Anda di halaman 1dari 41

PENGARUH GLOBAL WARMING TERHADAP PESISIR DAN PULAU-PULAU KECILDITINJAU DARI KENAIKAN PERMUKAAN AIR LAUT DAN BANJIR

BAB I Latar Belakang Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (Global warming). Salah satu dampaknya adalah perubahan muka air laut (Sea Level Change). Diperkirakan terjadi kenaikan muka air laut 50 cm pada tahun 2100 (IPCC, 1992). Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, meskipun perubahan muka air laut juga dipengaruhi oleh kondisi geologi lokal (tektonic), peningkatan muka air laut (Sea Level Rise) akan membawa dampak negatif yang cukup signifikan. Peningkatan muka air laut akan menggenangi banyak areal ekonomis penting, seperti : permukiman dan prasarana wilayah, lahan pertanian, tambak, resort wisata, dan pelabuhan. Tergenangnya jaringan jalan penting seperti di pesisir utara Jawa, jelas berpengaruh terhadap kelancaran transportasi orang dan barang. Diproyeksikan 3.306.215 penduduk akan menghadapi masalah pada tahun 2070. Lima kota pantai (Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makasar) akan menghadapi masalah serius karena kenaikan muka air laut setinggi 60 cm (ADB, 1994). Demikian pula dengan perkiraan hilangnya 4 ribu pulau (Menteri Kimpraswil, Kompas 8 Agustus 2002). Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh Global Warming, adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pemanasan bumi dan periode iklim yang tidak menentu Kenaikan muka air laut dan banjir Pencairan Glaser Pemanasan kutub dan antartika Penyebaran penyakit Datangnya musim semi lebih awal Turunnya jumlah populasi dan fauna serta perpindahan fauna yang cepat 8. Matinya terumbu karang 9. Banjir dan Badai Salju 10. Kebakaran Walaupun Global Warming adalah fenomena yang bersifat alami, tetapi meminimalisasi dampak merupakan upaya yang dapat dilaksanakan dalam berbagai wujud kegiatan. Tentunya sebelum sampai pada rumusan kegiatan untuk meminimalisasi dampak, terlebih dahulu perlu adanya persamaan persepsi dan pemahaman terhadap pengertian Global Warming itu sendiri. Fokus kajian terhadap aspek dampak akan membantu di dalam menyederhanakan proses perumusan kegiatan dimaksud. Memperhatikan dampak serius yang ditimbulkan oleh perubahan muka air laut terhadap kehidupan bangsa Indonesia, sudah seharusnya disiapkan segera langkah-langkah antisipasi. Dalam kerangka inilah dirasakan perlunya suatu forum nasional untuk membicarakan dan mempersiapkan berbagai persoalan yang terkait dengan perubahan muka air laut khususnya yang berkaitan dengan perencanaan ruang pesisir Indonesia. Dalam ruang lingkup itulah, Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) akan mengadakan seminar yang bertajuk Global Warming dan akan lebih

difokuskan pada dampak terhadap kenaikan permukaan air laut dan banjir, dengan tema seminar : PENGARUH GLOBAL WARMING TERHADAP PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DITINJAU DARI KENAIKAN MUKA AIR LAUT DAN BANJIR

II.

Tujuan Seminar o Memberikan pemahaman yang sama di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Masyarakat Akademis terhadap pengertian Global Warming. Agar semua pihak mempunyai persepsi yang sama terhadap Global Warming sehingga koordinasi antar pihat-pihak yang terkait dengan masalah Global Warming menjadi lebih baik. o Memberikan deskripsi dampak Global Warming terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan kenaikan permukaan air laut dan banjir sehingga sebisa mungkin segera dipikirkan cara untuk menanggulangi dampak tersebut agar pengaruh yang ditimbulkan oleh Global Warming terhadap kehidupan Bangsa Indonesia bisa segera diantisipasi dengan tepat dan cepat. o Memberikan arahan terhadap perumusan kegiatan baik yang bersifat antisipatif maupun kegiatan yang meminimalisasi dampak terutama yang berhubungan dengan kenaikan permukaan air laut dan banjir. Agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan bisa terkoordinasi dengan baik.

III.

Manfaat Seminar

Manfaat yang bisa didapatkan dari penyelenggaraan seminar ini adalah : Sebagai salah satu pendekatan dalam upaya penyamaan pola pikir, persepsi/cara pandang dan wawasan dalam menyikapi Global Warming. Sebagai upaya untuk mendapatkan kriteria dalam menentukan lokasilokasi rawan dampak Global Warming, Sebagai upaya penyadaran terhadap semua pihak yang terkait (Stakeholders) tentang adanya dampak Global Warming. Sebagai upaya untuk memperoleh rumusan makro kegiatan antisipatif dan penanggulangan dampak yang tepat dan cepat.

IV.

Metode Seminar

Metode yang dipakai dalam penyelenggaraan seminar ini antara lain adalah : o o o o Pelemparan issue utama melalui Keynote Penyampaian topik-topik bahasan dalam bentuk makalah Pembahasan/diskusi kelompok Penarikan kesimpulan berdasarkan hasil pembahasan yang terdiri dari diskusi kelompok dan pleno.

(Pada tahap berikutnya, hasil seminar akan dijadikan sebagai acuan di dalam menyusun kebijakan, strategi dan program penanganan/antisipasi terjadinya global warming)

V.

Nara Sumber Dalam kegiatan seminar ini nara sumber yang digunakan berasal dari pihak-pihak yang berkompeten dan berkaitan dengan masalah Global Warming. Agar materi yang disampaikan dapat tidak melenceng dari tema dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

IV.

Peserta Seminar Adapun peserta seminar terdiri dari unsur-unsur yang terkait dengan issue Global Warming, yang terdiri dari : Instansi Pemerintah Pusat Instansi Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota Perguruan Tinggi Organisasi Profesi Lembaga Swadaya Masyarakat Masyarakat dan Dunia Usaha

Dengan jumlah peserta keseluruhan adalah 100 orang.

V.

. Tempat dan Waktu Seminar Global Warming ini akan dilaksanakan di Hotel Horison, Jl. Pantai Indah, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara pada tanggal 30-31 Oktober 2002 (Hari Rabu-Kamis). .

IV.

