Anda di halaman 1dari 26

KEBIJAKAN PUBLIK (PUBLIC POLICY)

LPPM STIA BANTEN DAN PMPD


Pengertian Kebijakan Publik
“segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak
dikerjakan oleh pemerintah” (Thomas R, Dye, 1975)
-Segala sesuatu : Setiap aturan main dalam kehidupan
bersama  hubungan antar warga
dan hubungan warga dengan
pemerintah
-Dikerjakan : Proses pra dan pasca, sejak
dirumuskan, ditetapkan dan dinilai
hasilnya
-Dikerjakan dan : memutuskan untuk mengambil
Tidak Dikerjakan keputusan “Ya” atau “Tidak”
Ruang Lingkup Kebijakan Publik (James E. Anderson)

1. Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau


merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan


para pejabat pemerintah.
3. Kebijakan itu merupakan sesuatu yang benar-benar dilakukan
pemerintah, bukan sesuatu yang baru yang menjadi maksud
atau pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu.
4. Kebijakan pemerintah bersifat positif, dalam arti merupakan
keputusan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu.
5. Kebijakan pemerintah yang berarti positif didasarkan atau
selalu dilandaskan pada peraturan-peraturan atau perundang-
undangan.
Kriteria Keputusan sebagai Kebijakan Publik
Suatu apapun yang baik berupa keputusan, peraturan atau
perundang-undangan bisa dikatakan sebagai sesuatu kebijakan
publik, menurut Eulau dan Prewitt, harus memenuhi 6 (enam)
unsur, sebagai berikut :
1. Intention, yaitu niat yang sebenarnya dari sebuah tindakan.
2. Goals, yaitu tujuan atau hasil akhir yang hendak dicapai.
3. Plans or proposals, yaitu rencana atau usulan untuk mencapai
tujuan.
4. Program, yaitu program yang disahkan untuk mencapai
tujuan kebijakan.
5. Decisions or choices, yaitu keputusan atau pilihan atas
tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan,
mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi
program.
6. Effect, yaitu dampak atau pengaruh yang dapat diukur.
Karakteristik Kebijakan Publik
(Peter Bridgmen&Glyn Davis,2000)

1. Memiliki tujuan yang didesain untuk dicapai atau


tujuan yang dipahami.

2. Melibatkan keputusan beserta dengan


konsekuensinya.

3. Terstruktur dan tersusun menurut aturan tertentu.

4. Pada hakikatnya adalah politis.

5. Bersifat dinamis.
Dimensi Kebijakan Publik :

1. As Authoritative Choice
kebijakan dapat ditinjau sebagai respon pemilik kewenangan
terhadap issue atau problem publik. Oleh karenanya, Kebijakan
Publik seharusnya:

a. Bertujuan: Kebijakan Publik bermakna pencarian terhadap


tujuan pemerintah yang spesifik melalui aplikasi sumberdaya
publik maupun privat yang teridentifikasi.
b. Berkaitan dengan pembuatan keputusan dan menguji coba
konsekuensinya.
c. Terstruktur dengan aktor yang dapat diidentifikasi dan dapat
ditemukenali.
d. Pada hakikatnya adalah politis, mengeskpresikan hasil pemilihan
dan prioritas program eksekutif.
Lanjutan Dimensi Kebijakan Publik

2. As Hypotesis

Kebijakan dibangun dalam kerangka sebuah teori model


sebab dan akibat.

Kebijakan harus membuat asumsi tentang perilaku.


Kebijakan bermaterikan insentif yang dapat mendorong
satu perilaku dibandingkan perilaku lain atau disinsentif
yang menekan sejumlah aktivitas tertentu.

Kebijakan diharapkan mampu mengkalkulasikan


perkiraan kepatuhan yakni mekanisme dalam
menghadapi kelalaian dan meningkatkan kepatuhan.
Lanjutan Dimensi Kebijakan Publik

3. As Objective
Kebijakan publik adalah pencapaian tujuan. Artinya
kebijakan memiliki sebuah akhir. Kebijakan merupakan
rangkaian tindakan pemerintah yang didesain untuk
mencapai sejumlah hasil.

Proses kebijakan seharusnya membantu pembuat


kebijakan mengklarifikasi tujuan mereka. Sebuah
kebijakan tanpa tujuan akan melayani tidak bertujuan dan
dapat mengakibatkan kerusakan.

