Anda di halaman 1dari 11

RESUME AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

BAB 3 REGULASI PUBLIK

DEFINISI REGULASI PUBLIK


Regulasi berasal dari bahasa Inggris, yakni regulation atau peraturan. Dalam kamus
bahasa Indonesia (Reality Publisher, 2008), kata "peraturan" mengandung arti kaidah
yang dibuat untuk mengatur, petunjuk yang dipakai untuk menata sesuatu dengan
aturanan ketentuan yang harus dijalankan serta dipatuhi. Jadi, regulasi publik adalah
ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses pengelolaan organisasi
publik, baik pada organisasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, partai politik, yayasan,
LSM, organisasi keagamaan/ tempat peribadatan, maupun organisasi sosial masyarakat
lainnya.

TEKNIK PENYUSUNAN REGULASI PUBLIK


Peraturan adalah gambaran tentang kebijakan pengelola organisasi publik. Peraturan
publik disusun dan ditetapkan terkait dengan beberapa hal, di mana yang pertama, adalah
regulasi publik dimulai dengan adanya berbagai isu yang terkait dengan regulasi tersebut.
Kedua, tindakan yang diambil terkait dengan isu yang ada adalah berbentuk regulasi atau
aturan yang dapat diinterpretasikan sebagai wujud dukungan penuh organisasi publik.
Ketiga, peraturan adalah hasil dari berbagai aspek dan kejadian.

Tahapan dalam Penyusunan Regulasi Publik

1. Pendahuluan, Perancang regulasi publik wajib mampu mendeskripsikan latar belakang


perlunya disusun regulasi publik. Sebuah regulasi publik disusun karena adanya
permasalahan atau tujuan yang ingin dicapai.
2. Mengapa Diatur? Sebuah regulasi publik disusun karena adanya berbagai isu terkait
yang membutuhkan tindakan khusus dari organisasi publik. Hal pertama yang harus
dilakukan adalah mencari jawaban atas pertanyaan mengapa isu tersebut harus diatur
atau mengapa regulasi publik perlu disusun.
3. Permasalahan dan Misi, Sebuah Regulasi public disusun dan ditetapkan jika solusi
alternatif atas suatu permasalahan telah dapat dirumuskan. Selain itu, penyususnan
dan penetapan regulasi public juga dilakukan dengan misi tertentu sebagai wujud
komitmen serta Langkah organisasi public menghadapi rumusan solusi permasalahn.
4. Dengan apa diatur, Di setiap struktur pemerintahan dikenal regulasi tersendiri, seperti
peraturan daerah atau keputusan kepala daerah sebaga undang, Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan
Presiden.
5. Bagamana Mengaturnya? Substansi regulasi publik yang disusun harus bisa menjawab
pertanyaan bagaimana solusi atas permasalahan yang ada akan dilaksanakan. Dengan
demikian, regulasi publik yang disusun benar-benar merupakan wujud kebijakan
organisasi publik dalam menghadapi berbagai permasalahan publik yang ada.
6. Diskusi/Musyawarah, Materi regulasi publik harus disusun dan dibicarakan melalui
mekanisme forum diskusi atau pertemuan khusus publik yang membahas regulasi
publik. Materi tersebut harus dipersiapkan melalui proses penelitian yang
menggambarkan aspirasi publik yang betul.
7. Catatan yang dimaksud adalah hasil dari proses diskusi yang dilakukan sebelumnya.
Hasil catatan ini akan menjadi wujud tindak lanjut dari keputusan organisasi publik
menyangkut bagaimana regulasi publik akan dihasilkan dan dilaksanakan terkait isu
atau permasalahan yang dihadapi.

Dalam istilah teknik, tahapan penyusunan regulasi publik diatur dengan aturan masing
asing organisasi publik. Aturan tersebut dapat mengatur cara penyusunan draft
regulasi aupun tahapan mulai dari penyusunan, pembahasan, analisis, hingga
penetapan regulasi

REGULASI DALAM SIKLUS AKUNTANSI SEKTOR

Siklus Produk Regulasi dari Akuntansi Sektor Publik

Tahapan Dalam Siklus Contoh Regulasi Publik


Akuntansi Sektor Publik
Perencanaan Publik -
UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional
- Surat Edaran Bersama No
0295/M,PPN/20005050/166/SJ tentang Tata
Cara Penyelenggaraan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Thn 2005
Penganggaran Publik - UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Daerah
- UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah
- Permendagri no 13 tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
- Permendagri no 59 tahun 2007 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Realisasi Anggaran Publik - UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
Pengadaan Barang dan Jasa - Peraturan Presiden No 32 Tahun 200s Tentang
Publik Pubahan Kedua Atas Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Pelaporan Keuangan Sektor - PP No. 8 tahun 2006 Tentang Pelaporan
Publik Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah
Audit Sektor Publik - UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
- SK BPK No.1 Tahun 2008 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara
Pertanggungjawaban PuDblik - Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2006
tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja
Instansi Pemerintah

