Anda di halaman 1dari 25

Proses penyakit keganasan pada system pernafasan A.

Definisi Kanker adalah sel yang telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak teratur. Kanker bisa terjdi dari berbagai jaringan dalam berbagai organ. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangbiakannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya dan bisa menyebar (metastasis) ke seluruh tubuh. Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan. Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen). Dalam suatu proses dimana sebuah sel normal menjadi sebuah sel ganas, pada akhirnya DNA dari sel tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan dalam bahan genetik sel sering sulit ditemukan, tetapi terjadinya kanker kadang dapat diketahui dari adanya suatu perubahan dalam ukuran atau bentuk dari satu kromosom tertentu. Selanjutnya perubahan yang ringan dalam DNA mempermudah terbentuknya adenoma (tumor jinak). Gen lainnya (onkogen ras) menyebabkan adenoma tumbuh lebih aktif. Hilangnya gen penekan pada kromosom 18 selanjutnya akan merangsang adenoma dan pada akhirnya hilangnya gen pada kromosom 17 akan merubah adenoma yang jinak menjadi kanker. Perubahan tambahan lainnya bisa menyebabkan kanker menyebar luas ke seluruh tubuh (metastase).

Pada saat sebuah sel menjadi ganas, sistem kekebalan sering dapat merusaknya sebelum sel ganas tersebut berlipatganda dan menjadi suatu kanker. Kanker cenderung terjadi jika sistem kekebalan tidak berfungsi secara normal, seperti yang terjadi pada penderita .Aids, orang-orang yang menggunakan obat penekan kekebalan dan pada penyakit autoimun tertentu. Tetapi sistem kekebalan tidak selalu efektif, kanker dapat menembus perlindungan ini meskipun sistem kekebalan berfungsi secara normal. Kanker Paru (Karsinoma Bronkogenik) adalah tumor malignan yang timbul dari Bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid, biasanya terletak dalam bronki yang besar. Atau mungkin adenokarsinoma, yang timbul jauh di luar paru. Kanker paru (karsinoma bronkkogenik) adalah tumor ganas yang berasal dari saluran pernapasan (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 181). Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi primer. Kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernapasan bawah bersifat epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkhus (Arif Muttaqin, 2008: 198). B. Klasifikasi Kanker Paru-Paru Lebih dari 90% kanker paru-paru berawal dari bronki (saluran udara besar yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut karsinoma bronkogenik, yang terdiri dari: Karsinoma sel skuamosa, Karsinoma sel kecil atau karsinoma sel gandum, Karsinoma sel besar Adenokarsinoma. Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru. Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah: Adenoma (bisa ganas atau jinak, Hamartoma kondromatous (jinak) dan Sarkoma (ganas). Limfoma merupakan kanker dari sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-paru atau merupakan penyebaran dari organ lain. Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim, rektum, buah zakar, tulang dan kulit. Klasifikasi Klasifikasi kanker paru menurut WHO tahun 1981, kanker paru primer terbagi atas 6 jenis utama :

a.

Karsinoma Sel Epedermoid = Sel Skuamus (Squamous Cell Ca), terdiri atas : 1) Differensiasi tinggi (well differentiated) 2) Differensiasi sedang (moderately differentiated) 3) Differensiasi rendah (poorly differentiated)

b.

Karsinoma Sel Kecil (Small Cell Carcinoma), terdiri atas : 1) Karsinoma sel oat (oat cell Ca) 2) Jenis sel intermedia (intermediate cell type) 3) Kombinasi karsinoma sel oat (combine oat cell Ca)

c.

Karsinoma kelenjar (Adeno Carcinoma), terdiri atas : 1) Karsinoma kelenjar asiner 2) Karsinoma kelenjar papiler 3) Karsinoma bronkiolus alveolar 4) Karsinoma padat dengan pembentukan mukus (Solid Ca with mucous formation)

d.

Karsinoma sel Besar ( Large cell Carcinoma) 1) Karsinoma sel datia (giant cell Ca) 2) Karsinoma sel jernih (clear cell Ca)

e. f.