Pada saat kebijakan menemui titik kesenjangan koordinasi


sehingga berdampak tertentu, maka gambaran kebijakan
akan menuju pada arah yang berbeda, seluruh strategi
akan lenyap dan kemudian para pengamat pemerintah
akan berkomentar bahwa pemerintah kehilangan arahnya.
Lanjutan Dimensi Kebijakan Publik

Sebuah kebijakan yang baik akan menghindari


jebakan tersebut dengan menyusun secara eksplisit:

a. Bentuk statement otoritas yang dibutuhkan.

b. Model sebab-akibat yang menjadi fondasi


kebijakan.

c. Tujuan yang akan dicapai.


Kerangka Kerja Kebijakan Publik

1. Tujuan yang Akan Dicapai


2. Preferensi Nilai
3. Sumber Daya Pendukung Kebijakan
4. Kemampuan Aktor Pendukung
5. Lingkungan Sosial, Ekonomi, Politik
6. Strategi mencapai tujuan
Aktor Kebijakan Publik di Indonesia

Nama Lembaga Peran dan Wewenang


(Aktor)
MPR a. Menetapkan UUD,
b. Menetapkan Tap MPR,
c. Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Presiden a. Membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR,
b. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perpu)
DPR Membentuk Undang-Undang (bersama-sama dengan
Presiden)
Pemerintah a. Menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk
melaksanakan Undang-Undang (UU),
b. Menetapkan Peraturan Presiden (Perpres),
c. Menetapkan Instruksi Presiden (Inpres) yang berisi
petunjuk-petunjuk kepada instansi di bawahnya dalam
rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam UUD,
Tap MPR, UU dan PP.
Lanjutan Aktor Kebijakan Publik di Indonesia

Menteri Menetapkan Peraturan Menteri (Permen) sebagai


peraturan pelaksanaan.

Lembaga Pemerintah Menetapkan peraturan-peraturan yang bersifat


Non Departemen teknis, yaitu: peraturan pelaksanaan dari
perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya.

Direktorat Jenderal Menetapkan/ mengeluarkan peraturan-peraturan


(Dirjen) pelaksanaan yang bersifat teknis dibidangnya
masing-masing.

Badan-Badan Negara Mengeluarkan/menetapkan peraturan-peraturan


Lainnya pelaksanaan yang berisi perincian dari ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang mengatur di
bidang tugas dan fungsinya masing-masing.
Lanjutan Aktor Kebijakan Publik di Indonesia

Pemerintah 1. Menetapkan Peraturan Daerah Propinsi (Perda


Provinsi Provinsi) dengan persetujuan DPRD Provinsi.
2. Peraturan Gubernur
DPRD Provinsi Menetapkan Peraturan Daerah Provinsi (Perda
Provinsi) bersama-sama dengan Pemerintah Daerah
Provinsi.

Pemerintah Kota/ 1. Menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota


Kabupaten (Perda Kabupaten/Kota) dengan persetujuan DPRD
Kabupaten/Kota.
2. Peraturan Bupati/Walikota
DPRD Kota/ Menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten /Kota
Kabupaten bersama-sama dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Kepala Desa Menetapkan Peraturan dan Keputusan Desa dengan
persetujuan Badan Perwakilan Desa (BPD)

BPD Menetapkan Peraturan Desa atau Keputusan Desa


bersama-sama dengan Kepala Desa.
A. Struktur dan Hierarki Kebijakan Publik
(Nasional, Prop, Kab/Kota) Pasca UU No.32/2004
Pancasila

UUD 1945 Tap MPR

PERPU Undang-undang

Per. Pemerintah Perda Propinsi Perda Kab/Kota

PerPres Per. Gubernur Per. Bupati

PerMen Per. Ka Dinas Prov ] Per. KaDin Kab/Kota

Per. Pelaksanaan Per. Pelaksanaan Per. Pelaksanaan

Masyarakat

Eksekutif Eksekutif & legislatif Legislatif (MPR)

