Anda di halaman 1dari 58

Nama : Nanda Ade Silfia

NIM : 151910613085
Prodi : D3 Akuntansi
Kelas : DB

KOMPARASI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK DAN AKUNTANSI BISNIS

Tujuan Pembelajaran Regulasi Keuangan Sektor Publik


Setelah mempelajari materi ini, Mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Memahami perkembangan pemikiran akuntansi.
2. Mengetahui tujuan komparasi Akuntansi sektor publik versus sektor bisnis.
3. Memahami asumsi-asumsi akuntansi sektor publik dan sektor bisnis (swasta)
4. Memahami pengambilan keputusan dalam sektor publik dan sektor bisnis (swasta)
5. Mengetahui perencanaan dalam sektor publik dan sektor bisnis (swasta)
6. Mengetahui penganggaran dalam sektor publik dan sektor bisnis.
7. Memahami realisasi anggaran dalam sektor publik dan sektor bisnis (swasta)

Pratinjau Materi Komparasi Akuntansi Sektor Publik Dan Akuntansi Bisnis


Pada Bab 3 ini akan membahas materi tentang Komparasi Akuntansi Sektor Publik
dan Akuntansi Bisnis. Akuntansi sektor publik di Indonesia tertinggal dibandingkan
dengan akuntansi bisnis (swasta). Di sisi lain, karakteristik sektor publik sangat berbeda
dengan sektor swasta, sehingga akuntansi yang diterapkan pada kedua sektor tersebut juga
berbeda dan mempunyai keunikan sendiri-sendiri. Perbedaan karakter dan mekanisme
pengelolaan masing-masing organisasi sangat perlu diperdalam, agar kinerja masing-
masing sektor menjadi maksimal. Maksimalisasi kinerja organisasi sektor publik inilah
yang menjadi tujuan komparasi akuntansi sektor publik dan organisasi bisnis (swasta) Pada
bab ini, akan dibahas antara lain perkembangan pemikiran akuntansi; tujuan komparasi;
asumsi akuntansi; akuntansi sektor publik versus sektor bisnis (swasta); pengambilan
keputusan; perencanaan; penganggaran; realisasi anggaran; pengadaan barang dan jasa;
pelaporan; audit; serta pertanggungjawaban dalam sektor publik dan sektor bisnis (swasta).

1
Regulasi Keuangan Publik

Definisi Teknik Regulasi Penyusuna Review Dasar Permasalahan


Regulasi Penyusunan dalam n regulasi regulas Hukum Regulasi
Publik Regulasi siklus publik i ASP Keuanga Keuangan
Konsep Materi
Publik Regulasi Keuangan
ASP Sektor Publik n Publik Publik

 Pengertian Regulasi Publik


Regulasi berasal dari bahasa Inggris yaitu regulation yang artinya peraturan.
Dalam bahasa Indonesia peraturan memiliki arti yang dibuat untuk mengatur, pentunjuk
yang dipakai untuk menata sesuatu aturan, dan ketentuan yang harus dijalankan dan
dipatuhi. Secara keseluruhan Regulasi Publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan
dipatuhi dalam proses pengolahan organisasi publik,baik organisasi pusat, pemerintah
daerah, partai politik, yayasan, LSM, organisasi keagamaan atau tempat
peribadahan,maupun organisasi sosial masyarakat lainnya.

 Teknik Penyusunan Regulasi Publik

Pendahuluan

Mengapa diatur?

Permasalahan dan Misi


Bagaimana mengaturnya?

Dengan apa diatur?

Diskusi/ Musyawarah

Catatan

Tahapan dalam Penyusunan Regulasi Publik

2
1. Pendahuluan
Perancangan regulasi publik wajib mampu mendeskripsikan latar belakang perlunya
disusun regulasi publik. Regulasi publik sendiri disusun karena adanya permasalahan
atau tujuan yang ingin dicapai.
2. Mengapa Diatur?
Regulasi disusun karena adanya berbagai isu terkait yang membutuhkan tindakan
khusus dari organisasi publik. Sehingga harus mengetahui dan mencari jawaban
mengapa isu tersebut harus diatur dan mengapa regulasi publik perlu disusun baru kita
bisa menyusun regulasi publik tersebut.
3. Permasalahan dan Misi
Regulasi publik disusun dan ditetapkan jika solusi alternatif suatu permasalahan
telah dapat dirumuskan.Baru kitaa dapat melakukan penyusunan dan penetapan regulasi
publik juga dilakukan dengan misi tertentu sebagai wujud komitmen serta langkah
organisasi publik menghadapi rumusan solusi permasalahan yang ada.
4. Dengan Apa Diatur?s
Jenjang regulasi publik yang sudah dikenal luas Setiap permasalahan harus
dirumuskan dengan jenjang regulasi yang akan mengaturnya, sehingga permasalahan
terscbut segera dapat disikapi dan ditemukan solusi yang tepat sasaran.
5. Bagaimana Mengaturnya?
Substansi regulasi publik yang disusun harus bisa menjawab pertanyaan bagaimana
solusi atas permasalahan yang ada akan dilaksanakan. Sehingga regulasi pubiik yang
disusun benar-benar merupakan wujud kebijakan organisasi publik dalam menghadapi
berbagai permasalahan publik yang ada.
6. Diskusi/Musyawarah
materi regulasi publik harus disusun dan dibicarakan melalui mekanisme forum
diskusi atau pertemuan khusus publik yang membahas regulasi publik. Materi
dipersiapkan melalui proses penelitian yang menggambarkan aspirasi publik yang
betul. Karena itu, materi yang dibahas akan benar-benar menggambarkan permasalahan
yang ada dan aspirasi masyarakat.

 Regulasi Dalam Akuntansi Sektor Publik


Tiap organisasi publik pasti menghadapi berbagai isu dan permasalahan, baik yang
berasal dari luar (lingkungan) maupun dari dalam organisasi. Oleh karena itu, setiap

3
organisasi publik pasti mempunyai regulasi publik sebagai wujud kebijakan organisasi
dalam menghadapi isu dan permasalahan yang ada. Organisasi Publik menggunakan
regulasi publik sebagai alat untuk memperlancar jalannya siklus akuntansi sektor publik
agar tujuan organisasi tercapai.

Siklus Produk Regulasi yang mengatur Akuntansi Sektor Publik:

Regulasi
Perencanaan Publik

Regulasi Laporan Regulasi Anggaran


Pertanggungjawaban Publik
Publik

Regulasi Pengadaan Regulasi tentang


Barang dan Jasa Pelaksanaan Realisasi
Publik Anggaran Publik

Siklus regulasi yang mengatur akuntansi sektor publik:

Regulasi
Perencanaan Publik

Regulasi
Regulasi
Pertanggungjawaban
Penganggaran Publik
Publik

Regulasi Audit Sektor Regulasi Realisasi


Publik Anggaran Publik

Regulasi Pelaporan Regulasi Pengadaan


Keuangan Sektor Publik Barang dan Jasa Publik

4
Semua proses terangkai mulai dari perencanaan, penganggaran, realisasi anggaran,
pengadaan barang dan jasa, pelaporan, keuangan, audit, serta pertanggung jawaban publik.
Pada tiap tahapan isu dan permasalahan sering kali melingkupi terkait secara fungsional
maupun prosedural. Maka organisasi publik menggunakan regulasi publik sebagai alat
untuk memperlancar jalanya siklus akuntansi agar tujuan organisasi dapat tercapai

1. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN AKUNTANSI


1.1. Sektor Publik Versus Sektor Bisnis
Sejak Adam dan Hawa, manusia dihadapkan pada berbagai pilihan pemenuhan
kebutuhan. Walaupun alam memiliki kapasitas yang besar untuk memenuhi kebutuhan
penghuni planet ini, masalah tetap muncul antarindividu dan kelompok. Masalahnya
berkembang dari pilihan baik dan yang lebih baik, pilihan baik dan buruk, serta pilihan ada
dan tiada. Jadi, pili perubahan pengelolaan kebutuhan selalu terasa dari zaman purba ke
zaman berikutnya.
Pada zaman tembaga mulai dikenal atau akhir masa batu, pertambahan penduduk
yang tinggal di daerah subur telah mengurangi kapasitas sumber daya alam. Berbagai
kelompok berebut sumber daya yang ada. Visi kelompok-kelompok ini adalah mencukupi
kebutuhan dengan aman. Dalam kondisi seperti ini, kelompok yang ada dapat diidentifikasi
sebagai kelompok kuat dan lemah, dan/atau kelompok penguasa dan nonpenguasa. Ini
berarti bahwa perebutan sumber daya akan menentukan tatanan masyarakat.
Pada zaman primitif, komunitas masyarakat menjadi lebih besar dan hubungan
antardaerah telah dimungkinkan. Pertemuan antarkelompok menjadi lebih sering, dan pada
saat yang sama, kapasitas alam mulai dirasa terbatas. Kondisi ini memunculkan pilihan
untuk menetap dan bercocok tanam, sehingga visi kemasyarakatan mulai berubah dan
persaingan perebutan kekuasaan menjadi lebih meningkat.
Di masa setelah primitif, masyarakat nomaden menjadi masyarakat penetap dengan
perkembangan tatanan kemasyarakatan. Keterbatasan sumber daya mulai diartikan sebagai
kurangnya sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kerja sama antarkelompok
nonpenguasa dan penguasa mulai dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di
suatu daerah. Di sinilah peristilahan kelompok swasta dan publik mulai dikenal. Ini berarti
bahwa kelompok swasta merupakan hasil dari perubahan kemasyarakatan, perubahan
sosial, dan perubahan organisasi publik. Keterbatasan kapasitas penguasa publik membuka

5
peluang peranan dalam pengelolaan perekonomian. Penguasa ekonomi mulai dipisahkan
culan kerja ntarkelompok dan publik dalam uhi kebutuhan akat. dari penguasa politik
kemasyarakatan.

1.2. Perlunya Akuntansi Sektor Publik Dipelajari Sendiri


Akuntansi sektor publik dapat diinterpretasikan sebagai bidang akuntansi yang
secara khusus membahas penggunaan akuntansi dalam kegiatan organisasi sektor publik.
Secara luas, organisasi sektor publik meliputi lembaga-lembaga tinggi negara dan
departemen- departemen di bawahnya, pemerintah daerah, perusahaan negara yang di
Indonesia dikenal sebagai BUMN dan BUMD, partai politik, lembaga swadaya
masyarakat, yayasan, dan lembaga nonprofit lainnya. Dalam perkembangan keilmuan,
akuntansi sektor publik masih terbilang sangat muda vakni sekitar satu dekade (1998).
Secara kronologis, kebutuhan akan perubahan perspektif ilmu manajemen
keuangan publik mulai dirasakan sejak tahun 1980-an. Secara global, berbagai lembaga
dunia mulai merancang pengembangan model seperti yang terjadi di New Zealand. Dengan
restrukturisasi model pemerintahan melalui Tripartiet Perundangan, perubahan atau
restrukturisasi model pemerintahan berbasis akrual mulai diimplementasikan. Hasil
pembelajaran yang ada dirasakan cukup meyakinkan, sehingga proses penerbitan standar
berskala internasional mulai dilakukan melalui badan IFAC (International Federation of
Accountant). Melalui proses penyusunan standar yang ketat, IPSASB (International Public
Sector Accounting Standard Board) telah berhasil diluncurkan pada tahun 1998. Titik ini
merupakan awal munculnya perspektif akuntansi dalam bidang ilmu manajemen keuangan
publik.
Di Indonesia, perubahan ini terjadi ketika era Orde Baru mulai runtuh. Dengan
simbol dan slogan yang berbeda, Orde Reformasi nulai digulirkan. Dalam Orde ini,
keterbukaan menjadi suatu dorongan yang luas. Kondisi ini tentunya membuat
pengembangan suatu kompartemen baru dalam Ikatan Akuntan Indonesia, Kompartemen
Akuntan Sektor Publik (IAI - KASP) di tahun 2002 sangat mungkin dilakukan.
Kompartemen ini telah menjadi unit vang besar di dalam IAI sendiri. Dorongan positif
semakin terasa dengan kemunculan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Perspektif
akuntansi sangat berkembang cepat di Indonesia.
Dari sisi ilmu, pengembangan diskusi dan arena bertukar ilmu pengetahuan telah
dilakukan dalam skala nasional dan internasional. Dalam masyarakat internasional, proses

6
pengembangan standar di IFAC telah dijadikan arena diskusi. Sementara di Indonesia.
Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik (FDASP) telah dijadikan forum pengembangan
ilmu bagi para dosen. Dalam temu kelimanya di Malang pada tahun 2006, struktur
kurikulum si dan S2 telah disepakati bersama. Konsensus ini merupakan langkah awal bagi
peletakan dasar pemantapan ilmu akuntansi sektor publik di Indonesia.
Akuntansi Sektor Publik merupakan mata kuliah wajib dalam program studi
Akuntansi. Pada saat yang sama, bangsa ini telah melewati berbagai masa awal Orde
Reformasi Pade awal reformasi, bangsa ini mengharapkan pemerintahan yang bersih.
Pemimpin vang ba adalah pemimpin yang jujur. Prasyarat kepandaian dan kebijakan bukan
menjadi pililaik Hal tersebut telah menjadi realitas yang didiskusikan di depan kelas.
Pengenalan lembaga.

2. TUJUAN KOMPARASI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK VERSUS SEKTOR


PUBLIK
Akuntansi sektor publik di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan
akuntansi bisnis (swasta). Di sisi lain, karakteristik sektor publik sangat berbeda dengan
sektor swasta, sehingga akuntansi yang diterapkan pada kedua sektor tersebut juga berbeda
dan mempunyai keunikan sendiri. Perbedaan karakter dan mekanisme pengelolaan di
masing-masing organisasi harus diperdalam lagi agar kinerja masing-masing sektor
menjadi maksimal dalam mencapai tujuannnya. Maksimalisasi kinerja organisasi sektor
publik inilah yang menjadi tujuan dari komparasi akuntansi sektor publik dan organisasi
bisnis (swasta).

3. ASUMSI – ASUMSI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK DAN SEKTOR BISNIS


(SWASTA) PUBLIK
Dalam realitas di masyarakat, akuntansi sektor publik maupun akuntansi bisnis
(swasta) ada untuk memenuhi kebutuhan publik atau masyarakat. Perbedaan mencolok di
antara keduanya adalah motif keuntungan yang hendak diperoleh. Akuntansi sektor bisnis
(swasta) pasti akan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari layanan atau produk
yang diberikan kepada publik. Namun, berbeda dengan akuntansi bisnis (swasta),
akuntansi sektor publik hanya memenuhi kebutuhan publik tanpa motif mencari
keuntungan.