. Sumber Pendanaan

Sumber pendanaan penyelenggaraan seminar nasional ini hasil sharing antara Dep. Kimpraswil (menggunakan dana BKTRN yang ada di Ditjen Penataan Ruang) dengan Dep. Kelautan dan Perikanan. Porsi sharing sumber pendanaan adalah 50% : 50% untuk masing-masing pihak. ATMOSFER DAN PEMANASAN GLOBAL 1. PENGERTIAN ATMOSFER 1.1 Atmosfer Atmosfer adalah lapisan udara yang menyelimuti planet bumi. Atmosfer bumi terdiri dari beberapa gas antara lain nitrogen, oksigen, karbon dioksida; ditambah dengan uap air dan zat-zat lain, seperti debu, jelaga, dan sebagainya gambar 1. sumber [1, hal. 15] 1.2 Lapisan-lapisan Atmosfer Atmosfer bumi terdiri dari berbagai lapisan, yaitu berturut-turut dari lapisan bawah ke atas adalah troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer gambar 2. sumber [1, hal. 15] Troposfer adalah lapisan terendah yang tebalnya kira-kira sampai dengan 10 kilometer di atas permukaan bumi. Dalam troposfer ini terdapat gas-gas rumah kaca yang menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global. Gas-gas Rumah Kaca bab 2.3, Efek Rumah Kaca Pemanasan Global bab 3.1 dan bab 3.2 sumber [1, hal. 116] Stratosfer adalah lapisan kedua dari bumi yang tebalnya kira-kira 10 kilometer sampai dengan 60 kilometer di atas permukaan bumi. Di stratosfer terdapat ozon yang melindungi bumi dari bagian sinar matahari yang berbahaya (sinar ultraviolet) Perusakan Lapisan Ozon. sumber [1, hal. 108] 1.3 Fungsi Atmosfer Setiap kali menghirup udara, manusia diingatkan bahwa tidak dapat hidup tanpa udara.

bab 2.1 dan

bab 2.2,

Udara bersih adalah kebutuhan fisik manusia Manusia dan Lingkungan dan Kependudukan.

Hubungan Timbal-Balik antara

Atmosfer membuat suhu bumi sesuai untuk kehidupan manusia. Dengan adanya efek rumah kaca di atmosfer, sinar matahari yang masuk atmosfer dapat diserap dan menghangatkan udara. Suhu rata-rata di permukaan bumi naik 33C lebih tinggi menjadi 15C dari seandainya tidak ada efek rumah kaca (-18C), suhu yang terlalu dingin bagi kehidupan manusia. Efek rumah kaca bab 2.1 dan bab 2.2 sumber [1, hal. 37] Efek rumah kaca disebabkan oleh gas-gas rumah kaca. Gas-gas rumah kaca bab 2.3 Beberapa kegiatan manusia, terutama produksi dan konsumsi energi (pembakaran bahan bakar fosil, penebangan dan pembakaran hutan) menyebabkan peningkatan kadar gas-gas rumah kaca di atmosfer, sehingga meningkatkan efek rumah kaca dan terjadi pemanasan global.Pembakaran bahan bakar fosil, penggundulan hutan bab 3.3, pemanasan global bab 3.1 dan bab 3.2 sumber [1, hal. 86] Gambar (1). Gas-gas di Atmosfer

Lapisan-lapisan Atmosfer

Gambar

(2).

2. EFEK RUMAH KACA 2.1 Istilah Efek Rumah Kaca

Efek Rumah Kaca atau Greenhouse Effect merupakan istilah yang pada awalnya berasal dari pengalaman para petani di daerah beriklim sedang yang menanam sayursayuran dan biji-bijian di dalam rumah kaca. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa pada siang hari pada waktu cuaca cerah, meskipun tanpa alat pemanas suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi dari pada suhu di luarnya. Hal tersebut terjadi karena sinar matahari yang menembus kaca dipantulkan kembali oleh tanaman/tanah di dalam ruangan rumah kaca sebagai sinar inframerah yang berupa panas. Sinar yang dipantulkan tidak dapat keluar ruangan rumah kaca sehingga udara di dalam rumah kaca suhunya naik dan panas yang dihasilkan terperangkap di dalam ruangan rumah kaca dan tidak tercampur dengan udara di luar rumah kaca. Akibatnya, suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi daripada suhu di luarnya dan hal tersebut dikenal sebagai efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat pula terjadi di dalam mobil yang diparkir di tempat yang panas dengan jendela tertutup. sumber [1, hal. 36] 2.2 Efek Rumah Kaca di Atmosfer Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang diserap akan dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di atmosfer akan diserap oleh gas-gas rumah kaca

seperti uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) sehingga tidak terlepas ke luar angkasa dan menyebabkan panas terperangkap di troposfer dan akhirnya mengakibatkan peningkatan suhu di lapisan troposfer dan di bumi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya efek rumah kaca di bumi. Gas-gas Rumah Kaca bab 2.3 sumber [1, hal. 37] Gambar (3). Rumah Kaca

Gambar (4). Efek Rumah Kaca di Atmosfer

2.3 Kaca

Gas-gas

Rumah

Gas-gas Rumah Kaca atau Greenhouse Gases adalah gas-gas yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Selain uap air (H2 O) Siklus Air dan karbon dioksida (CO2), terdapat gas rumah kaca lain di atmosfer, dan yang terpenting berkaitan

dengan pencemaran dan pemanasan global adalah metana (CH4), ozon (O3), dinitrogen oksida (N2O), dan chlorofluoroc arbon (CFC) Perusakan Lapisan Ozon. Pemanasan Global bab 3.1 dan bab 3.2 Gas Rumah Kaca dapat terbentuk secara alami maupun sebagai akibat pencemaran. Gas Rumah Kaca di atmosfer menyerap sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi. Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global bab 3.1 dan bab 3.2. sumber [1, hal. 50] Uap air (H2O) Uap air bersifat tidak terlihat dan harus dibedakan dari awan dan kabut yang terjadi ketika uap membentuk butir-butir air Siklus Air. Sebenarnya uap air merupakan penyumbang terbesar bagi efek rumah kaca. Jumlah uap air dalam atmosfer berada di luar kendali manusia dan dipengaruhi terutama oleh suhu global. Jika bumi menjadi lebih hangat, jumlah uap air di atmosfer akan meningkat karena naiknya laju penguapan. Ini akan meningkatkan efek rumah kaca serta makin mendorong pemanasan global. sumber [2, hal. 15-16] Karena jumlah uap air di atmosfer berada di luar kendali manusia (secara alami keberadaan uap air sudah sangat banyak di atmosfer) maka peranan uap air dalam peningkatan efek rumah kaca tidak akan dibahas lebih lanjut dalam bab-bab berikut. Gambar (5). Gas-gas Rumah Kaca Uap air Karbon dioksida Metana Ozon Dnitrogen oksida nitrat oksida Chlorofluorocarbon Gambar (6). Air H2 O CO2 CH4 O3 atau N2O CFC

bon dioksida (CO2) Karbon dioksida adalah gas rumah kaca terpenting penyebab pemanasan global yang sedang ditimbun di atmosfer karena kegiatan manusia. Sumbangan utama manusia terhadap jumlah karbon dioksida dalam atmosfer berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak bumi, batu bara, dan gas bumi Energi. Penggundulan hutan serta perluasan wilayah pertanian juga meningkatkan jumlah karbondioksida dalam atmosfer. Namun selain efek rumah kaca tersebut, karbon dioksida juga memainkan peranan sangat penting untuk kehidupan tanaman. Karbon dioksida diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman dalam proses yang dikenal sebagai fotosintesis Energi. Proses yang sama terjadi di lautan di mana karbon dioksida diserap oleh ganggang. sumber [2, hal. 3-9] Metana (CH4) Metana adalah gas rumah kaca lain yang terdapat secara alami. Metana dihasilkan ketika jenis-jenis mikroorganisme tertentu menguraikan bahan organik pada kondisi tanpa udara (anaerob). Gas ini juga dihasilkan secara alami pada saat pembusukan biomassa di rawa-rawa sehingga disebut juga gas rawa. Metana mudah terbakar, dan menghasilkan karbon dioksida sebagai hasil sampingan. Kegiatan manusia telah meningkatkan jumlah metana yang dilepaskan ke atmosfer. Sawah merupakan kondisi ideal bagi pembentukannya, di mana tangkai padi nampaknya bertindak sebagai saluran metana ke atmosfer. Meningkatnya jumlah ternak sapi, kerbau dan sejenisnya merupakan sumber lain yang berarti, karena metana dihasilkan dalam perut mereka dan dikeluarkan ketika mereka bersendawa dan kentut. Metana juga dihasilkan dalam jumlah cukup banyak di tempat pembuangan sampah; sehingga

