Anda di halaman 1dari 49

HUKUM

LINGKUNGAN DAN
KEPARIWISATAAN
Oleh
I WAYAN WESNA ASTARA
Bahan Diskusi MHS S2. Kenotariatan
POKOK BAHASAN
1. Hukum dan kebijaksanaan lingkungan dalam
kepariwisataan
2. Asas-asas hukum lingkungan dan kepariwisataan
di Indonesia
3. Filosofi Tri Hita Karana dalam praktik
kenotariatan
4. Fungsi Notaris dalam Pengelolaan lingkungan
hidup
5. Hukum Lingkungan Kepariwisataan dan zona
kawasan suci di Bali.
KEPARIWISATAAN
Sebagai Disiplin Ilmu
Richardson dan Fluker (2004)  dikembangkan sebagai
disiplin ilmu yang disebut dengan Tourismologi.
Leiper (1995), mendukung pengembangan kepariwisataan sebagai suatu
disiplin ilmu tersendiri dengan menyebut tourismologi sebagai tourism
disiplin.
Menggukan pendekatan (Fil. Ilmu)  Ontologi,
epistimologi, dan aksiologi.
Kepariwisataan sangat sensitip terhadap pengaruh
eksternal, baik kejadian alam, maupun budaya,
semuanya dapat dianalisis.
Kajian Pariwisata secara teoritis dan empiris.
Lanjutan
 Pariwisata semakin berkembang dari disiplin yang
sudah “mapan” Geografi pariwisata, Psikologi
Pariwisata, Ekonomi Pariwisata, Sosiologi Pariwisata,
Antropologi Pariwisata, Hukum Pariwisata.
 Mengapa berkembang Pariwisata? Ada wisatawan dan
Pariwisata.
Pariwisata berkembang krn adanya gerakan manusia
dalam mencari sesuatu yang belum diketahui, menjadi
wilayah baru, mencari perubahan suasana atau
mendapat perjalanan baru (Robinson, 1976).
Lanjutan
 Pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban
manusia, ditandai adanya pergerakan manusia yang
melakukan ziarah dan perjalanan agama serta lainnya.
 Sebagai fenomena modern tonggak bersejarah dalam
pariwisata dapat ditelusuri dalam perjalanan Marcopolo
(tahun 1254-1324) menjelajah Eropa sampai Tiongkok,
kemudian kembali ke Venesia.
Indonesia th 1910 dibentuknya VTV (Vereeneging Toeristen
Verkeen) Badan Pariwisata Belanda berkedudukan di Batavia)
Indonesia Merdeka, kemudian Pemerintah membentuk HONET
(Hotel National and Tourism), badan yg bertugas
menghidupkan kembali Pariwisata.
PARIWISATA

• Pariwisata  adalah bermacam kegiatan kegiatan wisata dan didukung


oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat
pengusaha dan pemerintah, dan pemerintah daerah (Pasal 1 angka (3)
UU No. 10 tahun 2009 tentang Pariwisata; sedangkan “Wisatawan”
adalah orang yang melakukan wisata, Pasal 1 angka 2.
• Peraturan Daerah Prov. Bali No. 5 Tahun 2020, tentang standar
penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali, (Pasal 1, angka 12) 
Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan bali yang
berlandaskan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh Filosofi Tri Hita Karana
yang bersumber dari nilai-nilai budaya dan kearifan local sad kerthi dan
berbasis taksu.
DESTINASI PARIWISATA

 Komponen Destinasi Pariwaisata meliputi:


