Anda di halaman 1dari 38

“ASUHAN PADA

PASIEN PRE DAN


PASCA BEDAH PADA
KASUS KEBIDANAN”
By: Ns. Awal Darmawan,M.Kep
Ns. Awal Darmawan,M.Kep
 PNS DI RSUD ABDOEL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA
 OWNER “Rumah sunat dan Perawatan luka
(Pelita care Samarinda)”
 Trainers di MST 119 Jakarta
 Dosen tidak tetap di POLTEKKES KEMENKES
KALTIM PRODI KEBIDANAN
 Alumni SPK Depkes Balikpapan, D3 POLTEKKES
Samarinda, S1 dan Ners di Stikes
Muhammadiyah Samarinda, S2 KMB di UNHAS
Makassar

08135075176
PENGERTIAN
 Perioperatif merupakan manajemen dan treatment
pasien selama tiga fase
pembedahan yaitu preoperatif, intraoperatif dan
postoperatif. (Delaune, 2006).
 Asuhan kebidanan perioperatif meliputi asuhan
kebidanan yang diberikan kepada pasien sebelum
(preoperatif), selama (intraoperatif) dan setelah
pembedahan (pascaoperatif)
PERIOPERATIF

PRE OPERASI INTRA OPERASI POST OPERASI

PERSIAPAN MEJA RECOVERY


OPERASI OPERASI ROOM

KAMAR RECOVERY EVALUASI


OPERASI ROOM SELANJUTNYA
PREOPERATIF

 Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk


dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien
dikirim ke meja operasi.
 Lingkup aktifitas asuhan kebidanan: penetapan
pengkajian dasar pasien, wawancara praoperatif, dan
menyiapkan pasien untuk anestesi pada pembedahan.
PERSIAPAN PASIEN PRE
OPERASI

 PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi dibagi dalam 2
tahapan, yaitu :
a. Persiapan di unit perawatan
b. Persiapan di ruang operasi
PERSIAPAN FISIK PRE OPERASI
 Status kesehatan fisik secara umum:
- Identitas klien
- Riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu
- Riwayat kesehatan keluarga
- Pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi
endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.
- istirahat yang cukup
 Status Nutrisi
- tinggi badan dan berat badan
- lipat kulit trisep
- lingkar lengan atas
- kadar protein darah (albumin dan globulin)
- Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan.
- Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai resiko
dalam pelaksanaan operasi.
PERSIAPAN FISIK PRE OPERASI
 Keseimbangan cairan dan elektrolit Intake dan output, kadar
elektrolit serum. Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat
dengan fungsi ginjal. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat
dilakukan dengan baik. Jika ginjal mengalami gangguan seperti
oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi
ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal.
 Kebersihan lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu
dengan tindakan enema/lavement. Puasa 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya
cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke
area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).
PERSIAPAN FISIK PRE OPERASI
 Pencukuran daerah operasi untuk menghindari terjadinya infeksi
pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat kuman dan mengganggu proses
penyembuhan dan perawatan luka. Ada beberapa kondisi yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien
luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran harus dilakukan
dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang
dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur
sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
 Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi
dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat
kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi
pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi,
herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
femur, hemmoroidektomi
PERSIAPAN FISIK PRE OPERASI

 Personal Hygine: Kebersihan tubuh pasien sangat penting


karena tubuh yang kotor merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.
Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi
sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih
seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat
akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
 Pengosongan kandung kemih: Pengosongan kandung kemih
dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain
untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
LATIHAN PRE OPERASI

 Latihan Pra Operasi: Berbagai latihan sangat diperlukan


pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi
pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi,
batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum
operasi antara lain :
1. Latihan nafas dalam
2. Latiihan batuk efektif
3. latihan gerak sendi
LATIHAN PRE OPERASI
1. Latihan nafas dalam
 Membantu pasien relaksasi sehingga mampu beradaptasi dengan nyeri
dan meningkatkan kualitas tidur.
 Meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi
umum.
 Pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
 latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
-Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler)
dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
- Letakkan tangan diatas perut
- Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam
kondisi mulut tertutup rapat.
- Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan,
udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
- Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
- Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
LATIHAN PRE OPERASI
2. Latihan Batuk Efektif
Terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general karena
pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi
teranstesi.
Latihan batuk efektif bermanfaat setelah operasi untuk mengeluarkan lendir
atau sekret.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara:
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan
dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan
tidak hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja karena
bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun
tidak berbahaya terhadap incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi
guncangan tubuh saat batuk.
LATIHAN PRE OPERASI
3. Latihan Gerak Sendi
-Sangat penting bagi pasien sehingga, pasien dapat melakukan berbagai pergerakan yang
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
-Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek
atau takut luka operasinya lama sembuh.
-lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus.
-Menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan
-Terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
-Memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena
-Menunjang fungsi pernafasan optimal.
-Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM).
-Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif seiring
bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri
FAKTOR RESIKO OPERASI

1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko
lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun .
sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya
semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan.
Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat
diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Pada obesitas, selama pembedahan jaringan
lemak, terutama rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan
teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Psien
bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami
hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen,
flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering
pada pasien obes.
FAKTOR RESIKO OPERASI
3. Penyakit Kronis
Pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakaian energi kalori
untuk penyembuhan primer. Sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi
pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.

