PART 7
PENDAHULUAN
Pemahaman mengenai ayat al-Quran dalam rangka menafsirkan ayat serta suratnya tidak
bisa dilepaskan dari pemahaman mengenai hubungan ayat dengan ayat atau surat dengan
surat yang lainnya.
Al-Quran tidak dipahami secara parsial, akan tetapi dipahami secara utuh dengan memahami
adanya kesatuan tema dan kandungan (wihdat al Quran). Dalam istilah ilmu al-Quran disebut
dengan “Ilmu Munasabah al-Quran”
Al Quran sebagai pedoman hidup merupakan satu kesatuan, saling berkaitan antara
bagiannya dan saling menafsirkan. Al Quran diambil secara utuh bukan sepenggal atau
sebagian. Kehancuran umat dulu adalah karena mereka mengambil sebagian ayat suci dan
menolak sebagian lainnya. Hal ini isalnya tergambar dalam QS. Al-Nisa: 151
Dengan prinsip ini, kita diajak untuk benar-benar membaca dan memahami al Quran secara
utuh dan komprehensif, karena pemahaman komprehensif akan melahirkan perilaku yang
komprehensif pula (QS. Al Baqarah: 208)
نّٞو ُّم ِبيٞ َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ٱۡد ُخ ُلوْا ِفي ٱلِّس ۡل ِم َك ٓاَّفٗة َو اَل َتَّتِبُعوْا ُخ ُطَٰو ِت ٱلَّش ۡي َٰط ِۚن ِإَّن ۥُه َلُك ۡم َع ُد
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”
َٰٓل
٣٨ ر ِّلَّلِذ يَن ُيِر يُد وَن َو ۡج َه ٱِۖهَّلل َو ُأْو ِئَك ُهُم ٱۡل ُم ۡف ِلُحوَنٞ ََٔفاِت َذ ا ٱۡل ُقۡر َبٰى َح َّق ۥُه َو ٱۡل ِم ۡس ِكيَن َو ٱۡب َن ٱلَّس ِبيِۚل َٰذ ِلَك َخ ۡي
َٰٓل
ِّم ن ِّر ٗب ا ِّلَيۡر ُبَو ْا ِفٓي َأۡم َٰو ِل ٱلَّناِس َفاَل َيۡر ُبوْا ِع نَد ٱِۖهَّلل َو َم ٓا َء اَتۡي ُتم ِّم ن َزَكٰو ٖة ُتِريُد وَن َو ۡج َه ٱِهَّلل َفُأْو ِئَك ُهُم َو َم ٓا َء اَتۡي ُتم
٣٩ ٱۡل ُم ۡض ِع ُفوَن
ٱُهَّلل ٱَّلِذ ي َخ َلَقُك ۡم ُثَّم َر َز َقُك ۡم ُثَّم ُيِم يُتُك ۡم ُثَّم ُيۡح ِييُك ۖۡم َهۡل ِم ن ُش َر َك ٓاِئُك م َّم ن َيۡف َع ُل ِم ن َٰذ ِلُك م ِّم ن َش ۡي ٖۚء ُس ۡب َٰح َن ۥُه َو َتَٰع َلٰى َع َّم ا
٤٠ ُيۡش ِرُك وَن
38. Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula)
kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih
baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-
orang beruntung
39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)
40. Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian
mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang
kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian
itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan
Interrelasi Q.S. ar-Rum (30): 39; dengan ayat
sebelumnya (38) menjelaskan bahwa harta memiliki
fungsi sosial, yakni bahwa setiap rizki yang
dianugerahkan oleh Allah sesungguhnya ada hak buat
para kerabat yang miskin dan anak jalanan.
Sedang ayat sesudahnya (40) memperkuat penjelasan,
bahwa rizki apapun semuanya adalah berasal dari Allah,
tidak ada sekutu bagi Allah dalam penciptaan,
penghidupan, maupun kematian. Karena itu hakikat
harta hanyalah media sosial yang berfungsi untuk saling
membantu dan mendukung pengabdian kepada Allah.
