Anda di halaman 1dari 14

Modul 7

Supply Chain Disruption


Faktor Penyebab Timbulnya Supply Chain Disruptio

Berikut adalah beberapa tren dan praktik yang dapat memicu supply chain disruption
(Kouvelis et al., 2012):
1. Lingkungan yang kompetitif
2. Meningkatnya kompleksitas
3. Outsourcing dan partnership
4. Single sourcing
5. Inventory cadangan yang terbatas
6. Terlalu fokus terhadap efisiensi.
7. Konsentrasi yang berlebihan terhadap aktivitas operasional.
8. Perencanaan dan eksekusi yang buruk
Perusahaan perlu untuk merancang dan mengembangkan suatu pendekatan yang dapat meminimalkan
risiko terhadap disruption tanpa harus mengorbankan efisiensi. Berikut beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan (Kouvelis et al., 2012):
1. Memperbaiki tingkat akurasi pada peramalan permintaan.
2. Mengintegrasi dan mensinkronkan antara perencanaan dengan eksekusi.
3. Mengurangi rata-rata dan variasi lead time.
4. Berkolaborasi dan bekerjasama dengan partner dalam supply chain.
5. Meningkatkan awareness perusahaan terhadap aktivitas supply chain.
6. Membangun fleksibilitas dalam rantai pasok.
7. Strategi penundaan (postponement strategy).
8. Investasi dalam hal teknologi.
Mitigasi Dampak Dari Supply Chain Disruption

Supply chain disruption dapat menyebabkan hambatan pada aktivitas produksi karena disruption
tersebut dapat terjadi di supplier bahan baku utama, di pabrik perakitan, di distribution center maupun
di retailer. Apabila tidak ada respon yang diberikan pada disruption tersebut, kemungkinan gangguan
pada aktivitas pengiriman produk ke konsumen dapat terjadi. Dalam jangka pendek, hal tersebut dapat
memicu hilangnya penjualan yang berdampak pada hilangnya pendapatan perusahan ( tactical loss).
Namun untuk jangka panjang, jika konsumen merasa permintaannya tidak dapat terpenuhi dengan baik,
maka konsumen akan berpindah kepada produk milik kompetitor sehingga hal tersebut dapat
berdampak pada hilangnya market share perusahaan (strategic loss)
Terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mengurangi risiko dari supply chain disruption.
Contohnya dalam kasus tactical loss dan strategical loss yang dapat meningkat ketika disruption terebut
sering terjadi, maka kebijakan pencegahan perlu dilakukan sehingga kemungkinan terjadinya disruption
tersebut dapat ditekan dan risiko yang diperoleh dapat dikurangi. Di sisi lain, jika disruption terjadi dan
konsekuensi terhadap finansial dapat ditekan dengan respon yang cepat dan efektif, maka perusahaan perlu
untuk mengembangkan sistem untuk merespon disruption dengan cepat dan tepat. Sebagai contoh,
perusahaan dapat dengan mudah menemukan supplier pengganti sementara apabila terjadi gangguan pada
pasokan bahan baku dari supplier utama. Cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan menyediakan
sejumlah cadangan inventory dalam sistem perusahaan sehingga supply chain disruption yang terjadi tidak
berdampak secara langsung pada konsumen. Namun, jika disruption tersebut berdampak secara langsung
kepada konsumen, maka perusahaan perlu untuk melakukan recovery action.
Secara umum strategi dalam mengurangi risiko supply chain disruption dapat
dikelompokkan menjadi strategi pencegahan (prevention strategy), responsif (response
strategy), proteksi (protection strategy) dan melakukan kebijakan recovery (recovery
policy) .
Strategi pencegahan terbagi menjadi 2 yaitu (Gurnani et, al, 2012):
1. Peramalan (forecasting)
2. Strategi pengurangan risiko (risk reduction)
1. Peramalan (forecasting)

