Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar 2000 orang per tahun. Walaupun begitu, masyarakat tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat umum seperti anemia dan muntahmuntah. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Thalassemia merupakan penyakit darah resesif autosomal yang diwariskan atau diturunkan. Pada penderita thalassemia, cacat genetic menyebabkan tingkat pembentukan salah satu rantai-rantai globin yang menyusun hemoglobin menjadi berkurang . Sintesa salah satu rantai globin yang berkurang tersebut dapat menyebabkan pembentukan molekul hemoglobin yang abnormal, sehngga menyebabkan anemia, sebagai gejala khas thalassemia yang nampak. Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau kekurangan darah berat akibat kerusakan sel darah merah. Padahal sel darah merah berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Dengan kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling fatal tentu saja organ jantung. Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara tranfusi darah. Malangnya, kendati terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat lain, harapan hidup pasien talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun. Bahkan tanpa tranfusi, pasien cuma bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam hidupnya. Metode tranfusi sendiri, menurut Iswari, memberi efek negatif kalau terus-menerus dilakukan dalam jangka panjang. Bahan asing seperti besi yang seringkali masuk ke dalam tubuh memicu penyumbatan nafas yang mampu berakhir dengan kematian.

1.2

Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari Thalasemia 2. Untuk mengetahui macam-macam Thalasemia 3. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway dari Thalasemia

4. Untuk mengetahui penyebeb dari Thalasemia 5. Untuk mengetahui manifestasi klinis yang ditimbulkan penderita Thalasemia 6. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit Thalasemia 7. Untuk mengetahui komplikasi penyakit Talasemia 8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien Thalasemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai 3rasti. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan 3rasti yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.

2.2.

Patofisiologi Pernikahan penderita thalasemia carier Penurunan penyakit secara autosomal resesif Gangguan sintesis rantai globin dan

Pembentukan rantai dan di retikulosit tidak seimbang Rantai kurang terbentuk 4rastic4e4 Rantai tidak dibentuk sama sekali Rantai g dibentuk tetapi tidak menutupi Kekurangan rantai Thalasemia

rantai kurang terbentuk daripada rantai

Thalasemia Gangguan pembentukan rantai dan Pembentukan rantai dan Penimbunan dan pengendapan rantai dan Tidak terbentuk HbA Membentuk inclusion bodies Menempel pada dinding eritrosit Merusak dinding eritrosit

hemolisis Eritropoesis darah yang tidak efektif dan penghancuran precursor ertitrosit dan intramedula sintesis Hb eritrosit hipokron dan mikrositer Hemolisis eritrosit yang immature ANEMIA

Pengikatan O2 Oleh RBC Aliran darah ke Organ vital Dan jaringan

kompensasi tubuh membentuk eritrosit Oleh sumsum tulang hyperplasia sumsum tulang Ekspansif massif

hipoksia tubuh merespon dengan pembentukan eritropoetin masuk ke sirkulasi suplai O2/Na ke jaringan 4rastic4e4 sel

O2 dan nutrisi Tidak di Transpor Scr adekuat Perfusi jar Terganggu

sumsum tulang wajah dan cranium Deformitas tulang

merangsang eritropoeis pembentukan RBC baru yg immature dan mudah lisis

pertumbuhan sel &otak terhambat

Perubahan bentuk wajah Penonjolan tulang tengkorak pertumbuhan pd tulang maksila HB Terjadi face coolery Perlu transfuse Perasaan berbeda Dengan orang lain Gambaran diri (-) Hemosiderosis terjadi Fe Dalam tubuh

perubahan pembentukan ATP

energy yang dihasilkan kelemahan fisik

pigmentasi kulit (coklat kehitaman)

Fibrosis Liver Hempatomegali Perut buncit Menekan diafragma Compliance paru-paru terganggu Perkusi napas limfa splenomogali splenokromi

hemokromatesis jantung payah jantung imunitas

terjadi hemapoesis di extramedula pancreas DM paru-paru frekuensi napas

Anemia Kekentalan darah Tahanan thdp aliran darah rangsangan simpatik hipoksia jaringan perfusi ke organ GIT