7
Pada tataran konsep, materi Akuntansi Sektor Publik secara tersendiri diharapkan
dapat meningkatkan keinginan akan akuntabilitas dan transparansi kinerja pengelolaan
sektor publik. Selain itu, munculnya perlawanan terhadap budaya manipulasi juga
mendorong pemerintahan untuk lebih mengutamakan stabilitas. Dampak lainnya adalah
mendudukkan kembali keseimbangan pembangunan fisik dan pembangunan nilai
(reformasi), serta keahlian penyusunan sistem keuangan akan inenjadi salah satu pilar
transparansi ekonomi di Indonesia.
Pada awalnya, sektor publik muncul akibat kebutuhan masyarakat akan barang dan
layanan tertentu. Karena itu, area sektor publik sangatlah luas. Dalam penyelenggaraannya,
pelayanan sektor publik sering diserahkan kepada pasar, namun regulasi dari pemerintah
tetap harus diikuti. Pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar wajib
mengendalikan sektor publik lainnya yang dikelola oleh organisasi nonpemerintah. Setiap
warga negara mempunyai kewajiban untuk membayar pajak. Dengan demikian, mereka
semua mempunyai hak yang sama atas konsumsi barang dan juga pelayanan jasa publik.
Karena itu, intervensi pemerintah dengan fungsi alokasinya atas penerimaan pajak
masyarakat menjadi hal yang wajib.
Keunikan Akuntansi Sektor Publik adalah cenderung kurang seragam karena setiap
bidangnya mempunyai karakteristik yang berbeda. Selain itu, perumusan standar akuntansi
juga mengadaptasi praktek regulasi yang sudah ada. Akuntansi yang diterapkan dalam
sektor publik umumnya berbasis kas, dan laporan keuangan yang dihasilkan akan dijadikan
sebagai media akuntabilitas publik. Akuntansi Sektor Publik dibuat sebagai wujud
pertanggungjawaban kepada masyarakat dan bukan semata-mata kepada pemilik atau
pemegang saham saja sebagaimana di sektor swasta.

4. AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK VERSUS SEKTOR BISNIS (SWASTA)


4.1. Perbedaan Akuntansi Sektor Publik dengan Akuntansi Sektor Bisnis (Swasta)
Secara konseptual, perbedaan kedua jenis organisasi ini terletak pada tujuan yang
akan dicapai. Pada tahap perencanaan, organisasi sektor swasta menitikberatkan
keuntungan usaha semaksimal mungkin. Sementara organisasi sektor publik lebih
mengutamakan kesejahteraan masyarakat. Singkatnya, perbedaan tersebut dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Perbedaan Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi Sektor Bisnis (Swasta) :
Perbedaan Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Sektor Swasta

8
Tujuan Kesejahteraan Masyarakat Keuntungan
Organisasi Sektor Publik Swasta
Keuangan Negara, daerah, masyarakat, konstituen Individual, perkumpulan

4.2 Akuntansi Sektor Publik yang Tertinggal dari Akuntansi Bisnis


Akuntansi Sektor Publik di Indonesia sangat jauh tertinggal jika dibandingkan
dengan Akuntansi Sektor Swasta. Pernyataan ini bukan hanya untuk merendah atau santun,
tetapi ketertinggalan itu adalah riil. Pembuktiannya sangatlah mudah, yakni:
(a) Pemerintah Indonesia belum memiliki semua infrastruktur akuntansi keuangan yang
dibutuhkan. Sejak tahun 1980-an, pemerintah telah memperoleh dana bantuan Bank Dunia
yang jumlahnya sangat besar. Namun, sampai akhir Orde Baru, Standar Akuntansi
Keuangan Pemerintah tidak pernah ada. Jadi, pada tahun 1990-an beberapa pakar saat itu
sempat menyatakan bahwa standar dan sistem yang disusun oleh Departemen Keuangan
sudah "obsollete" sebelum dapat diterapkan. Pada tahun 2005, Standar Akuntansi
Pemerintahan baru bisa dihasilkan dengan sejumlah kritik mengikutinya. Dan, sampai
dengan tahun 2009, kematangan standar akuntansi pemerintah belum juga dapat dicapai.
(b) Standar Audit Pemerintahan pada tahun 1990-an baru ada dua buah, yaitu satu yang
dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan di pihak lain, BPKP
sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah juga mengeluarkan Standar Audit. Pada
tahun 2008, melalui SK Ketua BPK No. 1 Tahun 2008, dikeluarkan Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara. Namun, kelengkapan standar dan sistem pemeriksaan masih terus
dikembangkan.
(c) Pada organisasi publik selain pemerintah ada standar akuntansi keuangan (SAK) No. 45
tentang standar akuntansi untuk entitas nirlaba.

4.3 Akuntansi atas Utang atau Kewajiban Organisasi Publik


Berdasarkan pengalaman selama masa krisis ekonomi di tahun 1997, catatan
mengenai jumlah kewajiban atau utang pemerintah kepada Luar Negeri maupun Dalam
Negeri harus dipecahkan. Kelemahan akuntansi keuangan pemerintah di masa lalu harus
dipecahkan melalui mekanisme hukum yang memberdayakan warga masyarakat.
Pembagian tugas yang jelas akan menunjukkan unit yang bertanggung jawab atas
perhitungan "utang pemerintah" dan strategi pelunasannya. Demikian pula, unit yang

9
bertanggung jawab atas pemverifikasian jumlah utang, penggunaan utang, dan
pelunasannya harus ditunjuk secara formal.
Dalam hal ini, berbagai pertanyaan berikut harus dijawab:
a. Malukah pemerintah mengetahui utangnya?
b. Belum siapkah pemerintah memasuki transparansi keuangan?
c. Apakah akuntansi yang baik hanya diperuntukan bagi Pemerintah Daerah
dengan mewajibkan penyusunan Nota Perhitungan Anggaran Daerah,
Perhitungan Daerah, Neraca, dan Laporan Arus Kas?
d. Bagaimana laporan keuangan pemerintah pusat dan berbagai agensi
pemerintah yang mengelola aset negara disusun secara terpisah?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat penting untuk dijawab secara tegas.
Berbagai aturan pelaksana perlu diterbitkan, dan kemudian, proses verifikasi terhadap
hasilnya perlu dilaksanakan.

4.4 Ekonomi, Efisiensi, dan Efektivitas


Penilaian atas kinerja suatu organisasi sektor publik saat ini masih difokuskan pada tiga
konsep dasar, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
Efisiensi
Efisiensi merupakan hal terpenting diantara ketiga hal tersebut, dengan rumusan rasio
sebagi berikut :
Efektivitas
Efektivitas menunjukkan kesuksesan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan. Ukuran
efektivitas merupakan refleksi output. Jika suatu organisasi bertujuan membangun sebuah
rumah sakit dengan 250 tempat tidur, 4 unit operasi, sebuah unit kecelakaan dan darurat,
serta unit pasien luar. Apabila semua target tersebut tercapai, maka mekanisme kerja
organisasi tersebut efektif. Apabila hanya 150 tempat tidur yang terbangun maka
organisasi tersebut tidak bekerja efektif. Sehingga, tujuan-tujuan tersebut harus spesifik,
detail dan terukur. Dalam rangka mencapai tujuan, organisasi sektor publik sering kali
tidak memperhatikan biaya yang dikeluarkan. Hal seperti itu bisa terjadi apabila efisiensi
biaya bukan merupakan salah satu indikator hasil.
Ekonomi
Indikator ekonomi merupakan indikator tentang penggunaan input. Di sini pertanyaan yang
díajukan adalah 'Apakah organisasi telah membangun rumah sakit secara ekonomis? Ini

10
berarti 'Apakah bíaya pembangunan rumah sakit melebihi batasan anggaran yang telah
disetujui?"
Secara lebih praktis, pertanyaan di lapangan menjadi:
(1) Apakah biaya pembangunan rumah sakit melebihi anggaran?
(2) Apakah biaya pembangunan rumah sakit lebih mahal dibandingkan pembangunan
rumah sakit yang setara di daerah lain?
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tiga indikator kinerja organisasi sektor publik bisa
dirinci sebagai berikut: ekonomí mengenai input, efisiensi tentang input dan ouput, serta
efektivitas yang berhubungan dengan output. Walaupun manajemen organisasi tidak
merasa puas, indikator ekonomi sering digunakan sebagai satu-satunya indikator. Sebagai
contoh, kepala Dinas Pendidikan mengalokasikan bantuan pendidikan berdasarkan jumlah
meja sekolah yang jelas bukan merupakan ukuran terbaik, karena berbagai fasilitas
tambahan dan utama masih diperlukan, selain meja. Dampak dari kebijakan seperti itu
adalah tidak tercapainya tujuan pendidikan sekolah akibat diminimalisasinya biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah ke sekolah. Akibatnya, terjadi kesalahan fokus penghargaan
dan kepuasan pendidikan dalam pencapaian tujuan dengan biaya minimal.
Indikator efisiensi mencakup baik input maupun output. Ini berarti optimalisasi
tujuan atau pencapaian tujuan dengan bíaya serendah mungkin. Penerapan indikator
efisiensi di sektor publik akan membuka kemungkinan kerja sama dengan pihak swasta. Di
sektor swasta, evaluasi kinerja dilakukan untuk mengetahui kelebihan output atas input
atau keuntungan. Namun, ada dua kesulitan benchmark penerapan ukuran kinerja sektor
swasta ke sektor publik, yaitu:
(1) Jika output diukur dalam ukuran uang, kualitas rasio tergantung pada kualitas output.
Sedangkan pengukuran yang ada mencakup prakiraan kualitatif konsumen. Kegagalan
pasar merupakan suatu masalah khusus dalam pelayanan sektor publik.
(2) Jika output tidak bisa diukur dalam nilai uang, rasio efisiensi diperhitungkan dengan
unit fisik. Di sini permasalahan dasarnya adalah kondisi pengukuran fisik tidak bisa
diterima dalam standar internasional.
Kasus pertama dari kesulitan iní adalah bahwa penempatan suatu organisasi sektor
publik merupakan monopoli yang efektif, karena pelayanan ditawarkan dengan kondisi
tanpa pesaing. Dengan demíkian, penawar monopoli dapat memperbaiki rasio efisiensi
dengan menaikkan harga, tetapi konsumen dirugikan karena harus membayar harga yang
lebih tínggi. Jaminan pemerintah dan tekanan kelompok konsumen hanya mampu

11
mencegah kenaikan harga, sementara mekanisme pasar tetap harus diikutí oleh sektor
swasta.
Kesulitan kedua adalah output nonkeuangan yang berjenjang, di mana output
tingkat tinggi menggambarkan luasnya aktivítas yang menyatukan beberapa tujuan dasar.
Output sub ordinat ditunjukkan sebagai output 'perantara, yang dapat digunakan sebagai
alat ukur kualitas aktívitas. Sebagai contoh, dalam pembangunan rumah sakit, output
dibatasi sebagai 'rumah sakit' Rumah sakit tidak dibangun hanya untuk kepentingan
pembangunan itu sendiri, tetapi tujuan utama rumah sakit adalah memperbaiki kesehatan
masyarakat. Pembangunan rumah sakit mungkin efisien jika ditinjau dari sudut pandang
penyelesaian dan spesifikasinya yang dicapai dengan harga terendah. Akan tetapi, jika
kemudian rumah sakit tersebut tidak bisa difungsikan secara maksimal, maka rumah sakit
tidak akan mempunyai peran terhadap kesehatan masyarakat. Inilah contoh di mana
efisiensi tidak dapat digunakan sebagai alat ukur.
Dari kasus rumah sakit, kesulitan mengukur tujuan akhir dalam konteks efisiensi
telah menyebabkan perubahan makna pengukuran output pada rasio efisiensi. Dalam
kenyataannya, masalah pengukuran efisiensi pembangunan rumah sakit menjadi tujuan
vang kurang bermakna dan lebih rendah dibanding makna perbaikan kesehatan populasi itu
sendiri. Dengan demikian, uji aktivitas efisiensi sangat diperlukan untuk menentukan arti
keadilan atas pemanfaatan aktivitas yang lebih tinggi.
Kerugian lain dari pendekatan output dalam rasio efisiensi adalah bahwa ketiga
indikator 3E dapat digunakan secara bersama-sama. Sebagai contoh, manajemen Sekolah
Menengah Pertama mengeluarkan dana sebesar Rp1.925.000 untuk membiayai operasional
pembelajaran 500 siswa. Alat ukur efisiensi adalah biaya per Rp3,850 per siswa.
Dalam kasus ini, statistik kinerja yang absolut tidak ditemukan. Perbandingan harus
dilakukan dengan sekolah dasar yang lain. Menurut ukuran output, perbandingan antara
biaya setiap siswa di suatu sekolah dan biaya setiap siswa di suatu sekolah lain dapat
dilakukan dengan asumsi kebijakan yang sama. Namun, dari sisi tujuan pendidikan, output
kedua sekolah tersebut tidaklah sama. Dengan perbedaan jumlah siswa, jumlah guru yang
berbeda, penggunaan metode yang berbeda, dan harapan akan hasil yang berbeda, biaya
pendidikan yang dibutuhkan juga akan berbeda. Rasio efisiensi biaya dapat dikembangkan
dengan:
(1) Cara menempatkan lebih banyak anak ke dalam kelas yang sama;
(2) Menggunakan jumlah staf

12
(3) Mengajar jumlah murid yang sama dengan anggota staf yang lebih sedikit;
(4) Menyediakan lebih sedikit sarana atau fasilitas yang diperlukan;
(5) Mengurangi jumlah eksperimen yang dilakukan. sama untuk mengajar kelas Bue yang
lebih banyak;
Ini berarti penurunan pelayanan merupakan cara untuk memperbaiki rasio efisiensi
sekolah. Di sinilah kebijakan organisasi untuk melakukan pilihan dengan pertimbangan
menghindari kesalahan yang sangat mungkin terjadi. Dari diskusi di atas, pengukuran
ensiensi tidak dapat digunakan sebagai dasar kebijakan pada sektor yang berbeda di suatu
organisasi. Di sisi pertanggungjawaban keuangan, efisiensi sering dijadikan sebagai ukuran
Trja terpenting, terutama yang menyangkut 'Bagaimana sumber daya didistribusikan.
Kelemahannya adalah biaya per individu tidak dapat dibandingkan dengan biaya
perjalanan per kilometer.
Terkait dengan penilaian kinerja, indikator ekonomi, efisiensi, dan efektivitas harus
bisa digunakan secara bersama-sama, Sebagai contoh, mari pertimbangkan usaha restoran
lauan 100 pekerja. Program yang sedang dikembangkan adalah para pekerja membeli tauk-
pauk untuk makan di restoran tersebut. Strategi yang dijalankan adalah pemberian subsidi
kepada pekerja sebesar Rp 20 per hari. Output diukur dari penyediaan makanan, sedangkan
inputnya dalam besarnya biaya subsidi. Berikut ini laporan bagian pembukuan :
1) Pelayanan snack bar:
Output – Rp50 makanan per hari
Input Rp 40 per hari
2) Pelayanan kontrak di luar restoran:
Output – Rp100 makanan per hari
Input Rp60 per hari
3) Operasi restoran oleh organisasi:
Output – Rp100 makanan per hari
Input Rp80 per hari
Manakah yang paling efisien? Berdasarkan kondisi di atas, rasio efisiensi snack bar
adalah 50/40, kontrak keluar restoran adalah 100/60, dan provisi dalam ruang adalah
100/80. Berdasarkan rasio efisiensi, pelayanan restoran mempunyai output dan input yang
lebih besar dari yang lain, sehingga, pelayanan restoran dinilai paling efisien.
Jadi pengukuran output di restoran ini harus 'Dorongan untuk mengembangkan
kemampuan kerja. Walaupun jumlah makanan yang disajikan dalam restoran lebih banyak,

13
para pekerja merasa lebih termotivasi dengan kenyamanan ruang kerja. Menambahkan
pelayanan, seperti makanan panas dan banyak, akan menjadi pilihan yang lebih baik. Ini
berarti mengatur kepuasan pekerja merupakan cara meningkatkan efisiensi. Jika ruangan
restoran dikembangkan, subsidi anggaran belanja akan meningkat seiring dengan
kegagalan meyakinkan karyawan tentang makanan. Kepuasan pekerja sulit diukur dalam
prakteknya. Di sisi lain, penggunaan tiga ukuran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas
harus menyeimbangkan belanja dan program yang dikembangkan.
Frase 'nilai uang' digunakan untuk menunjukkan hal-hal menyangkut ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas. Berbicara lebih detail, frase ini berhubungan dengan output
ketimbang input (uang) atau yang disebut efisiensi, tetapi dengan catatan jika output dapat
diukur pada tingkat tertentu dan kemudian nilai uang menggantikan nilai permintaan.
Namun, sering kali output hanya diukur secara fisik dalam perbandingan dengan input.
Nilai uang dapat dimaksimalkan jika organisasi mampu mengeluarkan biaya yang minimal
untuk menghasilkan output yang maksimal yang sesuai dengan tujuannya.
Luasnya pengukuran efisiensi dalam artian pencarian nilai uang menunjukkan suatu
residu. Penekanan pada 'inefisiensi dan memelihara atau memperbaiki kualitas dianggap
sebagai motif fokus pengukuran tren kualitas biaya. Sebagian besar tujuan dapat diukur
sementara sebagian lainnya tidak dapat diukur. Setiap jenis 'kualitas' biaya telah diteliti
sesuai standar profesionalisme asosiasi dan/atau profesi. Hal yang dipertentangkan adalah
perluasan penggunaan kebijakan kuantitas atau kualitas. Dengan kata lain, kualitas
merupakan suatu residu di mana mekanisme formal telah dilakukan secara numerik.