Definisi Etimologi
Munasabah berasal dari bahasa Arab
“ُم َناَسَبًة- ُيَناِس ُب- ( ”نَاَسَبnāsaba – yunāsibu - munāsabatan) yang
berarti:
a. Dekat (qarīb),
b. Menyerupai (mitsāl).
Kata almunāsabah, ada murādif (sinonim) dengan kata al-muqārabah
dan al-musyākalah, yang masing-masing berarti kedekatan dan
persamaan.
فالن يناسب فالنا
”fulan itu mirip dengan fulan yang lain”
Dua orang bersaudara disebut satu nasiib نسيب:(satu keturunan)
karena keduanya bermiripan.
“Dari pengertian bahasa itu diperoleh gambaran
bahwa munasabah itu terjadi minimal antara dua hal
yang mempunyai pertalian; baik dari segi bentuk lahir,
ataupun makna yang terkandung dalam kedua kasus
itu”
Definisi Terminologi
Ibnu Arabi: Keterkaitan antara satu ayat dengan ayat
lainnya sehingga membentuk seperti satu kalimat utuh,
keselarasan makna dan kerapian bentuk kalimat.
Az-Zarkasyi: Suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala
dihadapkan pada akal, pasti akal itu akan
menerimannya.
Manna’al-Qaththan: Sisi keterkaitan antara beberapa
ungkapan dalam satu ayat atau antarayat pada
beberapa ayat, antar surat (di dalam al-qur’an).
Ayat 189 menjelaskan tentang hilal sebagai tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji. Sedangkan ayat
190 menjelaskan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat islam. Padahal
kalaulah dicermati dapat diketahui munasabahnya, yaitu pada waktu haji umat islam dilarang
berperang. Kecuali kalau diserang musuh, maka dalam kondisi demikian mereka boleh bahkan perlu
melakukan balasan.
Bentuk Munasabah
(dilihat dari materinya)
1. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya.
Berfungsi untuk menerangkan dan menyempurnakan ungkapan
pada surat sebelumnya.
Contoh:
Ungkapan Rabb al-Alamin pada QS. al Fatihah: 2 berkorelasi dengan
QS. al Baqarah: 21-22
ٱۡل َح ۡم ُد ِهَّلِل َر ِّب ٱۡل َٰع َلِم يَن
ٱَّلِذ ي َجَعَل َلُك ُم ٱَأۡلۡر َض ِفَٰر ٗش ا. َو ٱَّلِذ يَن ِم ن َقۡب ِلُك ۡم َلَع َّلُك ۡم َتَّتُقوَن َٰٓيَأُّيَها ٱلَّناُس ٱۡع ُبُد وْا َر َّبُك ُم ٱَّلِذ ي َخ َلَقُك ۡم
َفَأۡخ َر َج ِبِهۦ ِم َن ٱلَّثَم َٰر ِت ِر ۡز ٗق ا َّلُك ۖۡم َفاَل َتۡج َع ُلوْا ِهَّلِل َأنَد اٗد ا َو َأنُتۡم َو ٱلَّس َم ٓاَء ِبَنٓاٗء َو َأنَز َل ِم َن ٱلَّس َم ٓاِء َم ٓاٗء
َتۡع َلُم وَن
Bentuk Munasabah
2. Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya.
Setiap surat memiliki tema pembicaraan yang menonjol yang
tercermin dalam nama masing-masing surat, seperti surat al
Baqarah, al-ankabut, al-nisa, Yusuf, al-Naml, al Jin dll
Dalam surat al Baqarah (diartikan sebagai lembu betina) inti
pembicaraannya adalah cerita tentang lembu betina tersebut
seperti dipaparkan dalam QS. al Baqarah: 67-71.
