Anda di halaman 1dari 71

Masyarakat adil, makmur,

dan sejahtera
Pancasila dan
UUD 1945

Hak dan kewajiban warga negara


dan penduduk Indonesia

Perpajakan sebagai perwujudan


kewajiban kenegaraan

Meningkatkan Kesejahteraan, keadilan,


dan pembangunan sosial
4
● Pertumbuhan ekonomi
Strategi Konsolidasi Fiskal berkelanjutan
● Percepatan pemulihan
ekonomi

Perbaikan defisit anggaran &


● Peningkatan Kinerja
Peningkatan Tax ratio
Penerimaan Pajak
● Reformasi Administrasi
Perpajakan
● Peningkatan Kepatuhan
Sukarela Wajib Pajak
5
Perbaikan Defisit Anggaran
dan Peningkatan Tax Ratio

● Penyesuaian Kebijakan KUP


● Penyesuaian Kebijakan PPh
● Penyesuaian Kebijakan PPN
● Penyesuaian Kebijakan Cukai
● Pengaturan Pajak Karbon
● Program Pengungkapan Sukarela
Wajib Pajak
6
Sistematika RUU HPP

ASAS, TUJUAN, DAN RUANG


BAB I BAB VI PAJAK KARBON (Pasal 13)
LINGKUP (Pasal 1)

KETENTUAN UMUM DAN


BAB II TATA CARA PERPAJAKAN BAB VII CUKAI (Pasal 14)
(Pasal 2)

BAB III PAJAK PENGHASILAN (Pasal 3) BAB VIII PERALIHAN (Pasal 15)

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


BAB IV BAB IX PENUTUP (Pasal 16-19)
(Pasal 4)

PROGRAM PENGUNGKAPAN
BAB V
SUKARELA WP (Pasal 5-12)
12
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

1. Asas 2. Tujuan
a. Keadilan a. Meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan
b. Kesederhanaan perekonomian
c. Efisiensi b. Mengoptimalkan penerimaan negara
d. Kepastian hukum c. Mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum
e. Kemanfaatan d. Melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang
f. Kepentingan konsolidatif, dan perluasan basis pajak
nasional e. meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak

3. Ruang Lingkup dan Pemberlakuan


a. Perubahan UU PPh → berlaku tahun pajak 2022
b. Perubahan UU PPN → berlaku mulai 1 April 2022
c. Perubahan UU KUP → berlaku mulai tanggal diundangkan
d. Program Pengungkapan Sukarela → berlaku 1 Januari s.d. Juni 2022
e. 30
f. Pajak Karbon → mulai berlaku 1 April 2022
Perubahan UU Cukai → berlaku mulai tanggal diundangkan
PERUBAHAN DALAM UU KUP
Pasal Diubah, Ditambah atau Dihapus
Ayat (1a) dan Ayat (10) ditambah
2
Ayat (5) dihapus (Pasal delegasi dihapus dan dijadikan satu di pasal 44E)
8 Ayat (4) Diubah
Ayat (1) diubah
13 Ayat (3) diubah
Ayat (3b) dan Ayat (3c) ditambah
Ayat (1) huruf e diubah
14
Ayat (1) huruf I ditambah
20A ditambah
Ayat (9) dan Ayat (10) diubah
25
Penjelasan Ayat (7) diubah
Ayat (5c) dan Ayat (5d) diubah
Ayat (5e), Ayat (5f) dan Ayat (5g) ditambah
27
Ayat (4a) diubah
Penjelasan Ayat (5a) diubah
27C Ditambah
32 Ayat (3a) diubah
32A Ditambah
34 Ayat (3) diubah
40 diubah
Ayat (2) diubah
43
Ayat (1A) ditambah
Ayat (2) huruf j diubah
44
Ayat (3) diubah
44A ditambah
Ayat (2) dan Ayat (3) diubah
44B
Ayat (2a), Ayat (2b), dan Ayat (2c) ditambah
44C Ditambah
44D Ditambah 15
MATERI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

1 Penggunaan NIK sebagai NPWP Orang Pribadi

√ Integrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi


perpajakan bertujuan mempermudah WP orang pribadi
melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan
demi kesederhanaan administrasi dan kepentingan nasional.

√ Penggunaan NIK sebagai NPWP tidak serta merta


menyebabkan setiap orang pribadi membayar pajak.
Pembayaran pajak dilakukan apabila:
a. Penghasilan setahun di atas batasan PTKP; atau
b. Peredaran bruto di atas Rp 500juta/tahun bagi pengusaha
yang membayar PPh Final 0,5% (PP-23/2018).

16
MATERI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

2 Pengungkapan Ketidakbenaran SPT Saat


Pemeriksaan (Perubahan)

Mengubah batas waktu pengungkapan ketidakbenaran SPT


saat pemeriksaan yaitu sebelum SPHP disampaikan
kepada WP

Sebelumnya:
sebelum Dirjen Pajak menerbitkan SKP
MATERI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

3 Besaran sanksi pada saat pemeriksaan dan sanksi dalam upaya hukum
Untuk keadilan dan kepastian hukum, dilakukan penurunan sanksi pada saat pemeriksaan dan
sanksi dalam upaya hukum. Hal ini juga sejalan dengan semangat pengaturan dalam Undang-
Undang Cipta Kerja.
a. sanksi pemeriksaan dan WP tidak menyampaikan b. sanksi setelah upaya hukum namun keputusan
SPT/membuat pembukuan. keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP.