PENYUSUNAN REGULASI PUBLIK


Rgulasi dalam akuntansi sector public adalah instrument aturan secara sah ditetapkan oleh
organisasi public Ketika menyelenggarakan perencanaan. Penganggaran, realisasi anggaran.
Pengadaan barang dan belanja, pelaporan keuangan, audit, serta pertanggungjawaban
public.
Perumusan Masalah
Penyusunan regulasi publik diawali dengan merumuskan masalah yang akan diatur. Untuk itu
kita harus menjawab pertanyaan "Apa masalah publik yang akan diselesaikan?" Seorang
perancang regulasi publik mampu mendeskripsikan masalah publik tersebut. Salah satu cara
untuk menggali permasalahan ini adalah melakukan penelitian. Untuk masalah publik yang
ada dalam masyarakat, observasi atas objek permasalahan itu harus dilakukan.

Perumusan masalah publik meliputi hal-hal berikut:


a. Apa masalah publik yang ada!
b. Siapa masyarakat yang perilakunya bermasalah!
c. Siapa aparat pelaksana yang perilakunya bermasalah!
d. Analisis keuntungan dan kerugian atas penerapan regulasi publik!

e. Tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah publik!


Perumusan Draft Regulasi Publik
Draft regulasi publik pada dasarnya merupakan kerangka awal yang dipersiapkan untuk
mengatasi masalah publik yang hendak diselesaikan. Terkait dengan jenis regulasi publik yang
akan dibentuk, rancangan regulasi publik tersebut harus secara jelas mendeskripsikan
penataan wewenang bagi lembaga pelaksana dan perilaku bagi organisasi publik atau
masyarakat yang harus mematuhinya.

Secara sederhana, draft regulasi publik harus dapat menjelaskan siapa organisasi publik
pelaksana aturan, kewenangan apa yang diberikan padanya, perlu tidaknya memisahkan
antara organ pelaksana peraturan dan organ yang menetapkan sanksi atas ketidakpatuhan,
persyaratan apa yang mengikat organisasi publik pelaksana, serta apa sanksi yang dapat
dijatuhkan kepada aparat pelaksana jika menyalahgunakan wewenang.
Prosedur Pembahasan
Terdapat tiga tahap penting dalam pembahasan draft regulasi publik, yaitu dengan lingkup
tim teknis pelaksana organisasi publik (eksekutif), dengan lembaga legislatif (dewan
penasehat, dewan penyantun dan lain-lain), dan dengan masyarakat. Pembahasan pada
lingkup tim teknis adalah yang lebih merepresentasi kepentingan eksekutif (manajemen).
Setelah itu. dilakukan public hearing (pengumpulan pendapat masyarakat). Pembahasan
pada lingkup legislatif (DPR/D misalnya) dan masyarakat biasanya sangat sarat dengan
kepentingan politis.

Pengesahan dan Pengundangan


Tahapan terakhir dari perancangan draft regulasi adalah tahap pengesahan yang dilakukan
dalam bentuk penandatangan naskah oleh pihak oorganisasi public. Perancang regulasi
akuntansi sektor publik adalah orang yang secara substansial menguasai permasalahan publik
di daerah/lokasi tersebut. Permasalahan yang akan diselesaikan harus dirumuskan dengan
jelas agar dapat dipilih instrumen hukum yang tepat. Selain itu, perancang adalah orang yang
juga menguasai sistem hukum yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar produk hukum regulasi
akuntansi sektor publik tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi, atau
bahkan menimbulkan persoalan hukum dalam penerapannya.
REVIEW REGULASI AKUNANSI SEKTOR PUBLIK
Di Indonesia, produk lembaga legislatif bersama-sama dengan eksekutif yang berupa Undang
dinilai tidak dapat diuji (judicial review) oleh cabang kekuasaan kehakiman. Jika hal itu hendak
dilakukan, pengujian itu akan dilakukan oleh lembaga yang membuat aturan itu sendiri.
"Judicial Review" (hak uji materiil) merupakan kewenangan lembaga peradilan untuk menguji
kesahihan dan daya jual produk-produk hukum yang dihasilkan oleh eksekutif, legislatif, serta
yudikatif di hadapan konstitusi yang berlaku. Pengujian oleh hakim terhadap produk cabang
kekuasaan legislatif (legislative acts) dan cabang kekuasaan eksekutif (executive acts) adalah
konsekuensi dari dianutnya prinsip checks and balances, berdasarkan doktrin pemisahan
kekuasaan (separation of power).
Dalam melakukan proses judicial review, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama,
setelah mengidentifikasi permasalahan yang ada mengenai regulasi terkait, surat
permohonan judicial review dapat diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung/Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia.