Langsung Tidak Langsung


B. Siklus Skematik Kebijakan Publik

Perumusan
Kebijakan Publik

Isu/ Implementasi
Masalah Publik Kebijakan Publik
Output
Outcome
Evaluasi
Kebijakan Publik
Dari siklus skematik tersebut, dapat dijelaskan:
1. Terdapat isu atau masalah publik. Disebut isu apabila masalahnya bersifat
strategis kemudian isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk
diselesaikan
2. Isu ini kemudian menggerakan Pemerintah untuk merumuskan kebijakan
publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut. Rumusan kebijakan
tersebut akan menjadi hukum bagi seluruh negara dan warganya.
3. Setelah dirumuskan, kebijakan publik dilaksanakan baik oleh Pemerintah,
masyarakat, atau Pemerintah bersama dengan masyarakat
4. Dalam proses perumusan, implementasi dan pasca implementasi,
diperlukan evaluasi untuk menilai apakah kebijakan tersebut sudah
dirumuskan dengan baik dan benar dan diimplementasikan dengan baik
dan benar pula.
5. Implementasi kebijakan bermuara kepada output yang dapat berupa
kebijakan itu sendiri maupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh
masyarakat.
6. Dalam jangka panjang kebijakan menghasilkan outcome dalam bentuk
impak kebijakan yang diharapkan semakin meningkatkan tujuan yang
hendak dicapai dengan kebijakan tersebut.
C. Masalah Publik
1. Pengertian
• Sebuah masalah dikatakan sebagai masalah privat apabila masalah
tersebut dapat diatasi tanpa memengaruhi orang lain (Jones,
1991:71) atau tanpa harus melibatkan pemerintah.

• Sebagai contoh, ketika seorang penduduk miskin di kota kesulitan


membeli beras karena harganya yang terus membumbung tinggi,
sebetulnya itu adalah masalah pribadi. Tetapi ketika beberapa
penduduk yang mengalami nasib yang sama mulai mengorganisir
dan melakukan tuntutan kepada pemerintah upaya menurunkan
harga beras, maka kita menyaksikan bahwa masalah kenaikan harga
beras tersebut bergeser dari masalah pribadi manjadi masalah
publik.

• Suatu gejala menjadi masalah publik ketika gejala tersebut


dirasakan sebagai kesulitan bersama oleh sekelompok masyarakat
dan hanya dapat diatasi melalui intervensi pemerintah.
Lanjutan pengertian

• Oleh karena itu, masalah publik dapat dipahami sebagai belum


terpenuhinya kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang diinginkan
oleh publik, dan pemenuhannya hanya mungkin melalui
kebijakan pemerintah.

• Sesuatu dianggap masalah apabila ada kesenjangan antara das


sollen dengan das sein. Menurut Hogerwerf masalah itu
merupakan “ketidaksesuaian antara sesuatu ukuran (asas,
norma, tujuan) dan suatu gambaran dari suatu keadaan yang
sedang berlangsung atau diperkirakan terjadi”.

• Jadi apa yang kita lihat sebagai masalah antara lain tergantung
dari ukuran-ukuran yang kita pakai dan gambaran yang kita
lihat. Oleh karena itu ukuran dan gambaran dari keadaan yang
sedang berlangsung dapat berbeda-beda tergantung dari orang
yang bersangkutan.
Lanjutan pengertian

• Masalah-masalah sosial perlu dirumuskan bukan hanya oleh yang


menjalankan kebijakan, tetapi juga oleh obyek-obyek kebijakan.
Sesuatu dapat dianggap masalah baik oleh individu, kelompok
masyarakat atau publik, atau mungkin hanya dianggap masalah
oleh salah satu pihak.
• Dengan kata lain masalah itu ada pada individu, kelompok, dan
masyarakat, baik di masyarakat tradisional maupun modern, baik
pada masyarakat pedesaan maupun pada masyarakat perkotaan.
• Masalah-masalah publik adalah yang mempunyai dampak yang
luas dan mencakup konsekuensi-konsekuensi bagi orang-orang
yang tidak secara langsung terlibat.
• Limbah industri, polusi udara/lingkungan, pengangguran,
kemacetan lalu-lintas merupakan contoh masalah bagi masyarakat
atau wilayah perkotaan. Untuk memecahkan masalah tersebut
tidak dapat sendiri-sendiri, tetapi harus dipecahkan bersama
pemerintah.
2. Kriteria Isu /Masalah
• Isu yang dianggap telah mencapai tingkat kritis sehingga
tidak bisa diabaikan;
• Isu yang sensitif, yang cepat menarik perhatian
masyarakat;
• Isu yang menyangkut aspek tertentu dalam masyarakat,
misalnya isu SARA di Indonesia;
• Isu yang menyangkut banyak pihak sehingga mempunyai
dampak yang luas dalam masyarakat kalau diabaikan;
• Isu yang berkenaan dengan kekuasaan dan legitimasi;
• Isu yang berkenaan dengan tren yang sedang
berkembang dalam masyarakat. Contoh, isu teknologi,
tentang manajemen modern dan deregulasi dewasa ini.
3. Alur Sifat dan Tipe Masalah Publik

Ciri Pokok Masalah Publik


• Saling Ketergantungan
(Interdependence)
• Subyektivitas
• Sifat Buatan (Artficiality) Terstruktur
• Dinamika Masalah (Well Structured)
Kebijakan

