Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Mata merupakan salah satu organ tubuh yang sangat panting, dengan mata kita dapat memandang dunia dan melakukan segala sesuatu dengan baik. Deteksi dini dan penanganan segera pada masalah gangguan sistem penglihatan harus dilakukan untuk mengetahui adakah kelainan yang terjadi dan untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan. Masalah penglihatan glaukoma merupakan salah satu yang penting untuk dilakukan deteksi dini dan penanganan segera karena dapat mengakibatkan kebutaan bila tidak ditangani dengan tepat . Pada makalah ini penyusun akan menyampaikan bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan glaukoma .

B. Masalah Bagaimana galaukoma ini dapat terjadi pada anak yang tengah atau dalam masa pertumbuhan. Apalagi penyeakit ini terjadi pada bagian mata yang merupukan salah satu organ vital pada tubuh kita.

C. Tujuan Tujuan yang akan dicapai pada makalah seminar ini adalah mahasiswa dapat mengerti dan memahami asuhan keperawatan pada gangguan sistem panglihatan : Glaukoma sehingga nantinya dapat menerapkannya dalam praktik di lahan.

D. Ruang Lingkup Pada pembahasan makalah ini disampaikan asuhan keperawatan pada glaukoma mulai dari pengertian, penyebab, klasifkasi, pemeriksaan fisik dan diagnostik, pengkajian, diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensi keperawatan.

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO) dengan segala akibatnya ( Indriana N. Istiqomah, 2004 ). Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandanganmata ( SidartaIlyas,2000 ). Glaukoma adalah kondisi akibat dari tidak adekuatnya drainase aqueus humor dari bilik anterior mata, yang ditandai dengan peningkatan TIK yang menyebabkan atrofi saraf optic dan kebutaan bila tak teratasi ( Marilynn E. Doengoes, et all, 1999 ).

B. Etiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di dalam bilik posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu ( biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior ), maka akan terjadi peningkatan tekanan.

Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.

C. Klasifikasi

1. Glaukoma Primer
Glaucoma jenis ini merupakan bentuk yang paling sering terjadi, Struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan reabsorpsi aqueus humor mengalami perubahan patologi langsung.

a. Glaucoma Sudut Terbuka ( Glaucoma Simpleks )


Merupakan bentuk glaucoma primer yang lebih tersembunyi dan membahayakan serta paling sering terjadi, serta gangguan herediter yang menyebabkan perubahan degenerative.

Bentuk ini terjadi pada individu yang mempunyai sudut ruang ( sudut antara iris dan kornea ) terbuka normal tetapi terdapat hambatan pada aliran keluar aqueous humor melalui sudut ruangan.

b. Glaucoma Sudut Tertutup ( Sudut Sempit )


Menyempitnya sudut dan perubahan letak iris yang terlalu ke depan. Perubahan letak iris menyebabkan kornea menyempit atau menutup sudut ruangan, yang akan menghalangi aliran keluar aqueous humor. TIO meningkat dengan cepat, kadangkadang mencapai tekanan 50-70 mmHg. Tanda dan gejala meliputi nyeri hebat di dalam dan sekitar mata, pandangan kabur. Klien kadang mengeluhkan keluhan umum seperti sakit kepala, mual, muntah, kedinginan, demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata ( gangguan penglihatan, fotofobia, dan lakrimasi ) tidak begitu dirasakan oleh klien.

2. Glaukoma Sekunder
Glaucoma sekunder adalah glaucoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam mata.

Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktifitas struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan/atau reabsorbsi aqueous humor. Gangguan ini terjadi akibat : a. Perubahan lensa, dislokasi lensa, intumesensi lensa yang katarak, terlepasnya kapsul lensa pada katarak. b. Perubahan uvea, uveitis anterior, melanoma dari jaringan uvea, neovaskularisasi di iris. c. Trauma, hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea/limbus disertai prolaps iris. d. Operasi, pertumbuhan epitel yang masuk camera oculi anterior (COA), gagalnya pembentukan COA setelah operasi katarak, uveitis pascaektraksi katarak ynag menyebabkan perlengketan iris.