4.5 Kultur Organisasi Sektor Publik dan Sektor Bisnis (Swasta)


Organisasi sektor publik bertujuan memenuhi kesejahteraan masyarakat, sedangkan
tujuan organisasi sektor swasta adalah mencari keuntungan. Dalam lingkup geraknya,
organisasi sektor publik bergerak di sektor publik, sedangkan organisasi swasta bergerak di
sektor swasta dan berorientasi laba. Dilihat dari konsumen yang dilayaninya hampir tidak
ada bedanya antara organisasi sektor publik dan swasta, yaitu masyarakat, namun cara
mengakses atau A mendapatkannya berbeda.
Oleh karena kepemilikan dan motif labanya berbeda, budaya atau kultur di
organisasi sektor publik berbeda dengan kultur organisasi bisnis (swasta). Dalam
organisasi publik, semua karyawan/pegawai/ pengurus/relawan bekerja untuk mencapai
satu tujuan yakni pemenuhan pelayanan publik. Namun, dalam organisasi bisnis (swasta),

14
segala aktivitas dansumber daya manusianya terfokus pada keuntungan dan persaingan
antar organisasi dan produk yang dihasilkan. Persaingan inilah yang menghantarkan
kinerja swasta cenderung lebih cepat berkembang daripada sektor publik. Organisasi bisnis
dengan produk yang lebih baik daripada organisasi bisnis lainnya menjadikan organisasi
bisnis tersebut akan disukai dan dapat menguasai pasar. Oleh karena itu, diantara
organisasi bisnis akan selalu memberikan yang terbaik bagi pasar (masyarakat). Kultur ini
belum familiar dalam organisasi publik, sehingga peningkatan mutu pelayanan atau
produknya belum terjadi secara signifikan.

5. Dasar Hukum Keuangan Sektor Publik dan Sektor Bisnis (Swasta)


Dasar hukum akuntansi sektor publik adalah:
1) Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 24
tahun 2005. SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
(PSAP), dilengkapi dengan Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan dan disusun
mengacu kepada Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. SAP harus digunakan
sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan selengkapnya berisi:
a. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005
b. Lampiran I Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan
c. Lampiran II Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
d. Lampiran III PSAP 01: Penyajian Laporan Keuangan
e. Lampiran IV PSAP 02: Laporan Realisasi Anggaran
f. Lampiran V PSAP 03: Laporan Arus Kas
g. Lampiran VI PSAP 04: Catatan atas Laporan Keuangan
h. Lampiran VII PSAP 05: Akuntansi Persediaan
i. Lampiran VIII PSAP 06: Akuntansi Investasi
j. Lampiran IX PSAP 07: Akuntansi Aset Tetap
k. Lampiran X PSAP 08: Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
l. Lampiran XI PSAP 09: Akuntansi Kewajiban
m. Lampiran XII PSAP 10: Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan
Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa

15
n. Lampiran XIII PSAP 11: Laporan Keuangan Konsolidasian
2) Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Standar akuntansi keuangan yang lengkap dan komprehensif merupakan dambaan semua
pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan. Oleh karena itu standar akuntansi
keuangan dari waktu ke waktu harus dilengkapi dan disempurnakan sesuai tuntutan
perkembangan praktik bisnis dan profesi akuntansi.
Berikut daftar pernyataan standar akuntansi keuangan:
PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan (Revisi 1998)
PSAK 2 Laporan Arus Kas
PSAK 3 Laporan Keuangan Interim
PSAK 4 Laporan Keuangan Konsolidasi
PSAK 5 Pelaporan Segmen (Revisi 2000)
PSAK 6 Akuntansi Dan Pelaporan Bagi Perusahaan Dalam Tahap Pengembangan
PSAK 7 Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
PSAK 8 Peristiwa Setelah Tanggal Neraca

3) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)


Keberadaan sebuah standar pemeriksaan sangat penting, karena menjadi patokan dalam
pelaksanaan tugas pemeriksaan. Patokan-patokan ini akan mengarahkan pemeriksa di
dalam setiap tahapan pemeriksaan dan patokan-patokan ini pulalah yang menjadi penilai
’apakah sebuah pemeriksaan telah dijalankan dengan baik atau tidak’. Apabila terjadi
penyimpangan atau tahapan di dalam standar pemeriksaan tidak dijalankan maka secara
otomatis proses pemeriksaan dinilai cacat atau tidak memenuhi standar yang berlaku.
Pada awal tahun 2007, BPK berhasil menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan yang
diberi nama ‘Standar Pemeriksaan Keuangan Negara’ atau disingkat dengan ‘SPKN’ yang
dipayungi dengan peraturan BPK-RI Nomor 1 Tahun 2007 sebagai pengganti standar
pemeriksaan sebelumnya yaitu Standar Audit Pemerintah (SAP) 1995. Dan pada awal
tahun 2017 BPK telah memperbaharui SKPN tersebut. SPKN ini mengikat BPK maupun
pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
Adapun peran SPKN adalah memberikan patokan/arahan per tahapan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara bagi pemeriksa. Dengan kata lain,
SPKN disusun untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa
dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

16
Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan diharapkan untuk
meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang
diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Dalam penerapannya,
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang
dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan, serta fungsi yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara.
SPKN dilaksanakan dengan sebuah mekanisme kerja, yakni: pengumpulan bukti dan
pengujian bukti secara obyektif. Hal ini dilakukan dengan prinsip akuntabilitas publik
untuk mendapatkan sebuah hasil yakni meningkatkan kredibilitas informasi yang
dilaporkan. Hasil ini akan membawa manfaat, yakni:
a. Peningkatan mutu pengelolaan.
b. Pemenuhan tanggung jawab keuangan negara.
c. Pengambilan keputusan.
Berikut gambaran dari kerangka pemikiran SPKN tersebut:

Gambar
Dasar hukum Akuntansi Sektor Bisnis (Swasta) adalah:
(1) Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Standar Akuntansi Keuangan merupakan pedoman yang harus diacu dalam penyusunan
laporan keuangan untuk tujuan pelaporan. Standar akuntansi keuangan sebagai pedoman
pokok penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah sangat penting, agar laporan
keuangan lebih berguna, dapat dimengerti, dan dapat diperbandingkan, serta tidak
menyesatkan.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan hingga saat ini telah mengembangkan dan
menyempurnakan standar akuntansi keuangan yang ada. Standar Akuntansi Keuangan
merupakan masalah penting dalam profesi dan semua pihak memiliki kepentingan
terhadapnya. Oleh karena itu, mekanisme penyusunan standar akuntansi keuangan harus
diatur sedemikian rupa sehingga kepuasan dapat memberikan kepada semua pihak yang
berkepentingan dalam laporan keuangan.
(2) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) ini merupakan kodifikasi berbagai pernyataan
standar teknik dan aturan etika. Pernyataan standar teknik antara lain: pernyataan standar
auditing, pernyataan standar atestasi, pernyataan jasa akuntansi dan review, pernyataan

17
jasa konsultasi, dan, pernyataan standar pengendalian mutu. Standar ini diterbitkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia – Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. Aturan etika yang
ada adalah Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh
Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei 2000.
I. ITEM-ITEM YANG DIKOMPARASIKAN
1. Pengambilan Keputusan Dalam Sektor Publik dan Sektor Bisnis (swasta)
Di dalam sektor publik, pengambilan keputusan dilakukan melalui mekanisme
secara formal dan telah ditetapkan dengan keputusan organisasi, misalnya pada organisasi
pemerintah, mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) menjadi
proses utama diputuskannya sebuah perencanaan pemerintah. Di dalam musrenbang,
masyarakat sebagai ”konsumen” bahkan dapat ikut terlibat di dalamnya. Selain itu,
berbagai keputusan diambil dan ditetapkan oleh lembaga legislatif maupun eksekutif di
tingkat pusat maupun daerah. Contoh lain, misalnya pada organisasi partai politik, yayasan
atau LSM, segala keputusan diambil melalui musyawarah mufakat antara pengurus dan
perwakilan anggotanya.
Tabel Pengambilan Keputusan Dalam Sektor Publik dan Sektor Bisnis (Swasta)
Pen
Sedikit berbeda dengan organisasi publik, organisasi bisnis (swasta) pun
mengambil keputusan secara musyawarah mufakat meskipun ada keputusan yang
diputuskan secara individual (pemilik usaha). Pengambilan keputusan melalui musyawarah
dilakukan diantara pemilik saham, para pimpinan atau pihak manajemen organisasi bisnis
(swasta). Selain itu, pengambilan keputusan organisasi jarang melibatkan karyawan atau
konsumennya.

2. Perencanaan Dalam Sektor Publik dan Sektor Bisnis (swasta)


Setiap organisasi yang bergerak baik di sektor publik maupun sektor swasta,
mempunyai keinginan untuk mencapai tujuannya melalui sumber daya yang tersedia
(manusia, modal, bahan baku, dan sebagainya). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut
diperlukan suatu perencanaan.
Perencanaan organisasi terdiri dari:
a. Proses Perencanaan: strategi yang digunakan untuk memilih atau memodifikasi
(menambah atau mengurangi) aktivitas.

18
b. Proses Pengendalian: penetapan perencanaan dalam suatu sistem yang menjamin
bahwa proses perencanaan dapat dilakukan.
Perencanaan dapat dikategorikan berdasarkan dimensi waktu.
Perencanaan dapat dibagi menjadi:
a. Perencanaan jangka panjang, rencana ini biasanya berjangka waktu lima tahun atau
lebih ke depan.
b. Perencanaan jangka menengah, rencana ini biasanya satu hingga lima tahun ke
depan.
c. Perencanaan jangka pendek, rencana jenis ini biasanya hingga satu tahun ke depan.
Di sisi lain, akuntansi manajemen menyediakan informasi untuk
pembuatan rencana sementara (tentative). Penyediaan informasi pada tahap perencanaan
dapat dilakukan dengan cara:
a. Penilaian Investasi
Suatu tindakan/cara yang dilakukan oleh manajemen untuk menyediakan informasi
tentang kemampuan organisasi untuk mengevaluasi pengembalian modal dan
kemampuan aset yang akan digunakan untuk operasi organisasi pada masa yang
akan datang, ‘apakah cukup diperbaiki’, ‘tukar tambah’ atau bahkan ‘membeli yang
baru’. Banyak cara yang bisa digunakan untuk menilai alternatif investasi seperti:
B/C Ratio, NPV, IRR, Pay Back Period.
b. Perencanaan dan Penganggaran Keuangan
Keputusan mengenai investasi merupakan salah satu aspek dari akuntansi manajemen
yang terdiri dari:
(1) Perencanaan Keuangan
Perencanaan keuangan ini masih berhubungan dengan proses penilaian investasi. Tujuan
dasar perencanaan keuangan adalah untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran dasar
organisasi sektor publik dan juga untuk memenuhi permintaan pelayanan yang ditetapkan
pada saat perencanaan awal. Contohnya: survei kependudukan, kebutuhan dasar dan
kebutuhan sekunder pendidikan.
(2) Anggaran Modal
Anggaran modal ini berisi rincian dan prakiraan penerimaan dari penjualan aset dan
pembayaran pengambilalihan aset baru untuk perencanaan jangka menengah, sedangkan
untuk jangka panjang mempertimbangkan informasi kebutuhan tentang aset yang perlu
diganti atau aset baru yang dibeli.

19
c. Anggaran Pendapatan
EAnggaran penerimaan tahunan merupakan salah satu dokumen perencanaan yang
paling penting dalam suatu organisasi sektor publik. Anggaran pendapatan memuat
rencana pendapatan yang akan diperoleh organisasi dalam satu tahun anggaran untuk
membiayai kegiatan organisasi.

d. Model Keuangan
Aktivitas perencanaan selalu dikaitkan dengan masalah ketidakpastian, karena
perencanaan masa depan mengandung ketidakpastian. Dalam perencanaan jangka
pendek maupun jangka panjang, perencanaan selalu dipengaruhi banyak variabel yang
terkait. Salah satu cara yang dapat membantu untuk menghitung/menaksir masing-
masing variabel menggunakan model keuangan. Manfaat dari model keuangan ini
adalah untuk melihat prediksi situasi sesungguhnya yang akan terjadi pada masa yang
akan datang.

e. Target Perencanaan dan Penganggaran


Target adalah seperangkat sasaran dalam bentuk kuantitatif yang harus dicapai oleh
pihak manajemen pada waktu tertentu di masa yang akan datang, seperti:
- Target output.
- Target kinerja (efisiensi, kualitas pelayanan, kinerja keuangan).