& pembuluh darah jmlh darah yang kembali Ke jantung/venous return CO Beban kerja jantung Payah jantung Splenomegali & hepatomegali Menekan organ abdomen (termasuk lambung & sal cerna) mortalitas usus digesti & absorbs makanan terganggu distensi abdomen peregangan lambung Merangsang hipotalamus (pusat kenyang) Diperepsikan dengan perasaan kenyang Anoreksia Intake nutrisi berkurang BB Kurang makanan tertahan di lambung kerja sal. Cerna <O2 untuk metabolism sal cerna

2.3.

Etiologi 1. Mutasi gen globin pada kromosom 16 2. Adanya pasutri yang membawa gen/carier thalasemia 3. Adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai atau dari HB berkurang 4. Berkurangnya sintesis HBA dan eritropoesis yang tidak efektif diertai penghancuran sel-sel eritrosit intramuscular.

2.4.

Klasifikasi a. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai ) Sindrom thalassemia disebabkan oleh delesi pada gen globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal. Faktor delesi terhadap empat gen globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Delesi pada satu rantai (Silent Carrier/ Thalassemia Trait 2) Gangguan pada satu rantai globin sedangkan tiga lokus globin yang ada masih 7ras menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia. 2. Delesi pada dua rantai ( Thalassemia Trait 1) Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl. 3. Delesi pada tiga rantai (HbH disease) Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, 7rastic7e7 stippling, 7rast bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai sehingga rantai tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai sendiri (4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl. 4. Delesi pada empat rantai (Hidrops fetalis/Thalassemia major)

Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai sehingga rantai membentuk tetramer sendiri menjadi 4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya. b. Thalassemia- (gangguan pembentukan rantai ) Thalassemia- disebabkan oleh mutasi pada gen globin pada sisi pendek kromosom 11. 1. Thalassemia o Pada thalassemia o, tidak ada mRNA yang mengkode rantai sehingga tidak dihasilkan rantai yang berfungsi dalam pembentukan HbA 2. Thalassemia + Pada thalassemia +, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu 1. Thalasemia Mayor Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalassemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. 2. Thalasemia minor/trait Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.

2.8.

Manifestasi Klinis 1. Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir 2. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. 3. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang kali akibat infeksi 4. Anemia lama dan berat, biasanya menyebabkan pembesaran jantung 5. Terdapat hepatosplenomegali dan Ikterus ringan mungkin ada 6. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat sistim eritropoiesis yang hiperaktif Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. . 7. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu 8. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme. 9. Letargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas akibat penumpukan Fe, tebalnya tulang 9rastic menipisnya tulang kartilago, kulit bersisik kehitaman akibat penumpukan Fe yang disebabkan oleh adanya transfuse darah secara kontinu.

2.9.

Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan hematologi rutin Morfologi eritrosit (gambaran darah tepi) eritrosit hipokromik mikrositik, sel target, normoblas (eritrosit berinti), polikromasia, bashopilic stipling, Heinzbodies pada thalassemia. Kadar Hb pada thalasemia mayor 3-9 g/dl, thalasemia intermedia 7-10 g/dl

2. Elektroforesis Hb HbF meningkat : 10-98% HbA 9ras ada pada +, 9ras tidak ada pada o

HbA2 sangat bervariasi, 10ras rendah, normal, atau meningkat

3. Pemeriksaan sumsum tulang Eritropoesis inefektif menyebabkan 10rastic10e10a eritroid yang ditandai dengan peningkatan cadangan Fe. 4. Uji fragilitas 10rastic (darah + larutan salin terbuffer) Pada darah normal 96% eritrosit akan terlisis, sedangkan pada thalasemia eritrosit tidak terlisis 5. Pengukuran beban besi Pengukuran feritin serum dan feritin plasma sebelum dilakukan transfuse 6. Pemeriksaan pedigree untuk mengetahui apakah orang tua atau saudara pasien merupakan trait 7. Pemeriksaan molekuler Analisis DNA (Southern blot) Deteksi direct gen mutan Deteksi mutasi dengan probe oligonukleotida sintetik ARMS (mengamplifikasi segmen target mutan) Analisis globin chain synthesis dalam retikulosit akan dijumpai sintesis rantai beta menurun dengan rasio / meningkat.