menguntungkan bila mengumpulkan metana sebagai bahan bakar bagi ketel uap untuk menghasilkan energi listrik. Metana merupakan unsur utama dari gas bumi. Gas ini terdapat dalam jumlah besar pada sumur minyak bumi atau gas bumi, juga terdapat kaitannya dengan batu bara Energi. sumber [2, hal. 9-12] Ozon (O3) Ozon adalah gas rumah kaca yang terdapat secara alami di atmosfer (troposfer, stratosfer) Perusakan Lapisan Ozon. Di troposfer, ozon merupakan zat pencemar hasil sampingan yang terbentuk ketika sinar matahari bereaksi dengan gas buang kendaraan bermotor. Ozon pada troposfer dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan Perusakan Lapisan Ozon. sumber [2, hal. 14-15] Dinitrogen oksida (N2O) Dinitrogen oksida adalah juga gas rumah kaca yang terdapat secara alami. Dulunya gas ini digunakan sebagai anastasi ringan, yang dapat membuat orang tertawa sehingga juga dikenal sebagai gas tertawa. Tidak banyak diketahui secara terinci tentang asal dinitrogen oksida dalam atmosfer. Diduga bahwa sumber utamanya, yang mungkin mencakup sampai 90 persen, merupakan kegiatan mikroorganisme dalam tanah. Pemakaian pupuk nitrogen meningkatkan jumlah gas ini di atmosfer. Dinitrogen oksida juga dihasilkan dalam jumlah kecil oleh pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, gas bumi). sumber [2, hal. 12-13] Chloroflourocarbon (CFC) Chlorofluorocarbon adalah sekelompok gas buatan. CFC mempunyai sifat-sifat, misalnya tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan amat stabil sehingga dapat digunakan dalam berbagai peralatan dan mulai digunakan secara luas setelah Perang Dunia II. Chlorofluorocarbon yang paling banyak digunakan mempunyai nama dagang Freon. Dua jenis chlorofluorocarbon yang umum digunakan adalah CFC R-11 dan CFC R-12. Zat-zat tersebut digunakan dalam proses mengembangkan busa, di dalam peralatan

pendingin ruangan dan lemari es selain juga sebagai pelarut untuk membersihkan mikrochip Perusakan Lapisan Ozon. sumber [2, hal. 13-14] Pengaruh Gas-gas Rumah Kaca terhadap Terjadinya Efek Rumah Kaca Pengaruh masing-masing gas rumah kaca terhadap terjadinya efek rumah kaca bergantung pada besarnya kadar gas rumah kaca di atmosfer, waktu tinggal di atmosfer dan kemampuan penyerapan energi. Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global bab 3.1 dan bab 3.2. sumber [1, hal. 50] Waktu tinggal gas rumah kaca di atmosfer juga mempengaruhi efektivitasnya dalam menaikkan suhu. Makin panjang waktu tinggal gas di atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu. sumber [1, hal. 51] Nilai-nilai waktu tinggal gas rumah kaca di dalam atmosfer tabel 1. Kemampuan Gas-gas Rumah Kaca dalam penyerapan panas (sinar inframerah) seiring dengan lamanya waktu tinggal di atmosfer dikenal sebagai GWP, Greenhouse Warming Potential. GWP adalah suatu nilai relatif dimana karbon dioksida diberi nilai 1 sebagai standar. Zat-zat chlorofluorocarbon, misalnya, mempunyai nilai GWP lebih tinggi dari 10.000. Itu berarti bahwa satu molekul zat chlorofluorocarbon mempunyai efek rumah kaca lebih tinggi dari 10.000 molekul karbon dioksida. Dengan kata lain, makin tinggi nilai GWP suatu zat tertentu, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu. Nilai-nilai GWP tabel 2. sumber [3, hal. 137] Sumbangan gas-gas rumah kaca terhadap terjadinya efek rumah kaca gambar 12. sumber [3, hal. 137] Dalam gambar tersebut, kontribusi uap air tidak termasuk dalam perhitungan, karena di luar kendali manusia.

Tabel (1). Waktu Tinggal Gas-gas Rumah Kaca di Atmosfer Gas Rumah Kaca Karbon dioksida (CO2) Metana (CH4) Ozon (O3) Dinitrogen oksida (N2O) CFC R-11 (CCl3F) CFC R-12 (CCl2F2) sumber [2, hal. 20] Tabel (2). Nilai GWP (Green House Warming Potential) Gas-gas Rumah Kaca Gas Rumah Kaca Karbon dioksida (CO2) Metana (CH4) Dinitrogen oksida (N2O) Ozon (O3) CFC R-11 (CCl3F) CFC R-12 (CCl2F2) sumber [3, hal. 137] Gambar (12). Sumbangan Gas-gas Rumah Kaca terhadap Terjadinya Efek Rumah Kaca GWP (relatif) 1 21 206 2.000 12.400 15.800 Waktu Tinggal di Atmosfer, (tahun) 50 - 200 10 0,1 150 65 130

3. PEMANASAN GLOBAL

3.1 Efek Rumah Kaca dan Pemanasan Global Peningkatan efek rumah kaca terutama disebabkan oleh pencemaran udara dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global, yaitu peningkatan suhu di permukaan bumi yang mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Perubahan Iklim bab 4.2, Kenaikan Permukaan Air Laut bab 4.3. sumber [1, hal. 37] 3.2 Pemanasan Global Pemanasan Global adalah fenomena meningkatnya efek rumah kaca. naiknya suhu permukaan bumi karena

Efek rumah kaca di atmosfer meningkat akibat adanya peningkatan kadar gas-gas rumah kaca, antara lain karbon dioksida, metana, ozon. sumber [2, hal. 20] Pemanasan Global atau Global Warming saat ini menjadi isu internasional. Isu tersebut timbul karena pemanasan global mempunyai dampak yang sangat besar bagi dunia dan kehidupan makhluk hidup, yaitu perubahan iklim dunia bab 4.2 dan kenaikan permukaan air laut bab 4.3. sumber [1, hal. 86] Menurut beberapa pakar, bumi saat ini telah memasuki masa pemanasan global karena enam tahun terpanas dalam 100 tahun semuanya jatuh pada tahun 1980-an yaitu, dari yang tertinggi sampai terendah, tahun 1988, 1987, 1983, 1981, 1980, dan 1986 gambar 13. sumber [1, hal. 87] Di wall chart, peningkatan efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global digambarkan sebagai berikut: Perhatikan gambar 14; Sinar matahari yang menembus atmosfer dan mencapai permukaan bumi digambarkan dengan tanda panah kuning nomor 1. Sinar matahari yang dipantulkan oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas digambarkan dengan tanda panah merah nomor 2.