4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin


Pada pasien gangguan endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol,
bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan
adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat
agen anstesi. Atau akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuat pasca
operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain adalah asidosis
atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko
mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan obat-obatan kortikosteroid harus
sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
FAKTOR RESIKO OPERASI

5. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami
gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis
pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah
sistemiknya.

6. Alkohol dan obat-obatan


Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali
menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti
gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko
pembedahan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi , seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang
(daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP,
Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
b. Pemeriksaan Laboratorium, darah : hemoglobin, leukosit, limfosit, LED,
trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium,
natrium, dan chlorida), CT, BT, ureum kretinin, BUN, Bisa juga dilakukan
pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan
darah.
2. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.
Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
3. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
untuk mengetahui apakah KGD normal atau tidak. dilakukan dengan
puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi)
dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
1. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan menggunakan metode ASA
(American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan
teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah
dan sistem saraf. ASA grade :
2. Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita
dengan hernia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi yang
sehat
3. Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan disebabkan oleh
penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, bronkitis ,
diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi
4. Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut
5. Penyakit sistemik berat yang membahayakan jiwa yang tidak selalu
dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau
infark miokard.
6. Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan
dilakukan sebagai pilihan terakhir. Misal: penderita syok berat karena
perdarahan akibat kehamilan di luar rahim.
KOMPLIKASI POST OPERASI

1. Infeksi pasca operasi


2. Dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu)
3. Demam
4. Penyembuhan luka yang lama
5. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
PENGKAJIAN PRAOP

1. Status Nutrisi dan Penggunaan Bahan Kimia:


obesitas, penggunaan obat dan alkohol.
2. Status Pernapasan.
3. Status Kardiovaskuler.
4. Fungsi Hepatik dan Ginjal.
5. Fungsi Endokrin.
6. Fungsi Imunologi
7. Terapi Medikasi Sebelumnya: kortikosteroid
adrenal, diuretik, fenotiasin, dll.
INTERVENSI PRAOP

1. Nutrisi dan cairan.


2. Persiapan intestinal.
3. Persiapan kulit praoperatif.
4. Medikasi praanestesi: barbiturat/tranquilizer
(pentobarbital,benzodiasepine), opioid,
antikolinergik,dll.
5. Catatan praoperatif.
6. Transportasi ke ruangan prabedah (30-60 menit
sebelum anestesi).
7. Membantu keluarga melewati pengalaman bedah
pasien
INFORMED CONSENT

1. Pemberian penjelasan atau informasi tentang tindakan pembedahan


yang akan dilakukan termasuk komplikasi yang dapat terjadi.
2. Persetujuan tindakan medik diperlukan ketika:
 Prosedur tindakan adalah invasif
 Menggunakan anestesi.
 Prosedur non-bedah yang dilakukan dimana risikonya pada
pasien lebih dari sekedar risiko ringan, spt: arteriogram.
 Prosedur yang dilakukan mencakup terapi radiasi.
3. Form persetujuan harus ditandatangani oleh
pasien/keluarga, saksi dan dokter yang menjelaskan
PENKES PASIEN PRAOPERATIF

1. Latihan napas dalam


2. Batuk efektif
3. Relaksasi.
4. Perubahan posisi dan gerakan tubuh aktif.
5. Kontrol dan medikasi nyeri.
6. Kontrol kognitif : imajinasi, distraksi, pikiran
optimis diri.
INTRAOPERATIF

 Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau


dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan.
 Lingkup aktivitas kebidanan mencakup
pemasangan IV cath, pemberian medikasi intravena,
melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh
sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.
 Contoh : memberikan dukungan psikologis selama
induksi anastesi, bertindak sebagai bidan scrub,
atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja
operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar
kesimetrisan tubuh.
POST OPERASI

 Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan


(recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan
klinik atau di rumah.
 Lingkup aktivitas kebidanan mencakup rentang aktivitas yang luas selama
periode ini.
 Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi.
 Aktivitas kebidanan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan
pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang
penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
INDIKASI PEMBEDAHAN

 DIAGNOSTIK:
Biopsi, laparatomi eksplorasi,dll.
 KURATIF:
Eksisi tumor, apendiktomi,dll.
 REPARATIF:
Memperbaiki luka multipleks/ debridement,dll
 REKONSTRUKTIF/ KOSMETIK:
Mammoplasti,dll.
 PALIATIF:
Untuk menghilangkan nyeri atau
memperbaiki masalah (pemasangan selang gastrostomi)
KLASIFIKASI PEMBEDAHAN

