Anda di halaman 1dari 54

HUKUM ACARA

PERDATA

PENGANTAR HUKUM INDONESIA


M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.
HUKUM ACARA PERDATA 2
P E N D A H U L U A N

PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN

PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN

P E M B U K T I A N

P U T U S A N

PELAKSANAAN PUTUSAN

UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN


3

PENDAHULUAN
PENGERTIAN
HUKUM ACARA PERDATA 4

• Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya
hukum perdata materiil dengan perantaraan
hakim.
• Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata
formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg
menentukan dan mengatur cara bagaimana
melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum
perdata materiil
SIFAT
HUKUM ACARA PERDATA 5

• Bersifat mengikat / memaksa

• Adanya perkara bergantung pada inisiatif


penggugat
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
6
• Sumber hukum  tempat kita menggali hukum
• Sumber Hukum Acara Perdata :

1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / Reglemen Indonesia yg diperbaharui : S. 1848 no. 16, S. 1941 no. 44  u/ daerah Jawa dan Madura
2. Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten) / Reglemen daerah seberang : S. 1927 no. 227  u/ luar Jawa dan Madura
3. Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) : S. 1847 no. 52, S. 1849 no. 63  u/ gol. Eropa
4. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in Indonesie) / Reglemen tentang Organisasi Kehakiman : S. 1847 no. 23
5. BW (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa
6. WvK (Wetboek van Koophandel)
7. UU 20/1947 yg mengatur mengenai hukum acara perdata dalam hal banding bagi Pengadilan Tinggi  u/ daerah Jawa dan Madura
8. SEMA 3/1963
9. UU 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
10. UU 1/1974 tentang Perkawinan
11. PP 9/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang Perkawinan
12. UU 7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU 3/2006
13. UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU 5/2004
14. UU 2/1986 tentang Peradilan Umum jo UU 8/2004
15. UU 5/1986 tentang PTUN
16. UU 31/1997 tentang Peradilan Militer
17. UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi
18. Yurisprudensi
19. Adat kebiasaan para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata
20. Perjanjian Internasional, misal : Perjanjian Kerja Sama di bidang peradilan antara RI dgn Thailand
21. Doktrin atau ilmu pengetahuan
22. Instruksi & SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata & hukum perdata materiil
FUNGSI
HUKUM ACARA PERDATA 7

• Melaksanakan dan mempertahankan atau


menegakkan hukum perdata materiil dengan
perantaraan kekuasaan negara (peradilan)
ASAS – ASAS
HUKUM ACARA PERDATA 8

1. Hakim bersifat menunggu


2. Hakim pasif
3. Sifat terbukanya persidangan
4. Mendengar kedua belah pihak
5. Putusan harus disertai alasan – alasan
6. Beracara dikenakan biaya
7. Tidak ada keharusan mewakilkan
9

PENGAJUAN
GUGATAN DAN PERMOHONAN
GUGATAN DAN PERMOHONAN 10
• Ada 2 perkara yg diajukan yg diajukan ke
pengadilan yaitu Gugatan dan permohonan
GUGATAN PERMOHONAN
Terdapat pihak Diajukan o/ seorang
penggugat & pihak pemohon/lebih scr
tergugat bersama-sama

Terdapat suatu Tidak ada suatu


sengketa atau sengketa atau konflik
konflik
KEWENANGAN MUTLAK dan
KEWENANGAN RELATIF 11

• Dalam Hukum Acara Perdata dikenal 2 macam


kewenangan :

1. Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie) 


menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-
badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan
menyangkut pemberian kekuasaan u/ mengadili
(attributie van rechtsmacht)
2. Kewenangan relatif (Relative Competentie) 
mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara
pengadilan yg serupa, tergantung dari tempat tinggal
tergugat  Ps. 118 HIR
 azas “Actor Sequitur Forum Rei”  yg berwenang
adalah PN tempat tinggal tergugat
GUGAT LISAN dan GUGAT TERTULIS 12

• Ps. 118 HIR  gugatan harus diajukan secara tertulis


dengan “surat gugatan” yg di-ttd o/ penggugat atau
wakil/kuasanya yg sah.
• Ps. 120 HIR  bagi mereka yg buta huruf, gugatan
dilakukan secara lisan melalui Ketua PN yg berwenang
u/ mengadili perkara itu, Ketua PN akan
membuat/menyuruh membuat gugatan tsb.
• Ps. 121 (4) HIR  Setelah surat gugatan atau gugat lisan
dibuat, harus didaftarkan di Kepaniteraan PN yg
bersangkutan serta membayar uang perkara.
13