Mengenai aktivitas perencanaan, dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu:


1.) Tipe perencanaan yang diperlukan untuk menetapkan seluruh tujuan organisasi yaitu
perencanaan sasaran dan tujuan dasar.
2) Tipe perencanaan yang diperlukan untuk menerapkan aktivitas dalam pencapaian
sasaran dan tujuan dasar (Perencanaan Operasional).
Kedua tipe perencanaan ini mempunyai hubungan yang tidak dapat
dibedakan. Namun, pembahasan hanya ditekankan pada tipe kedua. Perencanaan
operasional merupakan bagian tetap perencanaan manajerial dan siklus pengendalian,
dimana manajer terlibat dan bertanggungjawab di dalamnya. Berikut ini adalah tahapan
pokok perencanaan dan pengendalian adalah :
1. Perencanaan sasaran dan tujuan dasar

20
2. Perencanaan operasional
3. Penganggaran
4. Pengukuran dan Pengendalian
5. Pelaporan, analisa dan umpan balik
Tahapan tersebut merupakan bentuk siklus perencanaan dan pengendalian
manajerial. Jenis siklus pada tahapan dan keseluruhan hubungan dengan sasaran
dan tujuan dasar secara jelas ditunjukkan dalam gambar di bawah ini:
Bentuk siklus perencanaan pengendalian dan manajerial

Proses perencanaan di organisasi sektor publik (misalnya: pemerintahan) dilakukan


dengan menyusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem
perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh
pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten atau daerah kota sesuai kewenangannya
yang dilaksanakan oleh unit (Badan) Perencanaan Pembangunan Daerah. Sebagai
contohnya sebagai berikut:
1. Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP Daerah) untuk jangka waktu
20 (dua puluh) tahun yang ditetapkan dengan Perda.
2. Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM Daerah) untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun yang ditetapkan dengan Perda.
3. Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJM
daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dengan mengacu kepada rencana kerja
Pemerintah pusat.
Perencanaan dalam sektor publik dan bisnis swasta
Pada organisasi sektor publik lainnya, seperti lembaga swadaya masyarakat,
yayasan, dan partai politik, proses perencanaannya dilakukan oleh staf dan pengelola yang
berwujud aktual dalam dokumen perencanaan dan proses perencanaan memberikan
kekuatan efektif dalam menjalankan peran pengelola. Selain itu, dokumen perencanaan
merupakan sarana efektif dan efisien dalam pengelolaan organisasi.
Di dalam organisasi swasta, proses perencanaan dilakukan oleh para pegawai serta
manajer yang ada di dalam organisasi tersebut secara garis besar. Proses perencanaan di
organisasi swasta tidak jauh beda dengan organisasi sektor publik. Pada intinya, terkait
dengan penetapan visi, misi, dan tujuan yang ingin dicapai, strategi-strategi yang
dijalankan untuk meraihnya serta sistem perencanaan untuk mengontrol pelaksanaan

21
rencana tersebut. Perbedaannya terlihat pada hasil yang ingin dicapai dari proses
perencanaan itu. Di dalam organisasi swasta ingin mencapai profit/laba yang tinggi serta
peningkatan kekayaan dan pertumbuhan organisasi, sementara di organisasi sektor publik
lebih mengutamakan pentingnya layanan kepada publik/masyarakat.

3. Penganggaran Dalam Sektor Publik dan Sektor Bisnis (swasta)


Penyusunan anggaran dalam organisasi sektor publik dilakukan bersama
masyarakat dalam perencanaan program. Penurunan program publik dalam anggaran
dipublikasikan untuk dikritisi dan didiskusikan oleh masyarakat. Akhirnya disahkan oleh
wakil masyarakat di DPR, DPD atau DPRD. Di dalam organisasi swasta, penyusunan
anggaran dilakukan oleh para pegawai dan manajer perusahaan yang berwenang dengan
persetujuan pemilik perusahaan.
Penganggaran dalam sektor publik dan sektor bisnis swasta
4. Realisasi Anggaran Dalam Sektor Publik dan Sektor Bisnis (Swasta)
Dalam organisasi sektor publik maupun organisasi sektor bisnis (swasta), isu utama
dalam proses realisasi anggaran adalah kualitas. Hal ini akan menjadi persaingan antar
output organisasi. Di dalam sektor publik, kualitas dicapai bagi pemenuhan tujuan
pelayanannya kepada publik. Pada organisasi swasta, kualitas dicapai dalam rangka
mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dari produknya.
Pada organisasi publik, masyarakat berpartisipasi aktif selama proses realisasi
anggaran, baik sebagai penerima layanan maupun pengawas independen. Pada organisasi
swasta, masyarakat sebagai konsumen berpartisipasi pada saat menggunakan output yang
dihasilkan oleh organisasi tersebut.
Realisasi Anggaran Dalam Sektor Publik dan Sektor Bisnis (Swasta)
5. Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Sektor Publik dan Sektor Bisnis (swasta)
Barang publik adalah barang kolektif yang seharusnya dikuasai oleh negara atau
pemerintah. Sifatnya tidak eksklusif dan diperuntukkan bagi kepentingan seluruh warga
dalam skala luas. Barang swasta adalah barang spesifik yang dimiliki oleh swasta. Sifatnya
eksklusif dan hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membelinya, karena
harganya disesuaikan harga pasar dengan keinginan sang penjual.
Pada dasarnya, alokasi barang dan jasa dalam suatu masyarakat dapat dilakukan
melalui dua mekanisme: pertama, melalui mekanisme pasar (market mechanism), dan
kedua, mekanisme birokrasi (bureaucratic mechanism). Pengadaan barang/jasa adalah

22
usaha atau kegiatan pengadaan barang/jasa yang diperlukan oleh organisasi sektor publik
yang meliputi (a) Pengadaan Barang, (b) Jasa Pemborong, (c) Jasa Konsultasi, (d) Jasa
Lainnya.
Perbedaan pengadaan barang dan jasa sektor di sektor publik dan swasta terletak
pada tujuannya, pada organisasi sektor publik pengadaan barang dan jasa diperuntukkan
bagi kepentingan seluruh warga dalam skala luas. Dalam organisasi swasta, pengadaan
barang dan jasa diperuntukkan bagi kepentingan internal organisasi.
Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Sektor Publik dan Sektor Bisnis (swasta)

6. Pelaporan Dalam Sektor Publik dan Sektor Bisnis (swasta)


Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, perubahan era Orde Baru ke era Orde
Reformasi menuntut pelaksanaan akuntabilitas publik dalam melaksanakan setiap aktivitas
kemasyarakatan dan pemerintahan. Asumsi UU No. 17/2003 membawa akuntabilitas hasil
sebagai catatan yang dipertanggungjawabkan. Indikator hasil seperti ekonomi, efisiensi
dan efektivitas harus dapat direfleksikan dalam laporan pertanggungjawaban
pemerintahan, baik di pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Oleh karena itu,
model pelaporan keuangan sebagai bagian laporan pertanggungjawaban, mulai dirancang
dan diterapkan, sebagaimana penerapannya di Amerika Serikat, Kanada, dan New Zealand.
Amerika Serikat di bulan Juni 1999 melalui Governmental Accounting Standards
Board (GASB) mengeluarkan GASB Statement No. 34 “Basic Financial Statements - and
Management’s Discussion and Analysis - for State and Local Governments”, dimana
model pelaporan keuangan diterapkan untuk pengambilan keputusan dan akuntabilitas
(GASB, Johnson dan Bean, 1999).
Perubahan ini menyebabkan munculnya kebutuhan baru dalam pengembangan
sistem informasi keuangan dan manajemen di pemerintahan. Reorientasi pengembangan
ilmu dan praktek ke praktek internasional dan International Public Sector Accounting
Standards (IPSAS) harus dilakukan.
Bentuk dan penyusunan laporan keuangan dapat dipengaruhi berbagai faktor,
seperti sifat lembaga sektor publik, sistem pemerintahan suatu negara, mekanisme
pengelolaan keuangan dan sistem anggaran negara. Keempat faktor ini amat
mempengaruhi karakteristik akuntansi sektor publik. Akibatnya laporan keuangan sektor
publik dapat dibedakan dibandingkan laporan keuangan swasta.

23
Menurut Likierman dan Taylor dalam Henley et al. (1992), beberapa perbedaan
laporan keuangan sektor publik dengan laporan keuangan sektor swasta:
a) Laporan keuangan organisasi sektor publik seperti unit pemerintah amat dipengaruhi
proses keuangan dan politik;
b) Laporan keuangan sektor swasta amat terikat dengan aturan dan kriteria keuangan;
c) Pertanggungjawaban laporan organisasi sektor publik unit pemerintah ke DPR/D dan
masyarakat luas, yayasan dan LSM kepada donor, dewan pengampu dan masyarakat luas;
d) Kriteria pertanggungjawaban laporan keuangan sektor swasta ditentukan para pemegang
saham dan kreditur;
e) Laporan organisasi sektor publik seharusnya dikembangkan sebagai pengembangan
akuntabilitas publik;
f) Laporan keuangan sektor swasta hanya diungkap di tingkat organisasi secara
keseluruhan;
g) Laporan organisasi sektor publik seperti unit pemerintahan dan pemerintahan secara
keseluruhan dijadikan dasar analisa prospek pemerintahan, di LSM dan yayasan dijadikan
dasar analisa prospek organisasi; dan
h) Laporan unit pemerintah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan laporan
keuangan sektor swasta diperiksa oleh auditor independen.
Berbagai persamaan akuntansi sektor publik dan akuntansi swasta juga dapat
disebutkan sebagai berikut:
a) Kriteria validitas dan reliabilitas dokumen sumber;
b) Pelaporan keuangan lebih ditentukan oleh fungsi akuntabilitas publik;
c) Siklus akuntansi dapat diperbandingkan;
d) Standar akuntansi keuangan yang ditetapkan organisasi yang independen;
e) Laporan keuangan pemerintahan dan organisasi swasta bisa diakui
sebagai dasar hukum.
Persamaan dan perbedaan laporan keuangan organisasi publik dan organisasi
swasta perlu dipertimbangkan sebagai hal yang wajar. Profesionalisme dan independensi
merupakan dua kata yang amat menentukan kualitas laporan keuangan tersebut.

Dasar Hukum Keuangan Negara

24
Keuangan negara dapat diinterpretasikan sebagai pelaksanaan hak dan kewajiban
warga yang bisa dinilai dengan uang dalam kerangka lata cara penyelenggaraan
pemerintahan. Wujud pelaksanaan keuangan negara tersebut dapat diidentifikasi sebagai
segala bentuk kekayaan, hak, dan kewajiban negara yang tercantum dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta laporan pelaksanaannya.
Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah dilakukan dalam bentuk
pengeluaran dan diakui sebagai belanja negara. Dalam UUD 1945 Amandemen III, hal
Keuangan Negara, secara khusus diatur, yaitu pada BAB VIII Pasal 23 yang berbunyi
sebagai berikut:
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan
negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara
terbuka secara bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.
2) Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan olch
Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat ridak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan anggaran
pendapatan dan belanja negara tahun yang lalu.

Pasal 23 A : Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dengan undang-undang.
Pasal 23 B : Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang undang.
Pasal 23 C : Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.
Pasal 23D : Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Undang-undang rentang Anggaran Pendapatan dan


Belanja Negara (APBN) untuk tahun anggaran yang bersangkutan akan ditetapkan
Penyusunar APBN bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud
pada pasal 23 ayat (1) UUD 1945, tetapi juga sebagai dasar rencana kerja yang akan
dilaksana kan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Karena itu,
penyusunannya didasarkan atas Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, dan pelaksanaannya dituangkan dengan undang-undang

25
yang harus dijalankan oleh Presiden/Wakil Presiden serta para Menteri dan pimpinan
Lembaga Tinggi Negara lainnya, Setelah pengesahan undang-undang APBN, APBN
dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat.

Undang-Undang No. 17 tahun 2003 (Tentang Kevangan Negara)


Sebelumnya, pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih menggunakan
ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia
Belanda. Undang undang No. 17 Tahun 2003 adalah tonggak sejarah yang penting yang
mengawali reformasi keuangan negara menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan
modern. Beberapa hal penting yang diatur dalam undang undang ini adalah:
a. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan atas pengelolaar. keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasan tersebut:
i. Dikuasakan kepada menteri keuangan, selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
ii. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau
pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
iii. Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepäla pemerintahan daerah
untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah dacrah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
iv. Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang antara lain mengeluarkan dan
mengedarkan uang yang diatur dengan undang undang.

b. Penyusunan dan Penetapan APBN


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan wujud pengelolaan
keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang. APBN harus
sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam
menghimpun pendapatan negara. Hal penting yang ditekankan dalam undang-undang
ini adalah penyusunan RAPBN yang harus berpedoman pada rencana kerja pemerintah
dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Jika anggaran diperkirakan
akan mengalami defisit, sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut
ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN. Jika anggaran diperkirakan akan

26
mengalami surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus
anggaran kepada DPR.
Undang-undang ini juga menjabarkan tahapan penting dalam penyusunan APBN,
yang diawali dengan penyampaiani pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka
ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya
pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Dilanjutkan dengan pembahasan RUU tentang
APBN, sementara nota keuangan dan dokumen dokumen pendukungnya diserahkan ke
Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus, Pengambilan keputusan oleh DPR
menyangkut RUU tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

c. Penyusunan dan Penetapan APBD


Seperti APBN undang-undang ini juga menjabarkan tahapan penting dalam
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Dacrah (APBD), yang diawali dengan
penyampaian kebijakan umum APBD (KUA) sebagai landasan penyusunan RAPBD
kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan. Berdasarkan
kebijakan umum, APBD disepakati dengan DPRD. Pemerintah Daerah bersama DPRD
membahas prioritas dan plafon anggaran yang akan dijadikan acuan bagi setiap Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

d. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pank Sentral, Pemerintah Daerah,
serta Pemerintah/Lembaga Asing
i. Pemerintah Pusat dan Bank Sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan
kehijakan fiskal serta moneter.
ii. Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daeralı
berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pemerintah
pusat dapat memberikan pinjaman dan hibah kepada pemerintah daerah atau
sebaliknya. Pemberian pinjaman dan hibah tersebut dilakukan setelah mendapat
persetujuan DPR

e. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Perusahaan Negara, Perusahaan


Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat.

27
i. Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal dan menerima
pinjaman/hibah dari perusahaan fnegara/daerah. Pemberian pinjaman/hibah/
penyertaan modal dan penerimaan pinjaman tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu
dalam APBN/APBD.
ii. Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan
negara.
iii. Gubernur/Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
perusahaan daerah.
iv. Pemerintah pusat dapat melakukan penjualan dan privatisasi perusahaan negara
setelah mendapat persetujuan DPR.
v. Pemerintah daerah dapat melakukan penjualan dan privatisasi perusahaan daerah
setelah mendapat persetujuan DPRD.

f. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD


Presiden dan para Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa:
i. Laporan Realisasi Anggaran
ii. Neraca Laporan Arus Kas
iii. Catatan atas Laporan Keuangan
 Laporan tersebut dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan
lainnya (Deddi Nordiawan, 2006).

Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 (tentang Perbendaharaan Negara)


Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara akan
menimbulkan hak dan kewajiban negara yang harus dikelola dalam sistem pengelolaan
keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara, sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945,
harus dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat yang diwujudkan dalam APBN dan APBD. Sebelum lahir
undang-undang tentang perbendaharaan negara, kaidah kaidah hukum administrasi
keuangan negara masih didasarkan pada ketentuan dalam Undang-undang Perbendaharaan
Indonesia (Indische Comptabiliteitswel-ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448
sebagaimana telah beberapa kali diubah, di mana yang terakhir dengan Undang undang

28
Nomor 9 Tahun 1968 (Lcmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53,
Tambahan Leabaran Negara Nomor 2860).
Undang-undang Perbendaharaan Indonesia tersebut tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Karena itu, undang-undang tersebut harus diganti
dengan undang-undang baru yang mengatur kembali ketentuan di bidang perbendaharaan
negara, sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi modern.
Di sini yang dimaksud dengan perbendaharaan negara dalam undang-undang ini adalah
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi serta kekayaan
yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Berdasarkan pengertian
tersebut, dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 ini diatur mengenai:
iv. Ruang lirgkup dan asas umum perbendaharaan negara
v. Kewenangan pejabat perbendaharaan negara
vi. Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara/daerah
vii. Pengelolaan uang negara/daerah
viii. Pengelolaan piutang dan utang negara/daerah
ix. Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah
x. Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD
xi. Pengendalian internal pemerintah
xii. Penyelesaian kerugian negara/daerah
xiii. Pengelolaan keuangan badan layanan umunm
Undang-undang ini, selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi
pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintahan pusat, juga berfungsi untus
memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka
kesatuan NKRI.