Kemudian untuk susunan materi judicial review, berikut ini merupakan contoh outline judicial
review atas Undang-undang:
Pendahuluan
Kedudukan Hukum dan Kepentingan Konstitutional Pemohon

Fakta yang Ada di Masyarakat


Alasan-alasan Formil
Fakta Hukum

a. Tentang Peraturan UU Terkait


b. asalah Upaya Hukum

Alasan-alasan Permohonan dan Fakta-fakta hukum

Petitum
Berdasarkan uraian di atas, PARA PEMOHON meminta kepada Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pengujian UU
No... Tahun, sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian UU No.... Tahun...... oleh


yang diajukan PARA PEMOHON
2. Menyatakan bahwa UU No... Tahun..........
3. Memerintahkan amar Putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia yang mengabulkan permohonan Pengujian UU No...Tahun...untuk dimuat di
Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh (30) hari kerja sejak
putusan diucapkan.

Dalam hal Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia mempunyai pendapat lain, mohon
sekiranya untuk diputuskan dengan seadil-adilnya dengan tetap memperhatikan prinsip
keindependenan suatu entitas atau lembaga.
Demikian Permohonan UU No… Tahun…. Ini

……………, …….., ………200…

Susunan Tim Advokasi

1.
2. dll

Dalam PERMA No. 1 Tahun 1999 disebutkan bahwa bila dalam 90 hari setelah putusan
diberikan kepada tergugat atau kepada Badan/Pejabat TUN, dan mereka tidak melaksanakan
kewajibannya, maka peraturan perundang-undangan yang dimaksud batal demi hukum.
Putusan yang dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum merupakan putusan yang
mengikat.
Jadi, dapat diartikan bahwa jika dinyatakan suatu undang-undang, baik seluruh pasalnya
(berhubungan dengan keseluruhan jiwanya) maupun pasal-pasal tertentunya saja
bertentangan dengan UUD, maka putusan tersebut wajib dicabut oleh DPR dan Presiden
dalam waktu tertentu. Jika tidak, maka undang-undang tersebut otomatis batal demi hukum.

DASAR HUKM KEUANGAN PUBLIK


Dasar Hukum Keuangan Negara

Keuangan negara dapat diinterpretasikan sebagai pelaksanaan hak dan kewajiban warga yang
bisa dinilai dengan uang dalam kerangka tata cara penyelenggaraan pemerintahan. Wujud
pelaksanaan keuangan negara tersebut dapat diidentifikasi sebagai segala bentuk kekayaan,
hak, dan kewajiban negara yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) serta laporan pelaksanaannya.

Hak-hak Negara yang dimaksud, mencakup: Kewajiban Negara adalah berupa


pelaksanaan tugas-tugas pemerintah sesuai
(1) Hak monopoli mencetak dan dengan pembukaan UUD 1945, yaitu:
mengedarkan
uang. (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia
(2) Hak untuk memungut sumber-sumber dan seluruh tumpah darah Indonesia;
keuangan, seperti pajak, bea dan cukal; (2) Memajukan kesejahteraan umum;
(3) Hak untuk memproduksi barang dan jasa (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa:
yang dapat dinikmati oleh khalayak umum, (4) Iut melaksanakan ketertiban dunia yang
yang dalam hal ini pemerintah dapat berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
memperoleh (kontra prestasi) sebagai abadi, dan keadilan sosial.
sumber penerimaan negara.

Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah dilakukan dalam bentuk pengeluaran