2.10. Penatalaksanaan dan Pencegahan Penatalaksanaan : 1. Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. 2. Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien. 3. Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat 10rastic10e. Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll. 4. Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.

5.

Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi

6. Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU setiap hari. 7. Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme. 8. Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya 11rastic. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan 11rastic imunitas tubuh akibat splenektomi.

Pencegahan : Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia (trait), amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.

2.11. Komplikasi Perawatan yang ada sekarang yaitu hanya dengan membantu penderita thalassemia berat untuk hidup lebih lama lagi. Akibatnya, orang-orang ini harus menghadapi komplikasi dari gangguan yang terjadi dari waktu ke waktu. Jantung dan Liver Disease Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita thalassemia. Sebagai hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak organ dan jaringan, terutama jantung dan hati. Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan adalah penyebab utama kematian pada orang penderita thalassemia. Penyakit jantung termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung. Infeksi Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang yang limpanya telah

diangkat berada pada risiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki organ yang memerangi infeksi.

Osteoporosi Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat lemah, rapuh dan mudah patah.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1

PENGKAJIAN Fokus pengkajian perawatan untuk pasien thalasemia menurut Cindy Smith Greenberg (1998 : 263), hal yang perlu dikaji adalah : 1. Riwayat yang berhubungan dengan riwayat kelahiran anak (neonatus), penekanan imun, splenektomy, imunisasi hepatitis, DPT, BCG, Polio, transfusi 3 kali, penyakit dahulu, diare, batuk. 2. Data Objektif Pemeriksaan fisik meliputi tingkat kesadaran, tingkat energi, lokasi atau karakteristik penyakit, ulserasi kulit, pucat, lemas, kulit ikterik, distensi perut, hepatomegali, splenomegali, pembesaran jantung, pergerakan ekstrim, inflamasi pada jari-jari, nyeri, kemerahan, lemah. 3. Psikososial atau faktor perkembangan Tingkat perkembangan, rencana masa depan, respon anak atau orang tua terhadap penyakit kronik, tahap atau tingkat kehilangan dan koping, kebiasaan. 4. Data Subjektif a. Pemahaman klien atau keluarga tentang penyakit b. Riwayat thalasemia Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hukum mandel. Factor genetic ini diturunkan dari perkawinan antara 2 heterozigot (carier) menghasilkan keturunan : 25% thalasemia (homozigot), 50% carier (heterozigot), dan 25% normal c. Data Penunjang menurut Suryo (2003 : 110) Pemeriksaan darah tepi - Kadar konsentrasi Hb menurun dapat sampai 2-3 g%. -Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik dan hipokromik sedang, hitung darah sel darah merah normal - Retikulosit meningkat.

Pemeriksaan radiologi - Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. - Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

3.2.

`DIAGNOSA KEPERAWATAN

ANEMIA

Pengikatan O2 oleh RBC O2 dan nutrisi tidak ditranspor Secara adekuat

Gangguan Perfusi Jaringan Hipoksia Hipoksia organ vital Pertumbuhan sel & otak lambat

Perubahan sirkulasi Resiko kerusakan integritas kulit

Imunitas Resiko infeksi Perfusi organ GI Gangguan saluran cerna Anoreksia Intake Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Diagnosa Keperawatan yang muncul: 1. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan kadar Hb 2. Gangguan integritas kulit b.d. perubahan sirkulasi 3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia 4. Resiko Infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan sekunder

3.3.