 DTW
 Desa Wisata
 Aksesisbilitas ; dan
 Sarana Prasarana Umum, dan pasilitas pariwisata
(Pasal 5, ayat (1) .
Kepariwisataan bertujuan untuk :
(UUNo.10. th 2009 ttg kepariwisataan (Ps. 4):
a) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b) Meningkatkan kesejahtraan rakyat;
c) Menghapuskan kemiskinan;
d) Mengatasi pengangguran;
e) Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;
f) Memajukan kebudayaan;
g) Mengangkat citra bangsa;
h) Memupuk cinta tanah air;
i) Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
j) Mempererat persahabatan antarbangsa.
KEPARIWISATAAN
1. UU Kepariwisataan Nomor: 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan.
2. Pengertian Pariwisata dan Kepariwisataan.
3. Sejarah Pariwisata, Konsep Dasar Pariwisata.
4. Ciri-ciri Pariwisata, unsur-unsur utama produk
pariwisata, keunikan industry pariwisata, dampak
industry pariwisata.
lanjutan
1. UU Nomor: 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Pelaksanaan Penataan Ruang,
pemanfaatan Ruang, Pengertian wilayah dan
system wilayah, kawasan pedesaan dan kawasan
perkotaan;
2. Mengenalisis Masalah-masalah Hukum
berdasarkan konsep dan teori-teori hukum:
THK, PARIWISATA DAN NOTARIS.
• Konsep THK merupakan konsep yang telah secara turun-temurun diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali.6 Konsep ini secara tidak langsung
mempengaruhi kebijakan dan prilaku dari usaha pariwisata yang ada di Bali.
• Berkaitan dengan konsep THK yang menjadi dasar berfikir dan berprilaku oleh
masyarakat Bali, konsep THK mempengaruhi jalannya bisnis pariwisata dalam hal
penyediaan akomodasi.
• Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta autentik
tidak akan lepas keterlibatannya dalam penyelenggaraan akomodasi pariwisata.
Pengaturan yang berkaitan dengan notaris, diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut dengan UUJN).
• Keterkaitan antara konsep THK, notaris, dan akomodasi pariwisata
secara garis besar adalah konsep THK sebagai filosofi hidup
masyarakat Bali dan notaris sebagai pejabat pembuat akta yang
selanjutnya isi dari akta tersebut berisikan perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pengusaha pariwisata dengan didasari pada
kewenangan jabatan notaris, kode etik notaris, serta norma-norma
yang berlaku.
• Pertama Konsep Pahryangan. Adanya Konsep Pengertian kawasan
suci telah ditentukan dalam Pasal 1 angka (40) Perda Provinsi Bali No.
16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali
Tahun 2009-2029, disebutkan bahwa,”Kawasan suci adalah kawasan
yang disucikan oleh umat Hindu seperti kawasan gunung, perbukitan,
danau, mata air, campuhan, laut, dan pantai”. Serta berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka (41) bahwa,”Kawasan tempat suci adalah
kawasan disekitar pura yang perlu dijaga kesuciannya dalam radius
tertentu sesuai status pura sebagaimana ditetapkan dalam Bhisama
Kesucian Pura Parisadha Hindu Dharma Indonesia Pusat (PHDIP)
Tahun 1994”.
• Konsep kedua adalah Pawongan, yang berarti keseimbangan hubungan dengan
sesama manusia. Penyelenggaraan akomodasi pariwisata juga mementingkan
aspek kemanusiaan. Aspek kemanusiaan yang dimaksud tidak hanya diberikan
kepada pelaku pariwisata berupa fasilitas-fasilitas pemenuhan kebutuhan
akomodasi pariwisata, tetapi juga memberikan masyarakat daerah setempat