PEMERIKSAAN
DI PERSIDANGAN
14
Penggugat mengajukan Didaftar Penetapan & Penunjukann
gugatan & melunasi Kepaniteraan PN Majelis Hakim o/ Ketua PN
biaya perkara

Majelis Hakim :
Penyerahan Surat Panggilan Sidang 1. Menetapkan tgl. Hari sidang;
& Salinan Surat Gugatan 2. Memanggil para pihak pd
kpd Para Pihak o/ Juru Sita. hari sidang dgn membawa
saksi-saksi & bukti-bukti.

Juru Sita menyerahkan


PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Risalah (Relaas)
DI PERSIDANGAN
Panggilan kpd Majelis Hakim.
PUTUSAN GUGUR
• Suatu perkara perdata dpt diputus scr :
1. contradictoir (kedua belah pihak hadir di persidangan); atau
15
2. di luar hadirnya salah 1 pihak yg berperkara.
merealisir asas : “audi et alteram partem”  kepentingan kedua pihak harus
diperhatikan

• Apabila penggugat tdk datang pd hari sidang yg ditetapkan & tdk pula mengirim wakilnya
menghadap meski telah dipanggil scr patut o/ Juru Sita, maka dapat dilakukan pemanggilan
kedua. (Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rv)

• Apabila setelah pemanggilan kedua, penggugat/wakilnya tdk hadir sedang tergugat hadir, maka
u/ kepentingan tergugat, haruslah dijatuhi putusan. Dalam hal ini gugatan penggugat
dinyatakan gugur serta dihukum membayar biaya perkara (Ps. 124 HIR; Ps. 148 Rbg).

• Dlm putusan gugur, isi gugatan tdk diperiksa, shg putusan gugur itu tdk mengenai isi gugatan.

• Kpd penggugat diberi kesempatan u/ mengajukan gugatan lg dgn membayar biaya perkara.

• Apabila penggugat pd hr pertama sidang hadir, tp pd hr sidang berikutnya tdk hadir, mk perkara
diperiksa scr contradictoir.
VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR) 16
• Apabila tergugat tdk hadir stl dipanggil scr patut, mk gugatan
dikabulkan dgn putusan diluar hadir atau verstek, kecuali kalau
gugatan itu melawan hak atau tdk beralasan.

• Kapan boleh dijatuhkan putusan verstek ?

Ps. 125 HIR; Ps. 149 Rbg  ada 2 pendapat :


1. pd hr sidang pertama;
2. tdk hanya pd hr sidang pertama;

Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rbg  memberi peluang pemanggilan kedua.

“HIR tdk mewajibkan tergugat u/ datang di persidangan.”


Lanjutan …..
VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR) 17

• Putusan verstek tdk berarti selalu dikabulkannya gugatan penggugat. Krn pd


hakekatnya lembaga verstek bertujuan merealisir asas “audi et alteram
partem”, shg seharusnya scr ex officio hakim harus mempelajari isi gugatan.

1. Jika gugatan tdk bersandarkan hukum, yaitu apabila peristiwa2 sbg dasar
tuntutan tdk membenarkan tuntutan, mk gugatan akan dinyatakan tdk diterima.
Putusan tdk diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara, shg
di kmd hr penggugat masih dpt mengajukan lg gugatannya.
2. Jika gugatan tdk beralasan, yaitu apabila tdk diajukan peristiwa2 yg
membenarkan tuntutan, mk gugatan akan ditolak. Penolakan mrpk putusan stl
hakim mempertimbangkan pokok perkara, shg tdk terbuka lg kesempatan u/
mengajukan gugatan tsb u/ kedua kalinya kpd hakim yg sama (nebis in idem).

• Dlm putusan verstek dimana penggugat dikalahkan, penggugat dpt mengajukan


banding.