Undang-undang No. 15 Tahun 2004 (Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan


Tanggung Jawab Keuangan Negara)
Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara dan pemeriksaan alas tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara, Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara, sebagaimana dimaksud

29
dalam Pasal 2 Undang- undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jika
permeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang.
laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan keuangan (pemeriksaan atas laporan
keuangan). pemeriksaan kinerja (pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi, sera pemeriksaan aspek efektivitas),
dan peme- riksaan dengan tujuan tertentu. Ketiga jenis pemeriksaan tersebut dilaksanakan
berdasarkan standar pemeriksaan yang disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan
pemerintah.
Pelaksanan Pemeriksaan: Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan
pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian
laporan pemeriksaan, dilakukan secara bebas dan mandiri olch BPK. Dalam merencanakan
tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga
perwakilan. Dan, untuk melaksanakan hal itu, BPK atau lembaga perwakilan dapat
mengadakan pertemuan konsultasi. Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat
mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat. Dalam
menyelenggarakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara,
BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan internal pemerintah.
Karena itu, laporan hasil pemeriksaan internal pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.
(Deddi Nordiawan, 2006).

Undang-undang No. 25 Tahun 2004 (Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional)
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan dari tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah, dan jangka tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara serta masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mendukung koordinasi antar pelaku
pembangunan; menjamin terciptanya irntegrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah,
antarruang, antarwaktu, antarfurgsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; serta menjamin tercapainya
penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

30
Perencanaan Pembangunan Nasional menghasilkan:
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
c. Rencana Pembangunan Tahunan.

Proses perencanaan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Undang-undang ini


mencakup lima pendekatan dari seluruh rangkaian perencanaan, yaitu:
(1) Polítik;
(2) Teknokratik;
(3) Partisipatif;
(4) Atas-bawah (top-down);
(5) Bawah-atas (bottom-up),

Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah


merupakan proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya
berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon
Presiden/Kepala Daerah. Karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-
agenda pembangunan yang ditawarkan calon Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye
ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.
Perencanaan dengan pendekatan teknokratik, dilaksanakan dengan menggunakan
metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga ala satuan kerja yang secara fungsional
bertugas untuk itu. Perencanaan melalui pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakcholders) terhadap pembangunan.
Pelibatan tersebut adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
Sementara itu, pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan
menurut jenjang permerintaban. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas
diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat Nasional, Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan, maupun Desa.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 Tentang Perubahan Kedua
Atas Kepurtusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

31
Pengumuman pemilihan penyedia barang/jasa harus dapat memberikan informasi
yang luas kepada masvarakat dunixarsaha, baik pengusaha daerah selempat maupun
pengusaha daerah lainnya. Dalam Peraturan Presiden ini, masalah pengadaan barang dan
pendistribusian logistik pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang
penanganannya memerlukan pelaksanaan secara cepat dalam rangka penyelenggaraan
pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diselenggarakan sampai dengan
hulan Juli 2005, juga diatur berdasarkan peraturan perundang undangan.

Dasar Hukum Keuangan Daerah


Pembangunan daerah sebagai bagian integral dart pembangunah nasional,
didasarkan pada prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip otonomi
dacrah mermberikan kewenangan yang luas dan tanggung jawab yang nyata kepada
pemerintahan dacrah secara proporsional. Dengan pengaluran, pemhagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional, haik yang berupa uang maupun sumber daya alam,
pemerintah pusat dan pemerintah dacrah akan mengembangkan suatu sistem perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah yang adil. Sistem in dllaksanakan untuk mencerrinkan
per bagian tugas kewenangan dan tanggung jawah yang jelas antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah secara transparan Kriteria keherhasilan pelaksanaan sistem ini adalah
tertampungnya aspirasi semua warga, dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam
proses pertanggungjawaban eksplorasi sumber daya yang ada serta pengembangan sumber
sumber pembiayaan.

Pada Pasal 18 Undang undang Dasar 1945, dlisebutkan bahwa negara kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi; selanjutnya, daerah provinsi itu
dibagi lagi atas kabupaten dan kota, di mana setiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintah daerah yarıg diatur dengan Undarg-undang. Pemerintah daerah
menjalankan otonomi vang scluas luasnya, kecuall urusan pemerintahan yang merupakan
urusan Pemerintah Pusar berdasarkan undang-undang. Pernerintah daerah herhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraluran lain untuk melaksanakan otonomi
serta tugas pembantuan.

32
Dalam rangka penyelenggaraan dacrah otonomi, Pasal 18. A (2) Undang-undang
Dasar 1945 menjelaskan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alami, dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerinitah
daerah diatur sert dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Dasar Hukum Keuangan Organisasi publik Lainnya


Di Indonesia, beberapa upaya untuk membuat standar yang relevan dengan
praktek-praktek akuntansi di organisasi sektor publik telah dilakukan baik oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (LAI) maupun oleh pemerintah sendiri. Untuk organisasi nirlaba, IAl
menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 (PSAK No 45) tentang
organisasi nirlaba. PSAK ini berisi akidah akidah atau prinsip-prinsip yang harus diikuti
oleh organisasi nirlaba dalam membuat laporan keuangan. Selain itu, juga lahir Undang-
undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang mengatur masalah organisasi publik
yang berbentuk yayasan. Juga, ada regulasi publik terkait dengan partai politik seperti
Undang-undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dan Peraturan Pemerintah No 29
Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik.

1. Review Regulasi Akuntansi Sektor Publik


Di Indonesia, produk lembaga legislatif bersama-sama dengan eksekutif yang
berupa Undang dinilai tidak dapat diuji (judicial review) oleh cabang kekuasaan
kehakiman. Jika hal itu hendak dilakukan, pengujian itu akan dilakukan oleh lembaga yang
membuat aturan itu sendiri. "Irudicial Review" (hak uji materii) merupakan kewenangan
lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya jual produk-produk hukum yang
dihasilkan oleh eksekutif. legislatif, serta adiktif di hadapan konstitusi yang berlaku.
Pengujian oleh hakim terhadap produk cabang kekuasaan legislatif (legislative acts)
dan cabang kekuasaan eksekutif (exessutive acis) adalah konsekuensi dari dianutnya
prinsip thecks and balances', berdasarkan doktrin pemisahan kekuasaan (separation of
power). Dalam kenvataannya, undang undang yang "bermasalah" memang adla. Namun, di
sisi lain, undang undang juga merupakan suatu instrumen pengatur yang mengikat dan
mcmpunyai legitimasi. Apabila undang undang dapat dengan mudah diubah-ubah begitu
saja, kepastian hukum tidak akan terjadi. Karena itu, suatu mekanisme hukum tata negara

33
yang lazim harus diterapkan di berbagai negara di dunia. Mekanisme ini lazim disebut uji
materiil undang-undang atau jiudicial review. Untuk menjaga agar pembuat undang-
undang tidak semena-mena, konstitusi harus dijadikan dasar untuk menguji undang-undang
tersebut karena dalam konstitusilah prinsip-prinsip dasar bernegara diatur. Amandemen
ketiga UUD 1945 telah menetapkan kewenangan untuk mereview undang undang yang
terdapat di Mahkamah Konstitusi (MK), sedangkan kewenangan mereview peraturan
perundang-undangan di bawah UU diserahkan ke MA.
Hal ini berpotensi menimbulkan masalah, seperti kemungkinan munculnya
persengketaan antara Penmerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, atau di antara Pemerintah
Daerah karena adanya keputusan- keputusan yang bersifat mengatur (regeling) ataupun
keputusan-keputusan penetapan administratif (beschikking) yang dianggap merugikan
salah satu pihak. Keputusan hukum tersebut dapat berbentuk keputusan Gubernur,
keputusan Bupati, ataupun peraturan daerah, padahal tingkatannya jelas berada di bawah
Undang-undang yang seharusnya menjadi objek pengujian oleh Mahkamah Agung, bukan
Mahkamah Konstitusi. Akibatnya, sangat mungkin terjadi disharmonisasi dalam putusan
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menyangkut hal-hal yang berkaitan, namun
dengan yurisdiksi berbeda. Jika keduanya dibedakan, secara teoretis dapat saja terjadi di
mana untuk satu perkara yang terkait, putusan Mahkamah Agung justru saling
berlentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Sebagai contoh, oleh Mahkamah
Agung suatu Perataran Pernerintah dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang, tetapi
oleh Mahkamah Konstitusi Undang-undang yang bersangkutan justru dinyatakan
bertentangan dengan Konstitusi. Dalam melakukan proses judicial review, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan. Pertama, setelah mengidentifikasi permasalahan yang ada
mengenai regulasi terkait, surat permohonan judicial review dapat diajukan kepada Ketua
Mahkamah Agung/Mahkamah Konstitusi Republik Indenesia.
Dalam PERMA No: 1 Tahun 1999 disebutkan bahwa bila dalam 90 hari setelah
putusan diberikan kepadatergugat atau kepada Badan/Pejabat TUN, dan mereka tidak
melaksanakan kewajibannya, maka peraturan perundang-undangan yang dimaksud batal
demi hukum. Putusan yang dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum merupakan
putusan yang mengikat. Jadi, dapat diartikan bahwa jika dinyatakan suatu undang-undang,
baik seluruh pasalnya (berhubungan dengan keseluruhan jiwanya) maupun pasal pasal
tertentunya saja bertentangan dengan UUD, maka putusan tersebut wajib dicabut oleh DPR
dan Presiden dalam waktu tertentu. Jika tidak, maka undang-undang tersebut otomatis

34
batal demi hukum. Kurang lebih ada dua alternatif yang dapat ditawarkan untuk perbaikan
di kemudian hari, yaitu Alternatif pertama, segala peraturan atau kelengkapan dari
peraturan yang diputuskan tidak konstitusional, maka akan kehilangan pengaruhnya sejak
hari di mana putusan tersebut dibuat. Dengan catatan peraturan atau kelengkapan darinya
sehubungan dengan hukum pidana kehilangan pengaruhnya secara retroaktif.
Dalam hal demikian, dapat saja dibuka kembali persidangan mengingat tuduhannya
didasarkan pada peraturan yang dianggap inkonstitusional. Alternatif kedua, dapat
diberikan kewenangan bagi MA ataupun MK (nantinya) untuk memutus dampak atas
masing-masing putusan, apakah berdampak terhadap peraturan yang timbul sejak
pencabutan dilakukan (ex nunc) atau berdampak retroaktif (ex tunc). Jika pencabutan
putusan dilakukan secara ex tunc, pengaduan individu terhadap suatu peraturan yang
bersangkutan harus memiliki dampak umum (erga omnes), karena landasan hukum suatu
putusan pengadilan atau penetapan administratif telah dinyatakan batal demi hukum atau
dalam proses pembatalan. Dengan demikian. peraturan yang berlaku bagi individu yang
didasarkan pada landasan hukum yang serupa juga menjadi tidak berlaku. Di sini prinsip
jaminan terhadap individu di satu sisi dan prinsip kepastian hukum di sisi lain harus
berjalan seimbang. Setidaknya putusan dalam perkara kriminal harus dapat dibuka kembali
oleh peradilan biasa berdasarkan adanya pembatalan dari norma hukum pidana yang
menjadi dasar putusan tersebut.
2. Penyusunan Regulasi Publik
Berikut merupakan langkah-langkah menyusun regulasi publik
 Perumusan Masalah
Penyusunan diawali dengan merumuskan masalah yang akan diatur dan
mendeskripsikan masalah publik tersebut. Dapat dilakukan dengan penelitian
masalah publik yang ada di masyarakat, observasi atas objek permasalahannya.
Perumusan masalah meliputi:
a. Apa masalah publik yang ada?
b. Siapa masyarakat yang perilakunya bermasalah?
c. Siapa aparat pelaksana yang perilakunya bermasalah?
d. Analisis keuntungan dan kerugian atas penerapan regulasi publik!
e. Tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah publik?

 Perumusan Draft Regulasi Publik

35
Draf regulasi publik merupakan kerangka awal untuk mengatasi masalah
publik yang akan diselesaikan. Rancangan regulasi harus jelas mendeskripsikan
penataan wewenang bagi lembaga pelaksana dan perilaku bagi organisasi publik atau
masyarakat yang harus mematuhinya
Draft regulasi publik harus dapat menjelaskan siapa organisasi publik
pelaksana peraturan, kewenangan apa yang diberi, perlu tidaknya memisahkan organ
pelaksana peraturan dan organ yang menetapkan sanksi jika ada ketidakpatuhan,
persyaratan apa yang mengikat organisasi publik pelaksana, serta sanksi yang akan
dijatuhkan jika menyalahgunakan wewenang tersebut. Rumusan masalah dalam
masyarakat akan berkisar pada siapa yang berperilaku bermasalah, jenis pengaturan
apa yang proporsional untuk mengendlikan perilku tersebut, dan jenis sanksi yang
digunakan untuk memaksakan kepatuhan.

 Prosedur Pembahasan
Terdapat tiga tahap penting dalam pembahasan draft regulasi publik, yaitu
dengan lingkup tim teknis pelaksana organisasi publik (eksekutif), dengan lembaga
legislatif (dewan penasehat, dewan penyantun dan lain-lain), dan dengan masyarakat.
Pembahasan pada lingkup tim teknis adalah yang lebih merepresentasi kepentingan
eksekutif (manajemen). Setelah itu, dilakukan public hearing (pengumpulan
pendapat masyarakat). Pembahasan pada lingkup legislatif (DPR/D misalnya) dan
masyarakat biasanya sangat sarat dengan kepentingan politis.

 Pengesahan dan Pengundangan


Pengesahan yang dilakukan dalam bentuk penandatanganan naskah oleh pihak
organisasi publik (pimpinan organisasi). Dalam konsep hukum, regulasi publik
tersebut telah mempunyai kekuatan hukum materiil terhadap pihak yang
menyetujuinya. Sejak ditandatangani, rumusan hukum yang ada dalam regulasi
publik sudah tidak dapat diganti secara sepihak. Dalam konsep hukum, draft
rancangan regulasi publik sudah menjadi regulasi publik yang berkekuatan hukum
formal. Secara teoretis, "Semua orang dianggap mengetahui regulasi publik" mulai
diberlakukan dan seluruh isi/ muatan regulasi akuntansi sektor publik dapat
diterapkan.

36
Pandangan sosiologi hukum dan psikologi hukum menganjurkan agar tahapan
penyebarluasan (sosialisasi) regulasi publik harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar
terjadi komunikasi hukum antara regulasi publik dan masyarakat yang harus patuh.
Pola ini diperlukan agar terjadi internalisasi nilai atau norma yang diatur dalam
regulasi akuntansi sektor publik. Karena itu, ada tahap pemahaman dan kesadaran
untuk mematuhinya.
Perancang regulasi akuntansi sektor publik adalah orang yang secara
substansial menguasai permasalahan publik di daerah/lokasi tersebut. Permasalahan
yang akan diselesaikan harus dirumuskan dengan jelas agar dapat dipilih instrumen
hukum yang tepat. Selain itu, perancang adalah orang yang juga menguasai sistem
hukum yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar produk hukum regulasi akuntansi
sektor publik tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi, atau
bahkan menimbulkan persoalan hukum dalam penerapannya.