Uraian UU KUP UU HPP Uraian UU KUP UU HPP


PPh kurang 50% bunga per bulan sebesar suku bunga
Keberatan 50% 30%
dibayar acuan + uplift factor 20% (max. 24 bulan)
PPh kurang 100% bunga per bulan sebesar suku bunga Banding 100% 60%
dipotong acuan + uplift factor 20% (max. 24 bulan)
Peninjauan Kembali - 60%
PPh dipotong 100% 75%
tetapi tidak
disetor
PPN & PPnBM 100% 75%
kurang dibayar

18
MATERI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

4 Penagihan atas Wanprestasi Pembayaran Angsuran/Penundaan


Kurang Bayar SPT Tahunan (Baru)

Dalam hal WP tidak melaksanakan kewajiban untuk membayar


angsuran atau penundaan kurang bayar SPT Tahunan
sebagaimana Surat Keputusan Angsuran/Penundaan dapat
ditagih dengan STP.
MATERI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

5 Kuasa Wajib Pajak


Untuk keadilan dan kepastian hukum, kuasa
Wajib Pajak dapat dilakukan oleh siapapun,
sepanjang memenuhi persyaratan kompetensi
menguasai bidang perpajakan. Pengecualian
syarat diberikan jika kuasa yang ditunjuk
merupakan suami, istri, atau keluarga
sedarah/semenda 2 (dua) derajat.

20
MATERI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

6 Penegakan Hukum Pidana Pajak dengan mengedepankan


Pemulihan Kerugian Pendapatan Negara
a. Demi keadilan dan kepastian hukum, hingga tahap
persidangan, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk
mengembalikan kerugian pada pendapatan negara dengan
membayar pokok pajak dan sanksi, sebagai pertimbangan
untuk dituntut tanpa penjatuhan pidana penjara.
b. Perubahan sanksi yang harus dibayar:
Perbuatan UU KUP UU HPP
Pidana pajak kealpaan Membayar pokok pajak + sanksi 3x Membayar pokok pajak + sanksi
pajak kurang dibayar 1x pajak kurang dibayar

Pidana pajak kesengajaan Membayar pokok pajak + sanksi 3x Membayar pokok pajak + sanksi
pajak kurang dibayar 3x pajak kurang dibayar

Pidana pajak pembuatan Membayar pokok pajak + sanksi 3x Membayar pokok pajak + sanksi
faktur pajak/bukti potong pajak kurang dibayar 4x pajak kurang dibayar
PPh fiktif
21
MATERI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

7 Kebijakan Lainnya dalam Perubahan UU KUP, antara lain:

√ Kerja Sama Penagihan Pajak Antarnegara


Untuk mewujudkan kemanfaatan dan wujud peran aktif Indonesia dalam kerja sama
perpajakan global, dapat dilakukan bantuan penagihan aktif kepada negara mitra maupun
permintaan bantuan penagihan pajak kepada negara mitra yang dilakukan secara resiprokal.

√ Prosedur persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedures/MAP)


Untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum, diatur pihak-pihak yang dapat mengajukan
MAP dan pengajuan MAP dapat dilakukan bersamaan dengan Keberatan atau Banding. Pokok
pengaturan antara lain:
a. MAP tetap dilanjutkan, apabila materi dalam Put. Banding/PK bukan merupakan materi
yang diajukan MAP,
b. MAP dihentikan, apabila materi dalam Put. Banding/PK merupakan materi yang diajukan
MAP,
c. Hasil MAP termasuk dasar pengembalian pajak/penagihan pajak

22
MATERI KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

8 Kebijakan Lainnya dalam Perubahan UU KUP, antara lain:


Penunjukkan Pihak Lain Sebagai Pemotong/Pemungut Pajak
Pemerintah dapat menetapkan pihak lain (misalnya: penyedia sarana transaksi elektronik)
sebagai Pemotong/Pemungut Pajak atas transaksi yang melibatkan pihak lain tersebut. Hal ini
sebagai sebagai solusi bagi perkembangan transaksi ekonomi yang semakin dinamis, termasuk
yang melibatkan penyedia sarana transaksi elektronik, sehingga pemungutan pajak dapat
dilakukan secara efisien, sederhana, dan efektif

23
PENAMBAHAN
Pasal 2 ayat (1a) dan ayat (10)

NPWP dan Nomor Induk (1a) Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
Kependudukan pada ayat (1) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang
merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor
induk kependudukan.

(10) Dalam rangka penggunaan nomor induk


kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri
memberikan data kependudukan dan data balikan dari
pengguna kepada Menteri Keuangan untuk
diintegrasikan dengan basis data perpajakan.

sebelumnya
Tidak ada

24
Pasal 13 ayat (1) DIUBAH

Besaran Sanksi Pada Saat Pemeriksaan (Perubahan)

Untuk keadilan dan kepastian hukum, dilakukan penurunan sanksi pada saat pemeriksaan.
Hal ini juga sejalan dengan semangat pengaturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Kewajiban yang tidak


dipenuhi oleh WP: Uraian UU KUP UU HPP
• WP tidak menyampaikan
SPT PPh kurang dibayar 50% bunga per bulan sebesar suku bunga acuan + uplift
• PPN Tidak seharusnya factor 20% (max. 24 bulan)
dikompensasikan Lbnya
PPh kurang dipotong 100% bunga per bulan sebesar suku bunga acuan + uplift
atau tidak seharusnya
dikenai tarif 0%
factor 20% (max. 24 bulan)
• tidak membuat PPh dipotong tetapi 100% 75%
pembukuan dan tidak tidak disetor
melaksanakan kewajiban
dalam pemeriksaan PPN & PPnBM 100% 75%
kurang dibayar
PENAMBAHAN
Pasal 13 ayat (3b) dan ayat (3c)

SANKSI ADMINISTRASI
Berupa Bunga dan Kenaikan Berdasarkan Hasil Pemeriksaan

Ayat (3b)
Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b sebesar tarif bunga per bulan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1
(satu) bulan.