• Dalam putusan verstek, kalau tergugat hadir pd sidang pertama tp tdk hadir pd
sidang berikutnya, mk perkaranya diperiksa scr contradictoir.
PERDAMAIAN 18

• Apabila pd hr sidang pertama kedua belah pihak hadir, mk hakim


harus berusaha mendamaikan mereka (Ps. 130 HIR; Ps. 154 Rbg)

• Demi perdamaian ini, hakim akan mengundur sidang, & pd hr


sidang berikutnya apabila tjd perdamaian, mk harus dinyatakan
dlm surat perjanjian dibawah tangan yg ditulis di atas kertas
bermeterai. Demikian sbg dasar bg hakim menjatuhkan putusan,
yg isinya menghukum kedua belah pihak u/ memenuhi isi
perdamaian yg telah dibuat diantara pr pihak.

• Apabila tjd perdamaian, mk tdk dimungkinkan u/ dilaksanakan


banding.

• Usaha perdamaian terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.


JAWABAN 19

• Ps. 121 ayat 2 HIR; Ps. 145 ayat 2 Rbg  tergugat dpt menjawab baik
scr tertulis maupun lisan.
• Bentuk Jawaban :
1. Pengakuan  membenarkan isi gugatan penggugat,
baik sebagian maupun seluruhnya.
2. bantahan (verweer)  pd hakekatnya bertujuan agar
gugatan penggugat ditolak. Bantahan ada 2 macam :
a. Tangkisan/Eksepsi  suatu sanggahan /
bantahan dr pihak tergugat thd gugatan penggugat yg tdk
langsung mengenai pokok perkara, yg berisi tuntutan batalnya
gugatan.
b. Sangkalan  sanggahan yg berhubungan dgn pokok
perkara.
• Akibat hukum dr adanya jawaban : penggugat tdk diperkenankan
mencabut gugatannya, kecuali dgn persetujuan tergugat.
20

PEMBUKTIAN
ARTI

21
“Membuktikan” mengandung beberapa pengertian :
1. Dalam arti logis  memberi kepastian yg bersifat mutlak, krn
berlaku bagi setiap orang & tdk memungkinkan adanya bukti
lawan.
2. Dalam arti konvensionil  memberi kepastian yg bersifat
nisbi/relatif, baik berdasarkan perasaan belaka maupun
pertimbangan akal.
3. Dalam hukum acara perdata mempunyai arti yuridis
 memberi dasar-dasar yg cukup kpd hakim yg memeriksa
perkara guna memberi kepastian ttg kebenaran peristiwa yg
diajukan
 hanya berlaku bagi pihak-pihak yg berperkara atau yg
memperoleh hak dari mereka
 tdk menuju kpd kebenaran mutlak
 mrpk pembuktian historis
TUJUAN 22

• Tujuan Pembuktian  putusan hakim yg didasarkan atas


pembuktian tsb
BEBAN PEMBUKTIAN 23

• Hakim membebani para pihak dengan pembuktian


(bewijs last, burden of proof)
• Asas pembagian beban pembuktian  “barang
siapa yg mengaku mempunyai hak atau yg
mendasarkan pada suatu peristiwa u/ menguatkan
haknya itu atau u/ menyangkal hak orang lain,
harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”
 Ps. 163 HIR (Ps. 283 Rbg, Ps. 1865 BW)
artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt
dibebani dgn pembuktian, terutama penggugat
wajib membuktikan peristiwa yg diajukannya,
sedang tergugat berkewajiban membuktikan
bantahannya.
ALAT – ALAT BUKTI 24
• Paton  alat bukti dapat bersifat oral, documentary atau material.

• Macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata (Ps. 164 HIR, 284
Rbg, 1866 BW), a.l. :

1. Alat Bukti Tertulis


2. Saksi-saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan (Bekentenis Confession)
5. Sumpah

Alat bukti lain :

6. Pemeriksaan setempat (descente)


7. Keterangan Ahli (Expertise)
Alat Bukti Tertulis
• Dasar hukum :
Ps. 138, 165, 167 HIR; Ps. 164, 25
285 – 305 Rbg; S 1867 no. 29;
Ps. 1867 – 1894 KUHPerdata;
Ps. 138 – 147 Rv.
• Alat bukti tertulis  surat

