Kelompok III Ahmad Shoifi Muhamad Anshori Sejarah & Perkembangan Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahu1998 (selanjutnya disingkat dengan UU Perbankan), disebutkan bahwa : Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak (Pasal 4 UU Perbankan). Bank Indonesia merasa perlu mengembangkan perbankan agar lebih mengetahui dan memahami kegiatan usaha dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah termasuk risiko yang mungkin timbul dan mitigasinya sehingga pada akhirnya perbankan akan semakin tertarik untuk memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM, maka diterbitkanlah Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang tujuannya adalah mendorong peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan oleh Bank Umum kepada UMKM dan mendorong peningkatkan akses UMKM kepada lembaga keuangan melalui penguatan kapabilitasnya. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 2. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/22/PBI/2012 Tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan peraturan pelkaksanannya yaitu Surat Edaran Nomor 15/35/DPAU/2013 Tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Jenis & Ruang Lingkup 1. Kredit Channeling merupakan penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM kepada debitur UMKM melalui lembaga keuangan tertentu yang tidak mempunyai kewenangan memutus pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM.. Bank Umum sebagai pemilik dana merupakan pihak yang berwenang memutus pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM dan menanggung risiko apabila debitur UMKM wanprestasi atau cidera janji.
2. Kredit Executing merupakan penyaluran Kredit atau Pembiayaan kepada debitur UMKM yang dilakukan oleh lembaga keuangan tertentu yang menanggung risiko apabila debitur UMKM wanprestasi atau cidera janji.
3. Pembiayaan Bersama (Joint Financing)
merupakan penyaluran Kredit atau Pembiayaan UMKM kepada debitur UMKM yang dilakukan bersama oleh Bank Umum dan lembaga keuangan tertentu yang menanggung risiko secara bersama- sama Bersama Bank sesuai dengan porsi pembiayaan masing-masing apabila debitur UMKM wanprestasi atau cidera janji Contoh Perjanjian Kredit dengan pola Executing antara Bank dengan LKT Analisa Kontrak Dalam perjanjian tersebut unsur esensialia adalah sebagai berikut: Adanya kesepakatan antara Bank sebagai Kreditur dan LKT yaitu Bank Kredit Desa sebagai Debitur untuk melakukan pinjam meminjam uang sebesar Rp. 75 juta dengan bentuk pseudo RC CO Menurun yang akan digunakan oleh LKT untuk usaha simpan pinjam. Adanya kesepakatan bahwa Debitur akan mengembalikan Pinjaman tersebut dalam jangka waktu 36 bulan dengan bunga sebesar 10%/tahun. Adapun jadwal angsurannya adalah pinjaman pokok dibayar tiap 3 bulan (sebanyak 12 kali) dan bunga dibayar perbulan (sebanyak 36 kali). Para pihak dalam perjanjian adalah Bank yang diwakili oleh Pemimpin Cabang sebagai pihak pertama dan LKT yaitu Bank Kredit Desa yang diwakili Komisi 1, 2 dan 3 sebagai pihak kedua.
Hak pihak kesatu :
Berhak Mendapatkan pengembalian pinjaman sebesar Rp. 75 juta yang dibayar tiap 3 bulan (sebanyak 12 kali) dengan bunga 10%/tahun yang dibayar perbulan (sebanyak 36 kali) dari pihak kedua. Berhak mendapatkan pembayaran denda sebesar 50% dari suku bunga yang berlaku setiap bulannya terlambat dibayar, dan dihitung untuk setiap hari keterlambatan dari pihak kedua. Berkewajiban menyediakan dana sebesar Rp. 75 juta pada saat pencairan kredit kepada pihak kedua.
Hak dan kewajiban pihak kedua :
Berhak menggunakan pinjamannya sebesar Rp 75 juta dari pihak kesatu untuk penggunaan sesuai yang diperjanjikan yaitu untuk usaha Simpan Pinjam. Berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman sebesar Rp. 75 juta yang dibayar tiap 3 bulan (sebanyak 12 kali) dan membayar bunga sebesar Rp. 10%/tahun dibayar perbulan (sebanyak 36 kali) kepada pihak kesatu. Berkewajiban membayar denda sebesar 50% dari suku bunga yang berlaku setiap bulannya terlambat dibayar, dan dihitung untuk setiap hari keterlambatan kepada pihak kesatu. condition precedent : Perjanjian Kredit telah ditandatangani kedua belah pihak. Syarat administrasi yang telah ditetapkan pihak kesatu telah dipenuhi pihak kedua. affirmative covenant : Pihak kedua bersedia memberikan keterangan-keterangan dengan sebenar- benarnya yang diperlukan pihak kesatu dan kuasanya dan tunduk pada peraturan yang telah ditetapkan Bank terutama mengenai kebijaksanaan pemberian pinjaman. Pihak kedua wajib menyerahkan laporan keuangan (Neraca dan Laba Rugi) home statement 6 bulanan kepada pihak kesatu selambat-lambatnya 1 bulan setelah akhir tahun yang bersangkutan. Pihak kedua wajib mempertanggungkan atau mengasuransikan atas beban sendiri dengan banker’s clause kepada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh pihak kesatu seluruh maupun sebagian barang-barang yang dapat diasuransikan selama jangka waktu kredit. negative covenant : Pihak kedua dilarang menyewakan atau mengontrakkan agunan kredit kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pihak kesatu. Pihak kedua tidak diperbolehkan menggunakan kreditnya untuk keperluan selain yang telah diperjanjikan dengan bank dan apabila melanggar maka Pihak kesatu berhak menagih pinjamannya dan pihak kedua tanpa menunda-nunda lagi membayar seluruh pinjamannya berupa pokok, bunga, tambahan bunga, denda biaya-biaya dan kewajiban lainnya yang mungkin timbul dengan seketika dan sekaligus lunas. Potensi risiko yang dihadapi para pihak dalam perjanjian kredit : Pihak Bank/Kreditur/Pihak kesatu : Karena mengasuransikan jaminan tidak termasuk dalam condition precedent maka terdapat resiko setelah dilakukan pencairan kredit agunan tidak tercover asuransi baik karena masalah dari pihak kedua misalnya keberatan terhadap biaya asuransi atau dari pihak asuradur karena keberatan menerima pengalihan resiko atas agunan.
Pihak LKT/Debitur/Pihak kedua :
Pada negative covenant disebutkan Pihak kedua tidak diperbolehkan menggunakan kreditnya untuk keperluan selain yang telah diperjanjikan (usaha simpan pinjam) tidak dijelaskan secara detil sehingga ada resiko pihak kesatu secara sepihak menganggap pihak kedua telah melanggar negative covenant tersebut yang pada akhirnya dapat merugikan pihak kedua. Pokok-pokok dan Hal-hal penting yang harus dicantumkan pada klausula dalam rangka menghindari risiko kerugian dan mewujudkan keadilan dan perlindungan bagi para pihak: Untuk menghindari adanya potensi kerugian bagi pihak kesatu agar agar asuransi agunan dimasukkan klausul dalam condition precedent sehingga saat pencairan kredit resiko agunan musnah karena terbakar dll telah dialihkan ke pihak Asuradur. Untuk menghindari klaim sepihak dari pihak kesatu atas pelanggaran penggunaan kredit yang dapat merugikan pihak kedua agar dalam negative covenant dijelaskan secara detil kondisi seperti apa terkait penggunaan kredit yang dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan. TERIMA KASIH Kelompok III Ahmad Shoifi Muhamad Anshori