Karsinoma Kelenjar skuamus (adeno Squamus Carcinoma) Tumor Karsinoid (carcinoid Tumor)

(Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 185). C. Penyebab Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tetapi pajanan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. a. Asap Tembakau Perokok aktif dan perokok pasif mempunyai potensi terkena kanker paru karena asap tembakau yang terkandung dalam rokok. Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh. Zat-zat karsinogen (pemicu kanker) yang terkandung pada rokok adalah: vinyl chloride benzo (a) pyrenes nitroso-nor-nicotine

b. Polusi Udara Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer, termasuk sulfur, emisi kendaraan bermotor dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti menunjukan bahwa insiden kanker paru lebih besar terjadi pada daerah perkotaan sebagai akibat penumpukan palutan dan emisi kendaraan bermotor. c. Pajanan zat karsinogen Pemajanan kronik terhadap karsinogen industrial, seperti arsenic, asbestos, gas mustard, krom, asap oven untuk memasak, nikel, minyak, dan radiasi telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru. d. Genetik Terdapat perubahan atau mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yaitu Proto oncogen, Tumor sopressor gene, gene encoding enzyme. Teori Onkogenesis: Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya insiator mengubah gen suppressor tumor dengan cara menghilangkan (delasi/ del) atau penyisipan (insersi/ ins) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atu neu/ erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah-Programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. e. Diet Rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru. D. Patofisiologi Karsinoma pada sel skuamosa merupakan karsinoma bronkogenik histologis yang paling sering ditemukan. Kanker ini ditemukan pada permukaan sel epitel bronkhus. Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia terjadi akibat kebiasaan merokok jangka panjang secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke dalam bronkhi besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa sering kali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstruksi dan

infeksi sekunder. Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis. Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular mirip bronkhus dan sering kali mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul dibagian perifer segmen bronkhus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronis. Lesi sering kali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium awal dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu sampai terjadi metastasis yang luas. Karsinoma sel bronkhial-alveolar merupakan subtipe adenokarsinoma yang jarang ditemukan dan yang berasal dari epitel alveolus atau bronkhiolus terminalis. Awitan (onset) pada umumnya tidak nyata dan disertai tanda-tanda yang menyerupai pneumonia. Secara makroskopis neoplasma ini pada beberapa kasus mirip konsolidasi uniform pneumonia lobaris. Secara makroskopis, tampak kelompok-kelompok alveolus yang dibatasi oleh sel-sel jernih penghasil mukus dan terdapat banyak sputum mukoid. Prognosisnya buruk, kecuali dilakukan pembuangan lobus yang terserang pada saat penyakit masih stadium awal. Adenokarsinoma adalah satusatunya tipe histologi kanker paru yang tidak belum diketahui secara jelas berkaitan dengan kebiasaan merokok. Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat cepat. Karsinoma ini memiliki sitoplasma yang besar dan bermacam-macam ukuran inti. Sel-sel ini cenderung tumbuh di jaringan paru perifer. Sel ini juga memiliki daya tumbuh yang cepat dengan penyebaran esktensif ketempat lainnya. Karsinoma sel kecil seperti sel skuomosa, biasanya terdapat ditengah sekitar percabangan utama bronkhi. Tidak seperti kanker paru yang lain, jenis tumor ini timbul pada sel-sel kulchitsky yang merupakan komponen normal epitel bronkhus. Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel-sel kecil (sekitar 2 kali ukuran limfosit) dengan inti hiperkromatik pekat dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini mirip biji oat sehingga diberi nama karsinoma sel oat. Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma bronkogenik. Metastasis awal dapat mencapai mediastinum dan kelenjar limfe hilus, sering pula dijumpai penyebaran hematogen ke organ-organ distal (Arif Muttaqin, 2008: 199-200). E. Gejala dan Proses Terjadinya Gejala

Menurut Irman Somantri (2008: 118) tanda dan gejala yang sering muncul pada klien dengan kasus kanker paru, yaitu : o o o o o o o o o o o o o o Parau (hoarsenes). Perubahan pola napas. Batuk persisten atau perubahan batuk. Sputum mengandung darah. Sputum berwarna kemerahan atau purulen. Hemoptisis. Nyeri dada (chest pain). Nyeri dada, punggung, dan lengan. Pleura efusi, pneumonia atau bronkhitis. Dispnea. Demam berhubungan dengan satu atau dua tanda lain. Wheezing. Penurunan berat badan. Clubbing finger.