3. Permasalahan Regulasi Keuangan Publik di Indonesia


Permasalahan regulasi keuangan publik di Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut:
(1) Regulasi yang Berfokus pada Manajemen
Organisasi publik didirikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Perwujudan ini dicapai melalui pelayanan publik yang menjadi muara dari seluruh proses
pengelolaan organisasi publik. Segala proses yang dilakukan organisasi publik, baik
keuangan maupun nonkeuangan, diatur dengan regulasi publik. Dalam hal ini, salah satu
permasalahan yang ada dalam regulasi keuangan publik adalah regulasi yang berfokus
pada manajemen organisasi publik. Regulasi yang hanya terfokus pada pengaturan
wilayah manajemen sering kali mengaburkan proses pencapaian kesejahteraan
masyarakat. Jadi, regulasi publik harus fokus pada tujuan pencapaian organisasi publik
yaitu kesejahteraan publik. Dengan demikian, manajemen akan menata dirinya dalam
segala situasi dan kondisi mengikuti regulasi yang berfokus pada tujuan kesejahteraan
publik tersebut.
(2) Regulasi Belum Bersifat Teknik
Banyak regulasi publik di Indonesia yang tersusun dengan sangat baik untuk tujuan
kesejahteraan publik. Namun, banyak di antaranya tidak dapat diaplikasikan dalam
masyarakat. Hal ini terjadi karena regulasi tersebut tidak menjelaskan atau tidak disertai
dengan regulasi lain yang membahas secara lebih teknis bagaimana

37
mengimplementasikan regulasi tersebut. Sclain itu, di Indonesia juga ada beberapa
regulasi setingkat undang-undang yang tidak diikuti peraturan pelaksanaan di bawahnya,
sehingga pemerintah di tingkat dacrah tidak dapat melaksanakan undang-undang tersebut.
Bahkan hal ini dapat menimbulkan pertentangan antara undang-undang yang
bersangkutan dan peraturan pelaksanaan di tingkat daerah.
(3) Perbedaan Interpretasi antara Undang-undang dan Regulasi di Bawahnya
Regulasi ditetapkan untuk dilaksanakan dalam masyarakat. Regulasi yang baik
harus bersifat aplikatif, karena regulasi yang tidak jelas dan tidak aplikatif akan
menimbulkan multiinterpretasi dalam pelaksanaannya, menimbulkan berbagai
penyimpangan dari tujuan regulasi semula. Dalam kasus ini, salah satu permasalahan
regulasi di Indonesia adalah perbedaan interpretasi antara Undang-undang dan regulasi di
bawahnya, Dalam banyak kajian, beberapa ayat atau pasal dari undang-undang atau
regulasi terkait sering menimbulkan berbagai interpretasi yang berbeda dalam
pelaksanaannya. Di tingkat daerah, substansi dari isi undang undang terkait tidak dapat
diturunkan dalam peraturan daerah. Kondisi ini membuat tujuan peraturan pemerintah
tidak dapat tercapai sesuai konsep awalnya.
(4) Pelaksanaan Regulasi yang Bersifat Transisi Berdampak Pemborosan Anggaran
Seiring dengan era reformasi yang tengah melanda Indonesia, berbagai regulasi pun
juga mengikuti perubahan yang ada. Sejumlah besar revisi atau penyusunan regulasi yang
baru telah dilakukan oleh pemerintah atau organisasi publik lainnya. Sebagai
contoh. di bidang keuangan publik, reformasi di tingkat regulasi dimulai dengan lahirnya
UU No 17 Tahun 2003, yang diikuti dengan lahirnya Permendagri No 13 Tahun 2006,
yang direvisi kembali menjadi Permendagri No 59 Tahun 2007. Walaupun telah direvisi.
berbagai friksi terkait dengan materi peraturan tersebut tetap masih ada.
Fenomena perbaikan regulasi yang tak kunjung berakhir ini telah membuat para
aparat keuangan di tingkat daerah menjadi bingung. Selain itu, untuk mengaplikasikan
sebuah regulasi. kapasitas tertentu juga harus ada sehingga wajar jika pergantian regulasi
pasti akan diikuti dengan pengeluaran lain sebagai dampak dari bagian pelaksanaan
regulasi tersebut Saat ini, banyak regulasi yang bersifai transisi telah dilaksanakan secara
bertahap dan membutuhkan kapasitas tertentu uniuk melaksanakannya. Hal ini akan
mempengaruhi anggaran yang senantiasa meningkat dan cenderung boros. Pemborosan
anggaran akan menurunkan kapasitas organisasi dalam menjalankan roda organisasi
sehingga pencapaian tujuan organisasi semakin menurun.

38
(5) Pelaksanaan Regulasi Tanpa Sanksi
Kelemahan lain dari regulasi di Indonesia adalah pelaksanaan regulasi vang tanpa
sanksi. Dalam kasus ini, sanksi yang dimaksud adalah hukuman jika organisasi publik
tidak melaksanakan regulasi tersebut. Dengan tidak adanya sanksi, organisasi akan
seenaknya melaksanakan atau tidak melaksanakan regulasi tersebut. Sebuah regulasi
disusun dan disahkan dengan tujuan tertentu, yang dalam konteks ini sudah tentu
kesejahteraan publik. Jika organisasi tidak melaksanakan regulasi tersebut. secara
otomatis tujuan kesejahteraan publik tidak akan dapat tercapai. Karens itu, sanksi
terhadap organisasi yang tidak melaksanakan regulasi hendaknya dicantumkan dalam
setiap regulasi publik.

Implementsi :
Implementasi dari pemerintah Republik Indonesia terhadap virus corona(Covid-19)
yang menjadi pandemi di seluruh dunia yang berawal pada tahun 2020. Angka pasien yang
terkena kasus postif virus covid 19 ini terus meningkat dikarenakan penyebaran covid 19
yang sangat cepat. Pandemi ini berdampak pada banyak aspek yaitu aspek sosial dan
ekonomi. Untuk mengurangi penyebaran virus oemerintah menganjurkan social distancing
dan work from home dan mengakibatkan beberapa sektir seperti pariwisata, transportasi,
manufaktur, keuangan, pelayanan publik dan sektor lainya tidak beraktivitas untuk
sementara waktu.
Tentunya hal ini memiliki dampak yang begitu besar pada perekonomian negara
baik itu dalam skala makro maupun mikro. Faktor lain yang juga memberatkan yaitu
karena sebarannya sudah menjangkau sebagian besar wilayah di Indonesia. Oleh karena itu
sejumlah kebijakan dan langkah-langkah antisipatif telah dilakukan oleh  pemerintah, baik
pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dalam upaya
penanggulangan pandemi Covid-19 ini.
Langkah utama yang sudah dilakukan pemerintah yaitu  dengan  dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor  1 Tahun 2020
mengenai  Kebijakan   Keuangan  Negara  dan  Stabilitas  Sistem  Keuangan  untuk 
Penanganan  Pandemi Covid-19. Perppu tersebut secara garis besar membahas  dua hal,
yang  pertama  kebijakan  keuangan  negara dan keuangan daerah, yaitu mengatur
kebijakan pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Kedua adalah kebijakan stabilitas sistem

39
keuangan yang meliputi kebijakan untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan
yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan negara

Peningkatan pandemi Covid-19 diprediksi akan berakibat pada penurunan


pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020. Berdasarkan prediksi The Economist Intelligence
Unit sebagian besar negara G-20 akan mengalami  pertumbuhan ekonomi negatif kecuali
China (1,0), India (2,1), dan Indonesia (1,0). Pertumbuhan yang masih positif ini karena
baseline pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum Covid-19 sudah cukup tinggi dengan
real GDP growth sebesar 5,1.

Penurunan pertumbuhan ini diantaranya disebabkan oleh pelambatan ekonomi yang


berdampak pada penurunan pendapatan negara. Selanjutnya terdepresiasinya nilai rupiah,
merosotnya indeks harga saham di pasar modal, hingga munculnya masalah likuiditas
mengakibatkan terancamnya stabilitas perekonomian. Secara mikro, sepertinya dampak
pandemi Covid-19 dapat menyerang berbagai organisasi/instansi baik yang berskala besar
maupun kecil. Pada organisasi kecil tentu saja permasalahan ini akan sangat terasa karena
ketersediaan modal dan sumber daya mereka yang relatif masih kecil sehingga kesulitan
untuk membiayai kegiatan. Pada organisasi besar pandemi ini juga dapat berdampak
karena fixed cost yang harus dikeluarkan relatif besar, sementara arus pendapatan pasti
akan menurun.

Kondisi yang sama juga berlaku pada sektor pemerintahan. Penurunan pendapatan
dialami karena penurunan aktivitas ekonomi masyarakat, sementara terjadi peningkatan
belanja pemerintah, khususnya untuk bidang kesehatan dan sosial. Pada bulan pertama
mungkin pandemi Covid-19 belum terlalu berdampak besar pada keuangan pemerintah,
karena masih dapat memanfaatkan ketersediaan dana yang masih tersimpan. Namun
apabila pandemi ini tidak kunjung membaik, dampak keuangannya akan mulai dirasakan
pada beberapa bulan berikutnya karena adanya penurunan pendapatan yang tajam dan
masalah likuiditas. Oleh karena itu instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat ataupun
daerah, perlu mengerahkan kekuatan bersama dalam penanggulangan penyebaran pandemi
ini dengan memprioritaskan anggaran pemerintah di bidang kesehatan dan sosial. Disaat
yang sama pemerintah perlu menanggulangi dampak ekonomi dan keuangan, dengan target
pada masyarakat yang terdampak karena menurunnya daya beli.

40
Landasan Hukum dan Peraturan Perundangan dalam Menangani Pandemi Covid 19

Sejumlah regulasi yang menjadi landasan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam
penanganan pandemi Covid-19 diantaranya:

1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Republik Indonesia (Perppu)


Nomor 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan Negara dan stabilitas sistem
keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi
ancaman yang membahayakan perenomian nasional dan/atau stabilitas sistem
keuangan.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang
pembatasan social berskala besar dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
3. Keputusan Presiden RI Nomor 9 tahun 2020 tentang perubahan keputusan Presiden
nomor 7 tahun 2020 tentang gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang penetapan
kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19.
5. Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realokasi
anggaran, serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan
Covid-19.
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang percepatan
penanganan Covid-19 di lingkungan Pemerintah Daerah.
7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 19/PMK.07/2020 tentang
penyaluran dan penggunaan dana alokasi umum dan dana insentif daerah tahun
anggaran 2020 dalam rangka penanggulangan Covid-19.
8. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.03/2020 tentang
Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2020 tentang
pedoman pembatasan dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
10. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6/KM.7/2020 tentang
penyaluran dana alokasi khusus fisik bidang kesehatan dalam rangka pencegahan
dan/atau penanganan Covid-19.
11. Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2020 tentang
pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan Covid-19 di lingkungan
pemerintah daerah.
41
12. Surat Edaran Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
Nomor 3 tahun 2020 tentang penjelasan pelaksanaan barang/jasa dalam rangka
penanganan Covid-19.
13. Surat Edaran Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
Nomor 5 tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan pembuktian
kualifikasi/klarifikasi dan negosiasi pada pemilihan penyedia dalam masa wabah
Covid-19.
14. Surat Edaran Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Nomor SE-
6/KD2/2020 tentang tata cara reviu oleh aparat pengawasan intern pemerintah atas
pengadaan barang/jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
15. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 440/2622/SJ tentang Pembentukan
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah.
16. Surat Edaran Kementerian Keuangan RI Nomor S-247/MK.07/2020 tentang
penghentian proses pengadaan barang/jasa Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun
anggaran 2020 (selain bidang kesehatan dan bidang pendidikan ).
17. Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri RI Nomor 905/2622/SJ tentang
penghentian proses pengadaan barang/jasa Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun
anggaran 2020 (selain bidang kesehatan dan bidang pendidikan).
18. Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi No 8 Tahun 2020 tentang
Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Terkait Dengan
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.

Disamping Regulasi terkait yang telah dikeluarkan Pemerintah dalam menangani Covid-
19, ada beberapa acuan peraturan perundang-undangan terkait dengan penanganan bencana
sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.


2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang
pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana.
3. Perka LKPP nomor 13 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam
Penanganan Keadaan Darurat.

Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 di Indonesia

42
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi landasan pelaksanaan kebijakan refocusing
dan realokasi anggaran pemerintah. Penyesuaian anggaran pemerintah, yang meliputi
anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan merupakan salah satu kunci  awal  respon 
yang  harus  dilakukan instansi pemerintah dalam menghadapi perkembangan masalah ini.
Beberapa detail kebijakan yang sudah dibuat pemerintah pusat yaitu penambahan belanja
dan pembiayaan APBN 2020 sejumlah Rp405,1 triliun, yang dialokasikan sebesar Rp75
triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial atau social safety
net, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat, dan
Rp150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional.

Berdasarkan Keppres No.9 Tahun 2020, pemerintah juga telah menyusun kebijakan
terkait sumber pendanaan yaitu stimulus tahap 1, stimulus tahap 2, dan realokasi anggaran
APBN/APBD. Kebijakan stimulus tahap 1 dilakukan untuk memperkuat perekonomian
domestik, stimulus tahap 2 dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan kemudahan
ekspor-impor, sedangkan realokasi anggaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
dengan tingkat urgensi yang tinggi.

Implementasi Kebijakan Keuangan Negara

Dampak dari pandemi Covid-19 pada perekonomian dan keuangan diperkirakan bukan
hanya berdampak pada tahun ini saja, tetapi juga dapat berlanjut untuk beberapa tahun ke
depan. Oleh karena itu, perlu dilakukan antisipasi yang memadai diikuti oleh pengambilan
keputusan secara tepat, khususnya bagi instansi pemerintah untuk dapat meminimalisasi
dampak negatif pada sektor ekonomi dan keuangan negara. Sebagai rekomendasi, CAS
Unpad memberikan masukan kepada instansi pemerintahan sebagai alternatif solusi
mengacu kepada berbagai payung hukum yang telah dibuat Pemerintah, sebagai berikut:

1. Penyusunan kembali skala prioritas belanja. Hal pertama yang dapat dilakukan oleh
pemerintah, baik pusat maupun daerah, adalah melakukan analisis atas belanja yang
telah dianggarkan pada awal periode. Setelah itu pemerintah harus menentukan
skala prioritas dengan mengurutkan anggaran belanja berdasarkan tingkat

43
urgensinya. Pemerintah dapat melakukan refocusing pada anggaran terutama untuk
bidang kesehatan dan sosial. Refocusing anggaran belanja ini juga diperlukan
karena merosotnya asumsi anggaran pendapatan.
2. Realokasi belanja. Pengalokasian kembali terutama namun tidak terbatas pada
upaya pengalokasian anggaran belanja modal ke belanja operasional. Hal ini
penting untuk dilakukan karena prioritas utama kini menuju ke arah
penanggulangan Covid-19 serta berbagai efek dominonya. Kegiatan ini bisa
dilakukan dengan mengurangi/menghentikan sementara kegiatan pembangunan
infrastruktur, maupun kegiatan investasi lainnya direalokasikan untuk pengeluaran
penanggulangan Covid-19. Pemerintah dapat juga melakukan pemangkasan pada
belanja-belanja tertentu misalnya pengeluaran untuk perjalanan dinas, belanja rapat,
bimbingan teknis, penyuluhan, dan sejenisnya untuk dialihkan pada penanganan
Covid-19.
3. Pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL), dana abadi, dana yang dikuasai
pemerintah dengan kriteria tertentu, dan dana yang dikelola oleh BLU/BLUD.
Instansi pemerintah pusat maupun daerah dapat memanfaatkan sumber pendanaan
tersebut sesuai dengan peruntukannya untuk penanganan dampak Covid-19 dan
persiapan masa recovery.
4. Penetapan kebijakan relaksasi perpajakan pusat dan daerah. Memberikan stimulus
kepada sektor bisnis dan masyarakat, perlu dilakukan pengurangan beban,
penurunan tarif pajak, serta perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan.
5. Penyelarasan implementasi payung hukum dan komunikasi yang intensif dengan
berbagai pihak. Penyelarasan implementasi payung hukum diperlukan agar
kebijakan-kebijakan yang mendesak dan diluar kebiasaan yang mungkin nantinya
dieksekusi oleh aparatur pemerintahan dapat berjalan dalam koridor yang tepat.
Komunikasi yang intensif juga harus dibangun dengan baik, khususnya antara
pihak eksekutif sebagai pelaksana kebijakan dengan pihak legislatif, lembaga
pemeriksa/pengawas, penegak hukum, termasuk juga kepada masyarakat.
6. Mendorong keterlibatan lembaga pemeriksa, pengawas, dan penegak hukum, yaitu
BPK, BPKP, Inspektorat, dan KPK dalam mengawal dana penanganan Covid-19,
terutama pada kegiatan pengadaan barang dan jasa (PBJ), agar selalu berpegang
pada prinsip PBJ pada kondisi darurat.