Sinar inframerah atau panas yang diserap oleh gas-gas rumah kaca digambarkan dengan tanda panah merah nomor 3 dimana sinar tersebut dipantulkan kembali ke bumi, sedangkan panas yang dilepaskan ke angkasa digambarkan dengan tanda panah merah Energi panas. Gambar (13). Perubahan Suhu Global 1861 1989

sumber [2, hal. 38]; IPCC, Juni 1990

Gambar (14). Gambaran pada Wall Chart

Perhatikan gambar 15;

Kalau bagian gambar yang berjudul tahun 2000 dibandingkan dengan gambar berjudul tahun 1900, maka dapat dilihat bahwa: Pada tahun 2000 lebih banyak panas yang dapat diserap oleh gas-gas rumah kaca (tanda panah nomor 3 terlihat lebih tebal di bagian gambar tahun 2000 dari pada di gambar tahun 1900)

Pada tahun 2000 hanya sedikit panas yang dilepas ke angkasa (tanda panah energi panas lebih tipis di gambar berjudul tahun 2000 dari pada di gambar tahun 1900)

Jumlah panas yang semakin lama semakin banyak diserap oleh gas-gas rumah kaca, disebut Pemanasan Global. 3.3 Karbon dioksida dan Pemanasan Global Pembakaran Bahan Bakar Fosil Sumbangan utama terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, yaitu minyak bumi, batu bara dan gas bumi. Pembakaran bahan-bahan tersebut menambahkan 18,35 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer tiap tahun.

(18,35 miliar ton karbon dioksida = 18,35 x 1012 atau 18.350.000.000.000 kg karbon dioksida!) sumber [2, hal. 7-8] Dari konsumsi energi dunia saat ini (tidak termasuk kayu bakar), sedikit di bawah 40 persen adalah minyak bumi, 27 persen batu bara, dan 22 persen gas bumi, sementara listrik tenaga air dan nuklir merupakan 11 persen sisanya. sumber [2, hal. 27] Selain merupakan bahan bakar fosil yang menghasilkan pencemaran paling tinggi, batu bara juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama dari minyak, jumlah karbon dioksida yang dilepas akan mencapai 2 ton dan dari gas bumi hanya 1,5 ton. Kayu lebih parah lagi, yaitu melepaskan 3,4 ton karbon dioksida untuk menghasilkan jumlah energi yang sama dengan membakar satu ton batu bara Energi.

sumber [2, hal. 29] Tetapi kayu adalah sumber energi terbarui yang dapat digunakan secara berkelanjutan, dan penanaman hutan kembali akan mengurangi kadar karbon dioksida di atmosfer karena tumbuhan hutan akan menyerap karbon dioksida dalam proses fotosintesis bab 5.2 dan Energi. Penggundulan Hutan dan Perluasan Pertanian Penggundulan hutan serta perluasan wilayah pertanian juga meningkatkan jumlah karbon dioksida di atmosfer. Walaupun perhitungan tepat tidak mungkin dilakukan, namun diperkirakan bahwa kedua aktivitas tersebut menambah 3,67 - 7,34 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer tiap tahun. sumber [2, hal. 9]

Gambar (16). Konsumsi Energi Dunia (Tidak Termasuk Kayu Bakar).

Peningkatan Kadar Karbon dioksida di Atmosfer

Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa kegiatan manusia (pembakaran bahan bakar fosil, penggundulan hutan dan perluasan pertanian) menambahkan sekitar 22,02 - 25,69 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer tiap tahun. Sekitar setengah dari jumlah tersebuti tinggal di atmosfer, dan sisanya diserap oleh lautan dan tumbuhtumbuhan darat bab 2.3. sumber [2, hal. 8] Pelepasan atau emisi karbon dioksida ke atmosfer menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. sumber [1, hal. 40] Peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer dapat dilihat pada grafik di wall chart. Di grafik berjudul Konsentrasi CO2 di Udara dapat dilihat peningkatan kadar konsentrasi karbon dioksida di atmosfer (udara) sejalan dengan bertambahnya waktu (tahun). Kadar atau konsentrasi karbon dioksida dihitung dalam satuan ppm. Singkatan ppm berasal dari bahasa Inggris yaitu part per milion, yang berarti bagian per sejuta bagian. Sebagai satu contoh: 350 ppm karbon dioksida berarti dari sejuta molekul yang berbeda-beda di atmosfer, 350 molekul diantaranya adalah molekul karbon dioksida. Atau dengan kata lain: dalam satu juta molekul, 350 molekul merupakan karbon dioksida dan 999.650 molekul lain. Dari grafik tersebut dapat diketahui, dari tahun 1900 hingga 1990 terjadi kenaikan konsentrasi karbon dioksida sebesar 65 ppm.

Gambar (17). Konsentrasi CO2 di Udara

back to top 4. AKIBAT PEMANASAN GLOBAL 4.1 Melihat ke Masa Depan Pemanasan global merupakan akibat dari meningkatnya kadar gas rumah kaca, sehingga suhu bumi naik. Pemanasan global adalah proses perubahan keadaan yang berjalan sangat lambat. Dampak utama dari pemanasan global adalah perubahan iklim global yang akan mengakibatkan antara lain peningkatan permukaan air laut, penurunan hasil panen pertanian dan perikanan, perubahan keanekarangam hayati. Lebih dari 1000 ilmuwan yang tergabung dalam organisasi IPCC atau Intergovernmental Panel on Climate Change (Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim) dari seluruh dunia telah dilibatkan dalam diskusi pemanasan global. Indonesia juga merupakan anggota dari organisasi tersebut. Untuk mengetahui akibat pemanasan global organisasi tersebut menggunakan berbagai pendekatan antara lain ramalan, model komputer dan skenario. Ramalan Sebuah ramalan merupakan upaya untuk memperkirakan apa yang sebenarnya akan terjadi. Ramalan menggunakan informasi yang ada untuk membuat sebuah prakiraan tentang masa depan, setepat mungkin. Ramalan cuaca, misalnya, mencoba memperkirakan bagaimana cuaca hari-hari berikut, sampai satu minggu berikutnya. Makin jauh ke depan sebuah ramalan, makin sulit untuk memperkirakannya dengan tepat. Model Komputer Ini merupakan bentuk kenyataan yang disederhanakan, dinyatakan dalam istilah matematis yang dapat ditangani oleh komputer.

Model komputer memungkinkan para ilmuwan untuk mengubah beberapa dari pernyataan-pernyataan matematis ini (misalnya, yang mewakili gas rumah kaca dalam atmosfer), memasukkannya dalam komputer dan melihat apa yang terjadi.