Gejala-gejala dapat bersifat : a. Lokal (Tumor tumbuh setempat) Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronik akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Hemoptisis (sputum bercampur darah) Pertumbuhan tumor mengiritasi mukosa organ disekitar tumbuhnya tumor Iritasi pembuluh darah Darah keluar bersama sputum Mengi (wheezing, stridor), terjadi ketika bronkus menjadi tersumbat sebagian oleh tumor. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

Atelektasis Pertumbuhan tumor Penyumbatan bronkus Kolaps Atelektasis

b. Invasi lokal Nyeri, ditemukan berhubungan dengan metastasis ke tulang. Dispnea karena efusi pleura

Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura), sehingga penderita mengalami sesak nafas. Jika kanker menyebar di dalam paru-paru, bisa terjadi sesak nafas yang hebat, kadar oksigen darah yang rendah dan gagal jantung. Invasi ke Perikardium irama jantung yang abnormal pembesaran jantung penimbunan cairan di kantong perikardial. Sindrom vena cava superior

Kanker paru-paru bisa tumbuh ke dalam jantung dan menyebabkan:

Penyumbatan vena ini menyebabkan darah mengalir kembali ke atas, yaitu ke dalam vena lainnya dari bagian tubuh sebelah atas : vena di dinding dada akan membesar wajah, leher dan dinding dada sebelah atas (termasuk payudara) akan membengkak dan tampak berwarna keunguan. Sindrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

Kanker bisa tumbuh ke dalam saraf tertentu di leher, menyebabkan terjadinya sindroma Horner, yang terdiri dari :

penutupan kelopak mata pupil yang kecil mata cekung berkurangnya keringat di salah satu sisi wajah. Tumor menyebar ke struktur yang berdekatan dan ke nodus limfe regional Menekan nervus laryngeal recurrent Suara serak

o Suara serak

o Sindrom pancoast c. Gejala penyakit Metastasis o Pada otak, tulang, Hati, adrenal o Limfadenopati servikan dan subklavikula (sering menyertai metastasis) d. Sindrom Paraneoplastik Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala : o Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam. o Hematologi : leukositisis, anemia, hiperkoagulasi o Hipertrofi osteoartropati o Neurologik : demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer o Neuromiopati : sel-sel tumor mengenai otot dan saraf o Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia) o Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratisis, jari tabuh. o Renal : SIADH e. Asimtomatik dengan kelainan radiologist Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/ COPD yang terdeteksi secara radiologist. Kelainan berupa nodus soliter

F. Evaluasi Diagnostik a. Rontgen dada dilakukan untuk mencari tahu densitas paru, nodul perifer soliter (lesi koin), atelektasis dan infeksi. b. Pemeriksaan sitologi sputum baru yang didapatkan melalui batuk atau bilas salin dari bronkus yang diduga menjadi tempat kanker, dilakukan untuk mencari tahu sel-sel maligna. c. Bronkoskopi serat optic memberikan pemeriksaan rinci segmen bronchial dan membantu dalam mengidentifikasi sumber sel-sel maligna serta kemungkinan keluasan dari pembedahan yang diperkirakan. d. Bronkofibroskopi fluoresen digunakan untuk mendeteksi kanker bronkogenk kecil secara dini e. Hematofoporfirin disuntikan, diserap oleh sel-sel maligna, dan tampak sebagai kilauan fluoresen merah ketika diperiksa dibawah sinar ultraviolet f. Pemindaian paru dan pemindaian tulang atau pemeriksaan sumsum tulang dilakukan untuk mendeteksi metastasis pada tulang. Pemindaian hepar juga dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kanker telah menyebar ke hepar. Setiap metastasis ke system saraf pusat dideteksi dengan pemindaian otak, CT scan, pencitraan resonan magnetik (MRI) dan prosedur neurologist lainnya. g. Mediastinoskopi mungkin digunakan untuk menentukan apakah tumor telah menyebar ke nodus limfe hilus dari paru kanan dan mediastinotomi memberikan akses ke hilus limfatik paru kiri. h. Uji paru disertai dengan pemindaian perfusi fungsi-terpisah dilakukan untuk menentukan apakah pasien akan mempunyai persediaan paru yang mencukupi setelah prosedur dilakukan. G. Terapi Yang Diberikan a. Pembedahan Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk pasien dengan tumor setempat tanpa adanya penyebaran metastatik dan mereka yang fungsi parunya masih baik. Tiga tipe reseksi paru yang mungkin dilakukan : lobektomi ( satu lobus paru Penatalaksanaan medis