Contoh Dalam surat al-Baqarah
ۖٗة
٦٧ َو ِإۡذ َقاَل ُم وَس ٰى ِلَقۡو ِمِهٓۦ ِإَّن ٱَهَّلل َيۡأ ُم ُر ُك ۡم َأن َتۡذ َبُحوْا َبَقَر َقاُلٓو ْا َأَتَّتِخ ُذ َنا ُهُز ٗو ۖا َقاَل َأُع وُذ ِبٱِهَّلل َأۡن َأُك وَن ِم َن ٱۡل َٰج ِهِليَن
ض َو اَل ِبۡك ٌر َع َو اُۢن َبۡي َن َٰذ ِلَۖك َفٱۡف َع ُلوْا َم ا ُتۡؤ َم ُروَنٞ ة اَّل َفاِرٞ َقاُلوْا ٱۡد ُع َلَنا َر َّبَك ُيَبِّين َّلَنا َم ا ِهَۚي َقاَل ِإَّن ۥُه َيُقوُل ِإَّنَها َبَقَر
َقاُلوْا ٱۡد ُع َلَنا٦٩ ع َّلۡو ُنَها َتُسُّر ٱلَّٰن ِظ ِر يَنٞة َص ۡف َر ٓاُء َفاِقٞ َقاُلوْا ٱۡد ُع َلَنا َر َّبَك ُيَبِّين َّلَنا َم ا َلۡو ُنَهۚا َقاَل ِإَّن ۥُه َيُقوُل ِإَّنَها َبَقَر٦٨
ل ُتِثيُرٞة اَّل َذ ُلوٞ َقاَل ِإَّن ۥُه َيُقوُل ِإَّنَها َبَقَر٧٠ َر َّبَك ُيَبِّين َّلَنا َم ا ِهَي ِإَّن ٱۡل َبَقَر َتَٰش َبَه َع َلۡي َنا َو ِإَّنٓا ِإن َش ٓاَء ٱُهَّلل َلُم ۡه َتُد وَن
٧١ ة اَّل ِش َيَة ِفيَهۚا َقاُلوْا ٱۡل َٰٔـ َن ِج ۡئ َت ِبٱۡل َح ِّۚق َفَذ َبُحوَها َو َم ا َك اُد وْا َيۡف َع ُلوَنٞ ٱَأۡلۡر َض َو اَل َتۡس ِقي ٱۡل َح ۡر َث ُم َس َّلَم
67. Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina". Mereka
berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang
dari orang-orang yang jahil"
68. Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu". Musa
menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu"
69. Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-
orang yang memandangnya"
70. Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena
sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)"
71. Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan
tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya". Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi
betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu
Bentuk Munasabah
3. Munasabah Antara Satu Kalimat dengan Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat.
Bentuk munasabah ini sering dinyatakan dalam pola ta’adat (perlawanan).
Contohnya adalah QS. al Hadid: 4.
ُهَو ٱَّلِذ ي َخ َل َق ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأۡلۡر َض ِفي ِس َّتِة َأَّياٖم ُثَّم ٱۡس َتَو ٰى َع َلى ٱۡل َع ۡر ِۖش َيۡع َلُم َم ا َيِلُج ِفي ٱَأۡلۡر ِض َو َم ا َيۡخ ُرُج ِم ۡن َه ا َو َم ا
رَٞينِزُل ِم َن َٰٔـٱلَّس َم ٓاِء َو َم أَٰـ َيۡع ُرُج َٰٔـِفيَهۖا َو ُهَو َٰٔـَم َع ُك ۡم َأۡي َن َم ا ُك نُتۚۡم َو ٱُهَّلل ِبَم ا َتۡع َم ُلوَن َبِص ي
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia
bersemayam di atas ´Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa
yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-
Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan”
Kata yalij (masuk) dengan kata yakhruj (keluar) serta kata yanzil (turun) pada ayat
tersebut dengan kata ya’ruj (naik) terdapat korelasi perlawanan.