keuntungan dari adanya akomodasi pariwisata secara langsung maupun tidak
langsung. Keuntungan secara langsung dapat berupa pemanfaatan tenaga kerja
daerah setempat atau kerjasama terhadap masyarakat setempat dalam
pemenuhan kebutuhan akomodasi pariwisata dan keuntungan secara tidak
langsung dapat berupa promosi daerah setempat yang disertakan dalam
promosi akomodasi pariwisata yang nantinya membuka peluang usaha kepada
masyarakat setempat untuk membuka peluang usaha lain selain akomodasi
pariwisata.
Konsep ketiga adalah Palemahan, yang berarti keseimbangan
hubungan dengan lingkungan.
• Keseimbangan berarti tidak memberatkan salah satu pihak.
Keseimbangan dalam konsep ini juga menghindarkan ekploitasi pada
lingkungan. Pelaku pariwisata dalam penyelenggaraan akomodasi
pariwisata memikirkan dampak lingkungan setelah dibangunnya
akomodasi pariwisata tersebut. Terutama dalam dampak negatif dari
keberadaan akomodasi pariwisata seperti peralihan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) menjadi lahan bisnis pariwisata.
• Dampak dari peralihan ini akan mengikis nilai-nilai pariwisata Bali yang
pada dasarnya adalah wisata budaya yang menekankan keseimbangan
atas dasar konsep THK.
• “Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan Bali yang
berlandaskan kepada Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama
Hindu dan falsafah Tri Hita Karana sebagai potensi utama dengan
menggunakan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya, sehingga
terwujud hubungan timbal-balik yang dinamis antara kepariwisataan
dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara sinergis,
harmonis dan berkelanjutan untuk dapat memberikan kesejahteraan
kepada masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan”.
• Keterkaitan Antara Notaris Dengan Konsep THK Dalam
Penyelenggaraan Akomodasi Pariwisata.
• Konsep Tri Hita Karana Dalam Pengaturan Penyediaan Akomodasi
Pariwisata Dan Jabatan Notaris I Putu Martha Kresna Raditya, (baca
dan dalam hal 370.
TEMA-TEMA PAPER
a) POLITIK HUKUM DESA WISATA PENGLIPURAN
(Perspektif Lingkungan Sosio-religi dan
kebijakan local).
b) Politik Hukum dan Kebijakan Publik dalam
pengelolaan Desa Wisata Tenganan
Pegringsingan-Karangasem (Perspektif
Lingkungan dan Sosiologi Hukum).
c) Implikasi Hukum: filosofi Tri Hita Karana dalam
Praktik Kenotariatan (Perspektif hukum
Lingkungan dan kebijakan Publik).
REFERENSI
1. Siti Sundari Rangkuti, 2015, Hukum Lingkungan Dan
Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga Univercity
Press. Surabaya.
2. Abdullah Marlang,2015, Hukum Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, Mitra Wacana Media, Jakarta.
3. FX Adji Samekto, dkk, 2015, Membangun Politik Hukum
Sumber Daya Alam Berbasis Cita Hukum Indonesia,
Thafamedia, Yogyakarta.
4. Wirata Ketut, 2015, Kebijakan Pengelolaan Wisata Ekoreligi
Berkelanjutan Berbasis Masyarakat Hukum Adat Bali, Surya
Penang Gemilang, Malang.
5. A’an, Efendi, 2016, Hukum Penyelesaian Sengketa di Peradilan
Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta.
Lanjutan
6. Muhammad Akid, 2013, Hukum Lingkungan
Perspektif Global dan Nasional, PT Rajagrafinda
Persada, Jakarta.
7. Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di
Indonesia, RajaGrafindo, Jakarata.
HUKUM LINGKUNGAN DAN
KEPARIWISATAAM