3. Glaukoma Kongenital
Terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan trabekular. Kondisi ini disebabkan oleh cirri autosom resesif dan biasanya bilateral. Tanda dan Gejala : a. Fotofobia b. Blefarospasme c. Epifora d. Mata besar e. Kornea keruh

Di samping itu ada juga yang mengklasifikasikan menjadi glukoma akut dan kronik 1. Glaucoma Akut 2. Glaucoma Kronik

Pada makalah ini akan dibahas mengenai glaucoma akut dan glaucoma kronik D. GLAUKOMA AKUT 1. Pengertian Penyakit mata yang disebabkan oleh TIO yang meningkat mendadak sangat tinggi. 2. Etiologi Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih. 3. Faktor Predisposisi Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.

4. Manifestasi klinik 1). Rasa sakit hebat yang menjalar ke kepala disertai mual muntah 2). Mata merah dan bengkak 3). Tajam penglihatan menurun 4). Melihat lingkaran-lingkaran seperti pelangi atau halo disekitar lampu yang dilihat 5). Reaksi pupil hilang atau melambat 6). Kornea suram karena sembab 7). Pupil midriasis 8). Funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media refraksi 9). Pada perabaan, bola mata yang sakit teraba lebih keras dibanding sebelahnya 5. Pemeriksaan Penunjang Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan. Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.

6. Komplikasi : Dapat menyebabkan kebutaan/blink 7. Penatalaksanaan Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.

E. GLAUCOMA KRONIK 1. Pengertian Glaucoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan TIO mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen 2. Etiologi Penyebab terjadinya glaucoma kronik adalah : Keturunan dalam keluarga, Penyakit Diabetes Mellitus, Arteriosklerosis, Pemakaian kortikosteroid jangka panjang.

3. Manifestasi klinik Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen. 4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.

Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur. 5. Penatalaksanaan Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, untuk menilai perkembangan dari tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk, meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.

F. PATOFLOW GLAUKOMA

G. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian a) Aktivitas / Istirahat perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengangangguan penglihatan. b) Makanan / Cairan Mual, muntah (glaukoma akut) c) Neurosensori Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan. Peningkatan air mata. d) Nyeri/Kenyamanan Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis) Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut). e) Penyuluhan / Pembelajaran Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.

2. Pemeriksaan Diagnostik Kartu mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik

10

Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg) Pengukuran gonioskopi : Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma. Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan. Pemeriksaan oftalmoskopi : Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma. Darah lengkap, LED : Menunjukkan anemia sistemik/infeksi. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : memastikan Aterosklerosisi,PAK. Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM.

3. Prioritas Keperawatan Mencegah penyimpangan penglihatan lebih lanjut. Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan/penurunan ketajaman penglihatan. Mencegah komplikasi. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

4. Tujuan Pemulangan Penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin. Pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif. Komplikasi dicegah/minimal. Proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.

5. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan sensori perseptual : penglihatan b.d gangguan penerimaan ; gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.

11

Kriteria Hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut. Intervensi : Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan

kehilangan penglihatan Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah dosis Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam. Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi

b. Ansietas b.d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup. Kriteria Hasil : Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi. Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah Pasien menggunakan sumber secara efektif

Intervensi : Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan. Identifikasi sumber/orang yang menolong.

12

c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ; pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah. Kriteri Hasil : Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan. Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.

Intervensi : Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi, contoh Gelang Waspada-Medik Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata. Izinkan pasien mengulang tindakan. Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal. Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur dll. Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong,

menggunakan baju ketat dan sempit. Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat. Tekankan pemeriksaan rutin. Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda - tanda glaukoma.

13

DAFTAR PUSTAKA

Istiqomah, Indriana N, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, EGC, Jakarta, 2004 Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982 Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992 Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000

14

Anda mungkin juga menyukai