diangkat), lobektomi sleeve (lobus yang mengalami kanker diangkat dan segmen bronkus besar direseksi) dan Pneumonektomi (pengangkatan seluruh paru). Sebelum, pembedahan, status jantung paru pasien harus ditentukan untuk penatalaksanaan praoperasi dan pascaoperasi pasien yang menjalani bedah dada. Terapi Radiasi Terapi radiasi ini sangat bermanfaat dalam pengendalian neoplasma yang tidak dapat direseksi tetapi yang responsip terhadap radiasi. Radiasi juga dapat digunakan untuk mengurangi ukuran tumor atau untuk membuat tumor yang tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi. Radiasi juga digunakan sebagai pengobatan paliatif untuk menghilangkan tekanan tumor pada struktur vital. Radiasi dapat membantu menghilangkan batuk, nyeri dada, dispnea, homoptisis, nyeri tulang dan hepar. Komplikasi radiasi termasuk esofagitis, pneunonitis dan radiasi fibrosis paru, yang dapat merusak kapasitas ventilasi dan difusi secara signifikan mengurangi ketersediaan paru. Radiasi juga dapat mempengaruhi jantung. Status nutrisi dan tampilan psikologis pasien dipantau selama pengobatan, sejalan dengan tanda-tanda anemia dan infeksi. Kemoterapi Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan umor paru sel kecil atau dengan metastasis luas dan untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi. Kemoterapi memeberikan peredaan, terutama nyeri, tetapi kemoterapi tidak memberikan penyembuhan dan jarang dapat memperpanjang hidup. Kemoterapi bermanfaat dalam mengurangi gejala-gejala tekanan dari kanker paru dan dalam mengobati metastasis otak, medulla spinalis dan pericardium. b. Pemilihan Obat Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada NSCLC dengan tingkat respon antara 15-30%, walaupun demikian penggunaan obat tunggal tidak mencapai remisi komplit. kombinasi beberapa sitostatik telah banyak diteliti untuk meningkatkan tingkat respon yang akan berdampak pada harapan hidup.

Obat-obat baru saat ini telah banyak dihasilkan dan dicobakan sebagai obat tunggal seperti paclitaxel, Docetaxel, Vinorelbine, Gemcitabine dan Irenotecan dengan hasil yang cukup menjanjikan. Potensial Komplikasi a. Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system jantung paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya. b. Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru. c. Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat menyebabkan pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah potensial efek samping dari kemoterapi. d. Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari komplikasi yang diketahui. Berbagai komplikasi dapat terjadi dalam penatalaksanaan kanker paru. Reseksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas. Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmoner adalah sebagian dari komplikasi yang diketahui. Kemoterapi terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat menyebabkan pneumonitis. Toksisitas paru dan leukemia adalah potensial efek samping dari kemoterapi (Brunner dan Suddarth, 2001: 631). Stadium Menurut Irman Somantri (2009: 116-118) stadium kanker paru dapat dilakukan berdasarkan definitif TNM (T = Tumor primer, N = Nodus Limfe, M = Metastasis), sesuai dengan klasifikasi dari American Joint Committee on Cancer pada tahun 1987. Untuk menggunakan definisi tersebut terdapat beberapa peraturan pengklasifikasian sebagai berikut : a. b. Klasifikasi hanya berlaku untuk karsinoma. Harus ada bukti definitif untuk bisa mengklasifikasikan kasus kedalam

tipe histologinya. Tiap keadaan yang belum dikonfirmasikan harus dilaporkan terpisah. c. Hasil yang berasal dari eksplorasi bedah sebelum pengobatan definitif dapat dimasukkan untuk derajat klinis. H. Diet yang Dibutuhkan