 HUKUM LINGKUNGAN.
UU Nomor : 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup  Lingkungan hidup adalah kesatuan
Ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan
prilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan prikehidupan dan
kesejahtraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Pasal 1, ayat (1) ).
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yangdilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum (Pasal 1 ayat (2).
Lanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar
dan terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini
dan generasi masa depan. (Pasal 1, ayat (3).
Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah
rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
(Pasal 1, ayat (6).
Lanjutan
Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya
disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program (Pasal 1, ayat (10).
 Setiap penyusunan Peraturan perundang-undangan pada
tingkat nasional dan Daerah wajib memperhatikan
perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini
(Pasal 44).
Lanjutan
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia
(Pasal 65, ayat (1).
 Setiap orang berhak mengajukan usul dan/ atau
keberatan terhadap rencana usaha dan/ atau kegiatan
yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup (Pasal 65, ayat (3).
 Setiap orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara
perdata (Pasal 66)
SANKSI TERHADAP LARANGAN
DALAM HUKUM LINGKUNGAN
 Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota menerapkan
sanksi administratif kepada penanggungjawab usaha
dan/ atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap ijin lingkungan. (pasal 76, ayat (1).
Sanksi Administrasi:  a. Teguran Tertulis; b. Paksaan
Pemerintah; c. Pembekuan izin Lingkungan atau ; d.
Pencabutan ijin Lingkungan ( Pasal 76, ayat (2).
 Sanksi administrasi sebagai dimaksud pasal 76 tidak
membebaskan penggungjawab usaha dan/ atau kegiatan
dari tanggungjawab pemulihan dan pidana (Pasal 78)
PAKSAAN PEMERINTAH
 Paksaan Pemerintah sebagaimana dimaksud pasal 76 ayat 2
huruf b, berupa:
a. Penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi.
d. pembongkaran;
e. Penyitaan terhadap barang atau alat yang berfotensi
menimbulkan pelanggaran;
f. Penghentian sementara seluruh kegiatan atau ;
g. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran
dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. (Pasal 80,
ayat (1).
PENYELESAIAN SENGKETA
LINGKUNGAN
1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui
pengadilan atau diluar pengadilan;
2. Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara
sukarela oleh para pihak yang bersengketa;
3. gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
(Pasal 84).
HAK GUGAT
1. Pemerintah dan pemerintah Daerah; ( Pasal 90
ayat (1), dan (2) diatur dalam peraturan menteri);
2. Hak Gugat Masyarakat ( Pasal 91);
3. Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup (Pasal,
92);
PENYIDIKAN DAN PEMBUKTIAN
(Pasal 94-96)
 Pembuktian: Pasal 96.
Alat Bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana
lingkungan hidup terdiri atas:
a. Keterngan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterngan terdakwa;
f. alat-alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur
dalam perundang-undangan;
KETENTUAN PIDANA ( Pasal, 97 –
120).
• KETENTUAN PIDANA ( Pasal, 97 – 120).
KEPARIWISATAAN
Sebagai Disiplin Ilmu
Richardson dan Fluker (2004)  dikembangkan sebagai
disiplin ilmu yang disebut dengan Tourismologi.
Leiper (1995), mendukung pengembangan kepariwisataan sebagai
suatu disiplin ilmu tersendiri dengan menyebut tourismologi
sebagai tourism disiplin.
Menggukan pendekatan (Fil. Ilmu)  Ontologi,
epistimologi, dan aksiologi.
Kepariwisataan sangat sensitip terhadap pengaruh
eksternal, baik kejadian alam, maupun budaya,
semuanya dapat dianalisis.
Kajian Pariwisata secara teoritis dan empiris.
KONSEP WISATA
 Wisata Kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok orang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat
tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari
keunikan daya Tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara (Pasal
1, ayat 1 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
 Antara Pariwisata dengan Lingkungan Hidup ada
korelasi.
Peraturan Perundangan berbasis lingkungan hidup
(Green Legislation); instrument peraturan perundang-
undangan berbasis lingkungan hidup (“green legislation”)
diatur dalam Pasal 44 UUPPLH-2009 yang menentukan:
Lanjutan
• Setiap penyusun peraturan perundang-undangan pada tingkat
nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi
lingkungan hidup dan pronsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini.
• Tujuannya: Hukum berfungsi sebagai penyelaras (harmonizing),
sebagai basic principles. Harapan Program: 1 Legislasi Nasional
(Prolegnas, prolegda, Kedua, Harmonisasi hukum, ketiga, Judicial
review. (Politik Hukum) (Muhammad Akib, 2014: 132)
• Anggaran berbasis Lingkungan (Green Budgeting). Pasal 45, 46,
(1) Pemerintah dan DPR serta Pemerintah Daerah dan DPRD wajib
mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai:
lanjutan
a. Kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. Program Pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.