Gambar (18). Melihat ke Masa Depan

Gambar (19). Model Komputer

Skenario Skenario bertujuan menggambarkan akibat jika hal-hal tertentu terjadi dengan menggunakan asumsi yang berbeda-beda. Terdapat dua skenario akibat pemanasan global oleh organisasi IPCC, yaitu Skenario Optimis dan Skenario Pesimis. Setiap skenario mempunyai dua asumsi: Asumsi pertama berlaku untuk masing-masing skenario, yaitu

Bahwa emisi karbon dioksida kemungkinan besar akan meningkat, menjadi dua kali lipat pada 2030. Untuk dinitrogen oksida dan metana diyakini bahwa semakin banyak jumlah penduduk dunia semakin tinggi emisinya. Asumsi kedua berbeda untuk masing-masing skenario, yaitu

Bahwa kepekaan iklim global terhadap peningkatan kadar gas-gas rumah kaca rendah. Hal ini dinyatakan dalam Skenario Optimis. Bahwa kepekaan iklim global terhadap peningkatan kadar gas-gas rumah kaca tinggi. Hal ini dinyatakan dalam Skenario Pesimis. Skenario Optimis Dalam skenario ini peningkatan suhu global pada 2030 diperkirakan mencapai 0,5C dan permukaan air laut naik 5 cm. Peningkatan suhu yang disetujui pada akhir abad 21 adalah 1,5C dan peningkatan permukaan air laut 45 cm. Jika prediksi ini benar, tidak akan ada atau hanya akan ada sedikit perubahan iklim pada 30 atau 40 tahun mendatang. Kenaikan permukaan air laut bab 4.3. Skenario Pesismis Dalam skenario ini peningkatan suhu global pada 2030 diperkirakan mencapai 1,5C dan permukaan air laut naik 45 cm. Peningkatan suhu yang disetujui pada akhir abad 21 adalah 4,5C dan peningkatan permukaan air laut adalah satu meter. Jika dunia sedang berputar ke arah ini, akibatnya akan tampak jelas dalam kurun waktu 10-15

anak-anak sekarang mencapai umur 30-an pada saat itu. sumber [2, hal. 58-60]

tahun mendatang. Perubahanperubahan besar dalam pola cuaca, dan akibat keterlibatan lain, seperti yang digambarkan berikut, mungkin sudah mulai berjalan dalam tahun 2020-an, ketika

Di wall chart Atmosfer dan Pemanasan Global diasumsikan bahwa peningkatan suhu udara di troposfer adalah 0,5C per 10 tahun.

Gambar (20). IPCC Tabel (3). Perbandingan Skenario Optimis dan Skenario Pesimis

4.2 Perubahan Iklim Global Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa sejumlah kejadian alam selama ini memberikan tanda-tanda kuat bahwa iklim mulai tidak stabil. Pada 1987, misalnya, tercatat suhu tinggi pemecah rekor terjadi di Siberia, Eropa Timur dan Amerika Utara. Rekor ini kembali dipecahkan di daerah-daerah tersebut pada tahun berikutnya. Juga pada 1987 terjadi banjir besar di Korea, Bangladesh, dan di Kepulauan Maladewa (Maledives) akibat ombak pasang. Pada tahun berikutnya, Bangladesh mengalami banjir lagi, dan pada awal 1991 banyak korban jiwa akibat angin puyuh. Daftar bencana alam ini masih dapat diperpanjang. Walaupun belum ada bukti langsung yang mengkaitkan kejadian-kejadian di atas dengan pemanasan global, atau belum ada indikasi bahwa iklim menjadi lebih mudah berubah, kejadian-kejadian tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja. sumber [2, hal. 36-37]

4.3 Kenaikan Permukaan Air Laut

Salah satu akibat pemanasan global adalah dapat mencairnya es di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Pencairan es tersebut menyebabkan naiknya permukaan air laut. Banyak kawasan pertanian subur dan berpenduduk paling padat di dunia terletak di daratan rendah sepanjang pantai. Diperkirakan bahwa sekitar setengah dari jumlah umat manusia hidup di daerah-daerah tersebut. Kepadatan penduduk Kependudukan Peningkatan permukaan air laut memperbesar resiko banjir. Hal ini terutama berlaku jika pemanasan global dikaitkan dengan terjadinya badai dan topan yang ganas. Banyak negara berkembang sangat bergantung pada industri pariwisata. Salah satu daya tariknya ialah pantai-pantai pasir yang luas dan bersih. Untuk gambaran kasarnya, jika terjadi peningkatan permukaan air laut setinggi 10 cm, berarti hilangnya sekitar 10 m pantai Meningkatnya permukaan air laut mendorong batas antara air asin dan air tawar di muara sungai lebih jauh ke daratan. Peningkatan setinggi 10 cm akan cenderung mengakibatkan penembusan air laut sekitar satu kilometer lebih jauh ke darat dalam muara datar. Penembusan air asin ke dalam cadangan air tawar dapat menjadi masalah serius ketika permukaan air laut naik. sumber [2, hal. 49-51] Gambar (21). Bangladesh, Korea, Kepulauan Maladewa

Permukaan Air Laut

Gambar (22). Daerah-daerah Lain yang Rentan Terhadap Peningkatan

4.4 Penurunan Hasil Panen Pertanian dan Perikanan

Jika iklim berubah seperti yang diramalkan, kemungkinannya bermacam-macam dan bahkan bisa suram. Penurunan curah hujan jelas akan merupakan bencana bagi petani miskin di daerah kering, misalnya di Afrika, Brasil, Pakistan serta India, dan dampak tersebut tidak terbatas pada daerah kering saja. Sebagai contoh:

Pemanasan global dapat membuat daerah Barat-Tengah Amerika Serikat menjadi lebih panas dan berangin. Apa yang dapat terjadi sudah dirasakan ketika kekeringan dan suhu tinggi pada 1988 menurunkan hasil panen gabah sebesar 30 persen. Penurunan hasil panen seperti ini, jika berlangsung terus, hampir pasti akan berakibat serius bagi negara berkembang serta negara-negara lain yang bergantung pada impor gabah dari Amerika Serikat. Para petani dimanapun telah menunjukkan diri mampu melakukan penyesuaian diri untuk menanggapi perubahan keadaan. Mereka bersiap mengganti tanaman ketika pasar berubah, menerapkan jenis biji baru ketika mereka melihat bahwa jenis tersebut lebih menguntungkan, mengubah teknik bertani, atau mengambil langkah apapun yang mungkin meningkatkan keamanan atau pendapatan mereka. Tetapi penyesuaian diri demikian memerlukan waktu dan uang. Jika dunia sedang menuju ke abad yang suhu globalnya meningkat terus, kecepatan dan kelanjutan perubahan akan meletakkan beban berat pada para petani di mana-mana. Walaupun begitu, tidak seluruh kemungkinan negatif. Misalnya, ada kemungkinan bahwa kondisi di beberapa daerah akan menjadi lebih menguntungkan bagi tanaman pertanian daripada sekarang. Sebagai contoh: Satu calon bagi perbaikan iklim demikian adalah Republik Rusia, bekas bagian dari Uni Soviet. Diperkirakan bahwa suhu yang lebih tinggi disertai peningkatan curah hujan yang mungkin terjadi akan meningkatkan hasil gabah sampai 50 persen. Ini akan memungkinkan bagi Uni Soviet untuk menjadi salah satu pengekspor gabah terbesar, dan tidak lagi bergantung pada impor dari Amerika Serikat. sumber [2, hal. 45-47] Terumbu karang merupakan ekosistem planet yang paling beragam. Satu terumbu dapat mendukung sebanyak 3000 spesies kehidupan laut. Terumbu terutama rentan terhadap perubahan apapun dalam lingkungannya. Kondisi ekstrem dapat menyebabkan ganggang simbiotik yang peka, pemberi warna dan makanan pada karang akan terlepas keluar. Jika hal ini terjadi, kerangka kapur dari karang akan terkelupas, sehingga memberi warna keputihan. Karang biasanya mendapatkan kembali ganggang setelah kejadian tersebut, tetapi kejadian yang berulang dan lama akan mencegah pertumbuhan dan reproduksi karang dan lambat-laun akan membunuh mereka. sumber [2, hal. 53-55]