Bentuk Munasabah
4. Munasabah Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat.
Walaupun dalam satu surat tersebar sejumlah ayat, namun pada
hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang
padu sehingga membentuk fikiran serta jalinan informasi yang
sistematis. Misalnya adalah ayat-ayat di awal Q. S al-Baqarah: 1–20
memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran
serta kemunafikan.
Bentuk Munasabah
5. Munasabah Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu Sendiri
Munasabah pada bagian ini ada empat bentuk yaitu Tamkin
(mengukuhkan isi ayat), Tashdir (memberikan sandaran isi ayat
pada sumbernya), Tawsyih (mempertajam relevansi makna) dan
Ighal (tambahan penjelasan). Sebagai contoh :
فتبارك هللا احسن الخالقينmengukuhkan ثم خلقنا النطفة علقةbahkan
mengukuhkan hubungan dengan dua ayat sebelumnya (al-
mukminun: 12-14)
ُثَّم َجَع ۡل َٰن ُه ُنۡط َفٗة١٢ َو َلَقۡد َخ َلۡق َنا ٱِإۡل نَٰس َن ِم ن ُس َٰل َلٖة ِّم ن ِط يٖن
ُثَّم َخ َلۡق َنا ٱلُّنۡط َفَة َع َلَقٗة َفَخ َلۡق َنا ٱۡل َع َلَقَة١٣ ِفي َقَر اٖر َّمِكيٖن
َٰظ ۡل َٰظ ۡل
ُث ا
ِع َم ٗم َّم ۡحَل ٱ اَن ۡو َكَف
ِع ٗم َسا َة َغ ۡض ُم ۡض َغ ٗة َفَخ َلۡق َنا ٱ ُم
َٰخ ۡل
١٤ َأنَش ُه َخ ا َء اَخ َفَتَباَر َك ٱُهَّلل َس ُن ٱ ِلِقيَن
ۡحَأ َۚر ًق ۡل َٰن ۡأ
12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah
13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim)
14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik
Bentuk Munasabah
6. Munasabah Antara Awal Uraian Surat dengan Akhir Uraian
Surat.
Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian
serta hubungan yang erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir
uraiannya. Sebagai contoh Q. S al-Mu’minun diawali dengan
(respek Tuhan kepada orang-orang mukmin) dan diakhiri dengan
(sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang
kafir).
َغ اِفِر ٱلَّذۢن ِب َو َقاِبِل ٱلَّتۡو ِب َش ِد يِد ٱۡل ِع َقاِب ِذ ي ٱلَّطۡو ِۖل ٓاَل ِإَٰل َه ِإاَّل ُهَۖو ِإَلۡي ِه ٱۡل َم ِص يُر
3. Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras
hukuman-Nya. Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nya-lah kembali (semua
makhluk)
َفَلۡم َي ُك َينَفُع ُهۡم ِإيَٰم ُنُهۡم َلَّم ا َر َأۡو ْا َبۡأ َس َنۖا ُس َّنَت ٱِهَّلل ٱَّلِتي َق ۡد َخ َلۡت ِفي ِعَب اِدِهۖۦ
٨٥ َو َخ ِس َر ُهَناِلَك ٱۡل َٰك ِفُروَن
85. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka
telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku
terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-
orang kafir
Bentuk Munasabah
7. Munasabah Antara Penutup Suatu Surat dengan Awal Surat
Berikutnya.
Misalnya akhir surat al-Waqi’ah : 96
. الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم
: Dan Q. S al-Mujadalah / 58 : 11
يرفع هللا الذين امنوا منكم والذين اوتو العلم درجات وهللا بما تعملون خبير
.
Tegaknya qiwamah (konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa’) erat sekali
kaitannya dengan faktor ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi.
Q. S an-Nisa’ menunjuk kata kunci “bimaa fadhdhala” dan “al-ilm”. Antara “bimaa
fadhdhala” dengan “yarfa” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih
yang muncul karena faktor ‘ilm