Ayat (3c)
Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3b)
dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 20% (dua puluh persen) dan dibagi 12 (dua belas)
yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.

sebelumnya
Tidak ada
30
Pasal 32 ayat (3a) DIUBAH

KUASA WAJIB PAJAK


Kuasa Wajib Pajak dapat dilakukan oleh siapapun, sepanjang memenuhi
persyaratan kompetensi menguasai bidang perpajakan. Pengecualian syarat
diberikan jika kuasa yang ditunjuk merupakan suami, istri, atau keluarga
sedarah/semenda sampai 2 (dua) derajat

(3a) Seorang kuasa yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali kuasa yang
ditunjuk merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat kedua.

Sebelumnya:
(3a) Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
44
Pasal 34 ayat (3) DIUBAH

RAHASIA JABATAN
Untuk kepentingan negara, dalam rangka penyidikan, penuntutan,atau kerjasama dengan
lembaga negara, instansi pemerintah lain, badan hukum yang dibentuk dengan UU atau PP, atau
pihak lain, Menteri Keuangan berwenang memberikan izin tertulis untuk memperlihatkan
keterangan tentang Wajib Pajak.

(3) Untuk kepentingan negara, dalam rangka penyidikan, penuntutan, atau dalam rangka mengadakan
kerja sama dengan lembaga negara, instansi pemerintah, badan hukum yang dibentuk melalui
undang-undang atau peraturan pemerintah, atau pihak lain, Menteri Keuangan berwenang
memberikan izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis
dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.

Sebelumnya:
(3) Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberikan izin tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang
ditunjuk.
PASAL KUNCI PERUBAHAN

Pasal 4 ayat (1), (1a) (2) dan (3) diubah


PASAL 4 Pasal 4 ayat (1d) dihapus

Pasal 6 ayat (1) huruf c diubah


PASAL 6
Pasal 6 ayat (1) huruf n ditambah

Pasal 7 ayat (1) diubah


PASAL 7 Pasal 7 ayat (3) diubah
Pasal 7 ayat (2a) ditambah

Pasal 9 ayat (1) huruf c diubah


PASAL 9
Pasal 9 ayat (1) huruf e ditambah

Pasal 11 ayat (7) diubah


PASAL 11 Pasal 11 ayat (6a) ditambah
Pasal 11 Ayat (11) Dihapus
PASAL KUNCI PERUBAHAN

Pasal 11A ayat (1a) diubah


PASAL 11A
Pasal 11A ayat (2a) ditambah

Pasal 17 ayat (1), (2), (2b), dan (3) diubah


PASAL 17 Pasal 17 ayat (2e) ditambah
Pasal 17 ayat (2a) dihapus
Penjelasan ayat (5) dan ayat (6) diubah

Pasal 18 ayat (1) ditambah


PASAL 18 Pasal 18 ayat (3e) dihapus
Penjelasan Pasal 18 ayat (3) diubah

PASAL 32A Pasal 32A diubah

PASAL 32C Pasal 32C ditambah


OBYEK PAJAK PENGHASILAN
Pasal 4 ayat (1), (1a), dan (2) diubah
Kunci Perubahan
Pasal 4 ayat (1d) dihapus

(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, ………., termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini:

(1a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), warga negara asing yang telah menjadi
subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia dengan ketentuan:
a. memiliki keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. berlaku selama 4 (empat) tahun pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.

SEBELUMNYA

4 (1) huruf a
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini:

4 (1a) huruf a
memiliki keahlian tertentu

58
OBYEK PAJAK PENGHASILAN
Pasal 4 ayat (1), (1a), dan (2) diubah
Kunci Perubahan
Pasal 4 ayat (1d) dihapus

(1d) dihapus
(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,
bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar uang, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
e. penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu,

SEBELUMNYA
4 (1d)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian tertentu serta tata cara pengenaan Pajak Penghasilan bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1a) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
4 (2)
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
e. penghasilan tertentu lainnya
59
PENGECUALIAN OBYEK PAJAK PENGHASILAN
Kunci Perubahan Pasal 4 ayat (3) diubah

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:


a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat, infak, dan sedekah yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan;

SEBELUMNYA
4 (3) huruf a angka 1
bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

60
PENGECUALIAN OBYEK PAJAK PENGHASILAN
Kunci Perubahan Pasal 4 ayat (3) diubah

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:


d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:
1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau
5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Otoritas Jasa
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

SEBELUMNYA
4 (3) huruf d
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
4 (3) huruf g
iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

61
BIAYA UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH, DAN
MEMELIHARA PENGHASILAN
Kunci Perubahan Pasal 6 ayat (1) huruf c diubah
Pasal 6 ayat (1) huruf n ditambah

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
n. biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan

SEBELUMNYA
6 (1) huruf c
iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
6 (1) huruf n
Belum ada

62
PENGATURAN KEMBALI FRINGE BENEFIT
1. Pengaturan Saat Ini
a. Pada prinsipnya natura bukan biaya bagi pemberi kerja dan bukan penghasilan bagi pegawai penerima
natura.
b. Natura yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja dan bukan penghasilan bagi penerima,
sebatas:
1) penyediaan makan/minum bagi seluruh pegawai; dan
2) natura di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
c. Natura yang diberikan oleh bukan WP atau WP yang dikenai PPh Final merupakan objek pajak bagi
penerima.

