A. Pendahuluan. Menurut Drs. Barmawi Umari yang dikutip oleh Moh. Amin dalam bukunya Pengantar Ilmu Akhlak, fitrah manusia berarti juga tabiat. 1 Secara bahasa tabiat adalah watak, tingkah laku ataupun sifat dalam diri manusia. Menurut Imam Al-Ghazali yang dikutip oleh Moh. Sholeh dalam bukunya bertobat sambil berobat, dari segi kejadiaannya manusia mempunyai empat sifat, yaitu: sifat kebuasan atau sifat amarah (al-syabuiyah), sifat kebinatangan ( al-bahimiyah), sifat setan (al-syaitaniyah) dan sifat ketuhanan (al-rububiyah). 2
Apabila manusia dikuasai dan cenderung mengikuti sifat-sifat kebuasan (al- syabuiyah), maka sifat yang tampak pada perbuatannya adalah suka bermusuhan, berkelahi, suka marah, suka menyerang, suka memaki, anarkis. Jika manusia mengikuti kehendak sifat al-bahimiyah, maka perbuatan yang terlihat adalah rakus, tamak, makan berlebihan, tidur berlebihan. Jika manusia mengikuti sifat setan didalam dirinya, manusia tersebut cenderung akan suka merekayasa dengan tipu daya dan meraih segala sesuatu dengan cara-cara yang jahat. Di sini manusia suka mengajak bidah, kemunafikan dan berbagai kesesatan lainnya. Dan sebaliknya jika manusia mengikuti sifat rububiyahnya, maka manusia tersebut akan selalu cenderung kearah perbuatan yang sesuai pada kebaikan, keikhlasan, kemanfaatan yang bertujuan semata-mata untuk memperoleh keridhaan Allah. Keempat tabiat tersebut bisa saja membawa manusia kejalan yang benar maupun kejalan yang salah, tergantung manusia itu sendiri mau mengikuti tabiat yang mana didalam hatinya. Tetapi, pada umumnya keempat tabiat ini bisa dikontrol secara positif. Oleh karena itu, didalam makalah ini penulis akan membahas tentang cara mengendalikan empat tabiat yang ada pada diri manusia secara positif.
1 Moh. Amin, Pengantar Ilmu Akhlak, Surabaya, Ekspress, 1987, halm. 49. 2 Moh. Sholeh, Bertobat Sambil Berobat, Jakarta Selatan, Mizan Publika, 2008, halm. 120.
B. Mengendalikan Empat Fitrah Manusia. Menurut Imam Ghazali yang dikutip oleh Moh. Amin, keempat fitrah manusia tersebut dapat dikendalikan dengan akal. Fungsi akal mengendalikan keempat fitrah tersebut agar patuh dengan Tuhannya. Dengan demikian, maka harmonislah kehidupan manusia. 3
Dengan akal, sifat al-bahimiyah yang ada pada diri manusia, akan dikendalikan untuk hal-hal yang benar, seperti makan dan tidak secara teratur dan berhubungan seks setelah menempuh pernikahan. Dengan akal, sifat al-sabuiyah dalam diri manusia akan dikendalikan menjadi pemberani, membela kebenaran, menolak kabatilan. Dengan akal, sifat al-syaitaniyah pada diri manusia akan dikendalikan menjadi sifat yang berhati-hati, waspada, teliti, bisa bedakan yang jujur dan bohong. Dengan akal, sifat al-rububiyah pada diri manusia akan dikendalikan menjadi seorang pemimpin yang arif dan seorang pemimpin yang baik bagi bawahannya. Al-Haarits bin Asad al-Muhaasiby berpendapat yang dikutip oleh Sayyid Muhammad Az-ZaBalawi dalam bukunya Pendidikan Remaja Antara Islam dan Ilmu Jiwa, bahwa akal adalah insting yang diciptakan Allah pada diri hamba-hambaNya yang diuji. Dengan akal itu seseorang dapat menegakkan hujjah atas diri orang-orang yang telah akil baligh. Lewat sarana akal itu, Allah menunjukkan firman-Nya kepada mereka, member janji pahala dan acaman siksaan, perintah dan larangan. 4
Agar akal manusia berfungsi dengan benar, maka akal itu harus diisi dengan ilmu yang menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, baik ilmu yang bersumber dari wahyu yang memiliki kebenaran mutlak yang disebut al-ulum al naqliyah dan ilmu yang bersumber dari akal manusia yang memilki kebenaran relative yang disebut al ulum al aqliyah. Kedua ilmu tersebut akan mengarahkan segala aktifitas manusia pada nilai-nilai pengabdian kepada Allah swt. Menurut Mohammad Hatta yang dikutip oleh Endang Saifuddin, mengatakan bahwa ilmu adalah suatu pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan. 5
Kebenaran mutlak adalah kebenaran yang dicapai oleh usaha manusia yang sesuai dengan Alquran dan tidak bertentangan dengan Alquran. Sedangkan ilmu kebenaran relatif adalah kebenaran yang dicapai oleh manusia melalui ilmu-ilmu pengetahuan
3 Ibid. halm.122. 4 Sayyid Muhammad Az-ZaBalawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa, halm.52 . 5 Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Pengetahuan Filsafat dan Agama, Surabaya, Bina Ilmu, 1987,halm. 43
seperti kebenaran spekulatif (pemikiran secara teori) filsafat dan kebenaran positif ilmu pengetahuan serta kebenaran sehari-hari pengetahuan biasa. Secara islami, kebenaran secara relative dibolehkan, Allah berfirman; 4g~-.-4 W-O+l4[4-;_- =O7-C- p E-+lu4C W-EO+4^4 O) *.- N_ O4O;+:^- _ uO]4: g14lgN ^_ 4g~-.- 4pONg4OEC 4O^- 4pON):+4O +O4L=O;O _ Elj^q 4g~-.- N_.EE- +.- W Elj^q4 - W-O7q U4l^- ^g Dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal. 6
C. Kesimpulan. Pada dasarnya setiap manusia empat sifat, yaitu sifat sabuiyah, sifat rububiyah, sifat bahimiyah, dan sifat syaitaniyah. Keempat sifat tersebut bisa membawa manusia kejalan yang benar maupun kejalan salah tergantung bagaimana manusia itu mengandalikannya. Menurut Imam Ghazali, keempat sifat tersebut dapat dikendalikan dengan akal. Menurut beliau agar akal manusia berfungsi dengan benar maka akal itu harus diisi dengan ilmu yang menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah, baik ilmu yang bersumber dari wahyu yang memiliki kebenaran mutlak dan ilmu yang bersumber dari akal manusia yang memiliki kebenaran relatif.
6 Depag RI, Alquran Dan Terjemahnya, Semarang , Asy Syifa, 1998 , halm. 367
Daftar Pustaka
Sayyid Muhammad Az-ZaBalawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa. Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Pengetahuan Filsafat dan Agama, Surabaya, Bina Ilmu, 1987. Amin Moh, Pengantar Ilmu Akhlak, Surabaya, Ekspress, 1987. Sholeh Moh, Bertobat Sambil Berobat, Jakarta Selatan, Mizan Publika, 2008. Depag RI, Alquran Dan Terjemahnya ,Semarang, Asy Syifa, 1998 ).