DISUSUN OLEH
HENDRA
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas segala rahmat dan berkat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas Makalah Akuntansi Sektor Publik dengan pokok bahasan tentang Regulasi
Keuangan Sektor Publik.
Harapan Kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini
selanjutnya. Sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar kedepannya dapat
lebih baik.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………………………… 3
C. TUJUAN PENULISAN………………………………………………………… 4
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN………………………………………………………………… 14
B. SARAN………………………………………………………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 15
BAB 1
PENDAHULUAN
Regulasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengendalikan masyarakat dalam aturan
tertentu. Regulasi banyak digunakan untuk menggambarkan peraturan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Istilah regulasi memiliki artian yang cukup luas. Regulasi banyak diterapkan pada peraturan
hukum negara, perusahaan dan organisasi.
Terminologi keuangan publik yaitu dapat diartikan sebagai keuangan negara. Keuangan negara yang
artinya aktivitas finansial pemerintah. Keuangan negara menurut UU 17/2003 “semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.
Ketika kita memahami apa maksud dari regulasi serta keuangan publik maka kita mungkin akan langsung
mengarahkan pandangan kita pada peraturan-peraturan yang mengatur regulasi tersebut. Namun,
untuk membuat peraturan tersebut harus ada dasar hukum, dan harus memahami lebih dalam
bagaimana cara penyusunannya, apa saja yang terkait, serta memahami etika pengelolaan keuangan
publik.
Selama ini kita melihat beberapa regulasi keuangan sector publik memiliki permasalahan
contohnya alokasi anggaran pelayanan publik, jumlah pencairan dana tidak sesuai dengan anggaran.
Berdasarkan contoh tersebut, maka diperlukan kedudukan dan peran oleh pihak pemerintah dalam
memperbaiki kualitas pelayanan publik. Jika peran tersebut berjalan dengan baik maka akan
menghasilkan kualitas publik yang baik terutama di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
12. Apa Kedudukan dan Peran Pemerintah dalam Memperbaiki Kualitas Pelayanan Publik?
C. TUJUAN PENULISAN
12. Mengetahui Kedudukan dan Peran Pemerintah dalam Memperbaiki Kualitas Pelayanan Publik
BAB II
PEMBAHASAN
Regulasi berasal dari bahasa Inggis, yakni regulation atau peraturan. Dalam kamus bahasa Indonesia
(Reality publisher, 2008), kata “peraturan” mengandung arti kaidah yang dibuat untuk mengatur,
petunjuk yang dipakai untuk menata sesuatu dengan aturan, dan ketentuan yang harus dijalankan serta
dipatuhi. Jadi, regulasi publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses
pengelolaan organisasi publik, baik pada organisasi pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, partai
politik, yayasan, LSM, organisasi keagamaan/tempat peribadatan, maupun organisasi sosial masyarakat
lainnya.
Teknik penyusunan regulasi publik berupa rangkaian alur tahapan, sehingga regulasi publik tersebut siap
disusun dan kemudian ditetapkan serta diterapkan.
Ø Pendahuluan
Perencanaan regulasi publik harus mampu mendeskribsikan latar belakang perlunya disusun regulasi
publik.
Sebuah regulasi publik disusun karena adanya berbagai isu terkait, yang membutuhkan tindakan khusus
dari organisasi publik.
Sebuah regulasi publik disusun dan ditetapkan jika solusi alternatif atau suatu permasalahan telah dapat
dirumuskan. Selain itu, penyusunan dan penetapan regulasi publik juga dilakukan dengan misi tertentu
sebagai wujud komitmen serta langkah organisasi publik menghadapi rumusan solusi permasalahan
yang ada.
Di setiap jenjang struktur pemerintahan dikenal regulasi tersendiri, seperti peraturan daerah atau
keputusan keputusan kepala daerah sebagai aturan di daerah, bentuk aturan lainnya adalah Undang-
Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan
Pemerintah dan Peraturan Presiden.
Ø Bagaimana mengaturnya
Subtansi regulasi publik yang disusun harus bisa menjawab pertanyaan berbagai solusi atas
permasalahan yang ada.
Ø Diskusi/musyawarah
Materi regulasi publik harus disusun dan dibicarakan melalui mekanisme forum diskusi atau pertemuan
khusus publik yang membahas regulasi publik.