44
7. Percepatan transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kelancaran dana
transfer dari pusat kepada daerah menjadi salah satu kunci penyelesaian masalah
pendanaan untuk mengatasi Covid-19 di daerah, karena pemerintah daerah akan
sangat tergantung dari kelancaran dana transfer dari pusat.
8. Penyesuaian pemanfaatan Penyertaan Modal Negara pada BUMN. Rencana
pengalokasian PMN kepada BUMN tertentu dapat diubah peruntukannya sesuai
dengan kebutuhan penanganan Covid-19.
9. Penggalangan dana sumbangan dari dunia usaha dan masyarakat secara masif dapat
menjadi sumber pendapatan yang digunakan dengan efektif dan
dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan.
10. Membuat aturan baru yaitu normal baru atau new normal untuk mengembalikan
perekonomian Indonesia yang merosot karena pembatasan jarak dan keluar rumah.
Pemerintah mengganti work from home menjadi peraturan protokol kesehatan new
normal dengan 3M (menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan).

Semoga pandemik Covid-19 ini akan segera berakhir dan dampaknya dapat ditangani
secara efektif melalui kerjasama yang kuat antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
bersama dengan seluruh masyarakat Indonesia.

Best Practice:
Pertanggungjawaban dan Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Masa
Kebijakan Keuangan akibat Pandemi Covid-19, meliputi:
 Membuat Normal baru (New Normal) untuk memperbaiki perekonomian di
Indonesia akibat Pandemi ini
Tidak bisa dimungkiri dengan adanya pembatasan aktivitas masyarakat, maka
pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung berhenti. Awal Juni 2020, Bank Dunia
memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 0 persen pada 2020.
Bahkan, dalam skenario terburuk bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus
3,5 persen.
Demi mencegah situasi ekonomi Indonesia semakin tidak kondusif, pemerintah
mulai melihat kemungkinan untuk melakukan relaksasi pembatasan sosial. Dalam rapat
terbatas pada tanggal 27 Mei 2020, Presiden Jokowi meminta agar dilakukan sosialisasi
45
kepada masyarakat tentang protokol tananan normal baru. “Tatanan normal baru yang
sudah disiapkan oleh Kementerian Kesehatan ini agar disosialisasikan secara masif
sehingga masyarakat tahu apa yang harus dikerjakan baik mengenai jaga jarak,
memakai masker, mencuci tangan, dan dilarang berkerumun dalam jumlah yang
banyak,” ujar Presiden.
Untuk mengatur mobilitas warga dengan protokol aman, beberapa dirjen di bawah
Kementerian Perhubungan segera mengeluarkan surat edaran yang mengatur
transportasi darat, perkeretapian, laut dan udara berlandaskan pada Surat Edaran No. 7
Tahun 2020 Tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 yang dikeluarkan
oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tanggal 6 Juni 2020.
Demi memperkuat pedoman bagaimana masyarakat dalam situasi normal baru,
Kementerian Kesehatan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
Hk.01.07/Menkes/382/2020 Tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat Di Tempat
Dan Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan Dan Pengendalian Covid-19. Segala
hal terkait bagaimana semestinya masyarakat bertindak di tempat umum dalam situasi
normal baru diatur dalam aturan ini. Kebijakan pemerintah untuk menerapkan normal
baru ini diharap berbarengan dengan kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga
protokol kesehatan secara ketat sebab covid-19 belum sepenuhnya sirna.

 Penggalangan Dana Sumbangan dari Dunia Usaha dan Masyarakat

Salah satu penggerak adalah Yayasan Graisena yang berbasis di Jakarta dan
digawangi sejumlah anak muda. Target utamanya adalah keluarga ekonomi bawah yang
kehilangan pencari nafkah utama akibat virus corona. Dalam skema Graisena, selama
14 hari bantuan sebesar Rp20 ribu akan mereka berikan kepada setiap anggota keluarga
dengan PDP. Artinya, jika keluarga itu berisi empat orang, maka mereka akan mendapat
Rp80 dari Graisena. Kalau secara medis sang pencari nafkah harus melanjutkan
karantina di rumah sakit lebih dari dua pekan, mereka akan meneruskan bantuan dana
tadi, maksimal hingga hari ke-45. Brian berkata, mereka tidak akan membatasi calon
penerima donasi berdasarkan domisili. Namun ia mengakui, jumlah donasi yang
diserahkan Graisena terbatas karena hanya bersumber dari profit bisnis para
anggotanya. Brian berkata, mereka yang sesuai dengan profil penerima donasi bisa

46
mengontak Graisena melalui media sosial. Syarat yang diminta Graisena adalah surat
keterangan dokter dan kartu keluarga.

Solidaritas serupa kini juga terus muncul di berbagai media sosial. Seperti
penggalangan dana berbasis publik, Kitabisa.com, hingga pertengahan Maret ini sudah
muncul belasan gerakan pengumpulan bantuan bertajuk #BersamaLawanCorona.
Nominal yang terkumpul dalam gerakan di Kitabisa.com itu, per Kamis (19/03) telah
mencapai lebih dari Rp2 miliar. Sumbangan masyarakat itu diklaim, antara lain, untuk
membeli alat pelindung diri bagi petugas medis dan peralatan disenfektan.

Sementara itu di Jakarta, Rumah Solidaritas Kemanusiaan diagendakan akan


menyediakan makan siang gratis bagi warga ekonomi bawah, per 23 Maret mendatang.
Penggagas gerakan itu adalah Sandyawan Sumardi. Melalui forum makan bersama itu,
Sandyawan dan para koleganya mensosialisasikan pencegahan virus corona secara
swadaya, seperti membuat cairan antiseptik dan masker mandiri. Menurut Sandyawan,
gerakan solidaritas antarwarga penting untuk mencegah dampak krisis virus corona
meluas.

Pemerintah memberikan Bantuan Pangan Non Tunai berupa sembako dan Program
Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial diklaim pemerintah bakal tetap
menjaga daya beli masyarakat selama status darurat penyebaran virus corona. PKH
adalah program kedua setelah bantuan sembako yang angkanya naik dari Rp150 ribu
menjadi Rp200 ribu per bulan. Gerakan itu berdampak pada masyarakat. Salahuddin
berkata, bantuan nontunai berupa sembako telah disalurkan Februari lalu. Kenaikan
besarannya akan diberlakukan hingga Agustus mendatang, sebagai instrumen fiskal
pemerintah mengatasi krisis virus corona. Sementara itu, merujuk keputusan Presiden
Joko Widodo, Salahuddin berkata PKH akan dicairkan akhir Maret. Adapun, setelah
jumlah kematian akibat virus itu berjumlah 25 orang per 19 Maret petang, pemerintah
berwacana melakukan tes massal untuk mendeteksi para penderita covid-19 lainnya di
berbagai daerah.

 Pemanfaatan Penyertaan Modal Negara pada BUMN.

Pasal 11 Perppu 1/2020 menyebutkan, program pemulihan ekonomi nasional dapat


dilaksanakan melalui penyertaan modal negara, penempatan dana dan/atau investasi
47
pemerintah, dan/atau kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh
pemerintah. Penyertaan modal negara dilakukan melalui BUMN yang ditunjuk.
Sedangkan penempatan dana dan atau investasi pemerintah dapat dilakukan langsung
oleh pemerintah dan/atau melalui lembaga keuangan, manajer investasi, dan/atau
lembaga lain yang ditunjuk. Skema penjaminan dapat dijalankan oleh langsung oleh
Pemerintah dan/atau melalui satu atau beberapa badan usaha penjaminan yang
ditunjuk. Pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada konferensi pers virtual


memberikan penjelasan mengapa diperlukan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk
BUMN. Salah satunya adalah usaha dalam memulihkan perekonomian nasional akibat
pandemi Covid-19. "Pemberian PMN kepada BUMN merupakan salah satu modalitas
dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemberian PMN itu juga disebut
dalam PP-PP (Peraturan Pemerintah) yang ada untuk program PEN. BUMN
berpartisipasi dalam membangkitkan kembali perekonomian, membuat lapangan kerja
tetap tercipta, membuat kegiatan usaha dilanjutkan yang mempunyai multiplier effect.
Jadi pemberian PMN juga merupakan salah satu cara pemulihan ekonomi nasional.

Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk tahun 2021 totalnya sekitar Rp42,385
triliun. "Secara total, alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) ke BUMN dan
Lembaga Rp42,385 triliun," jelas Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan, Meirijal
Nur. Dana tersebut dialokasikan kepada PLN, Hutama Karya, Sarana Multi Griya
(SMF), Indonesia Financial Group (IFG) Life-BPUI, Pelindo III, ITDC, Kawasan
Industri Wijayakusuma (KIW), PAL Indonesia, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) Indonesia Exim Bank. Menepis praktek masa lalu yang menganggap
PMN adalah pemborosan, Isa menegaskan bahwa PMN dipastikan tujuan dan
penggunaannya.

Kriteria BUMN yang mendapat PMN adalah pertama yang memiliki pengaruh,
dampak terhadap hajat hidup masyarakat. Kedua, eksposur terhadap sistem keuangan.
Ketiga peran calon penerima investasi, keempat kepemilikan pemerintah di BUMN
sebagai calon penerima investasi dan/atau kelima, total aset yang dimiliki calon
penerima investasi. Sebelum memberikan PMN, Kementerian BUMN dan

48
Kementerian Keuangan bersama-sama mengevaluasi BUMN mana saja yang perlu
mendapat PMN dan tidak. Dan juga mengevaluasi mana yang sebetulnya bisa
membiayai sendiri atau mengupayakan pembiayaannya sendiri, tidak serta-merta kita
setujui PMNnya. Yang di support kebanyakan adalah ide-ide, bahkan sebaliknya,
penugasan dari pemerintah yang harus dilakukan BUMN yang kapasitasnya terbatas,
tidak bisa sepenuhnya mengupayakan financing, funding, fund raising misalnya
dengan menerbitkan obligasi,

 Percepatan transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

Pemerintah telah melakukan Langkah penyesuaian anggaran dan refocusing


Transfer ke Daerah dan Dana Desa serta percepatan pembayaran insentif tenaga
kesehatan daerah. Pada hari Rabu, 17 Februari 2021, Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan, mengadakan Rapat Koordinasi dan FGD dengan tema “Kebijakan
Penyesuaian dan Refocusing Transfer ke Daerah dan Dana Desa & Percepatan
Pembayaran Insentif Tenaga Kesehatan Daerah”. Rapat Koordinasi dan FGD tersebut
dilakukan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dengan jumlah partisipan
mencapai lebih dari seribu orang yang terdiri dari perwakilan pemerintah daerah,
RSUD, Dinas Kesehatan, dan Instansi lain yang terkait. Pemaparan materi dipandu
oleh moderator Direktur Dana Transfer Khusus, Bapak Putut Hari Satyaka.

Pembukaan acara dilakukan oleh Bapak Astera Primanto Bhakti selaku Dirjen
Perimbangan Keuangan. Dirjen Perimbangan Keuangan memaparkan materi yang
pertama dengan tema Kebijakan Penyesuaian dan Refocusing Transfer ke Daerah dan
Dana Desa. Bapak Dirjen mengawali pembahasan mengenai realisasi penyaluran
Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA 2020 yang mencapai hampir seratus persen.
Selanjutnya Dirjen Perimbangan Keuangan memaparkan mengenai kebijakan
refocusing TKDD untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi dan penanganan
pandemi Covid-19. Dalam pelaksanaannya Kementerian Keuangan mengambil dua
langkah besar yaitu kebijakan earmark TKDD dan penyesuaian TKDD. Untuk
kebijakan earmark TKDD diantaranya yaitu pelaksanaan BLT desa sebesar Rp300.000
dan earmarked Dana Desa sebesar 8% (delapan persen) untuk kegiatan penanganan
pandemi Covid-19 berupa aksi desa aman Covid-19. Selanjutnya earmark paling
sedikit 8% (delapan persen) DAU atau paling sedikit 8% (delapan persen) DBH bagi

49
daerah yang tidak mendapat alokasi DAU. Dan terakhir earmark paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) dari alokasi DID untuk bidang kesehatan. Kebijakan kedua yang
diambil oleh kementerian keuangan adalah dengan adanya penyesuaian TKDD TA
2021. Diantaranya yaitu penyesuaian DAU dari Pagu alokasi APBN Rp390,29T
menjadi Rp377,79T, selanjutnya untuk DID dari pagu alokasi APBN sebesar
Rp19,98T dilakukan penyesuaian menjadi Rp19,48T. Sedangkan untuk DAK Fisik
dilakukan penyesuaian sebesar Rp1,6T atau sebesar 2,45% dari pagu alokasi APBN.
Terakhir yaitu DAK Non Fisik untuk jenis Dana TPG ditetapkan sebesar Rp1,6T dari
semula Rp1,99T.

Narasumber berikutnya adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Bapak


Oscar Primadi. Beliau membawakan pemaparan terkait regulasi pemberian insentif
tenaga kesehatan. Bapak Oscar Primadi menjelaskan mengenai kriteria fasilitas
pelayanan kesehatan yang dapat menjadi bagian dalam pemberian insentif dan
santunan kematian bagi residen, serta mekanisme pencairan insentif di pemda provinsi
atau pemda kabupaten/kota. Dalam kesempatan itu juga, Bapak Oscar Primadi
menjelaskan strategi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dalam
penyederhanaan pembayaran insentif tenaga kesehatan di daerah. Narasumber
selanjutnya yaitu Plt. Kepala Badan PPSDM Kementerian Kesehatan, Dr. Kirana
Pritasari. Beliau memaparkan terkait gambaran umum kebijakan percepatan
penyaluran insentif tenaga kesehatan. Pemaparan dari Kepala Badan PPSDM
dilanjutkan oleh Ibu Trisa Wahyuni Putri selaku Sekretaris Badan PPSDM Kemenkes.
Narasumber terakhir dibawakan oleh Bapak M. Adrian Noervianto selaku Direktur
Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, yang menjelaskan
kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah daerah dalam proses perubahan dalam
APBD.

