Anda di halaman 1dari 11

TUGAS SEJARAH

NAMA : I GEDE PUTU GARTHA PRASIDHIYANTA KELAS : XII IPA 5 NO : 20

SMA NEGERI 7 DENPASAR 2012/2013

A. REVOLUSI HIJAU DAN INDUSTRIALISASI


Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960) Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.

Revolusi hijau di Indonesia


Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara negara berkembang dan Indonesia dijalankan sejak rezim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965.[3] Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting[4]: penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi. Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para

pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di Afrika. Dampak positif dari revolusi hijau : Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada. Dampak negatif dari revolusi hijau : 1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah. 2. Penurunan keanekaragaman hayati. 3. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk. 4. Penggunaan peptisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.

Industrialisasi di Indonesia
Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang merubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri[1]. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi. Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia dimana manusia merubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya. Negara pertama yang melakukan industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi industri pada abad ke 18. Pada akhir abad ke 20, Negara di Asia Timur telah menjadi bagian dunia yang paling banyak melakukan industrialisasi. Deskripsi Industrialisasi

Menurut klasifikasi Jean Fourastie, sebuah ekonomi terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama terdiri dari produksi komoditas (pertanian, peternakan, ekploitasi sumber daya mineral). Bagian kedua proses produksi barang untuk dijual dan bagian ketiga sebagai industri layanan. Proses Industrialisasi didasarkan pada perluasan bagian kedua yang kegiatan ekonominya didominasi oleh kegiatan bagian pertama. Revolusi Industri pertama terjadi pada pertengahan abad ke 18 sampai awal abad ke 19 di daerah Eropa Barat, Amerika Utara, dimulai pertama kali di Inggris. Revolusi Industri kedua terjadi pada pertengahan abad ke 19 setelah penemuan mesin uap, listrik, mesin pembakaran dalam (tenaga fosil) dan pembangunan kanal kanal, rel kereta api sampai ke tiang listrik[5]. Dampak Sosial dan Lingkungan 1. Urbanisasi Terpusatnya tenaga kerja pada pabrik pabrik di suatu daerah, sehingga daerah tersebut berkembang menjadi kota besar. 2. Eksploitasi tenaga kerja Pekerja harus meninggalkan keluarga agar bisa bekerja dimana industri itu berada. 3. Perubahan pada struktur keluarga Perubahan struktur sosial berdasarkan pada pola pra industrialisasi dimana suatu keluarga besar cenderung menetap di suatu daerah. Setelah industrialisasi keluarga biasanya berpindah pindah tempat dan hanya terdiri dari keluarga inti (orang tua dan anak anak). Keluarga dan anak anak yang memasuki kedewasaan akan semakin aktif berpindah pindah sesuai tempat dimana pekerjaan itu berada. 4. Lingkungan hidup Industrialisasi menimbulkan banyak masalah penyakit. Mulai polusi udara, air, dan suara, masalah kemiskinan, alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah kesehatan di Negara industri disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan juga patogen (mikroorganisme penyebab penyakit) Industrialisasi di Indonesia Industrialisasi di Indonesia semakin menurun semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri, tetapi lebih kepada penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk asing[8]. Faktor-faktor pembangkit Industri Indonesia Adapun faktor-faktor pembangkit industri di Indonesia, antara lain:[9]:

1. Struktur organisasi Dilakukan inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor. Sebagai pihak yang membawa,mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi. 2. Ideologi Perlu sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan suatu teknologi apakah menganut tecno-nasionalism,techno-globalism, atau techno-hybrids[10]. 3. Kepemimpinan Pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Faktor penghambat Industri Indonesia: Faktor-faktor yang menjadi penghambat industri di Indonesia meliputi[11]: 1. Keterbatasan teknologi Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektifitas dan kemampuan produksi. 2. Kualitas sumber daya manusia Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru. 3. Keterbatasan dana pemerintah Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi

Dampak Industrialisasi di Indonesia

Teknologi memungkinkan negara tropis seperti Indonesia untuk memanfaatkan kekayaan hutan untuk meningkatkan devisa negara dan pembangunan infrastruktur. Hilangnya hutan di Indonesia berarti hilang juga tanaman - tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat dan juga fauna langka yang hidup di ekosistem hutan tersebut. Dibalik kesuksesan Indonesia dalam pembangunan sebenarnya ada kemerosotan dalam cadangan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan. Pada kota kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Medan, Jakarta, Surabaya, Bandung, Lhoksumawe, bahkan hampir seluruh kota kota di pulau Jawa sudah mengalami peningkatan suhu udara, Walaupun daerah tersebut tidak pesat perkembangan industrinya. Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. mengelompokkan pecemaran atas dasar[12]: 1. Bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya. 2. Pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial. 3. Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.

B. BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU

Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa) Runtuhnya Orde Baru

*gambar kerusuhan yang terjadi pada saat masa orde baru

Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai Pahlawan Reformasi. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.

Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi PROSES BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU MENUJU REFORMASI 4 Mei 2012 Keberhasilan pemerintaha Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bangsa Indonesia. Indikasi keberhasilan itu antara lain tingkat GNP (Gross National Product) pada tahun 1977 mencapai US$1200 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7% dan inflasi di bawah 3%. Ditambah lagi dengan meningkatnya sarana dan prasaran fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru ternyata kurang diimbangi dengan pembangunan mental (character building). Akibatnya terjadi krisis multidimensi yaitu: 1. Krisis Politik Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Keadaan seperti ni mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang didukung oleh para dosen serta para rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshulffe cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dan MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN. Gerakan Reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket indang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya:

UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum. UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR. UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum. UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

Namun, setahun sebelum pemilihan umum yang diselenggarakan pada bulan Mei 1997, situasi politik dalam negeri Indonesia mulai memanas. Pemerintah Orde Baru yang didukung oleh Golongan Karya (Golkar) berusaha untuk memenangkan secara mutlak seperti pada pemilu sebelumnya. Sementara itu, tekanan-tekana terhadap pemerintah Orde Baru di

masyarakat semakin berkembang baik dari kalangan politisi, cendikiawan, maupun kalangan kampus. Keberadaan partai-partai politik yang ada di legislatif seperti Parta Persatuan Pambangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dianngap tidak mampu menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Krisis politik sebagai factor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, menyebabkan munculnya tuntutan masyarakat yang menghendaki reformasi baik dalam kehidupan masyarakt, maupun pemerintahan di Indonesia. Masyarakat juga menginginkan agar dilaksanakan demokratisasi dalam kehidupan social, ekonomi, dan politik. Di samping itu, masyarakat juga menginginkan aturan hukum ditegakkan dengan sebenar-benarnya serta dihormatinya hakhak asasi manusia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah terhadap oposisi sangat besar, terutama terlihat dari perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. 2. Krisis Hukum Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya, kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pamerintah (ekskutif). Namun, pada kenyataanya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, karena hakim harus melayani kehendak penguasa. Bahkan hukum sering dijadikan sebagai alat pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah. Seringkali terjadi rekayasa dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa, keluarga kerabat atau para pejabat Negara. Sejak gerakan reformasi muncul, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya. Reformasi hukum harus secepatnya dilakukan karena merupakan tuntunan agar siap menyongsong era keterbukaan ekonomi dan globalisasi. 3. Krisis Ekonomi Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan likuidasinya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Dalam perkembangan berikutnya, nilai rupiah melemah dan menembus angka Rp 10000,- per dollar AS. Kondisi ini semakin diperparah oleh para spekulan valuta asing baik

dari dalam maupun luar negeri yang memanfaatkan keuntungan sesaat, sehingga kondisi ekonomi nasional semakin bartambah buruk. Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya. Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar utang luar negerinya yang telah jatuh tempo. Bahkan, banyak perusahann yang mengurangi atau menghentikan sama sekali kegiatannya. Angka pengangguran meningkat, sehingga daya beli dan kualitas hidup masyarakat pun semakin bertambah rendah. Kondisi perekonomian semakin memburuk karena pada akhir pada tahun 1997 persediaan sembilan bahan pokok (sembako) di pasaran mulai menipis. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat, seperti di irian Barat, Nusa Tenggara Timur, dan termasuk di beberapa daerah di Pulau jawa. Factor lain yang menyebabkan krisi ekonomi Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri, penyimpangan terhadap Pasal 33 UUD 1945, dan pola pemerintahan yang sentralistik. 4. Krisis Kepercayaan Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto. Berbagai aksi damai dilakukan para mahasiswa dan masyarakat. Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa itu semakin bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggl 4 Mei 1998. puncak aksi para mahasiswa it terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafihin Royan. Tidak sedikit para demonstran yang mengalami luka ringan hingga luka parah akibat bentrokan dengan aparat yang berusaha membubarkan demostrasi mahasiswa tersebut. Tragedi Trisakti mendorong munculnya solidaritas kalangan kampus dan masyarakat yang menentang kebijakan pemerintah yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat. Tragedi Trisakti juga menyulut aksi kerusuhan dan penjarahan tanggal 13 &14 Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, juga terjadi kerusuhan di beberapa wilayah lain di Indonesia. Ketika terjadi aksi anarkis tersebut, ribuan tempat tinggal pertokoan, kantor, dan kendaraan-kendaan terutama milik keturunn China dibakar. Bahkan banyak mayat-mayat yang telah terbakar ditemukan di pusat-pusat pertokoan. Keadaan seperti ini juga menyebabkan kehidupan masyarakat perkotaan diliputi oleh suasana kecemasan, rasa takut, dan tidak tentram. Pada tanggal 15 Mei 1998 Presiden Soeharto kembali ke Indonesia setelah dua hari berada di Mesir untuk menghadri KTT G-15. Masyarakat menuntut pertanggungjawaban atas peristiwa Mei kelabu kepada Presiden Soeharto. Dan desakan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan baik dari kalangan mahasiswa, pihak oposisi, bahkan dari orang-orang terdekatnya. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR/MPR untuk melakukan dialog dengan para pemimpin DPR/MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas. Mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total dipenuhinya. Kehadiran para mahasiswa di Gedung MPR/DPR itu mengundang lebih banyak lagi para

mahasiswa untuk datang ke gedung tersebut. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demonstrasi agar Presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei 1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Malam harinya, pimpinan ABRI menganggap bahwa himbauan itu merupakan pendapat individu pimpinan DPR/MPR yang disampaikan secara kolektif. Ketidakjelasan sikap elite politik nasional telah mengundang semakin banyaknya jumlah mahasiswa dan massa lainnya untuk datng ke Gedung DPR/MPR. Kondisi dan situasi politik nasional yang panas telah mengakibatkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat semakin lemah dikarenakan perekonomian terhenti akibat adanya jaminan keamanan. Pada tanggal 19 Mei 1998 nilai tukar rupiah menembus angka Rp15000,- per dollar AS. Untuk menyikapi hal ini, Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan pemilihan umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai presiden. Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan, karena sebagian besar mereka yang duduk dalam Dewan Reformasi itu menolak masuk ke dalam dewan tersebut. Begitu pula seorang menteri Kabinet Pembangunan VII menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri / berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan jabatan presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkanah Agung, sebagai Presiden RRepublik Indonesia yang baru di Istana Negara.

Anda mungkin juga menyukai