AKTA OTENTIK
AKTA
AKTA
SURAT DIBAWAH TANGAN

BUKAN AKTA
Saksi-saksi
• Dasar Hukum : Ps. 139-152, 168-172 HIR; Ps. 165-179 Rbg; Ps. 1895, 1902-1912 BW
• Kesaksian adalah kepastian yg diberikan kpd hakim di persidangan tentang peristiwa yg disengketakan dgn jalan
pemberitahuan secara lisan & pribadi o/ orang yg bukan salah 1 pihak dlm perkara, yg dipanggil di persidangan 26
• Ps. 139 HIR, 165 Rbg, 1909 BW  setiap orang yg bukan salah 1 pihak dapat bertindak sbg saksi, kecuali :
I. segolongan orang yg dianggap tdk mampu bertindak sbg saksi :
a. tidak mampu secara mutlak (absolut)
1. keluarga sedara & keluarga semenda menurut keturunan yg lurus dr salah 1 pihak  Ps. 145 (1) sub 1 HIR,
172 (1) Sub 1 Rbg, 1910 alinea 1 BW
2. suami/istri salah 1 pihak, meski sudah cerai  Ps. 145 (1) sub 2 HIR, 172 (1) Sub 3 Rbg, 1910 alinea 1 BW
b. tidak mampu secara nisbi (relatif)
1. anak-anak dibawah 15 th  Ps. 145 (1) sub 3 jo. (4) HIR, 172 (1) Sub 4 jo. 173 Rbg, 1912 BW
2. orang gila  Ps. 145 (1) sub 4 HIR, 172 (1) Sub 5 Rbg, 1912 BW
II. Segolongan orang yg a/ permintaan mereka sendiri dibebaskan memberi kesaksian 
hak ingkar (verschoningsrecht)  Ps. 146 HIR, 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW :
a. saudara pa & pi serta ipar pa & pi dr salah 1 pihak
b. keluarga sedarah menurut keturunan yg lurus & saudara pa & pi dr suami/istri
salah 1 pihak
c. semua orang yg krn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah wajib
mempunyai rahasia sehubungan dgn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah itu
• Ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW  azas “unus testis nullus testis”  satu saksi bukan saksi
• Ps. 171 (2) HIR, 308 (2) Rbg, 1907 BW  keterangan yg diberikan o/ saksi harus tentang peristiwa atau kejadian yg dialaminya
sendiri
• Kewajiban seorang saksi : menghadap, bersumpah, memberi keterangan
• Sifat kesaksian sbg alat bukti : tidak memaksa
Persangkaan
27
• Dasar Hukum : Ps. 164, 173 HIR; Ps. 284, 310 Rbg; Ps. 1866, 1915 -
1922 KUHPerdata.

• Pasal 1915 KUHPerdata  Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh


undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang
diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui
umum. Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan
undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-
undang.

• Ps. 173 HIR (Ps. 310 Rbg)  hanya mengatur persangkaan yg


didasarkan a/ kenyataan atau praesumptiones facti (feitelijke atau
rechterlijke vermoedens).
Pengakuan (Bekentenis Confession) 28
• Dasar hukum : HIR (Ps. 174, 175, 176), Rbg (Ps. 311, 312, 313), BW (Ps. 1923 – 1928).
• Pengakuan mrpk keterangan yg membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum yg
diajukan o/ lawan.
• Ps. 1923 BW membedakan antara pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan
(Ps. 174 HIR, 311 Rbg, 1925 & 1926 BW) & pengakuan yg diberikan di luar persidangan (Ps.
175 HIR, 312 Rbg, 1927 & 1928 BW).
• Ps. 176 HIR, Ps. 313 Rbg, Ps. 1924 BW  pengakuan tdk boleh dipisah-pisahkan
(onsplitsbare aveu).
• Ilmu pengetahuan membagi pengakuan mjd 3 :
1. Pengakuan murni (aveu pur et-simple), ialah pengakuan yg sifatnya sederhana & sesuai
sepenuhnya dgn tuntutan pihak lawan.
2. Pengakuan dgn kualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu qualifie), ialah pengakuan yg
disertai dgn sangkalan thd sebagian dr tuntutan.
3. Pengakuan dgn klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe), ialah suatu
pengakuan yg disertai dgn keterangan tambahan yg bersifat membebaskan.

Pengakuan dgn kualifikasi maupun dgn klausula harus diterima dgn bulat & tdk boleh
dipisah-pisahkan dr keterangan tambahannya  onsplitsbare aveu.
Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg
diberikan di muka hakim di persidangan 29

• Pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan


(gerechtelijke bekentenis), mrpk keterangan sepihak,
baik tertulis maupun lisan yg tegas & dinyatakan o/
salah 1 pihak dalam perkara di persidangan, yg
membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dr suatu
peristiwa, hak atau hubungan hukum yg diajukan o/
lawannya, yg mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut
o/ hakim mjd tidak diperlukan.