Bayam, wortel, brokoli, kol, tomat merah, dan stroberi merupakan sayuran dan buah yang banyak mengandung zat penangkal kanker. Bagi perokok atau mantan perokok, makanan tersebut mampu memangkas risiko kanker paru-paru. Selain disantap sebagai masakan, sayuran bisa dikonsumsi sebagai jus. Stroberi bisa dimakan segar, dibuat jus, atau disantap bersama sereal. Keterbatasan asupan selenium berpotensi menumbuhkan sel kanker, terutama kanker paru-paru, kanker prostat, kanker payudara, kanker usus besar, kanker empedu, kanker otak, kanker leher. Dengan asupan selenium yang cukup, kemungkinan tumbuhnya kanker tersebut dapat dibabat.. I. Pertimbangan Gerontologi Adanya penyakit arteri koroner atau infusiensi paru dapat menjadi kontraindikasi intervensi bedah. Jika status kardiovaskuler dan fungsi paru pasien memuaskan, pembedahan biasanya dapat ditoleransi dengan baik. J. Masalah Keperawatan Masalah keperawatan yang mungkin muncul dari kasus kanker paru, diantaranya : 1. Nyeri kronik berhubungan dengan pertumbuhan tumor. 2. Nyeri akut berhubungan dengan aktual atau potensual kerusakan jaringan akibat metastase tumor. 3. Sesak nafas berhubungan dengan penyempitan saluran udara di dalam atau di sekitar tempat tumbuhnya kanker. 4. PK: Perdarahan 5. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan 6. Mual berhubungan dengan kemotherapi http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/tugas-kuliah-kanker-paru-karsinoma.html http://uzanxwsdcito.blogspot.com/2012/03/kanker-paru.html Proses Penyakit Degeneratif pada sistem pernafasan Emboli Paru Kebanyakan emboli paru-paru terjadi pada usia 50-65 tahun karena elastisitas dinding pembuluh darah sudah berkurang. A. Definisi PENGERTIAN

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah). Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya. Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi. B. ETIOLOGI Ketidak-seimbangan Starling Forces : a) Peningkatan tekanan kapiler paru :

Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri

(stenosis mitral). Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi

ventrikel kiri. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan

arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema). b) Penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing

enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. c) Peningkatan tekanan negatif intersisial : Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral). Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut

bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma). d) Peningkatan tekanan onkotik intersisial. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome) a) b) c) Pneumonia (bakteri, virus, parasit). Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb). Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-

naphthyl thiourea).

d) e) f) g) h) i) j)

Aspirasi asam lambung. Pneumonitis radiasi akut. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). Disseminated Intravascular Coagulation. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks. Pankreatitis Perdarahan Akut.

Insufisiensi Limfatik : a) b) c) Post Lung Transplant. Lymphangitic Carcinomatosis. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

Tak diketahui/tak jelas a) b) c) d) e) f) High Altitude Pulmonary Edema. Neurogenic Pulmonary Edema. Narcotic overdose. Pulmonary embolism. Eclampsia Post Cardioversion.

g) h)

Post Anesthesia. Post Cardiopulmonary Bypass.

C. KLASIFIKASI Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan nonkardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik. Cardiogenic pulmonary edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluhpembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar. Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema). Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil. D. PATOFISIOLOGI Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema. Faktor Faktor non-kardiogenik

ARSD

Isufisiensi limfatik

Unkwnown

Gagal jantung kiri

ia

Pnemon Aspirasi Bahan

As. Lambung Toksik

Post. Lung transplan t Lym phangitic carsinomi closis

Pulm onary Embolism Ecla masia High altitude Pulmonar

Ketidakseimbanga n Staling Force

Tekanan Kapiler Paru

Tekanan Onkotik Plasma

Tekanan Negative Interstitial

Tekanan Onkotik Interstitial

Cairan berpindah ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi cairan

Cardiac ouput

Pemasangan alat bantu nafas (ventilator)

Gangguan pertukaran gas

O2 jaringan

Bed rest fisik

Pemasangan selang endotrakheal

Area invasi M.O

Gangguan perfusi jaringan

Pengambilan O2

Kelelahan

Defisit perawatan diri

Gangguan pola nafas

Intoleransi aktivitas

Gangguan komunikasi verbal

Resiko tinggi infeksi

E. MANIFESTASI KLINIK Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan. Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas). Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium: Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi. Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih

memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja. Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988). Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung. F. DIAGNOSA PENUNJANG Pemeriksaan Fisik Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.

Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.

Takikardia dengan S3 gallop. Murmur bila ada kelainan katup. Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.

Laboratorium Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard. Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.

Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidangbidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya. Gambaran Radiologi yang ditemukan :

Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral) Kranialisasi vaskuler Hilus suram (batas tidak jelas) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.

Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)

Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)

(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya

menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter SwanGanz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU). G. PENATALAKSANAAN Posisi duduk. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari). Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.

Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

http://manafners.wordpress.com/2011/05/15/asuhan-keperawatan-edema-paru/

Anda mungkin juga menyukai