 KEDARURATAN: Pasien membutuhkan perhatian segera; ganguan


mungkin mengancam jiwa.
Indikasi untuk pembedahan: Tanpa ditunda.
Contoh: Perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur
tulang tengkorak, luka tembak atau luka tusuk, luka bakar sangat luas.
 URGEN: Pasien membutuhkan perhatian segera.
Indikasi u/ pembedahan: Dalam 24-30 jam.
Contoh: Batu ginjal atau batu pada ureter.
 DIPERLUKAN: Pasien harus menjalani pembedahan.
Indikasi u/ pembedahan: Direncanakan dalam beberapa minggu/bulan.
Contoh: Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih, gangguan
tiroid, katarak.
 ELEKTIF: Pasien harus dioperasi ketika diperlukan.
Indikasi u/ pembedahan: Tidak dilakukan pembedahan jika tidak terlalu
membahayakan.
Contoh: Perbaikan eskar, Perbaikan vaginal, Hernia sederhana.
JENIS ANASTESI

1. General Anastesy yaitu hilangnya seluruh


sensasi dan kesadaran termasuk reflek batuk
dan reflek muntah sehingga harus dijaga dari adanya
aspirasi. Biasanya diberikan secara intra vena atau
inhalasi.
2. Regional Anastesi yaitu menghambat
jalannya impuls saraf ke dan dari area atau
bagian tubuh. Klien kehilangan sensasi pada sebagian
tubuhnya tetapi tetap sadar.
TEHNIK ANASTESI
REGIONAL
1.Topikal (Surface) yaitu anastesi langsung pada kulit dan
membran mukosa untuk menbuka bagian kulit, luka dan luka
bakar. Misalnya lidocaine dan benzocaine, jenis ini biasanya
cepat diserap dan bereaksi cepat.
2.Local Anastesi (Infiltrasi), yaitu anestesi yang disuntikan
pada area tertentu dan digunakan untuk pembedahan minor,
misalnya lidocaine atau tetracaine 0,1%.
3.Block Nerve (Bier Block), obat anastesi disuntikan didaerah
syaraf atau kumpulan syaraf kecil untuk menghasilkan sesasi
pada daerah kecil pada tubuh.
4.Anastesi Spinal, termasuk blik pada subbarracnoid. Yaitu
obat anastesi disuntikan kedaerah subarachnoid sampai ke
spinal cord.
5.Epidural Anastesi, injeksi pada daerah dalam spinal tetapi
diluar duramater.
FASE INTRAOPERATIF

Pemeliharaan Keselamatan:
1. Atur posisi pasien
- Kesejajaran fungsional
- Pemajanan area pembedahan
- Mempertahankan posisi sepanjang prosedur pembedahan
2. Memasang alat grounding ke pasien.
3. Memberikan dukungan fisik.
4. Memastikan bahwa jumlah instrumen tepat.
5. Pemantauan fisiologis:
- Memperhitungkan efek dari hilangnya atau masuknya cairan.
- Membedakan data kardiopulmonal yang normal dengan yang
abnormal.
- Melaporkan perubahan-perubahan pada pemeriksaan vital sign.
DUKUNGAN PSIKOLOGIS SEBELUM
INDUKSI

1. Memberikan dukungan emosional pada pasien


2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan
selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien
kepada tim kesehatan.
FASE PASCAOPERASI

KOMUNIKASI DAN INFORMASI


INTRAOPERATIF:
1. Menyebutkan nama pasien.
2. Menyebutkan jenis pembedahan yang dilakukan.
3. Menggambarkan faktor-faktor intraoperatif (pemasangan drain atau
kateter, kekambuhan peristiwa-peristiwa yang tidak diperkirakan).
4. Menggambarkan keterbatasan fisik.
5. Melaporkan tingkat kesadaran praoperatif pasien.
6. Mengkomunikasikan alat-alat yang diperlukan.
PENGKAJIAN PASCAOPERASI DI
RUANGAN

1. Airway dan respiratory status


Normal : Nafas adequat tanpa otot-otot pernafasan, frekuensi sesuai
umur, dinding dada simetris, SpO2 95-100%, bila bangun kooperatif.
Tidak normal : Nafas stridor, dinding dada asimetris, dyspneu, bunyi
nafas whising, rhonchy, tidak dapat angkat kepala, lemah sekali.
2. Cyrculatory status
- Nadi apical dan periperal normal
- BP berkisar 20 mmHg dari normal
- Kulit hangat, warna kuku pink
- Capilary refill < 3 detik
- Irama ECG normal
PENGKAJIAN PASCAOPERASI DI
RUANGAN

1. Monitoring devices
- ECG ( cardiac monitor)
- Pressure Monitor ( Arterial BP, CVP)
Neurologi status:
- Membuka mata spontan
- Mengikuti perintah( GCS 15)
2. Status cairan dan metabolik
- Balance intake dan output
- Ciran infus lancar sesuai program
- Tidak ada distensi bladder
- Turgor kulit baik
- Drain dan tubing patent
- Dressing kering dan rapi
SAFETY MANAGEMENT

1. Atur posisi klien :


a. Kesejajaran fungsional
b. Pemajanan area pembedahan
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
2. Memberikan dukungan fisik
3. Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum dan instrumen
tepat.
PEMANTAUAN FISIOLOGIS

1.Melakukan balance cairan


2.Memantau kondisi cardiopulmonal
3.Pemantauan terhadap perubahan vital sign
SAYA BUKAN YANG TERBAIK.
NAMUN, SAYA BELAJAR
MENJADI YANG TERBAIK……

TERIMAKASIH………

Anda mungkin juga menyukai