Gambar (23). Daerah-daerah Kering Dimana Penurunan Curah Hujan Merupakan Bencana Bagi Petani

4.5 Perubahan Keanekaragaman Hayati

Setiap jenis tumbuhan dan hewan hanya dapat hidup dalam satu wilayah atau iklim yang sesuai dengan kebutuhannya. Sebagai contoh: Jenis pohon tertentu sesuai tumbuh di daerah curah hujan dan suhu savana. Jika iklim menjadi lebih panas dan lebih kering, pohon ini kalah dibandingkan semak rendah yang jarang tumbuhnya dan dapat hidup dalam iklim lebih keras. Jenis pohon ini akan digantikan secara alami oleh jenis lain yang lebih mampu menyesuaikan diri dengan iklim baru. Jika perubahannya lambat, akan terjadi penyesuaian diri secara bertahap terhadap iklim baru, seperti yang telah terjadi masa lalu. Diperkirakan jika kondisi yang lain tetap, tumbuh-tumbuhan perlu pindah 100 - 150 km ke arah kutub untuk mengatasi peningkatan suhu sebesar 1C. sumber [2, hal. 53-56]

4.6 Bagaimana Keadaan Indonesia Jika Terjadi Perubahan Iklim?

Indonesia, seperti banyak negara berkembang lain, nampaknya bukan salah satu penyumbang terbesar bagi pemanasan global saat ini. Walaupun demikian, jika pola penggunaan energi dan perkembangan industri serta perusakan hutan yang terjadi saat ini berlangsung terus, ada kemungkinan bahwa Indonesia akan turut bertanggung jawab terhadap terjadinya pemanasan global. Sebagai contoh, emisi karbon dioksida Indonesia saat ini terbesar di Asia Tenggara. Pada 2010 diperkirakan emisi karbon dioksida akan meningkat lima kali dari kadar tahun 1986, yaitu mencapai 469 juta ton. Hal ini terjadi akibat peningkatan tingkat konsumsi listrik rumah tangga dan industri serta penggunaan energi yang tidak efisien.

Gambar (25). Koran Surya, Kamis 11 Juli 1996

Pemanasan global akan menyebabkan naiknya permukaan air laut yang dikhawatirkan akan menenggelamkan daerah-daerah pesisir dataran rendah di bagian utara Jawa, timur Sumatera, selatan Sulawesi dan pulau-pulau Sunda Kecil. Tanda-tanda pemanasan global mungkin sudah mulai terlihat di Indonesia. Dalam sepuluh tahun terakhir, kita sudah mengalami tiga kali musim kemarau sangat panjang yang mempunyai dampak amat merugikan. Kita juga masih ingat bahwa kemarau panjang yang terjadi pada 1982-83, 1987, dan 1991 telah menyebabkan kebakaran hutan yang luas dan merugikan negara serta masyarakat setempat. Pada 1982-83 sekitar 3,6 juta hektare hutan di Kalimantan Timur rusak karena terbakar. Musim kemarau 1991 juga menyebabkan 40.000 hektare sawah dipusokan dan produksi gabah menurun dari 46,451 juta ton gabah kering pada tahun 1990 menjadi 44,127 juta ton. Akibatnya, pemerintah Indonesia yang sudah mencapai swasembada beras sejak 1984, terpaksa mengimpor beras dari India, Thailand dan Korea Selatan seharga Rp 200 miliar. Kemarau panjang yang mulai sering terjadi, menurut beberapa pakar diakibatkan oleh fenomena El Nino, yaitu naiknya suhu di Samudera Pasifik sampai 31C sehingga membawa kekeringan di Indonesia. Para ahli klimatologi menyatakan bahwa siklus kejadian El Nino berlangsung antara 7 sampai 10 tahun. Jika kita berasumsi bahwa kemarau pada 1982-83 adalah akibat El Nino, maka seharusnya kemarau panjang berikutnya terjadi sekitar 1989-90. Namun kita mengalami kemarau panjang berikutnya di 1987, lima tahun kemudian. Setelah itu, kemarau panjang kembali terjadi pada 1991, atau empat tahun setelah kemarau 1987. Selain itu, pada akhir 1992, bencana alam gempa bumi dan gelombang Tsunami melanda Flores. Lalu pada awal 1993, hujan deras mengguyur berbagai daerah di Indonesia lebih deras dari tahun-tahun yang lalu. Berdasarkan pemantauan Badan Meteorologi dan Geofisika terhadap 90 daerah prakiraan musim, diketahui bahwa musim hujan 1992-93 bersifat di atas normal pada 45 daerah (50%).

Curah hujan yang tinggi disebabkan oleh fenomena kebalikan dari El Nino yaitu La Nina. La Nina adalah gejala menurunnya suhu permukaan samudera Pasifik yang membawa angin serta awan hujan ke Australia dan Asia bagian selatan, termasuk Indonesia. La Nina yang terjadi menyebabkan curah hujan tinggi disertai angin topan. Apakah kemarau panjang dan curah hujan di atas normal yang makin sering terjadi merupakan kejadian alam biasa atau merupakan akibat pemanasan global? Hal ini memang belum dapat dipastikan. Namun, jika pemanasan global benar-benar terjadi, maka yang akan kita alami adalah kemarau panjang dan curah hujan di atas normal dalam skala yang lebih besar dan lebih luas sehingga dapat menimbulkan kerugian yang semakin besar. sumber [2, hal. xvii-xx]

Gambar (26). Koran The Jakarta Post, Rabu 26 Juni 1996

Terjemahan paragraf tiga : "Menurut perkiraan 1992, kita harus memindahkan 110 juta penduduk Indonesia ke daerah yang lebih tinggi jika permukaan laut terus meningkat sebagai akaibat pemanasan global dan perubahan iklim," ungkap Menteri Lingkungan Hidup seperti dikutip Antara.

back to top 5. MENGURANGI ANCAMAN PEMANASAN GLOBAL 5.1 Menetapkan Konsentrasi Gas Rumah Kaca Untuk menghilangkan ancaman pemanasan global secara menyeluruh, konsentrasi gasgas rumah kaca harus dikurangi sampai tingkat masa pra-industri. Ini merupakan tujuan yang saat ini tidak mungkin tercapai. IPCC (Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim) menghitung beberapa penghematan yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat emisi yang ada saat ini.