 Mendorong keterlibatan lembaga pemeriksa, pengawas, dan penegak hukum,


yaitu BPK, BPKP, Inspektorat, dan KPK dalam mengawal dana penanganan
Covid-19.

Pemerintah membahas revisi dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja


negara melalui konferensi video bersama Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan pada
Senin 23 Maret 2020. Pembahasan tersebut terkait relokasi sejumlah anggaran untuk

50
menangani dampak pandemi virus corona di Indonesia. Dalam konferensi video
tersebut, pemerintah diwakili oleh Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati, Menteri Sekretariat Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet
Pramono Agung. Sementara, pimpinan BPK yang mengikuti rapat yakni Ketua BPK
Agung Firman Sampurna, Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, Anggota I BPK
Hendra Susanto, Anggota II BPK Pius Lustrilanang, Anggota III BPK Achsanul
Qosasi, Anggota IV BPK Isma Yatun, Anggota VI BPK Bahrullah Akbar, Anggota VI
BPK Harry Azhar Aziz, dan Anggota BPK VII BPK Daniel Lumbantobing.
Pemerintah dan BPK juga membahas pemeriksaan APBN 2019 dalam konferensi
video tersebut

Bapak Jokowi juga telah menandatangani Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 4
Tahun 2020 Tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan
Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.
Dalam Inpres ini, Kementerian bersama pemda diminta langsung mengajukan revisi
anggaran kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Kemenkeu juga telah
mengidentifikasi belanja kementerian dan lembaga Rp 62,3 triliun yang bisa
direalokasikan untuk penanganan virus corona. Sri Mulyani akan merealokasikan dana
kesehatan dari APBN hingga Rp 6,1 triliun untuk tenaga medis yang menangani
pasien virus corona. Dana tersebut akan diberikan melalui asuransi dan santunan.

 Penerapan Kebijakan Perpajakan

Pemerintah mengatur tentang kebijakan perpajakan. Aturan tersebut setidaknya


mencakup empat hal. Pertama, penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Kedua, perlakuan perpajakan dalam kegiatan
Perdagangan Melaui Sistem Elekronik (PMSE). Ketiga, perpanjangan waktu
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. Keempat, pemberian
kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas kepabeanan
berupa pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka penanganan kondisi
darurat serta pemulihan dan penguatan ekonomi nasional.

Di Pasal 5 Perppu 1/2020, pemerintah akan menyesuaikan tarif Pajak Penghasilan


Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap mengenai Pajak Penghasilan
(PPh) menjadi sebesar 22% yang berlaku pada tahun pajak 2020 dan Tahun Pajak
51
2021. Tarif tersebut kembali menurun menjadi 20% yang mulai berlaku pada tahun
pajak 2022.

Bukan hanya itu, para wajib pajak dalam negeri juga dapat memperoleh tarif 3%
lebih rendah dari tarif tersebut (yakni menjadi 19% dan 17%) apabila memenuhi
sejumlah persyaratan, antara lain wajib pajak itu berbentuk perseroan terbuka (PT) dan
merupakan emiten yang memiliki saham beredar di publik paling sedikit 40%. Untuk
mendukung kebijakan keuangan negara, pemerintah siap melaksanakan program
pemulihan ekonomi nasional. Program ini bertujuan melindungi, mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor
keuangan dalam menjalankan usahanya.

 Pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL), dana abadi, dana yang dikuasai
pemerintah dengan kriteria tertentu, dan dana yang dikelola oleh BLU/BLUD.
Pemerintah menggunakan anggaran yang bersumber dari Saldo Anggaran Lebih
yang selanjutnya disebut Sisa Anggaran Lebih atau disingkat SAL, adalah akumulasi
neto dari sisa lebih pembiayaan anggaran dan sisa kurang pembiayaan anggaran tahun-
tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup,
ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan. Kemudian dana abadi dan Akumulasi
Dana Abadi Pendidikan. Dan juga dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu,
dana yang dikelola oleh BLU; dan/atau, dana yang berasal dari pengurangan
Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN.

Bank Indonesia ( BI) siap membeli Surat Berharga Negara ( SBN) di pasar perdana
untuk membiayai defisit Anggaran Pemerintah dan Belanja Negara (APBN) maksimal
Rp 125 triliun. Adapun pembelian SBN di pasar perdana sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan akibat dampak Covid-
19.
Perry menuturkan, angka maksimal Rp 125 triliun sudah dihitung sesuai yang
disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat bersama Komisi XI
pada 30 April 2020. Saat itu, Sri Mulyani memaparkan jumlah kebutuhan pembiayaan
APBN selama 2020 sebesar Rp 1.439,8 triliun. Dari jumlah tersebut, rencana
penerbitan SBN di kuartal II hingga kuartal IV diperkirakan Rp 856,8 triliun. Sesuai

52
koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pihaknya ingin
mengutamakan dana dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) dan global bonds sebelum dibeli
BI. "Kalau lihat angka ini, saya pengin konfirmasi, apakah ini sudah
memperhitungkan penggunaan SAL dan global bond? Sudah kami bahas di KSSK dan
bilateral Kemenkeu-BI tapi angkanya gerak," tanya Perry. Asumsinya, bila
penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan global bonds sekitar Rp 300 triliun,
maka sisa penerbitan SBN rupiah di dalam negeri pada kuartal II sampai kuartal IV
2020 menjadi Rp 506,8 triliun. Dengan begitu, rerata lelang SBN sekitar Rp 28 triliun
selama kuartal II sampai kuartal IV 2020. Jumlah ini diperkirakan sebagian besar
dapat diserap pasar, baik investor domestik maupun asing. "Dengan mekanisme yang
telah disepakati, jumlah pembelian SBN di pasar perdana oleh Bank Indonesia untuk
pembiayaan umum APBN (above the Line) diperkirakan maksimal sekitar Rp 125
triliun," ucap Perry. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi tentang SAL
yan dikelola oleh BLU telah diterapkan.

 Penyusunan kembali skala prioritas belanja


Dalam rangka memastikan ketersediaan anggaran dengan tetap mempertahankan
kesehatan dan kesinambungan keuangan negara, pemerintah menetapkan perubahan
atas Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun Anggaran
2020, yang meliputi: i) Anggaran Pendapatan Negara; ii) Anggaran Belanja Negara;
iii) Surplus/ defisit anggaran; dan iv) Pembiayaan Anggaran. Perubahan Postur dan
Rician APBN 2020 ini ditetapkan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 54 tahun 2020. Anggaran Pendapatan Negara yang semula diperkirakan
sebesar Rp2.233 triliun berubah menjadi Rp1.760 triliun. Anggaran Pendapatan
Negara ini terdiri dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp1.462 triliun, Penerimaan
Negara Bukan Pajak sebesar Rp297,75 triliun dan Penerimaan Hibah sebesar
Rp498,74miliar.

Anggaran Belanja Negara yang semula diperkirakan sebesar Rp2.540,422 triliun


mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp2.613,8 triliun. Anggaran Belanja Negara ini
terdiri dari Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP) sebesar Rp1.851,10 triliun
(termasuk di dalamnya tambahan belanja untuk penanganan pandemic COVID-19
sebesar Rp255,110 triliun), serta Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa

53
(TKDD) yang diperkirakan sebesar Rp762,718 triliun. Berdasarkan perhitungan
Anggaran Pendapatan dan Anggaran Belanja Negara di atas, diperkirakan akan terjadi
defisit sebesar Rp852,935 triliun atau 5,07% terhadap PDB, sehingga untuk
Pembiayaan Anggaran dari semula diperkirakan sebesar Rp307,225 triliun berubah
menjadi Rp852,935 triliun. Struktur Anggaran Pemerintah Pusat (ABPP)
diprioritaskan penggunaannya untuk penanganan pandemic COVID-19 serta dampak
yang ditimbulkannya berupa ancaman yang membahayakan perekonomian nasional
dan/atau stabilitas sistem keuangan dengan fokus pada belanja kesehatan, jaring
pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian. Selain itu, untuk Anggaran Belanja
TKDD, pemerintah telah menentukan bahwa Anggaran Dana Desa dapat digunakan
antara lain sebagai dana jaring pengaman sosial di desa berupa bantuan langsung tunai
kepada penduduk miskin di desa dan kegiatan penanganan wabah COVID-19

Dalam Peraturan Presiden ini, diatur bahwa perubahan anggaran pada ABPP akan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, yang meliputi :

1. pergeseran pagu anggaran antar unit organisasi, antar fungsi, dan/atau antar
program dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 dan/atau menghadapi
ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/ atau stabilitas sistem
keuangan,
2. perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak
termasuk penggunaan saldo kas Badan Layanan Umum,
3. perubahan anggaran belanja yang bersumber dari pinjaman termasuk pinjaman luar
negeri baru untuk penanggulangan bencana alam,
4. perubahan anggaran belanja yang bersumber dari hibah termasuk hibah yang
diterushibahkan;
5. perubahan anggaran belanja dalam rangka penanggulangan bencana alam,
6. perubahan anggaran belanja yang bersumber dari klaim asuransi Barang Milik
Negara pada kementerian negara/lembaga tertentu,
7. perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara
untuk pembiayaan kegiatan/proyek Kementerian Negara/Lembaga termasuk
penggunaan sisa dana penerbitan Surat Berharga Syariah Negara yang tidak
terserap pada tahun 2019,

54
8. perubahan anggaran Belanja Pemerintah Pusat berupa perubahan pagu untuk
pengesahan belanja yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri yang telah
closing date,
9. perubahan pembayaran program pengelolaan subsidi berdasarkan perubahan
asumsi dasar ekonomi makro, perubahan parameter, dan/atau pembayaran
kekurangan subsidi tahun-tahun sebelumnya,
10. perubahan pembayaran investasi pada organisasi/lembaga keuangan internasional,
badan usaha internasional sebagai akibat dari perubahan kurs,
11. perubahan anggaran Belanja Pemerintah Pusat berupa penambahan pagu karena
luncuran Rupiah Murni Pendamping DIPA Tahun 2019 yang tidak terserap untuk
pembayaran uang muka kontrak kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri,
12. perubahan/tambahan kewajiban yang timbul dari penggunaan dana Saldo Anggaran
Lebih, Penarikan Pinjaman Tunai, penerbitan Surat Berharga Negara dan/atau
pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum sebagai akibat tambahan
pembiayaan,
13. pergeseran anggaran antar program dalam 1 (satu) Bagian Anggaran untuk
penanggulangan bencana alam,
14. pergeseran anggaran dari Bagian Anggaran 999.08 (Bendahara Umum Negara
Pengelola Belanja Lainnypppa) untuk pemberian bantuan dan/atau hibah kepada
pemerintah daerah dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) dan/ atau kebijakan stimulus fiskal dalam rangka mengurangi dampak
ekonomi,
15. pergeseran Bagian Anggaran 999.08 (Bendahara Umum Negara Pengelola Belanja
Lainnya) ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, antar subbagian
anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN), atau antar keperluan dalam
Bagian Anggaran 999.08,
16. pergeseran anggaran belanja yang dibiayai dari Penerimaan Negara Bukan Pajak
antar satuan kerja dalam 1 (satu) program yang sama atau antar program dalam satu
Bagian Anggaran,
17. pergeseran anggaran antar program dalam 1 (satu) Bagian Anggaran yang
bersumber dari rupiah murni untuk memenuhi kebutuhan belanja operasional,

55
18. pergeseran anggaran antar program dalam 1 (satu) Bagian Anggaran untuk
memenuhi kebutuhan pengeluaran yang tidak diperkenankan (ineligible
expenditure) atas kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/ atau hi bah luar negeri,
19. pergeseran anggaran antar program dalam rangka penyelesaian restrukturisasi
Kementerian Negara/Lembaga,
20. realokasi anggaran bunga utang sebagai dampak dari perubahan komposisi
instrumen pembiayaan utang dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi dan fiskal,
dan
21. pergeseran anggaran dalam satu atau antar Provinsi/Kabupaten/Kota dan/atau antar
kewenangan untuk kegiatan dalam rangka tugas pembantuan, urusan bersama,
dan/atau dekonsentrasi.

Daftar Pustaka

56
___. 2020. Implementasi Kebijakan Keuangan di Pemerintah Pusat dan Daerah Akibat
Pandemi Covid 19. https://feb.unpad.ac.id/implementasi-kebijakan-keuangan-di-
pemerintah-pusat-dan-daerah-akibat-pandemi-covid-19/ (diakses tanggal 3 Maret 2021)

___. 2020. Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 dimasa pandemi Covid-19.
http://www.anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/perubahan-postur-dan-rincian-apbn-2020-di-
masa-pandemi-covid-19 (diakses tanggal 5 Maret 2021)

___. 2021. Rapat Koordinasi dan Focus Group Discussion: Kebijakan Penyesuaian dan
Refocusing Transfer ke Daerah dan Dana Desa & Percepatan Pembayaran Insentif Tenaga
Kesehatan Daerah. http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?p=18382 (diakses tanggal 5 Maret
2021)
Baskoro,Sandy. 2020. Begini Skenario Kebijakan Keuangan Negara dalam Perppu
Pandemi Corona. https://nasional.kontan.co.id/news/begini-skenario-kebijakan-keuangan-
negara-dalam-perppu-pandemi-corona?page=all (diakses tanggal 4 Maret 2021)

Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Gitiyarko, Vincentius.2020. Upaya dan Kebijakan Pemerintah Indonesia Menangani


Pandemi Covid-19. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/upaya-dan-
kebijakan-pemerintah-indonesia-menangani-pandemi-covid-19 (diakses tanggal 3 Maret
2021)

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 38/PMK.02/2020 (Tentang


Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan
Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan)

Puspita, Mutiara Ursula. 2020. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-


suluttenggomalut/baca-artikel/13163/Pelaksanaan-Anggaran-Pada-Masa-Pandemi-Covid-
19.html (diakses tanggal 5 Maret 2021)

Ulya, Fika Nurul. 2020. Biaya Defisit APBN, BI siap serap SBN Rp 128 Triliun.
https://money.kompas.com/read/2020/05/06/153100826/biayai-defisit-apbn-bi-siap-serap-
sbn-rp-125-triliun-?page=2 (diakses tanggal 5 Maret 2020)
57
Wijaya, Yulius Satria. 2020.Virus corona: Solidaritas bantuan untuk warga ekonomi
bawah, 'lebih baik daripada saling menyalahkan'.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51962678 (diakses tanggal 5 Maret 2021)

Victoria, Agatha Olivia. 2020. Realokasi Anggran untuk Pandemi Corona, Pemerintah
Konsultasi ke BPK. https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/5e9a4212b469e/relokasi-
anggaran-untuk-pandemi-corona-pemerintah-konsultasi-ke-bpk (diakses tanggal 5 Maret
2020)

Wijaya, Yulius Satria. 2020.Virus corona: Solidaritas bantuan untuk warga ekonomi
bawah, 'lebih baik daripada saling menyalahkan'.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51962678 (diakses tanggal 5 Maret 2021)

58

Anda mungkin juga menyukai