TUJUAN 1. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan kadar Hb Tujuan efektif. Kriteria hasil a. b. c. : : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan perfusi jaringan

Kulit utuh, warna normal Suhu ekstrim, hangat Tingkat sensasi normal

2. Gangguan integritas kulit b.d. perubahan sirkulasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit. Kriteria hasil : a. Memantau factor resiko dari perilaku dan lingkungan yang memperparah kerusakan integritas kulit. b. Mengenal perubahan pada stadium kesehatan.

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi pasien adekuat. Kriteria hasil : a. b. c. Tidak terjadi penurunan berat badan Asupan nutrisi adekuat Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi

4. Resiko Infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan sekunder Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tanta-tanda infeksi terjadi. Kriteria hasil :

a. b. c.

Mendapatkan imunisasi yang tepat Terbebas dari tanda dan gejala infeksi Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko

3.4.

INTERVENSI

1. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan kadar Hb\ a. Berikan penjelasan pada anak sesuai usia tentang prosedur perawatan di rumah sakit. b. Awasi tanda-tanda vital c. Tingkatkan oksigenasi jaringan, pantau adanya tanda-tanda hipoksia, sianosis, hiperventilasi, peningkatan denyut apex, tekanan darah dan keluhan nyeri dada. d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi (gelisah), gangguan memori, bingung. e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi f. Kolaborasi dalam pemberian transfuse g. Awasi ketat terjadinya komplikasi transfuse

2. Gangguan integritas kulit b.d. perubahan sirkulasi a. Kaji adanya factor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit b. Pantau kulit dari adanya ruam dan lecet, warna dan suhu serta area kemerahan. c. Pantau balance cairan d. Bantu klien mengubah posisi secara periodic miring kiri/kanan

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukasi b. Observasi dan catat masukan makanan pasien c. Timbang BB tiap hari d. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus dan gejala lain yang berhubungan. e. Pertahankan hygiene mulut f. Kolaborasi dengan ahli gizi g. Kolaborasi dengan tim medis

4. Resiko Infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan sekunder a. Pertahankan teknik septic dan antiseptic pada prosedur perawatan b. Pantau dan batasi pengunjung c. Pantau tanda-tanda vital d. Informasikan kepada keluarga mengenai jadwal imunisasi e. Kolaborasi dengan tim medis

3.5.

EVALUASI 1. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan kadar Hb Kriteria hasil a. b. c. :

Kulit utuh, warna normal Suhu ekstrim, hangat Tingkat sensasi normal

2. Gangguan integritas kulit b.d. perubahan sirkulasi Kriteria hasil : c. Memantau factor resiko dari perilaku dan lingkungan yang memperparah kerusakan integritas kulit. d. Mengenal perubahan pada stadium kesehatan.

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia Kriteria hasil : a. b. c. Tidak terjadi penurunan berat badan Asupan nutrisi adekuat Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi

4. Resiko Infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan sekunder Kriteria hasil : a. b. c. Mendapatkan imunisasi yang tepat Terbebas dari tanda dan gejala infeksi Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko

BAB 4 PENUTUP

4.1.

KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari pembuatan makalah ini yaitu. Thalassemia merupakan penyakit darah resesif autosomal yang diwariskan atau diturunkan. Untuk mengetahui tentang thalasemia, kita harus mengenal dahulu sel-sel darah yang normal serta apa yang terjadi jika terkena thalasemia. Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien dengan diagnosa thalasemia. Dan diharapkan kepada pembaca dan penulis bisa lebih memahami materi mengenai penyakit thalasemia dilihat dari perbandingan data di lahan dan konsep teori yang sesungguhnya.

4.2.

SARAN Kita sebagai perawat hendaklah menerapkan atau mengaplikasikan asuhan keperawatan anak Thalasemia dengan efektif, sehingga dalam memberikan pelayanan bisa dilakukan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/thalassemia/ http://ghr.nlm.nih.gov/chromosome=11 http://mirbrokers.com/data/NewsletterEdisi64Thalasemia15.10.20101.pdf NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2063/1/08E00848.pdf http://www.scribd.com/doc/62708854/MAKALAH-THALASSEMIA

Anda mungkin juga menyukai