Data ini disajikan pada tabel 4 dan memperlihatkan bahwa penghematan-penghematan tersebut harus drastis. Emisi karbon dioksida, misalnya, harus turun 60 persen, yang berarti bahwa penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi, industri dan listrik pada tingkat global harus dikurangi sampai tingkat setengah. Sebuah skenario, berdasarkan penelitian Dr. Mick Kelly, Universitas East Anglia di Inggris, dirancang untuk menetapkan konsentrasi gas rumah kaca tahun 2030 pada kadar sedikit lebih tinggi dari pada kadar saat ini. Hal ini memerlukan perubahan mendasar. Beberapa ciri kuncinya adalah sebagai berikut: Penghapusan produksi chlorofluorocarbon sejak 1995 dan mungkin juga bahan-bahan penggantinya yang mempunyai efek rumah kaca; Menghentikan penggundulan hutan pada 2000, diikuti dengan penanaman kembali hutan-hutan secara intensif; Pengurangan emisi karbon dioksida dari bahan bakar fosil sampai 30 persen dari kadar saat ini pada 2020; Pengurangan dalam peningkatan konsentrasi tahunan metana dan dinitrogen oksida sampai 25 persen dari nilai saat ini. Semua perubahan-perubahan ini pun tidak akan menghapuskan ancaman pemanasan global secara menyeluruh. Dalam mengidentifikasi tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, sebaiknya diikuti strategi tanpa penyesalan atau no regrets yang dinyatakan pada 1990 oleh Menteri Ilmu Pengetahuan Australia, Barry Jones: "Jika kita bertindak dan bencana terhindarkan, maka kita mencegah penderitaan berat manusia. Jika kita bertindak dan tidak ada masalah, maka kita tidak rugi melainkan mendapat keuntungan berupa lingkungan yang lebih bersih. Jika kita tidak bertindak dan terjadi bencana, akan ada tragedi global. Jika kita tidak bertindak dan tidak ada bencana, akibatnya kita akan tergantung semata-mata pada keberuntungan/nasib". Tabel (4). Pengurangan Emisi yang Diperlukan untuk Menetapkan Konsentrasi Gas Rumah Kaca pada Tingkat Sekarang

5.2 Tindakan untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca Konservasi Energi Banyak orang khawatir bahwa konservasi energi akan berarti penurunan taraf hidup. Hal ini merupakan isu belaka. Justru konservasi energi atau efisiensi penggunaan energi secara lebih baik sering dinyatakan sebagai usaha pelestarian sumber energi dengan biaya murah. Di negara-negara maju, potensi terbesar untuk penghematan terdapat pada sektor industri dimana sebagian besar energi di konsumsi. Hal yang sama juga ada dalam sektor industri, perdagangan dan rumah tangga kelas atas di negara-negara berkembang. Sejumlah besar bahan bakar dapat dihemat pemakaiannya pada gedung-gedung pencakar langit berdinding kaca di kota-kota besar beriklim tropis yang membentuk sebuah rumah kaca raksasa, sehingga memerlukan biaya besar dari pemilik dan penyewa untuk mendinginkan ruangan. Kesalahan ini tidak perlu diulangi, bangunanbangunan baru dapat dengan mudah dirancang untuk mengurangi penyerapan panas. Konsumsi listrik untuk penerangan dapat dikurangi dengan drastis melalui penggunaan lampu yang lebih efisien. Sebuah lampu neon kompak 18 watt yang dipasang di lubang lampu biasa dapat menghasilkan cahaya setara dengan lampu biasa 75 watt. Selama masa pakai sekitar 10.000 jam, lampu ini dapat mengurangi emisi lebih dari 0,5 ton karbon dioksida (> 500 kg karbon dioksida)! Transportasi menggunakan sepertiga dari keseluruhan konsumsi bahan bakar minyak dunia. Pada 1993 terdapat sekitar 500 juta kendaraan di jalan-jalan raya dunia,

sekitar 400 juta adalah mobil. Seluruh sektor transportasi memerlukan peningkatan dalam efisiensi. Mobil peminum bensin buatan Amerika Serikat mempunyai angka konsumsi bahan bakar dua atau tiga kali lebih tinggi daripada mobil buatan Eropa atau Jepang. Peraturan perpajakan dan bea masuk untuk mencegah masuknya mobil yang boros, dapat membantu mengurangi emisi karbon dioksida sekaligus membantu negara-negara berkembang mengurangi beban impor bahan bakar minyak.

Gambar (27). Menghemat Listrik untuk Penerangan

Gambar (28). Menghemat Bahan Bakar

Eliminasi Chlorofluorocarbon Dalam hal chlorofluorocarbon, karena sebuah kesepakatan internasional untuk menghentikan penggunaannya pada 2000 telah ditandatangani, tingkat emisi di masa datang akan bergantung terutama pada sejauh mana kesepakatan tersebut dipatuhi dengan ketat Perusakan Lapisan Ozon. Mengurangi Emisi Metana dan Dinitrogen oksida Hingga saat ini belum ada strategi yang tepat untuk mengurangi emisi metana maupun dinitrogen oksida. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk sampai pada sebuah strategi pengurangan yang sesuai. Bahan Bakar Biomassa Bahan bakar biomassa berasal dari kayu atau sisa-sisa tanaman pertanian. Bahan ini dapat digunakan secara berkelanjutan, dengan jumlah penggunaan setara dengan jumlah penanaman. Jika hal ini dilakukan, tidak ada emisi karbon dioksida karena tumbuhan yang ditanam akan mengkonsumsi karbon dioksida sebanyak yang dilepaskan ketika bahan dibakar. Jika energi yang dihasilkan digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil, maka ada pula pengurangan emisi karbon dioksida. Bahan bakar biomassa sudah digunakan secara berkelanjutan di berbagai industri pedesaan pada negara-negara berkembang. Pabrik gula dan penggilingan padi, minyak kelapa sawit dan agro-industri lainnya, secara berkala mengandalkan limbah mereka sendiri untuk menghasilkan energi yang diperlukan. Industri penggergajian kayu sering menggunakan potongan kayu dan limbah kayu lainnya untuk menghasilkan energi

panas guna mengeringkan kayu. Usaha-usaha seperti ini harus didorong untuk beralih dari penggunaan bahan bakar fosil ke bahan bakar biomassa.