 Otonomi Daerah Pembangunan harus melakukan pemihakan-


pemihakan:
a. Pemenuhan kebutuhan dasar Bagi Masyararakat.
b. Semangat mewujudkan keadilan sosial.
c. Keberpihakan kepada masalah kemiskinan.
d. Semangat demokrasi dan transparansi dalam pengambilan
kebijakan;
e. Perlindungan lingkungan dari kerusakan dan menyusutnya
sumber daya alam.
Lanjutan
 Keterpaduan instrument tata ruang dengan
pengelolaan lingkungan hidup ditegaskan dalam PP
No. 27 Tahun 2012 tentang izin Lingkungan. Dalam
penerapan lokasi rencana usaha harus sesuai dengan
rencana tata Ruang. Jika tidak, maka dokumen
lingkungan dan perizinan tidak akan dinilai dan
diterbitkan.
 Pasal 3 UU No. 26 Tahun 2007 tentatang penataan
Ruang, Penataan Ruang bertujuan untuk mewujudkan
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan berdasarkan wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional:
Lanjutan
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan
alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan
sumber daya alam dan sumber daya buatan
dengan memperhatikan sumber daya manusia;
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negative terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan

Sej Pembentukan UULH dari segi yuridis di Indonesia secara


konkrit tertuang dalam keputusan Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan Lingkungan Hidup Nomor
KEP-006/MNPPLH/3/1979, tetang pembentukan Kelompok Kerja
Bidang Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan
Sumber Alam dan Lingkungan Hidup( disingkat Kelompok Kerja
atau Pokja Hukum). Bertugas menyusun rancangan Peraturan
perundang-undangan yang mengatur ketentuan-ketentuan Pokok
tentang “Tata Pengelolaan sumber alam dan Lingkungan Hidup.
 UU Nomor: 4 Tahun 1982 Tentang ketentuan- pokok tentang
lingkungan Hidup (UUPPLH).
 Hukum Lingkungan merupakan sebagai pengembangan dari
Hukum Administrasi.
Lanjutan
Pembangunan hukum lingkungan sebagai Pengembangannya
Hukum Tata negara dan dan Hukum Administrasi yang secara
disiplin ilmiah tidak dapat dipisahkan.
Dari segi dua ilmu hukum tadi akan diperoleh pemahaman yang
mendalam terhadap masalah lingkungan dari segi yuridis.
Sesuai dengan sifat interdisipliner hukum lingkungan,
diungkapkan pula kerangka dasar pemikiran yang merupakan
sumbangan bagi pengembangan hukum perdata dan Hukum
Pdana mengenai pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.
 Peraturan perundang-undangan lingkungan berfungsi
mewujudkan manusia Indonesia sebagai Pembina sebagai
Pembina lingkungan yang memeliki kesadaran ekologis dan
jiwa akrab Lingkungan (Siti Sundari Rangkuti, 2015: 12)
Lanjutan
Perlu digali system nilai yang dianut masyarakat kita yang
berkaitan erat dengan lingkungan, terutama yang terkandung
dalam hukum adat serta kebiasaan setempat. Hal ini diperlukan
penelitian sendiri??.
 Untuk tujuan tersebut hukum sebagai sarana pembangunan dan
rekayasa sosial dengan peranannya sebagai agent of change
merupakan tumpuan harapan bagi terwujudnya pembangunan
berkelanjutan.
Emil Salim, memperingatkan bahwa untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran lingkungan kita berpacu dengan
waktu. Kekurangan tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu jangan
hendaknya menjadi hambatan untuk meningkatkan mutu hidup dan
kelestarian sumber daya alam. Semboyan “Membangun Kapal
sambil berlayar”.
Lanjutan
Mendorong keberhasilan pembangunan berkelanjutan termasuk
melalui sarana hukum. Soalnya dalam menghadapi masalah
lingkungan itu, kita harus berlayar, tapi anak buah kapal ini,
dan kapalnya pun sedang dibangun. While sailing we build.
 Kebutuhan terhadap sarana pencegahan pencemaran
lingkungan besar sekali, oleh karena kerugian yang terjadi
akibat penetapan penguasa yang kurang cermat, kurang
sempurna atau bahkan keliru dapat mengakibatkan
terganggunya keseimbangan ekosistem yang kadangkala sulit
dipulihkan.
Untuk itu, harus diantisipasi terhadap pencemaran lingkungan
dan pemanfatan sumber daya alam secara kurang
bertanggungjawab.
PERMASALAHAN LINGKUNGAN
Permasalahan lingkungan di negara berkembang
(Indonesia)berbeda dengan negara maju.
Pencemaran Lingkungan di negara maju pada
umumnya disebabkan karena kemajuan dan
perkembangan teknologi yang pesat.
Sedangkan Pencemaran lingkungan di Indonesia