2. UU HPP
a. Pada prinsipnya natura dapat dibiayakan sepanjang terkait dengan 3M (mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan) bagi pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai
b. Natura dan/atau kenikmatan yang bukan objek PPh bagi penerima:
1) penyediaan makan/minum seluruh pegawai;
2) natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu;
3) natura dan/atau kenikmatan karena keharusan pekerjaan;
4) natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai dari APBN/APBD; dan
5) natura dan/atau kenikmatan dengan jenis & batasan nilai tertentu
c. Ketentuan lebih lanjut diatur dengan PP.

63
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

Pasal 7 ayat (1) diubah


Kunci Perubahan Pasal 7 ayat (3) diubah
Pasal 7 ayat (2a) ditambah

(1) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit:
a. Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
d. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
(tiga) orang untuk setiap keluar
(2a) Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

SEBELUMNYA
7 (1) Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak OP
Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar: Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang
isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) 64
Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga
MATERI PAJAK PENGHASILAN
3. Batas peredaran bruto tidak dikenai pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi
Bagi orang pribadi pengusaha yang menghitung PPh dengan tarif final 0,5% (PP 23/2018)
dan memiliki peredaran bruto sampai Rp 500 juta setahun tidak dikenai PPh.
Ilustrasi penghitungan pajak Tuan A pengusaha toko kelontong pada Tahun Pajak 2022:
Peredaran Usaha Peredaran Bruto Peredaran PPh final PPh final terutang
Peredaran Usaha
No Bulan Kumulatif Tidak Kena Pajak Usaha Kena terutang Setelah Sebelum RUU
(juta Rp)
(juta Rp) (juta Rp) Pajak ( juta Rp) RUU HPP (Rp) HPP (Rp)
1 Januari 100 100 0 0 500,000
2 Februari 100 200 0 0 500,000
3 Maret 100 300 0 0 500,000
4 April 100 400 0 0 500,000
5 Mei 100 500 0 0 500,000
6 Juni 100 600 500 100 500,000 500,000
7 Juli 100 700 100 500,000 500,000
8 Agustus 100 800 100 500,000 500,000
9 September 100 900 100 500,000 500,000
10 Oktober 100 1,000 100 500,000 500,000
11 November 100 1,100 100 500,000 500,000
12 Desember 100 1,200 100 500,000 500,000
Jumlah 1,200 700 3,500,000 6,000,000

Dengan berlakunya RUU HPP maka beban pajak yang harus dibayar Tuan A menjadi berkurang Rp2,5 juta
65
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

Pasal 7 ayat (1) diubah


Kunci Perubahan Pasal 7 ayat (3) diubah
Pasal 7 ayat (2a) ditambah

(3) Penyesuaian Besarnya:


a. Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b.batasan peredaran bruto tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2a),
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

SEBELUMNYA
Pasal 7 ayat (3)
Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat

66
TIDAK BOLEH DIKURANGAN
DARI PENGHASILAN KENA PAJAK
Pasal 9 ayat (1) huruf c diubah
Kunci Perubahan Pasal 9 ayat (1) huruf e dihapus

Ayat (1) huruf c diubah dalam hal adanya pengelompokkan menjadi satu mengenai pendelegasian
Kewenangan yang di atur dalam Pasal 32C,
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak
opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang yang dihitung berdasarkan standar akuntansi
keuangan yang berlaku dengan batasan tertentu setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
yang memenuhi persyaratan tertentu;
e. dihapus
SEBELUMNYA
9 (1) huruf c angka 1
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang 67
9 (1) huruf e
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan
minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalambentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
PENYUSUTAN
Pasal 11 ayat (7) diubah
Kunci Perubahan Pasal 11 ayat (6a) ditambah
Pasal 11 Ayat (11) Dihapus

(6a) Apabila bangunan permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mempunyai masa
manfaat melebihi 20 (dua puluh) tahun, penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dalam bagian yang sama besar, sesuai dengan masa manfaat sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya
berdasarkan pembukuan Wajib Pajak.
(7) Penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha
tertentu dapat diatur tersendiri.
11 Dihapus
SEBELUMNYA
11 (7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan
11 (11)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
68
AMORTISASI

Pasal 11A ayat (1a) diubah


Kunci Perubahan
Pasal 11A ayat (2a) ditambah

(1a) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu.

(2a) Dalam hal harta tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai masa
manfaat melebihi 20 (dua puluh) tahun, amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
untuk harta tak berwujud kelompok 4 atau sesuai dengan masa manfaat yang
sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak.

SEBELUMNYA
11A (1a)
Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri Keuangan
11A (2a)
Belum ada

69
TARIF PAJAK
Kunci Perubahan Pasal 17 ayat (1), (2), (2b), dan (3) diubah
Pasal 17 ayat (2e) ditambah
Pasal 17 ayat (2a) dihapus
(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak sampai dengan Rp60.000.000,00 : 5% (lima persen)
di atas Rp60.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 : 15% (lima belas persen)
di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 : 25% (dua puluh lima persen)
di atas Rp500.000.000,00 s.d. Rp5.000.000.000,00 : 30% (tiga puluh persen)
di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) : 35% (tiga puluh lima persen)
b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 22%
(dua puluh dua persen) yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022.
SEBELUMNYA
17 (1) a

17 (1) b
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).
70
TARIF PAJAK

Pasal 17 ayat (1), (2), (2b), dan (3) diubah


Kunci Perubahan Pasal 17 ayat (2e) ditambah
Pasal 17 ayat (2a) dihapus

(2) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah setelah
disampaikan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan
disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2a) dihapus
(2b) Wajib Pajak badan dalam negeri:
a. berbentuk perseroan terbuka;
b. dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% (empat puluh
persen); dan
c. memenuhi persyaratan tertentu,
dapat memperoleh tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah dari tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

