alat-alat Yang Digunakan Di Laboratorium