Untuk mempersiapkan kejadian yang bersifat mengganggu, perusahaan perlu untuk mengidentifikasi kejadian
yang berpeluang menjadi disruption bagi perusahaan. Setelah itu, perusahaan perlu untuk mengevaluasi
probabilitas terjadinya (likelihood) kejadian tersebut sehingga perusahaan dapat fokus pada kejadian yang
memiliki probabilitas dan dampak yang besar terhadap investasi sumber daya. Perusahaan dapat menggunakan
data historical untuk mengestimasi likelihood dari beberapa event. Selain itu, untuk mengevaluasi konsekuensi
finansial dari suatu disruption, perusahaan dapat menggunakan informasi dari Bill of Material (BOM) untuk
mengetahui komponen mana yang ketersediaannya akan terkena dampak langsung dari disruption tersebut.
Selanjutnya, perusahaan dapat melakukan pengelompokan kejadian sesuai kategorinya yaitu tinggi, sedang dan
rendah.
2. Strategi pengurangan risiko (risk reduction)

Untuk kejadian dan produk yang memungkinkan untuk dilakukan intervensi dan masuk akal secara
ekonomi, perusahaan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya disruption dengan dampak yang tinggi
melalui peningkatan keamanan (security). Sebagai contoh, perusahaan dapat memilih lokasi pabrik atau
fasilitas perusahaan yang tepat dimana kemungkinan terjadinya disruption di tempat tersebut sangat
kecil. Selain itu, risiko dapat diperkecil dengan melakukan penelusuran terhadap kondisi kesehatan
finansial supplier sehingga perusahaan dapat mempertimbangkan stabilitas keuangan supplier nya
sebelum melakukan transaksi pembelian. Hal itu untuk menghindari kerentanan perusahaan terhadap
kegagalan finansial.
Mendeteksi suatu disruption dalam perusahaan besar dengan global supply chain yang kompleks bukan
merupakan hal yang mudah karena (Gurnani et, al, 2012):
1. Perusahaan perlu untuk mengidentifikasi dan memisahkan suatu disruption dengan variasi yang
terjadi pada hari-hari normal seperti suplai produk yang terlambat dan cacat.
2. Perusahaan harus mampu menentukan karakteristik dari disruption. Karakteristik dari disruption
tersebut dapat ditentukan dengan mengetahui akar permasalahannya dan memperkirakan lama waktu
untuk kembali ke kondisi semula.
3. Informasi mengenai disruption tersebut perlu disampaikan dan dijangkau oleh pihak yang tepat.
Budaya perusahaan berperan penting dalam poin ini.
Terdapat tiga strategi yang dapat diterapkan dalam aktivitas rantai pasok yaitu
proteksi terhadap inventory, kapasitas produksi dan informasi (Gurnani et, al, 2012).
1.Proteksi terhadap inventory
2.Proteksi terhadap kapasitas
3.Proteksi terhadap informasi
Gurnani et. al (2012) menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk post-action yang dapat
dilakukan setelah terjadinya disruption yang dapat membantu meminimalisir risiko yang terjadi
sebagai bentuk penerapan strategi recovery. Post-action tersebut yaitu:

1. Meningkatkan loyalitas konsumen.


2. Asuransi.
3. Perencanaan setelah terjadinya disruption
Strategi Operasional Dalam Mengatasi
Supply Chain Disruption
Strategi Pengadaan Barang (Sourcing)
Untuk Mengatasi Supply Disruption

Pada kasus dimana risiko dari suatu disruption itu kecil tetapi upaya mitigasi membutuhkan
biaya yang tinggi, maka strategi yang paling tepat untuk diterapkan adalah dengan menghadapi
disruption tersebut dikenal dengan acceptance strategy (Gurnani et. al, 2012).

Selanjutnya menurut Gurnani et. al (2012), terdapat 2 strategi dalam aktivitas sourcing yang
dapat diterapkan untuk meminimalkan risiko dari supply disruption yaitu diversifikasi dan
suplai cadangan yang bersifat darurat (supply backup).
1. Strategi diversifikasi
2. Supply backup
Thank You 

Anda mungkin juga menyukai