SEBELUMNYA
17 (2)
Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan PP 71
17 (2a)
Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010
17 (2b)
Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada
tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
MATERI PAJAK PENGHASILAN
Ilustrasi Penghitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Asumsi penghitungan PPh untuk status WP OP lajang (TK/0) (dalam Rp)

Penghasilan/
5 Juta 9 Juta 10 Juta 15 Juta
Bulan
Penghasilan/
60 Juta 108 Juta 120 Juta 180 Juta
tahun
PTKP (TK/0) 54 Juta 54 Juta 54 Juta 54 Juta
Ph. Kena
6 Juta 54 Juta 66 Juta 126 Juta
Pajak (PKP)
UU PPh RUU HPP UU PPh RUU HPP UU PPh RUU HPP UU PPh RUU HPP

Perhitungan 5% x 6 Juta = 5% x 6 Juta = 5% x 50 Juta 5% x 54 Juta 5% x 50 Juta 5% x 60 Juta 5% x 50 Juta 5% x 60 Juta


300 ribu 300 ribu = 2,5 Juta = 2,7 Juta = 2,5 Juta = = 2,5 Juta =
PPh
3 Juta 3 Juta
Terutang
15% x 4 Juta 15% x 16 Juta 15% x 6 Juta 15% x 76 Juta 15% x 66 Juta
-- -- --
= 600 ribu = 2,4 Juta = 900 ribu = 11,4 Juta = 9,9 Juta

Total PPh
300 ribu 300 ribu 3,1 Juta 2,7 Juta 4,9 Juta 3,9 Juta 13,9 Juta 12,9 Juta
Terutang
 Perubahan tarif ini tidak menambah beban PPh bagi orang pribadi yang berpenghasilan s.d. Rp5 miliar setahun.
 Masyarakat berpenghasilan sampai dengan 4,5jt per bulan tetap tidak membayar PPh sama sekali.
 Data dari SPT tahun 2019, dari 11,5 juta WP yang melaporkan SPT hanya 4,9 juta WP yang membayar pajak
 Masyarakat dengan penghasilan di atas 4,5jt per bulan, mayoritas akan membayar pajak yang lebih rendah.
73
MATERI PAJAK PENGHASILAN
Tarif PPh badan
Tarif PPh Badan ditetapkan tetap menjadi 22%, yang berlaku untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya.
Tarif PPh Badan Perbandingan rata-rata Tarif PPh Badan
Tahun Pajak Tarif UU PPh Tarif RUU HPP Keterangan 2017 2018 2019 2020 2021

Tahun 2020 - 2021 22% Rata-Rata OECD (%) 23,95 23,53 23,12 22,88 22,81
Rata-Rata Amerika (%) 28,29 28,11 27,36 27,33 27,16
Tahun 2022 dst. 20% 22%
Rata-Rata G-20 25,92 25,29 24,90 24,60 24,17
Rata-Rata ASEAN 22,67 22,67 22,67 22,17 22,17
Sumber: KPMG, diolah

Untuk menciptakan APBN yang adil dan sehat perlu mengoptimalkan penerimaan negara
dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan batas tidak kena
pajak dan tarif telah dilakukan penyesuaian dalam RUU HPP sesuai dengan kondisi saat ini.
Terhadap pelaku usaha UMKM berbentuk badan dalam negeri tetap diberikan insentif penurunan
tarif sebesar 50% sebagaimana diatur dalam Ps 31E. Bagi WP orang pribadi dengan peredaran
bruto tertentu, diberikan pengecualian pengenaan pajak terhadap peredaran bruto sampai
dengan Rp500 juta. Oleh karena itu sesuai dengan salah satu tujuan RUU HPP untuk
mengoptimalkan penerimaan negara dengan mempertimbangkan asas keadilan, Pemerintah
perlu mempertahankan tarif PPh badan mulai Tahun Pajak 2022 sebesar 22%.
74
PERUBAHAN UU PPN

1 Pengurangan Objek dan Fasilitas PPN


mengubah beberapa ketentuan pada Pasal 4A
dan Pasal 16B UU PPN

2 Kenaikan Tarif PPN mengubah ketentuan pada Pasal 7 UU PPN

3 Kemudahan dan Kesederhanaan menyisipkan pasal baru yaitu Pasal 9A

memperbaiki dan menghapus beberapa


4 Pengkreditan Pajak Masukan
ketentuan pada Pasal 9

5 Pendelegasian Wewenang menambah pasal baru yaitu Pasal 16G

81
BARANG DAN JASA TIDAK KENA PPN Pasal 4A ayat (2) diubah

KELOMPOK BARANG SEBELUMNYA UU HPP


barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil NON-BKP BKP
langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;

barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; NON-BKP BKP

makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makn, NON-BKP NON-BKP
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; yang merupakan
objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan
retribusi daerah; dan

uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, NON-BKP NON-BKP
dan surat berharga.
barang eks non-BKP (kebutuhan pokok) diberikan fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN, yang
diberikan secara selektif dan terbatas
83
BARANG DAN JASA TIDAK KENA PPN Pasal 4A ayat (3) diubah

