Anda di halaman 1dari 7

KELOMP

OK 3

SPIRAL OF
SILENCE
• Aifa Nurhasna Nugraha
• Baharudin Jati
• Saabie Safa Milana
• Zahra Kayla Haq
• Viranda Fauzia
• Edelweiss Syifa
• Hayqal Fauzan
• Muhammad Ali Awsath
• Trisha Verlia
PENGE
RTIAN
Spiral of Silence Theory merupakan teori media yang lebih memberikan perhatian pada pandangan mayoritas
dan menekan pandangan minoritas. Secara sosiologis, Spiral of Silence Theory mengakui bahwa ketakutan
individu akan isolasi ini hanya berlaku pada masyarakat kurang terdidik dan miskin, irasional, dan tidak
memiliki dedikasi untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan bertanggung jawab.
Spiral of Silence Theory menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki sudut pandang
minoritas akan cenderung diam dan tidak banyak berkomunikasi. Sedangkan, orang-
orang yang memegang sudut pandang mayoritas akan lebih terdorong untuk banyak
berbicara. Hal ini sesuai dengan salah satu asumsi dasar Spiral of Silence Theory di
mana masyarakat umum dapat mengancam individu yang melenceng dari pendapat
mayoritas dengan isolasi.
SEJA
RAH
Spiral of silence theory atau teori spiral keheningan pertama kali dikenalkan oleh Elisabeth
Noelle-Neumann (1970-an). Ia adalah seorang professor penelitian komunikasi dari Institute fur
Publiziztik, Jerman. Teori ini muncul karena pengaruh penting dari media yang membentuk opini
publik yang langsung berhubungan dengan kebebasan sehingga muncul kelompok mayoritas dan
minoritas. Teori ini juga menjelaskan kenapa kelompok minoritas cenderung menyembunyikan
pendapatnya ketika berada di dalam kelompok mayoritas.
KESIMPULAN
M
Teori spiral keheningan (spiral of silence) mengkaji soal dampak penyebaran
informasi melalui media massa. Secara sederhana, teori ini menggambarkan
bagaimana pendapat pribadi seseorang bisa sangat dipengaruhi oleh apa yang
diharapkan orang lain.

Dikutip dari situs Science ABC, teori spiral keheningan dianggap


berdampak buruk bagi individu, khususnya soal bagaimana mereka lebih
memilih meyakini hal yang salah.
Maksudnya ketika seseorang lebih memilih mengutarakan pendapat yang mereka ketahui itu salah, namun tetap
menyatakannya. Dalam hal ini, kebutuhan seseorang untuk menghindari isolasi jauh lebih diutamakan ketimbang
penilaian mereka sendiri. Sebagai contoh, seorang tokoh ingin mengungkapkan pendapatnya yang berlawanan
dengan pandangan mayoritas melalui televisi atau radio. Namun, ia enggan melakukannya karena takut dihujat atau
pandangannya itu tidak diakui masyarakat. Dalam konteks media sosial, kita juga sering mendapati bahwa orang
cenderung lebih setuju terhadap pendapat mayoritas. Padahal dalam diri orang tersebut, bisa jadi ia tidak setuju atau
memiliki pandangan yang berlawanan.

Anda mungkin juga menyukai