• Ps. 1926 BW  pengakuan yg diberikan di muka


hakim di persidangan tidak dapat ditarik kembali,
kecuali apabila terbukti bahwa pengakuan itu adalah
akibat dr suatu kesesatan atau kekeliruan.
Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg
diberikan di luar persidangan 30

• Pengakuan yg diberikan di luar persidangan adalah keterangan


yg diberikan o/ salah 1 pihak dlm suatu perkara perdata di luar
persidangan u/ membenarkan pernyataan-pernyataan yg
diberikan o/ lawannya.

• Pengakuan yg diberikan di luar persidangan :

1. Lisan  kekuatan pembuktian diserahkan pd pertimbangan


hakim  bukan mrpk alat bukti  masih harus dibuktikan di
persidangan
2. Tertulis  kekuatan pembuktiannya bebas  mrpk alat bukti
disamping alat bukti tertulis
• Pengakuan yg diberikan di luar persidangan dapat ditarik
kembali.
Sumpah 31

• Dasar hukum : HIR (Ps. 155-158, 177), Rbg


(Ps.182-185, 314), BW (Ps. 1929 -1945)
• HIR mengenal 3 macam sumpah sebagai alat
bukti :

1. Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir)


2. Sumpah penaksiran (aestimatoir,
schattingseed)
3. Sumpah pemutus (decisoir)
Lanjutan … Sumpah :
Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) 32

• Dasar hukum : Ps. 155 HIR, 182 Rbg, 1940 BW

• Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) adalah sumpah yg


diperintahkan o/ hakim krn jabatannya kpd salah 1 pihak u/
melengkapi pembuktian peristiwa yg menjadi sengketa sbg dasar
putusannya

• Syarat : harus ada pembuktian permulaan yg lengkap terlebih


dahulu

• Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih memungkinkan


pembuktian lawan

• Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah


dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap selesai
& hakim tinggal menjatuhkan putusannya
Lanjutan … Sumpah : Sumpah penaksiran
(aestimatoir, schattingseed) 33

• Dasar hukum : Ps. 155 HIR, Ps. 182 Rbg, Ps. 1940
BW

• Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed)


adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim karena
jabatannya kpd penggugat u/ menentukan
jumlah uang ganti kerugian, demikian apabila
penggugat telah dapat membuktikan haknya a/
ganti kerugian itu serta jumlahnya masih belum
pasti & tdk ada cara lain u/ menentukan jumlah
ganti kerugian tsb kecuali dgn taksiran

• Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna &


masih memungkinkan pembuktian lawan
Lanjutan … Sumpah :
Sumpah pemutus (decisoir) 34

• Dasar hukum : Ps. 156 HIR, Ps. 183 Rbg, Ps. 1930 BW

• Sumpah pemutus (decisoir) adalah sumpah yg dibebankan atas


permintaan salah 1 pihak kpd lawannya u/ memutuskan
persoalan, menentukan siapa yg harus dikalahkan & siapa yg harus
dimenangkan

• Tidak memerlukan pembuktian permulaan terlebih dahulu,


sehingga dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan di
persidangan

• Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah


dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap
selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya
Pemeriksaan setempat (descente) 35

• Pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan


mengenai perkara o/ hakim karena jabatannya yg
dilakukan diluar gedung atau tempat kedudukan
pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri
memperoleh gambaran atau keterangan yg memberi
kepastian ttg peristiwa yg menjadi sengketa.
• Yang diperiksa adalah barang tetap, karena tidak bisa
dibawa/diajukan di persidangan yg berlangsung di
gedung pengadilan, misal : pemeriksaan letak gedung,
batas tanah
• Dasar hukum : Ps. 153 HIR
• Kekuatan pembuktian diserahkan kpd pertimbangan
hakim.
Keterangan Ahli (Expertise) 36