KELOMPOK JASA SEBELUMNYA UU HPP


1. jasa pelayanan kesehatan medis; JKP
2. jasa pelayanan sosial; JKP
3. jasa pengiriman surat dengan perangko; JKP
4. jasa keuangan; JKP
5. jasa asuransi; JKP
6. jasa keagamaan meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian , NON-JKP
khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan jasa
lainnya di bidang keagamaan.
7. jasa pendidikan; JKP
8. jasa kesenian dan hiburan; NON-JKP (OBJEK PAJAK DAERAH)
9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; NON-JKP JKP
10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam JKP
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara JKP
luar negeri; JKP
11. jasa tenaga kerja; JKP
12. jasa perhotelan; NON-JKP (OBJEK PAJAK DAERAH)
13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan NON-JKP
pemerintahan secara umum;
14. jasa penyediaan tempat parkIr; NON-JKP (OBJEK PAJAK DAERAH)
15. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; JKP
16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan JKP
Jasa eks non-JKP diberikan
17. jasa boga atau katering. fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN, yang diberikan secara selektif
NON-JKP (OBJEK dan terbatas
PAJAK DAERAH) 84
FASILITAS PPN Pasal 16B ayat (1a) baru

Ketentuan UU 42/2009 stdtd UU 11/2020 (Penjelasan Pasal 16B) Ketentuan UU HPP (Pasal 16B ayat (1a))
a. mendorong ekspor yang merupakan prioritas tidak dipungut a. mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan
nasional di Tempat Penimbunan Berikat, atau untuk prioritas nasional
mengembangkan wilayah dalam Daerah Pabean
yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut
b. menampung kemungkinan perjanjian dengan dibebaskan b. menampung kemungkinan perjanjian dengan negara atau
negara atau negara lain dalam bidang perdagangan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi
dan investasi, konvensi internasional yang telah internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman
diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya internasional lainnya
c. mendorong peningkatan kesehatan masyarakat dibebaskan c. mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui
melalui pengadaan vaksin yang diperlukan dalam pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional
rangka program imunisasi nasional;.

d. menjamin tersedianya peralatan Tentara Nasional tidak dipungut


Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia
(TNI/POLRI) yang memadai untuk melindungi dihapus
wilayah Republik Indonesia dari ancaman eksternal
maupun internal
e. menjamin tersedianya data batas dan foto udara dibebaskan
wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh dihapus
Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung
pertahanan nasional.

85
FASILITAS PPN Pasal 16B ayat (1a) baru

Ketentuan UU 42/2009 stdtd UU 11/2020 (Penjelasan Pasal 16B) Ketentuan UU HPP (Pasal 16B ayat (1a))
f. meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa d. meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan
dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci,
kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga dibebaskan dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif
yang relatif terjangkau masyarakat terjangkau masyarakat
g. mendorong pembangunan tempat ibadah dibebaskan e. mendorong pembangunan tempat ibadah
h. menjamin tersedianya perumahan yang harganya dihapus
terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah, yaitu
rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan dibebaskan
rumah susun sederhana.
i. mendorong pengembangan armada nasional di tidak dihapus
bidang angkutan darat, air, dan udara dipungut
j. mendorong pembangunan nasional dengan dihapus
membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, dibebaskan
seperti bahan baku kerajinan perak
k. menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang f. menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai
dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar tidak dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri
negeri dipungut
l. mengakomodasi kelaziman internasional dalam g. mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi
importasi Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan tidak Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari
dari pungutan Bea Masuk. dipungut pungutan Bea Masuk.

86
FASILITAS PPN Pasal 16B ayat (1a) baru

Ketentuan UU 42/2009 stdtd UU 11/2020 (Penjelasan Pasal 16B) Ketentuan UU HPP (Pasal 16B ayat (1a))
m. membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau dibebaskan h. membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan
penanganan bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam dan bencana nonalam yang ditetapkan
bencana alam nasional. sebagai bencana alam nasional dan bencana nonalam
nasional;
n. menjamin tersedianya air bersih dan listrik yang dibebaskan dihapus
sangat dibutuhkan oleh masyarakat; dan/atau

o. menjamin tersedianya angkutan umum di udara tidak i. menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk
untuk mendorong kelancaran perpindahan arus dipungut mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan
barang dan orang di daerah tertentu yang tidak orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana
tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, transportasi lainnya yang memadai, yang perbandingan
yang perbandingan antara volume barang dan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan
orang yang harus dipindahkan dengan sarana dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.
transportasi yang tersedia sangat tinggi.
j. mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang
bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional,
antara lain: ….(lihat slide berikutnya)

87
FASILITAS PPN Pasal 16B ayat (1a) baru
mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional,
j antara lain:
(beberapa barang dan jasa ex Pasal 4A diberikan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN)
barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam (beryodium
1 dan tidak beryodium), daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran

jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:


2
a) jasa kesehatan tertentu, antara lain:
1) jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
2) jasa dokter hewan;
3) jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi
4) jasa kebidanan dan dukun bayi;
5) jasa paramedis dan perawat;
6) jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium
7) jasa psikolog dan psikiater, dan
8) jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal
b) jasa kesehatan yang ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional

jasa pelayanan sosial, meliputi:


3
a) jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
b) jasa pemadam kebakaran;
c) jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d) jasa lembaga rehabilitasi;
e) jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
f) jasa di bidang olahraga,
yang tidak mencari keuntungan.
FASILITAS PPN Pasal 16B ayat (1a) baru
jasa keuangan, meliputi:
4 a) jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu;
b) jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
c) jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi; anjak piutang;
usaha kartu kredit; dan/atau pembiayaan konsumen;
d) jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan
e) jasa penjaminan

jasa asuransi adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan
5
asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan
konsultan asuransi

jasa pendidikan, meliputi:


6 a) jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar
biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan
b) jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah

jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa
7 angkutan luar negeri

jasa tenaga kerja, meliputi:


8 a) jasa tenaga kerja;
b) jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja
tersebut; dan
c) jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
KENAIKAN TARIF PPN

1 Tarif PPN Indonesia masih dibawah rata-rata tarif global


(15,4%), negara OECD (19%) atau negara BRICS (17%).

