Anda di halaman 1dari 15

HUKUM KEPAILITAN DAN JAMINAN (2023)

A. HUKUM KEPAILITAN

I. SEJARAH HUKUM KEPAILITAN

Hukum Kepailitan mulai dikenal pada masa kerajaan Romawi (451-450


Sebelum Masehi). Pada masa Kerajaan Romawi kuno, nasib debitor yg
tidak dapat membayar lunas utangnya telah diatur dalam “ Dua belas
meja” atau The Twelve Tables.
SEJARAH HUKUM KEPAILITAN

• Pembayaran utang yang diatur dalam The Twelve Tables dilakukan


berdasarkan prinsip manus injectio yaitu jika debitor tidak lagi dapat
melunasi hutangnya karena tdk memiliki harta, kreditor dapat langsung
menangkap dan menahan debitor, dan memberinya waktu 60 ( enam
puluh) hari untuk melunasi hutangnya. Jika tempo 60 hari terlampaui
dan utang tetap tidak dibayar, maka 3 hari berikutnya nasib debitor di
tentukkan oleh Kreditor.
SEJARAH HUKUM KEPAILITAN

• Pertama-tama debitor akan dipermalukan terlebih dahulu sebagai orang


yg tidak membayar utangnya dengan cara debitor disuruh berdiri selama
beberapa hari ditempat umum ( biasanya di pasar), sehingga setiap
orang yang melihatnya mengetahui kalau ia tidak membayar utangnya.

• Kreditor juga dapat menjadikan debitor sebagai budak utang ( debt


slavery) bagi kreditor hingga seluruh utangnya terbayar lunas.
SEJARAH HUKUM KEPAILITAN

• Sistem pembayaran utang yang pertamakali dipraktikkan adalah

berdasarkan hak prioritas. Pembayaran berdasarkan prinsip hak prioritas

berlaku ketentuan “ siapa yang terdahulu akan mendapatkan haknya”

( first come first serve).

• Prinsip prioritas memang cukup ideal diterapkan jika debitor hanya

memiliki satu atau dua kreditor.


SEJARAH HUKUM KEPAILITAN

• Namun pembayaran utang berdasarkan hak prioritas tidak lagi efektif diterapkan

manakala debitor memiliki banyak kreditor dan harta bendanya tidak mencukupi untuk

membayar seluruh kreditornya. Prinsip prioritas menimbulkan persaingan antar

kreditor sehingga para kreditor akan saling beromba menjadi yang pertama

menguasai harta debitor tanpa memperdulikan hak kreditor lainnya. Praktek

pelunasan utang berdasarkan prinsip prioritas tidak memberi keadilan bagi kreditor

lainnya yang kalah cepat bertindak melakukan eksekusi atas harta debitor.
SEJARAH HUKUM KEPAILITAN

• Ketidakadilan yang diakibatkan praktik prinsip prioritas ini pada akhirnya

menggeser hak prioritas yang dimonopoli oleh kreditor tunggal menjadi

prioritas secara kolektif, manakala debitor memiliki banyak kreditor.

Kondisi ini melahirkan prinsip paritas creditorium yang kemudian menjadi

cikal bakal bentuk hukum pembayaran utang secara kolektif yang

kemudian dikenal sebagai prosedur pembayaran utang melalui kepailitan.


SEJARAH HUKUM KEPAILITAN

• Berdasarkan prinsip paritas creditorium, seluruh harta debitor menjadi jaminan pembayaran

utangnya pada seluruh kreditor dan hasil penjualan harta debitor akan dibagi rata pada

seluruh kreditornya. Prinsip pembayaran utang berdasarkan paritas creditorium melahirkan

system pendistribusian harta debitor yang dilakukan secara berimbang yang disebut sebagai

pari pasu pro rata ( parte). Berdasarkan prinsip pari pasu pro rata ( parte). Berdasarkan

prinsip pari pasu pro rata ( parte) seluruh kreditor secara bersama-sama memliki hak

eksekusi terhadap harta debitor ( collective execution, par condition cre ditorium )
• Menurut Levinthal, eksekusi kolektif atau sita umum atas harta debitor
pertama kali dikenalkan dalam system Romawi Kuno oleh Rutilius
dengan istilah bonorum emptio atau venditio . Sita umum akan
diberlakukan pada debitor tanpa mempertimbangkan apakah debitor
dalam keadaan solven ( sanggup membayar) atau insolven ( tidak
sanggup membayar).
• Semula sita umum atau venditio hanya diterapkan jika terjadi
kondisi-kondisi sebagai berikut : Debitor menghindar dari kreditornya
atau debitor tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan
pembayaran dalam jangka waktu 30 hari atau debitor mengakui
berutang namun tidak melakukan upaya untuk membayar utangnya.
Jika salah satu hal terjadi, maka tindakan venditio dapat dimintakan
kreditor untuk diterapkan kepada debitor.
• Pertama-tama kreditor mengajukan permohonan kepada seseorang
yang disebut Praetor . Selanjutnya Praetor akan menerbitkan surat
sita yang disebut misio in possessionem. Berdasarkan surat
penyitaan tersebut, penyitaan dan penjualan atas seluruh harta
debitor dipublikasikan kepada masyarakat dan para kreditor lain
dipanggil untuk bergabung di dalam penyitaan tersebut.
• Selanjutnya kreditor akan menunjuk salah seorang
kreditor sebagai perwakilan mereka untuk bertindak
sebagai pengawas ( disebut magister) . Magister yang
mewakili para kreditor diberi kuasa untuk menjual
harta debitor kepada penawar tertinggi ( bonorum
emplor) dan hasil penjualan harta debitur akan
didistribusikan kepada para kreditor secara pro rata .
• Pada zaman Romawi kuno, kepailitan diterapkan pada setiap orang, termasuk
anggota senat. Pembayaran utang debitor yang berstatus sebagai anggota senat,
dilakukan berdasarkan tata cara khusus yang diatur senatus consultum dengan
istilah bonorum vinditio ( bonorum emptor). Perbedaannya adalah bahwa harta
anggota senat tsb tdk akan dijual lelang oleh magister yang dipilih oleh para
kreditor, akan tetapi pengadilan menunjuk seseorang yang disebut curator
distrahendorum bonorum gratia yang bertugas untuk menghimpun dan
menyimpan seluruh harta debitor,kemudian debitor membayar seluruh utang
debitor kepada paraa kreditor melalui perantara curator.
SEJARAH HUKUM KEPAILITAN

• Dari uraian Levinthal ini terlihat bahwa kepailitan pada zaman Romawi
Kuno sudah diterapkan pada semua warga negara tanpa pengecualian,
termasuk kepada anggota masyarakat kelas satu seperti anggota
senat. Hanya saja , kepailitan dan pembayaran utang debitor yang
berstatus anggota senat dilakukan tanpa publikasi sehingga
masyarakat tidak mengetahui peristiwa kepailitan seorang senator.
SEJARAH HUKUM KEPAILITAN

• Sedangkan harta anggota senator tidak dijual sendiri oleh kreditor, akan
tetapi secara sukarela senator menyerahkan harta benda akepada
seorang curator yang dinilai sanggup membeli dan debitor menyerahkan
utangnya melalui perantara curator

Anda mungkin juga menyukai