Masalah Publik Tipe Masalah Agak Terstruktur


(Public Problem) Publik (Moderately Structured)

Kebutuhan nilai/kesempatan Tidak Terstruktur


yang diinginkan publik belum (ill Structured)
terpenuhi → Pemenuhannya
melalui kebijakan publik
(William N Dunn, 2003)
4. Ilustrasi Tahapan Perumusan Masalah
Tahapan Ilustrasi Contoh
Situasi Implementasi otonomi daerah yang mendasarkan pada undang-
Masalah undang No. 32 Tahun 2004 di bidang manajemen kepegawaian
telah membatasi mobilitas pegawai negeri sipil (PNS) dalam
meniti karirnya.
Pemeta 1. PNS mengalami kesulitan untuk mutasi/pindah kerja dari
an kabupaten /kota yang lain baik dalam satu propinsi maupun
Masalah antar propinsi.
2. Karir PNS yang baik akan cepat menthok (berhenti) di daerah
kerena terbatasnya jabatan eselon yang ada, dan sulit bagi
mereka untuk pindah ke propinsi atau pemerintah pusat.
3. Ada kecendrungan faktor etnik/kesukuan dipertimbangkan
dalam pengangkatan PNS di daerah.
4. Kualitas PNS di daerah tertentu sulit ditingkatkan karena
jumlah anggaran daerah untuk meningkatkan kualitas PNS
terbatas.
5. Sistem rekrutmen yang bersikap lokal dapat mengakibatkan
kualitas PNS yang diterima kurang baik.
Lanjutan Ilustrasi Tahapan Perumusan Masalah

Tahapan Ilustrasi Contoh


Masalah 1. Dari aspek finansial pemerintah daerah mengalami kesulitan untuk
Substantif memberikan anggaran rutin bagi PNSnya karena terbatasnya
anggaran daerah, khususnya PAD. Demikian juga kesulitan dalam
peningkatan mutu PNS baik melalui pelatihan maupun pendidikan
karena kurang tersedianya finansial dan infrastruktur pendukung
yang lain.
2. Dari aspek politis, penyerahan manajemen kepegawaian pada
pemerintah kabupaten, kota dan propinsi telah membatasi mobilitas
dan karir PNS dan juga ada fenomena lahirnya premordialisme,
ketertutupan daerah dalam merekrut calon pegawainya.
3. Dari aspek spikologis, penyerahan manajemen kepegawaian pada
daerah dapat mengurangi kepuasan PNS, terutama guru-guru SMP
dan SMU yang sebelumnya di bawah otoritas pemerintah pusat.

Masalah Dengan mendasarkan pada situasi masalah, pemetaan masalah, dan


Formal masalah subtantif, maka manajemen PNS sebaiknya berada pada
otoritas siapa? Apakah pada pemerintah pusat, pemerintah propinsi atau
pemerintah kabupaten/kota.
5. Tahapan Perumusan Masalah Publik
Pemetaan
Masalah

Pencarian Masalah Pendefinisian Masalah

Situasi Masalah
Masalah Substantif

Pengenalan Masalah Spesifikasi Masalah

Masalah
Formal
6. Kendala Merumuskan Masalah Publik

a. Kurang tersedianya data dan informasi yang baru (up to


date). Dalam praktiknya, tidak mudah menemukan data
baru pada instansi pemerintah.

b. Rendahnya kualitas data informasi karena rendahnya


kompetensi petugas pengumpul dan pengolah data atau
terjadinya “bias” pelaporan dengan alasan tertentu.

c. Sistem manajemen data yang belum standar, yang


menyangkut masalah klasifikasi, penyajian, keteraturan
pengolahan, dan ukuran yang digunakan. Sebagai contoh,
ukuran dan klasifikasi kemiskinan antar instansi yang satu
dengan yang lain dapat berbeda.
Kebijakan Daerah Melakukan Investasi Dalam Kerangka Otonomi Daerah

Otonomi Daerah Kewenangan termasuk kewenangan


dalam investasi

Pemerintahan Daerah harus :

-Memfasilitasi
-Kreatif
-Memelihara politikal lokal
-Menjamin kesinambungan berusaha
-Sensitif terhadap buruh dan lingkungan

Dunia Usaha Berkembang


Multiplier Effect: lapangan kerja, daya beli, kecendrungan menabung, dll.

Tax Bases Berubah PAD Meningkat

Pembangunan Daerah

Anda mungkin juga menyukai