2 Tarif PPN Indonesia masih di bawah tarif PPN negara-


negara tetangga di Asia:
1. Philipina – 12%
2. Arab Saudi – 15 %
3. Korea Utara – 17%
4. Pakistan – 17%
5. India – 18%

3 Kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10% menjadi 11%


dan kemudian 12% ditujukan untuk meningkatkan
penerimaan negara dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat saat ini yaitu dalam rangka mengatasi dampak
pandemi Covid-19 dalam bentuk vaksin, bantuan sosial,
dan lain-lain.
90
Perubahan Pasal 7 ayat (1) dan (3)
TARIF PPN Penambahan ayat (4)

(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu:


a. sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
b. sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

sebelumnya
(1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)

(3) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen).
(4) Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
sebelumnya
(3) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi
15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Tidak ada

91
WAKTU PEMBERLAKUAN

Pengaturan kembali ketentuan PPN pada Undang-Undang


Harmonisasi Peraturan Perpajakan berlaku mulai
1 April 2022,
kecuali ketentuan pada Pasal 7 ayat (1) huruf b
(paling lambat 1 Januari 2025)

99
LATAR BELAKANG DAN SKEMA PPS

100
PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak
Kondisi Kebijakan I Kebijakan II

Subyek WP OP dan Badan peserta TA WP OP


Basis Aset Aset per 31 Desember 2015 Aset perolehan 2016-2020
yang belum diungkap saat TA yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020

WP dikenai PPh Final, tarif: dikenai PPh Final, tarif


Peserta a. Harta bersih DN Ikut a. Harta Bersih DN Ikut
• 6% untuk SBN/hilirisasi/renewable energy • 12 % untuk SBN/hilirisasi/renewable energy
Tax • 8% untuk deklarasi • 14% untuk deklarasi
Amnesty b. Harta bersih LN: b. Harta bersih LN:
(TA) • 6% untuk aset repatriasi dan SBN/hilirisasi/renewable energy; • 12% untuk aset repatriasi dan SBN/hilirisasi/renewable energy;
• 8% untuk aset repatriasi non SBN/hilirisasi/renewable energy; • 14% untuk aset repatriasi non SBN/hilirisasi/renewable energy;
• 11% untuk deklarasi • 18% untuk aset deklarasi
Berlaku ketentuan Ps.18 UU TA, dikenai Penghasilan 2016-2020 dikenai:
PPh tarif 25%/30%/12,5% plus sanksi 200% a. PPh Progresif 5%/15%/25%/30% (Ps.17 PPh) ; dan
Tidak Ikut b. Sanksi bunga per bulan sebesar bunga acuan+uplift 15% (Ps.13 (2)Tidak
KUP Ikut
WP Non tidak dikenai sanksi dan dikenai PPh Final tarif
Peserta a. Harta Bersih DN
• 12 % untuk SBN/hilirisasi/renewable energy
Tax • 14% untuk deklarasi Ikut
Amnesty b. Harta bersih LN:
(TA) --- • 12% untuk aset repatriasi dan SBN/hilirisasi/renewable energy;
• 14% untuk aset repatriasi non SBN/hilirisasi/renewable energy;
• 18% untuk aset deklarasi
Penghasilan 2016-2020 dikenai:
a. PPh Progresif 5%/15%/25%/30% (Ps.17 PPh) ; dan
b. Sanksi bunga per bulan sebesar bunga acuan+uplift 15% (Ps.13 (2) KUP
Tidak Ikut

138
APA ITU PAJAK KARBON?

Pasal 13 Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan


dampak negatif bagi lingkungan hidup.

Pengenaan pajak karbon dilakukan dengan memperhatikan:


a. peta jalan pajak karbon; dan/atau
b. peta jalan pasar karbon.

Peta jalan pajak karbon memuat:


a. strategi penurunan emisi karbon;
b. sasaran sektor prioritas;
c. keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan;
dan/atau
d. keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.

Kebijakan peta jalan pajak karbon ditetapkan oleh pemerintah


dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia
140
SUBJEK PAJAK, OBJEK PAJAK, SAAT TERUTANG DAN TARIF
PAJAK KARBON

Pasal 13 SUBJEK PAJAK KARBON


orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung
karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi
karbon.

OBJEK PAJAK KARBON


Pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung
karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah
tertentu pada periode tertentu.

141
SUBJEK PAJAK, OBJEK PAJAK, SAAT TERUTANG DAN TARIF
PAJAK KARBON

Pasal 13 SAAT TERUTANG


a. pada saat pembelian barang yang mengandung karbon;
b. pada akhir periode tahun kalendar dari aktivitas menghasilkan
emisi karbon dalam jumlah tertentu; atau
c. saat lain yang diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.

TARIF
Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan besaran
tarif harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida
ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

142
TARIF DAN KETENTUAN PERUBAHANNYA (TARIF DAN DPP)
PAJAK KARBON

Pasal 13 KETENTUAN TARIF


Dalam hal tarif harga karbon di pasar karbon lebih rendah dari
Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen
(CO2e) atau satuan yang setara, tarif pajak karbon ditetapkan
sebesar paling rendah Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram
karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Ketentuan mengenai: Ketentuan mengenai:


a. penetapan dan perubahan tarif pajak karbon; penambahan objek pajak yang dikenai pajak
b. dasar pengenaan pajak, karbon diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah Pemerintah setelah disampaikan pemerintah
dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia. Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.

143
KETENTUAN LAINNYA
PAJAK KARBON

Pasal 13 LAINNYA
Penerimaan dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian
perubahan iklim.