oleh keterbelakangan dan kemelaratan serta
sekaligus juga suatu masalah yang menyertai
proses pelaksanaan.
KESADARAN LINGKUNGAN
 Konperensi PBB Tentang Lingkungan Hidup telah diadakan 5-16 Juni
1972 di Stockholm (Swedia). Konfeerensi Stocholm membahas masalah
lingkungan serta jalan keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana
dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan (“eco-development”).
 Bagaimana asal mulanya, sehingga lingkungan menjadi kata yang
menggemparkan dunia (a global buzz-word)?.
 Vittachi berpendapat bahwa peringatan Rachel Carson dalam Silent
Spring” Musim Bunga yang Bisu” (1962) tentang bahaya penggunaan
insektisida (And no birds sing) merupakan pemikiran yang pertama kali
menyadarkan manusia mengenai lingkungan .
 Rachel Carson dalam bukunya penyakit misterius telah menyerang
binatang dan manusia. Dimana-mana terdapat bayangan kematian.
Musim semi yang semula indah digambar telah menjadi musim semi
yang sunyi dan menakutkan.
Lanjutan
Tahun 1950, Los Angeles mengalami masalah
Lingkungan Berupa asap Kabut (smoke-fog) yang
berasal dari gas buangan kendaraan dan pabrik.
Asap kabut yang menyelimuti kota dapat
berlangsung berhari-hari sehingga mengganggu
kesehatan.
 Tahun 1953, di Jepang terjadi penyakit
mengerikan di teluk Minamata akibat keracunan
metilmerkuri dan kadmium, yang selanjutnya
dikenal dengan “penyakit Minamata”.
Lanjutan
Uraian Rachel carson, “ It is our alarming
misfortune that so primitive a science has armed
itself with the most modern and terrible weapons ,
and that in turning them against the insects it has
also turned them against the earth.
Lanjutan
Kebijakan lingkungan se dunia: pendekatan Global
dikemukakan oleh Barbara Ward dan Rene Dubos, dalam
pengantar laporannya bahwa, setiapa orang mempunyai
dua tanah air: The emotional attachment to to our prized
diversity need not interfere with our attempts to develop
the global state of mind which will generate a national
loyality to the planet as a whole. As we enter the global
phase of human evalution it becomes obvious that each
man has two countries, his own and Planet Earth.
 Terdapat kesepakatan bahwa kebijakan lingkungan
nasional hendaklah dirumuskan sesuai dengan perspektif
baru tersebut:
lanjutan
Motto voor dit Perspectief is: “Think Globaly-Act
Locally”. Dengan timbulnya kesadaran lingkungan hidup
umat manusia , maka Konperensi Stockholm telah
menyetujui suatu rencana kerja bagi kegiatan
International untuk melindungi habitat manusia di dunia.
Dekalrasi Stokholm 1972, di Indonesia terimplementasi
dalam produk-produk hukum lingkungan Nasional semua
negara di Dunia khusnya di Indonesia tertuang:
1. UU No. 4 tahun 1982 (UULH);
2. UU No. 23 Tahun 1997 (UUPLH) dan;
3. UU No. 32 tahun 2009 (UUPPLH).
Lanjutan
• Substansi Pokok Deklarasi adalah: mengarah
bagaimana bisa mewujudkan, keserasian,
keselarasan dan keseimbangan dalam pengelolaan
sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup oleh
semua Negara.
PERLINDUNGAN BERWISATA BAGI
PEKERJA HOTEL DALAM PERSPEKTIF HAM
 Dalam Negara Berkembang, HAM Berwisata  berkaitan
dengan Hak Sipil dan Politik belum semaju negara
European Union (the EU). Menaruh perhatian hak
setiap orang dalam berwisata (the right to Tourism).
 Kepedulian the EU terhadap hak setiap orang dalam
berwisata (the right to tourism) yang dihubungkan
peningkatan kualiatas kehidupan manusia.
Dideklarasikan secara tegas Antonio Tanjani, the
European Union Commissioner for Enterprise and
industry dengan menyatakan bahwa : Travelling for
tourism today is a human right”.
UU Nomor: 10 tahun 2009, tentang
Kepariwisataan dan HAM;
• Bagian menimbang huruf b, mengemukakan bahwa
kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu
luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak
asasi manusia.
• Pasal 19 (1) a, secara tegas mengatakan “setiap orang
berhak memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan
wisata”.
• Pengakuan akan HAM, dalam kegiatan kepariwisataan dapat
diketahui pula dari prinsip penyelenggaraan kepariwisataan
sebagaimana di atur dalam pasal 5 (b), yang menyatakan
Kepariwisataan diselenggarakan drngan prinsip menjunjung
tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan
local.

Anda mungkin juga menyukai