Teknologi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarui Pemanfaatan sumber energi terbarui diyakini tidak menghasilkan emisi karbon dioksida. Karena itu, peningkatan pemanfaatan energi dari sumber-sumber energi terbarui harus dianggap sebagai unsur utama dalam strategi mengurangi emisi karbon dioksida. Namun sejauh ini, sumbangan sumber-sumber energi terbarui terhadap pemasokan energi dunia amat kecil, kecuali dari tenaga air. Selain tenaga air, dapat digunakan energi matahari dan tenaga angin Energi. Penanaman Hutan Menanam pohon bahkan pada skala besar sekalipun, tidak dapat mengimbangi keseluruhan laju penambahan gas-gas rumah kaca ke atmosfer. Walaupun demikian, peningkatan penanaman pohon oleh setiap negara akan memperlambat penimbunan gas-gas rumah kaca. Gambar (29). Pemanfaatan Sumber-sumber Energi Terbarui

5.3 Pajak Karbon

Harga merupakan salah satu faktor penentu jenis bahan bakar apa yang dipilih orang dan berapa jumlah konsumsinya. Para ahli ekonomi menyarankan bahwa harga bahan bakar dapat dinaikkan dengan menambah pajak karbon, sebagai cara mengurangi pemanasan global. Pajak karbon akan dikenakan pada bahan bakar sesuai dengan jumlah karbon dioksida yang dipancarkan. Dengan rancangan ini, batu bara akan dikenakan pajak yang lebih tinggi daripada bahan bakar bensin karena batu bara merupakan sumber energi fosil yang menghasilkan emisi gas karbon dioksida paling tinggi saat dibakar, dan gas bumi dikenakan pajak paling rendah bab 3.3. Gagasan lain yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi adalah penggunaan "ijin yang dapat dipertukarkan" atau tradable permits dalam emisi karbon dioksida. Ijin ini membolehkan sebuah negara atau sebuah organisasi untuk mengemisi karbon dioksida dalam jumlah tertentu. Jumlah tingkat emisi global karbon dioksida akan ditentukan oleh sebuah badan internasional. Di dalam sebuah negara, ijin tersebut akan dibagi di antara pengguna bahan bakar. sumber [2, hal. 61-81]

5.4 Strategi Antisipasi di Indonesia Untuk mengantisipasi dampak dari pemanasan global, pemerintah Indonesia membentuk Komisi Nasional untuk Evaluasi dan Monitoring Dampak Perubahan Iklim pada Lingkungan pada tahun 1990. Komisi tersebut pernah merangkum satu "Strategi Antisipasi Dampak Perubahan iklim". sumber [4] Selain itu sudah dikeluarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang "Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor" (KEP-35/MENLH/10/93), "Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak" (KEP-13/MENLH/3/95), dan "Program Langit Biru" (KEP-15/MENLH/4/96) yang dimaksudkan mencegah terjadinya pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan. sumber [6] Berbagai kebijakan tersebut sudah menampakkan hasilnya tetapi langkah tersebut belum cukup, diperlukan tindakan menyeluruh misalnya dalam bidang konservasi energi, penggunaan sumber energi terbarui, penghutanan kembali dan penerapan teknologi ramah lingkungan guna mengatasi serta mengurangi ancaman pemanasan global.

Gambar (31). Negara-negara Penyebab Emisi Gas Rumah Kaca Tertinggi(Total

dan

per

Kapita)

sumber [internet: http://www.ns.doe.ca/udo/pics/warm14] DAFTAR PUSTAKA [1] Satriago H., Himpunan istilah lingkungan untuk manajemen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996 [2] Foley G., Pemanasan global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993

[3] Bliefert C., Umweltchemie, Weinheim: VCH Verlagsgesellschaft mbH, 1994 [4] Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Strategi antisipasi dampak perubahan iklim akibat gas rumah kaca terhadap lingkungan di Indonesia , Jakarta, 1993 [5] ATAL, Amt fr Technische Anlagen und Lufthygiene, Luft, Bessere Luft im Kanton Zrich, Hombrechtikon: Druck AG,1992 [6] BAPEDAL, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Himpunan Peraturan Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Jakarta: 1996

Efek Rumah Kaca Efek Rumah Kaca atau Greenhouse Effect merupakan istilah yang pada awalnya berasal dari pengalaman para petani di daerah beriklim sedang yang menanam sayurmayur dan biji-bijian di dalam rumah kaca. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa pada siang hari waktu cuaca cerah, meskipun tanpa alat pemanas suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi dari pada suhu di luarnya. Hal tersebut terjadi karena sinar matahari yang menembus kaca dipantulkan kembali oleh benda-benda di dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa sinar inframerah. Oleh karena itu, udara di dalam rumah kaca suhunya naik dan panas yang dihasilkan terperangkap di dalam ruangan rumah kaca dan tidak tercampur dengan udara di luar rumah kaca. Akibatnya, suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi dari pada suhu di luarnya dan hal tersebutlah yang dikatakan sebagai efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat pula terjadi di dalam mobil yang diparkir di tempat yang panas dengan jendela tertutup. Dari pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan berbagai sinar di atmosfer) sebagian radiasi tersebut dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Radiasi yang diserap dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang bergelombang panjang. Sinar tersebut di atmosfer akan diserap oleh gas-gas rumah kaca seperti uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) sehingga tidak terlepas ke luar angkasa dan menyebabkan panas terperangkap di troposfer dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu di bumi maupun di lapisan troposfer (lapisan atmosfer terendah). Hal tersebut menyebabkan terjadinya efek rumah kaca di bumi. Dengan adanya efek rumah kaca, suhu rata-rata di permukaan bumi naik 33C lebih tinggi (menjadi 15C) dari seandainya tidak ada efek rumah kaca (- 18C), suhu yang terlalu dingin bagi kehidupan manusia. Kenaikan intensitas efek rumah kaca akibat peningkatan kadar gas rumah kaca yang utamanya disebabkan oleh pencemaran, dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global atau global warming, yaitu peningkatan suhu bumi yang menyebabkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.

Sumber: Satriago H., Himpunan Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1996 Sumber dan hak cipta : Penerbit PPPGT / VEDC Malang Bekerja sama dengan Swisscontact Atas dukungan biaya Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC)

Edisi Kedua Malang, 1999

Hak Cipta PPPGT / VEDC Malang Jl. Teluk Mandar, Arjosari Tromol Pos 5 Malang 65102

Untuk keperluan pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup, isi buku ini dapat diperbanyak dengan menyebutkan sumbernya. Untuk keperluan selain pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup, harus seijin PPPGT / VEDC Malang.

Wall Chart Konsep: 1995; Ir. Dwi Prihanto; Drs. Suprayitno; Adrian Stucki, Phil. Nat. Sumber: Das Klima - Wandel durch Treibhaus-Effekt und Ozonloch, Aktuelle Seydlitz Landkarte 4/91, Schallhorn E., Cornelsen & Schroedel 1991

Gambar: Drs. Mochamad Sholeh

Buku Panduan Penyusunan: 1996; Maja Messmer, dipl. Natw. ETH; Erika Stutz, dipl. Chem. HTL Revisi: 1998; Drs. Suprayitno Grafik: Agus Subandi Bahasa: Andjar Suwito Validasi: Bapedal, Direktorat Pengembangan Kelembagaan / SDM

Percetakan Indah Offset, Malang http://www.voctech.org.bn/virtual_lib/swisscontact/Atmosfer/atmosfer.htm

Anda mungkin juga menyukai