dan diakui sebagai belanja negara. Dalam UUD 1945 Amandemen III, hal Keuangan Negara.
secara khusus diatur, yaitu pada BAB VIII Pasal 23. Berdasarkan ketentuan tersebut, Undang-
undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun anggaran
yang bersangkutan akan ditetapkan. Penyusunan APBN bukan hanya untuk memenuhi
ketentuan konstitusional yang dimaksud pada pasal 23 ayat (1) UUD 1945, tetapi juga sebagai
dasar rencana kerja yang akan dilaksana kan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang
bersangkutan. Karena itu, penyusunannya didasarkan atas Rencana Pembangunan Jangka
Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan pelaksanaannya dituangkan
dengan undang-undang yang harus dijalankan oleh Presiden/Wakil Presiden serta para
Menteri dan pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya. Setelah pengesahan undang-undang
APBN, APBN dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan dalam bentuk Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat.
Undang-Undang No. 17 tahun 2003 (Tentang Keuangan Negara)
Sebelumnya, pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih menggunakan ketentuan
perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Undang-undang No. 17 Tahun 2003 adalah tonggak sejarah yang penting yang mengawali
reformasi keuangan negara menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan modern.
Beberapa hal penting yang diatur dalam undang-undang ini adalah:
a. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasan tersebut:
 Dikuasakan kepada menteri keuangan, selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
 Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau
pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
 Diserahkan kenada onhernur/bumati/walikata selaku kenala nemerintahan daerah
b. Penyusunan dan Penetapan APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan wujud pengelolaan
keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang. APBN harus
sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam
menghimpun pendapatan negara. Hal penting yang ditekankan dalam undang-undang ini
adalah penyusunan RAPBN yang harus berpedoman pada rencana kerja pemerintah
dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Jika anggaran diperkirakan
akan mengalami defisit, sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut
ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN. Jika anggaran diperkirakan akan
mengalami surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus
anggaran kepada DPR.
c. Penyusunan dan Penetapan APBD
Seperti APBN, undang-undang ini juga menjabarkan tahapan penting dalam penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABD), yang diawali dengan penyampaian
kebijakan umum APBD (KUA) sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD
selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan. Berdasarkan kebijakan umum,
APBD disepakati dengan DPRD. Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas
dan plafon anggaran yang akan dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).
d. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah,
serta Pemerintah/Lembaga Asing
- Pemerintah Pusat dan Bank Sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan
kebijakan fiskal serta moneter.
- Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah
berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pemerintah
pusat dapat memberikan pinjaman dan hibah kepada pemerintah daerah atau
sebaliknya. Pemberian pinjaman dan hibah tersebut dilakukan setelah mendapat
persetujuan DPR
e. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Perusahaan Negara, Perusahaan
Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat.
- Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal dan menerima
- pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah. Pemberian pinjaman/hibah/
- penyertaan modal dan penerimaan pinjaman tersebut harus ditetapkan terlebih
dahulu dalam APBN/APBD.
- Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan .
negara. Gubernur/Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
perusahaan daerah.
- Pemerintah pusat dapat melakukan penjualan dan privatisasi perusahaan negara
setelah mendapat persetujuan DPR.
- Pemerintah daerah dapat melakukan penjualan dan privatisasi perusahaan daerah
setelah mendapat persetujuan DPRD.
f. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD Presiden dan para Kepala Daerah
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa: Laporan Realisasi Anggaran , Neraca. Laporan
Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan Laporan tersebut dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan negara dan badan lainnya (Deddi Nordiawan, 2006).

Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 (tentang Perbendaharaan Negara)


Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara akan
menimbulkan hak dan kewajiban negara yang harus dikelola dalam sistem pengelolaan
keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara, sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945,
harus dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar
besarnya kemakmuran rakyat yang diwujudkan dalam APBN dan APBD. Sebelum lahir
undang-undang tentang perbendaharaan negara, kaidah-kaidah hukum administrasi
keuangan negara masih didasarkan pada ketentuan dalam Undang-undang Perbendaharaan
Indonesia (Indische Comptabiliteitswet-ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana
telah beberapa kali diubah, di mana yang terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun
1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2860). Undang-undang Perbendaharaan Indonesia tersebut tidak dapat lagi
memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Karena itu, undang undang tersebut
harus diganti dengan undang-undang baru yang mengatur kembali ketentuan di bidang
perbendaharaan negara, sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan
teknologi modern.
Undang-undang No. 15 Tahun 2004 (Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara)
Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan
pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK
meliputi seluruh unsur keuangan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang
undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh
akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut
wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
Undang-undang No. 25 Tahun 2004 (Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional)
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan dari tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka
menengah, dan jangka tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara serta
masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
bertujuan untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin terciptanya
integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi
pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi
masyarakat; serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 Tentang Perubahan Kedua
Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
Pengumuman pemilihan penyedia barang/jasa harus dapat memberikan informasi yang luas
kepada masyarakat dunia usaha, baik pengusaha daerah setempat maupun pengusaha
daerah lainnya. Dalam Peraturan Presiden ini, masalah pengadaan barang dan
pendistribusian logistik pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang
penanganannya memerlukan pelaksanaan secara cepat dalam rangka penyelenggaraan
pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diselenggarakan sampai dengan
bulan Juli 2005, juga diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dasar Hukum Keuangan Daerah


Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, didasarkan pada
prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip otonomi daerah
memberikan kewenangan yang luas dan tanggung jawab yang nyata kepada pemerintahan
daerah secara proporsional. Dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya
nasional, baik yang berupa uang maupun sumber daya alam, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah akan mengembangkan suatu sistem perimbangan keuangan antara pusat
dan daerah yang adil. Sistem ini dilaksanakan untuk mencerminkan pembagian tugas
kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
secara transparan. Kriteria keberhasilan pelaksanaan sistem ini adalah tertampungnya
aspirasi semua warga, dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam proses
pertanggungjawaban eksplorasi sumber daya yang ada serta pengembangan sumber-sumber
pembiayaan.
Pada Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, disebutkan bahwa negara kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi; selanjutnya, daerah provinsi itu dibagi lagi atas
kabupaten dan kota, di mana setiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah
daerah yang diatur dengan Undang-undang. Pemerintah daerah menjalankan otonomi yang
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang merupakan urusan Pemerintah Pusat,
berdasarkan undang-undang. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi serta tugas pembantuan.
Dalam rangka penyelenggaraan daerah otonomi, Pasal 18 A (2) Undang-undang Dasar 1945
menjelaskan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam,
dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur serta
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Dasar Hukum Keuangan Organisasi Publik Lainnya

Di Indonesia, beberapa upaya untuk membuat standar yang relevan dengan praktek-praktek
akuntansi di organisasi sektor publik telah dilakukan baik oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
maupun oleh pemerintah sendiri. Untuk organisasi nirlaba, IAI menerbitkan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 (PSAK No 45) tentang organisasi nirlaba. PSAK ini
berisi akidah-akidah atau prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh organisasi nirlaba dalam
membuat laporan keuangan. Selain itu, juga lahir Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan yang mengatur masalah organisasi publik yang berbentuk Juga, ada regulasi publik
terkait dengan partai politik seperti Undang-undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik,
dan Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik.

PERMASALAHAN REGULASI KEUANGAN PUBLIK DI INDONESIA


Contoh permasalahan regulasi keuangan publik di Indonesia dapat disebutkan sebagai
berikut:
1) Regulasi yang Berfokus pada Manajemen Organisasi publik didirikan dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini, salah satu permasalahan yang ada dalam regulasi keuangan publik adalah
regulasi yang berfokus pada manajemen organisasi publik. Regulasi yang hanya terfokus
pada pengaturan wilayah manajemen sering kali mengaburkan proses pencapaian
kesejahteraan masyarakat. Jadi, regulasi publik harus fokus pada tujuan pencapaian
organisasi publik yaitu kesejahteraan publik. Dengan demikian, manajemen akan menata
dirinya dalam segala situasi dan kondisi mengikuti regulasi yang berfokus pada tujuan
kesejahteraan publik tersebut.
2) Regulasi Belum Bersifat Teknik
Banyak regulasi publik di Indonesia yang tersusun dengan sangat baik untuk tujuan
kesejahteraan publik. Namun, banyak di antaranya tidak dapat diaplikasikan dalam
masyarakat. Hal ini terjadi karena regulasi tersebut tidak menjelaskan atau tidak disertai
dengan regulasi lain yang membahas secara lebih teknis bagaimana
mengimplementasikan regulasi tersebut. Selain itu, di Indonesia juga ada beberapa
regulasi setingkat undang-undang yang tidak diikuti peraturan pelaksanaan di bawahnya,
sehingga pemerintah di tingkat daerah tidak dapat melaksanakan undang-undang
tersebut. Bahkan hal ini dapat menimbulkan pertentangan antara undang-undang yang
bersangkutan dan peraturan pelaksanaan di tingkat daerah.
3) Perbedaan Interpretasi antara Undang-undang dan Regulasi di Bawahnya
Regulasi ditetapkan untuk dilaksanakan dalam masyarakat. Regulasi yang baik harus
bersifat aplikatif, karena regulasi yang tidak jelas dan tidak aplikatif akan menimbulkan
multiinterpretasi dalam pelaksanaannya. Multiinterpretasi ini selanjutnya dapat
menimbulkan berbagai penyimpangan dari tujuan regulasi semula.
Dalam kasus ini, salah satu permasalahan regulasi di Indonesia adalah
perbedaaninterpretasi antara Undang-undang dan regulasi di bawahnya. Dalam banyak
kajian. beberapa ayat atau pasal dari undang-undang atau regulasi terkait sering
menimbulkan berbagai interpretasi yang berbeda dalam pelaksanaannya.

Anda mungkin juga menyukai