Ø Catatan
Catatan yang dimaksud adalah hasil dari proses diskusi yang dilakukan sebelumnya.
Ø Perumusan Masalah
Penyusunan regulasi publik diawali dengan merumuskan masalah yang akan diatur. Perumusan masalah
publik meliputi hal-hal berikut:
Permaslahan
Pihak Terkait
Perencanaan Publik
Penganggaran publik
Bagian keuangan
Kurangnya bukti
Pertanggungjawaban publik
Permasalahan
Kerugian
Solusi tindakan
Perluasan akses ke informasi yang terkait dengan mekanisme pengadaan baranag dan jasa
Ketidaktepatan waktu pelaporan
Kurangnya bukti
Ketidakpercayaan publik
Draft regulasi publik pada dasarnya merupakan kerangka awal yang dipersiapkan untuk mengatasi
mengatasi masalah publik yang hendak diselesaikan. Terkait dengan jenis regulasi publik yang akan
dibentuk, rancangan regulasi publik tersebut harus secara jelas mendeskripsikan perataan wewenang
bagi lembaga pelaksana dan perilaku bagi organisasi publik atau masyarakat yang harus mematuhinya.
Ø Prosedur Pembahasan
Terdapat tiga tahap penting dalam pembahasan draft regulasi publik, yaitu dalam lingkup tim teknis
pelaksana organisasi publik (eksekutif), dengan lembaga legislatif (dewan penasihat, dewan penyantun
dan lain-lain), dan dengan masyarakat. Pembahasan pada lingkup tim teknis adalah yang lebih
merepresentasi kepentingan eksekutif(manajemen). Setelah itu, dilakukan publik hearing (pengumpulan
pendapat masyarakat). Pembahasan pada lingkup legislatif (DPR/D misalnya) dan masyarakat biasanya
sangat sarat dengan kepentingan politis.
Perjalanan terakhir dari draft regulasi publik adalah pengesahan yang dilakukan dalam bentuk
penandatanganan naskah oleh pihak organisasi publik (pimpinan organisasi). Dalam konsep hukum,
regulasi publik tersebut telah mempunyai kekuatan hukum materiil terhadap pihak yang menyetujuinya.
Sejak ditandatangani, rumusan hukum yang ada dalam regulasi publik sudah tidak dapat diganti secara
sepihak.
Kewajiban negara adalah berupa pelaksanaan tugas-tugas pemerintah sesuai dengan pembukaan UUD
1945 yaitu :
2. Hak untuk memungut sumber-sumber keuangan, seperti pajak, bea dan cukai
3. Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dinikmati oleh khalayak umum, yang dalam
hal ini pemerintah dapat memperoleh (kontra prestasi) sebagai sumber penerima negara
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial
Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah tersebut dapat berupa pengeluaran dan diakui
sebagai belanja negara. Dalam UUD 1945 Amandemen IV, secara khusus diatur mengenai Keuangan
Negara, yaitu pada BAB VIII pasal 23 yang berbunyi sebagai berikut :
1. Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang. Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah
menjalankan anggaran tahun lalu.
5. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan ketentuan tersebut, ditetapkan Undang-undang tentang APBN untuk tahun anggaran
bersangkutan. Penyusunan APBN bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang
dimaksud pada pasal 23 ayat (1) UUD 1945, tetapi juga sebagai dasar rencana kerja yang dilaksanakan
oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyusunannya didasarkan
atas Rencana Strategi dalam UU Propenas, dan pelaksanaannya dituangkan dalam UU yang harus
dijalankan oleh Presiden/Wakil Presiden dan Menteri-menteri serta pimpinan Lembaga Tinggi Negara
Lainnya.
Berdasarkan pasal 18 UUD 1945, tujuan pembentukan daerah otonom adalah meningkatkan daya guna
penyelenggaraan pemerintah untuk melayani masyarakat dan melaksanakan program pembangunan.
Dalam rangka penyelenggaraan daerah otonom, menurut penjelasan pasal 64 Undang-undang No. 5
tanhun 1974, fungsi penyusunan APBD adalah untuk:
1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang bersangkutan
3. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan kepala daerah
khususnya, karena anggaran pendapatan dan belanja daerah itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan
pemerintah daerah
4. Melaksanakan pengawasan terhadap pemerintahan daerah dengan cara yang lebih mudah dan
berhasil guna.