• Keterangan ahli adalah keterangan pihak ke 3 yg obyektif dan


bertujuan u/ membantu hakim dalam pemeriksaan guna
menambah pengetahuan hakim sendiri.
• Dasar hukum : Ps. 154 HIR (Ps. 181 Rbg, 215 Rv)
Ps. 154 HIR tdk menegaskan apa & siapa ahli itu
• Ahli diangkat o/ hakim selama pemeriksaan berlangsung.
• Ahli wajib disumpah u/ menjamin obyektivitas keterangannya.
• Ahli dapat menunjuk ahli lain sbg gantinya atau hakim dapat
mengangkat seorang ahli secara ex officio  Ps. 222 Rv
• Seorang ahli yg telah disumpah u/ memberikan pendapatnya kmd
tdk memenuhi kewajibannya dapat dihukum u/ mengganti
kerugian  Ps. 225 Rv
Lanjutan … Keterangan Ahli (Expertise)
• Perbedaan antara saksi dengan ahli : 37
SAKSI AHLI
Kedudukannya tidak dapat diganti dgn Kedudukannya dapat diganti dgn ahli
saksi lain lain

Satu saksi bukan saksi Satu ahli cukup u/ didengar mengenai


satu peristiwa

Tidak diperlukan mempunyai keahlian Mempunyai keahlian ttt yg


berhubungan dgn peristiwa yg
disengketakan

Saksi memberi keterangan yg Ahli memberi pendapat/kesimpulan


dialaminya sendiri sebelum terjadi ttg peristiwa yg disengketakan selama
proses terjadinya proses
Saksi harus memberikan keterangan Keterangan ahli yg tertulis tidak
secara lisan, keterangan saksi yg termasuk dalam alat bukti tertulis
tertulis mrpk alat bukti yg tertulis
Hakim terikat u/ mendengarkan Hakim bebas u/ mendengar atau tidak
keterangan saksi
38

PUTUSAN
Definisi Putusan 39

• Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yg o/


hakim, sbg pejabat negara yg diberi wewenang u/
itu, diucapkan di persidangan & bertujuan u/
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau
sengketa antara para pihak. (Sudikno
Mertokusumo)

• Putusan ≠ Penetapan
Putusan  penyelesaian perkara dalam peradilan
contentius
Penetapan  penyelesaian perkara dalam
peradilan voluntair
Jenis – jenis Putusan 40

• Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1


Rbg), jenis – jenis putusan :

1. Putusan akhir adalah putusan yg mengakhiri


suatu sengketa atau perkara dalam suatu
tingkatan peradilan ttt.
2. Putusan yg bukan putusan akhir/putusan
sela/putusan antara adalah putusan yg
fungsinya tdk lain u/ memperlancar
pemeriksaan perkara.
Putusan Akhir 41

• Jenis – jenisnya :
1. Putusan Condemnatoir adalah putusan yg bersifat
menghukum pihak yg dikalahkan u/ memenuhi prestasi.
2. Putusan Constitutif adalah putusan yg meniadakan atau
menciptakan suatu kedaan hukum, misal : pemutusan
perkawinan, pengangkatan wali, pemberian
pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian,
dsb.
3. Putusan Declaratoir adalah putusan yg isinya bersifat
menerangkan atau menyatakan apa yg sah, misal :
putusan dalam sengketa mengenai anak sah.

• Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir


maupun constitutif bersifat declaratoir.
Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan
Sela/Putusan Antara 42

• Putusan sela tetap harus diucapkan di dalam


persidangan tdk dibuat scr terpisah, tetapi
ditulis dlm berita acara persidangan.
(Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg)

• Putusan sela hanya dapat dimintakan banding


bersama-sama dengan permintaan banding thd
putusan akhir.
(Ps. 190 ayat 1 HIR; Ps. 201 ayat 1 Rbg)
Lanjutan ….. Putusan yg Bukan Putusan
Akhir/Putusan Sela/Putusan Antara 43

• Jenis – jenis Putusan Sela/Putusan Antara :

1. Putusan Praeparatoir adalah putusan sbg persiapan putusan akhir, tanpa


mempunyai pengaruh a/ pokok perkara atau putusan akhir, misal :
putusan u/ menggabungkan 2 perkara, putusan u/ menolak
diundurkannya pemeriksaan saksi.
2. Putusan Interlocutoir adalah putusan yg isinya memerintahkan
pembuktian, misal : putusan ini dpt mempengaruhi putusan akhir, misal :
putusan u/ dilaksanakannya pemeriksaan saksi atau pemeriksaan
setempat (rekonstruksi).
3. Putusan Insidentil adalah putusan yg berhubungan dgn insident, yaitu
peristiwa yg menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum
berhubungan dgn pokok perkara.
4. Putusan Provisionil adalah putusan yg menjawab tuntutan provisionil,
yaitu permintaan pihak ybs agar sementara diadakan tindakan
pendahuluan guna kepentingan salah 1 pihak, sebelum putusan akhir
dijatuhkan.
44

PELAKSANAAN PUTUSAN
Hakekat Pelaksanaan Putusan 45

• Pelaksanaan Putusan/Eksekusi pd hakekatnya adalah


realisasi drpd kewajiban pihak ybs u/ memenuhi prestasi yg
tercantum dlm putusan tsb.

• Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu


kekuatan u/ dilaksanakan apa yg ditetapkan dalam putusan
itu secara paksa o/ alat2 negara.
“Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”

• Hanya putusan Condemnatoir sj yg dapat dilaksanakan scr


paksa o/ pengadilan. Putusan declaratoir & constitutif tdk
memerlukan sarana pemaksa dlm melaksanakannya, krn
tdk memuat hak a/ suatu prestasi.
Jenis – jenis Pelaksanaan Putusan 46

1. Eksekusi putusan yg menghukum pihak yg dikalahkan u/


membayar sejumlah uang. (Ps. 196 HIR; Ps. 208 Rbg)
2. Eksekusi putusan yg menghukum orang u/ melakukan
suatu perbuatan. Orang tdk dpt dipaksakan u/
memenuhi prestasi yg brp perbuatan. Akan tetapi pihak
yg dimenangkan dpt meminta kpd hakim agar
kepentingan yg akan diperolehnya dinilai dgn uang. (Ps.
225 HIR; Ps. 259 Rbg)
3. Eksekusi Riil, mrpk pelaksanaan prestasi yg dibebankan
kpd debitur o/ putusan hakim scr langsung. (Ps. 1033
RV; Ps. 200 ayat 11 HIR; Ps. 218 ayat 2 Rbg)
4. Eksekusi langsung (Parate Executie), tjd apabila seorang
kreditur menjual barang2 ttt milik debitur tanpa
mempunyai titel eksekutorial (Ps. 1155. 1175 ayat 2
KUHPerdata)
47

UPAYA HUKUM
TERHADAP PUTUSAN
• Upaya hukum adalah upaya atau alat u/
mencegah atau memperbaiki kekeliruan dlm 48
suatu putusan.

PERLAWANAN /
VERZET

BIASA BANDING

KASASI
UPAYA HUKUM

PENINJAUAN KEMBALI /
REQUEST CIVIL
ISTIMEWA
PERLAWANAN PIHAK KE-3 /
DERDENVERZET
PERLAWANAN / VERZET 49

• Dasar hukum : Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR; Ps.


149 ayat 3 jo. 153 Rbg.

• Perlawanan mrpk upaya hukum thd putusan yg


dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (putusan
verstek). Perlawanan pd asanya disediakan bg
pihak tergugat yg umumnya dikalahkan.
BANDING 50

• UU 4/2004 Ps. 21 (1) : Terhadap putusan


pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan
banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-
pihak yang bersangkutan, kecuali undang-
undang menentukan lain.
KASASI 51

• UU 4/2004 Ps. 22 : Terhadap putusan


pengadilan dalam tingkat banding dapat
dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung
oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali
undang-undang menentukan lain.
PENINJAUAN KEMBALI /
REQUEST CIVIL 52

• UU 4/2004 Ps. 23 ayat (1) : Terhadap putusan


pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, pihakpihak yang bersangkutan dapat
mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu
yang ditentukan dalam undangundang.

• Yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu”


dalam ketentuan ini antara lain adalah
ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya
kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan
hukumnya.
PERLAWANAN PIHAK KE-3 /
DERDENVERZET 53
• Asas : Putusan hanya mengikat para pihak yg berperkara & tdk
mengikat pihak ke-3 (Ps. 1917 KUHPerdata).

• Apabila ada PPihak ke-3 yg hak2 nya dirugikan o/ suatu putusan, mk


ia dpt mengajukan perlawanan thd putusan tsb (Ps. 378 Rv).

• Perlawanan ini diajukan kpd hakim yg menjatuhkan putusan yg


dilawan itu dgn menggugat pr pihak ybs dgn cara biasa (Ps. 379 Rv).

• Apabila derdenverzet dikabulkan, mk putusan yg dilawan itu


diperbaiki sepanjang merugikan pihak ke-3 (Ps. 382 Rv).
M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.

Anda mungkin juga menyukai