REWARD
Wajib Pajak yang berpartisipasi dalam perdagangan emisi a. pengurangan pajak karbon; dan/atau
karbon, pengimbangan emisi karbon, b. perlakuan lainnya atas pemenuhan
dan/atau mekanisme lain dapat diberi: kewajiban pajak karbon.

Ketentuan mengenai: Ketentuan mengenai:


a. tata cara penghitungan, pemungutan, pembayaran a. subjek pajak karbon;
atau penyetoran, pelaporan, dan mekanisme b. alokasi penerimaan dari pajak karbon untuk pengendalian
pengenaan pajak karbon; dan perubahan iklim,
b. tata cara pengurangan pajak karbon dan/atau diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah setelah
perlakuan lainnya atas pemenuhan kewajiban pajak disampaikan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat
karbon diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan terkait pajak
karbon dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
144
KETENTUAN PENGENAAN
PAJAK KARBON

Pasal 13 PENGATURAN SEBELUM UU HPP


Belum ada pengaturan mengenai Pajak Karbon

USULAN DALAM RUU KUP (PASAL 44G BARU DALAM UU KUP)


Pajak karbon merupakan suatu pajak yang dikenakan atas emisi karbon dioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil.

Subjek Pajak Orang Pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau
menghasilkan emisi karbon

Objek Pajak Emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup
Tarif Pajak Rp75,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang
setara;
tarif pajak dihitung berdasarkan harga perdagangan karbon dari kegiatan Result Based Payment
REDD + atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Tahun 2020.
Saat Terutang saat pembelian, akhir periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi
karbon, atau saat lain
Lainnya Pengaturan lebih lanjut mengenai perubahan tarif dan penambahan objek pajak
karbon diatur dengan PP
145
5. PENGENAAN PAJAK KARBON 14
6
1. Pengaturan Saat Ini (belum diatur dalam UU Pajak)
Belum ada pengaturan pajak karbon.

2. Usulan dalam RUU KUP (Pasal 44G baru dalam UU KUP)


Pajak karbon merupakan suatu pajak yang dikenakan atas emisi karbon dioksida hasil pembakaran
bahan bakar fosil.
a. Subjek Pajak: orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau
menghasilkan emisi karbon.
b. Objek Pajak : emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
c. Tarif Pajak : Rp75,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang
setara;
tarif pajak dihitung berdasarkan harga perdagangan karbon dari kegiatan Result
Based Payment REDD + atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest
Degradation Tahun 2020.
d. Saat terutang : saat pembelian, akhir periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon,
atau saat lain
e. Pengaturan lebih lanjut mengenai perubahan tarif dan penambahan objek pajak karbon diatur
dengan PP www.pajak.go.id
Ketentuan Lainnya

Pasal 4 Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari:
a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan
proses pembuatannya;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak
mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk
konsentrat yang mengandung etil alkohol;
c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok
elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan
digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam
pembuatannya.

Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh pemerintah kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

148
Ketentuan Lainnya

Pasal 40B Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penelitian dugaan
pelanggaran di bidang cukai.
Dalam hal hasil penelitian dugaan pelanggaran merupakan pelanggaran administrasi di bidang
cukai, diselesaikan secara administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang cukai.

Hasil penelitian dapat tidak dilakukan penyidikan dalam hal:


a. terdapat dugaan pelanggaran Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58; dan
b. yang bersangkutan membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali nilai cukai
yang seharusnya dibayar.

Barang kena cukai terkait dugaan pelanggaran yang tidak dilakukan penyidikan ditetapkan menjadi
barang milik negara.

Barang-barang lain terkait dugaan pelanggaran yang tidak dilakukan penyidikan dapat ditetapkan
menjadi barang milik negara.

Ketentuan lebih lanjut mengenai dugaan pelanggaran yang tidak dilakukan penyidikan, diatur
dengan Peraturan Menteri.
149
Ketentuan Lainnya

Pasal 64
● Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak
pidana di bidang cukai paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
● Penghentian penyidikan hanya dilakukan atas tindak pidana Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58, setelah yang
bersangkutan membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
● Dalam hal perkara pidana telah dilimpahkan ke pengadilan, terdakwa tetap dapat membayar sanksi administrasi tersebut.
● Pembayaran sanksi administrasi tersebut menjadi pertimbangan untuk dituntut tanpa disertai penjatuhan pidana penjara.
● Dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa pada tahap penyidikan sampai dengan persidangan belum
memenuhi jumlah, atas pembayaran tersebut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pidana denda yang dibebankan kepada
terdakwa.
● Barang kena cukai yang terkait dengan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai, ditetapkan menjadi barang milik negara.
● Barang-barang lain yang terkait dengan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai, dapat ditetapkan menjadi barang milik
negara.
● Menteri dan Jaksa Agung dapat melimpahkan kewenangan lebih lanjut kepada pejabat yang ditunjuk, terkait permintaan dan
penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai.
● Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian penyidikan, diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

150
4. PENAMBAHAN BARANG
KENA CUKAI
1. Pengaturan Saat Ini
a. Barang Kena Cukai (BKC) terdiri dari:
1) Etil alkohol/etanol;
2) Minuman yang mengandung etil alkohol;
3) Hasil tembakau.
b. Penambahan atau pengurangan BKC dilakukan dengan PP dan harus mendapatkan
persetujuan DPR.

2. Usulan dalam RUU KUP


a. Menambah satu BKC baru, yaitu produk plastik.
b. Penambahan atau pengurangan jenis BKC diatur lebih lanjut dengan PP setelah
disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR untuk dibahas dalam penyusunan RAPBN.

151
152
036/PJ.0911/SLD/B/2021

Anda mungkin juga menyukai