5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan
Keuangan Daerah didalam batas-batas tertentu
Di Indonesia, beberapa upaya untuk membuat standar yang relevan dengan praktek-praktek akuntansi
di organisasi sektor publik telah dilakukan baik oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) maupun oleh
pemerintah sendiri. Untuk organisasi nirlaba, IAI menerbitkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 45 (PSAK No.45) tentang organisasi nirlaba. PSAK ini berisi akidah-akidah atau prinsip-prinsip
yang harus diikuti oleh organisasi nirlaba dalam membuat laporan keuangan. Selain itu, juga lahir
Undang-undang no.16 tahun 2001 tentang yayasan yang mengatur masalah organisasi publik yang
berbentuk yayasan. Juga ada regulasi publik terkait dengan partai politik seperti Undang-undang no.2
tahun 2008 tentang bantuan keuangan kepada partai politik.
Kebijakan desentralisasi telah mengubah sifat hubungan antar pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah, antara BUMN dengan Pemerintah Pusat; antar Pemerintah dengan masyarakat, dan berbagai
entitas lain dalam pemerintahan. Perananan laporan keuangan telah berubah dari posisi administrasi
semata menjadi posisi akuntabilitas di tahun 2000. Pergeseran peranan laporan keuangan ini telah
membuka peluang bagi posisi akuntansi sektor publik dalam manajemen pemerintahan dan organisasi
sektor publik lainnya. Jadi tujuan akuntansi sektor publik adalah untuk memastikan kualitas laporan
keuangan dalam pertanggungjawaban publik.
Sebagai perspektif baru, berbagai prasarana akuntansi sektor publik perlu dibangun, seperti:
a. Standar Akuntansi Sektor Publik untuk Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah, dan organisasi
sektor publik lainnya
b. Account Code untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun organisasi sektor publik
lainnya, dimana review terhadap transaksi yang berkaitan dapat dilakukan dalam rangka konsolidasi dan
audit
c. Jenis Buku Besar yang menjadi pusat pencatatan data primer atas semua transaksi keuangan
pemerintah
d. Manual sistem Akuntansi Pemerintahan dan Organisasi lainnya yang menjadi pedoman atas jenis-
jenis transaksi dan perlakuan akuntansinya
Dengan kelengkapan prasarana tersebut, para petugas dibidang akuntansi dapat melakukan pencatatan,
peringkasan, dan pelaporan keuangan, baik secara manual maupun komputasi. Akibat tidak tersedianya
prasaran diatas, muncul persepsi bahwa :
b. Akuntansi harus dikerjakan oleh SDM yang terdidik dalam jangka waktu panjang.
Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pengertian daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat
I yang meliputi propinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau kabupaten. Disamping
itu,ada beberapa peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-undangan,antara lain:
2. Pemerintah Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha
Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang Manual Administrasi Keuangan
Daerah
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah
6. Keputusan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan Perhitungan APBD
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25
tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah dua undang-undang yang
berupaya mewujudkan etonomi daerah yang lebih luas. Sebagai penjabaran otonomi daerah tersebut di
bidang administrasi keuangan daerah,berbagai peraturan perundangan yang lebih operasional dalam
era reformasipun telah dikeluarkan. Beberapa regulasi yang relevan antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas Dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851)
2. Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan
Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4022)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala
Daerah
Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik” adalah penerapan akuntansi dalam
praktik pemerintah guna mewujudkan good governance. Landasan hukum pelaksanaan reformasi
tersebut telah disiapkan oleh Pemerintah dalam suatu Paket UU Bidang Keuangan Negara yang terdiri
dari UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan
Negara yang pada saat ini telah disahkan oleh DPR.
Terdapat empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang telah dirumuskan dalam 3 Paket UU
Bidang Keuangan Negara tersebut, yaitu :
4. Adanya lembaga pemeriksa internal yang kuat, profesional, dan mendiri serta dihindarinya
duplikasi dalam pelaksanaan pemerintahan.
Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang No. 25 Tahun Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan demikian,
pelaksanaan tiga UU Bidang Keuangan Negara tersebut nantinya, selain menjadi acuan dalam
pelaksanaan reformasi manajemen pemerintah, diharapkan akan memperkokoh landasan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di NKRI.
Mengatur mengenai semua hak dan kewajiban Negara mengenai keuangan dan pengelolaan kekayaan
Negara, juga mengatur penyusunan APBD dan penyusunan anggaran kementrian/lembaga Negara
(Andayani, 2007)
Mengatur pengguna anggaran atau pengguna barang, bahwa undang-undang ini mengatur tentang
pengelolaan keuangan Negara yang meliputi pengelolaan uang, utang, piutang, pengelolaan investasi
pemerintah dan pengelolaan keuangan badan layanan hukum. (Andayani, 2007)
Mengatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilaksanakan
oleh BPK. BPK menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan kepada DPR dan
DPD.Sedangkan laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada DPRD. (Andayani, 2007).
Empat Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara yang didasarkan pada ketiga Undang-undang di atas,
yaitu :
3. Adanya pemeriksa eksternal yang kuat, profesional dan mandiri dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16, dapat dilihat
bahwa definisi pendapatan dan belanja negara/daerah berbasis akrual karena disana disebutkan
bahwa : Pendapatan negara/daerah dalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah pusat/daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Namun kita diperkenankan untuk transisi karena saat itu
praktik yang ada adalah dengan menggunakan basis kas, dimana pendapatan dan belanja diakui saat
uang masuk/keluar ke/dari kas umum negara/daerah. Dispensasi ini tercantum dalam Pasal 36 ayat 1
UU 17 Tahun 2003 yang intinya ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun, artinya sampai dengan
tahun 2008. Untuk masa transisi itulah PP 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah terbit,
dimana kita memakai basis Kas Menuju Akrual (Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas,
Neraca berdasarkan basis Akrual). Dalam pelaksanaan PP 24 Tahun 2005 tersebut hingga Laporan
Keuangan Pemerintah tahun 2008 selesai diaudit di tahun 2009, ternyata opini yang didapat pemerintah
saat itu masih menyedihkan. Untuk itulah, Pemerintah akhirnya berkonsultasi dengan Pimpinan DPR,
dan disepakati bahwa basis akrual akan dilaksanakan secara penuh mulai tahun 2014.
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP
24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya
baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan Menteri Dalam
Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini dengan PP-PP lain.
Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I merupakan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Regulasi keuangan sektor publik merupakan ketentuan yang harus di jalankan dan di patuhi dalam
proses pengelolaan organisasi publik baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan serta
organisasi lainnya.
Proses penyelenggaraan pemerintahan ditujukan untuk mengkoordinasi pelaksanaan hak dan kewajiban
warga negara dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara maupun
keuangan daerah, sebagai mana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 perlu dilaksanakan
secara profesional, terbuka dan bertanggungjawab untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik mempunyai tugas mengkaji,
menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan kebijakan pengadaan barang/jasa nasional, serta
melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya.
Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa,
yakni upaya meminimasi kesenjangan antara tingkat layanan dengan harapan konsumen.
B. SARAN
Permasalahan terbesar dalam regulasi keuangan sector public di Indonesia adalah melanggar peraturan.
Beberapa pihak bahkan turut campur tangan, sehingga dapat mengakibatkan keadilan dalam bentuk
jaminan sosial serta keuangan yang tidak sesuai. Oleh karena itu, perlu adanya sanksi yang sesuai
dengan apa yang disebabkan agar regulasi public di Indonesia semakin membaik berdasarkan dengan
UU.
DAFTAR PUSTAKA
(http://kedebok.blogspot.com/2013/03/akuntansisektor-publik-pokokpembahasan_21.html, diakses
tanggal 2 September 2018)
(http://gratiscatanku.blogspot.com/2013/03/regulasi-keuangan-sektor-publik-di.html, di akses 2
September 2018)
(https://www.coursehero.com/file/26347733/ASP-Kelompok-2-Regulasi-Keuangan-Sektor-Publikdoc,
diakses 2 September 2018)
(http://blogoblokgoblok.blogspot.com/2016/12/definisi-regulasi-publik-akuntansi.html, di akses 4
September 2018)