Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

DISUSUN OLEH :

ANDIKA ALDIYAN

ANNISA NABILA R

DIAH DWI

DIAN HARDIYANTI

DINNI GHINA

DWI RAHAYU

EKA RACHMAWATI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Maksud dan Tujuan

1.4 Sistematika Penulisan

1.5 Metode Penulisan

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

2.2 Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

2.3 Cara Perpindahan Cairan Tubuh

2.4 Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia

2.5 Pengaturan Volume Cairan Tubuh

2.6 Jenis Cairan

2.7 Kebutuhan dan Pengaturan Elektrolit

2.8 Jenis Cairan Elektrolit

2.9 Keseimbangan Asam dan Basa


KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat penting  untuk memoertahankan keseimbangan atau
homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi
fungsi fisiologis  tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung
partikel-partikel bahan organic dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh
mengandung komponen-komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif
(kation) dan bermuatan negative (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi
tubuh, termasuk fungsi neuromuscular dan keseimbangan asam-basa. Pada fungsi
neuromuscular, elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls
saraf.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kebutuhan cairan dan elektrolit?
2. Sistem tubuh apa saja yang berperan dalam kebutuhan cairan dan elektrolit?
3. Seperti apa cara perpindahan cairan tubuh, kebutuhan cairan tubuh bagi manusia,
pengaturan volume cairan tubuh dan jenis cairan?
4. Apa yang dimaksud kebutuhan dan pengaturan elektolit, jenis cairan elektrolit,
keseimbangan asam-basa dan jenis asam basa?
5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit?
6. Apa saja masalah-masalah pada kebutuhan cairan dan elektrolit?
7. Bagaimana proses dan tindakan keperawatan pada masalah kebutuhan cairan dan
elektrolit?

1.3 Maksud dan Tujuan


 Untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan kebutuhan cairan dan elektrolit
 Untuk mengetahui faktor dan masalah-masalah pada kebutuhan cairan dan elektrolit
 Untuk mengetahui proses keperawatan pada masalah kebutuhan cairan dan elektrolit

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah,
rumusan masalah, maksud dan tujuan, sistematika penulisan, metode penulisan.
Bab II. Pembahasan, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang kebutuhan aktivitas
Bab III. Penutup, berisi kesimpulan, dan saran.

1.5 Metode Penulisan


Metode  yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi kepustakaan.
Studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mencari,
mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku maupaun dari media informasi
lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor
fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan
yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau kekurangan.

2.2 Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


 Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur kebutuhan
cairan dan elektrolit. Terlihat pada fungsi ginjal, yaitu sebagai pengatur air, pengatur
konsentrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam-basa darah dan ekskresi
bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian
ginjal, seperti glomerulus dalam menyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah
mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10% nya disaring keluar.
Cairan yang tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli renalis
yang sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi
ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1 ml/kg/bb/jam.
 Kulit merupakan bagian penting pengaturan cairan yang terkait dengan proses
pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh
vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan arteriol kutan dengan cara vasodilatasi
dan vasokontriksi. Proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara penguapan.
Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung banyaknya darah yang mengalir melalui
pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas lainnya dapat dilakukan melalui
cara pemancaran panas ke udara sekitar, konduksi (pengalihan panas ke benda yang
disentuh), dan konveksi (pengaliran udara panas ke permukaan yang lebih dingin).
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah pengendalian saraf
simpatis. Melalui kelenjar keringat suhu dapat diturunkan dengan jumlah air yang dapat
dilepaskan, kurang lebih setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat yang
dihasilkan dapat diperoleh melalui aktivitas otot, suhu lingkungan dan kondisi suhu tubuh
yang panas.
 Paru. Organ paru berperan mengeluarkan cairan dengan menghasilkan insensible water
loss kurang lebih 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat
perubahan upaya kemampuan bernapas.
 Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam
mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi
normal, cairan hilang dalam system ini sekitar 100-200 ml/hari. Pengaturan
keseimbangan cairan dapat melalui system endokrin, seperti: system hormonal
contohnya:
 ADH. Memiliki peran meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan
keseimbangan air dalam tubuh. Hormone ini dibentuk oleh hipotalamus di hipofisis
posterior, yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan
cairan ekstrasel.
 Aldosteron. Berfungsi sebagai absorpsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di
tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium, natrium dan system angiotensin rennin.
 Prostaglandin. Merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan yang berfunsi
merespons radang, mengendalikan tekanan darah dan konsentrasi uterus, serta mengatur
pergerakan gastrointestul. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi
ginjal.
 Glukokortikoid. Berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
 Mekanisme rasa haus. Diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan dengan cara
merangsang pelepasan rennin yang dapat menimbulkan produksi angiostensin II sehingga
merangsang hipotalamus untuk rasa haus.

2.3 Cara Perpindahan Cairan Tubuh


 Difusi merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas, atau zat padat
secara bebas dan acak. Proses difusi dapat terjadi bila dua zat bercampur dalam sel
membrane. Dalam tubuh, proses difusi air, elektrolit dan zat-zat lain terjadi melalui
membrane kapiler yang permeable.kecepatan proses difusi bervariasi, bergantung pada
factor ukuran molekul, konsentrasi cairan dan temperature cairan. Zat dengan molekul
yang besar akan bergerak lambat dibanding molekul kecil. Molekul kecil akan lebih
mudah berpindah dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke larutan dengan konsentrasi
rendah. Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan molekul,
sehingga proses difusi berjalan lebih cepat.
 Osmosis. Proses perpindahan zat ke larutan lain melalui membrane semipermeabel
biasanya terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan
konsentrasi lebih pekat. Solute adalah zat pelarut, sedang solven adalah larutannya. Air
merupakan solven, sedang garam adalah solute. Proses osmosis penting dalam mengatur
keseimbangan cairan ekstra dan intra.
Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan larutan dengan menggunakan satuan
nol. Natrium dalam NaCl berperan penting mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh.
Apabila terdapat tiga jenis larutan garam dengan kepekatan berbeda dan didalamnya
dimasukkan sel darah merah, maka larutan yang mempunyai kepekatan yang sama akan
seimbang dan berdifusi. Larutan NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonic karena
larutan NaCl mempunyai kepekatan yang sama dengan larutan dalam system vascular.
Larutan isotonic merupakan larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan larutan
yang dicampur. Larutan hipotonik mempunyai kepekatan lebih rendah dibanding larutan
intrasel. Pada proses osmosis dapat terjadi perpindahan dari larutan dengan kepekatan
rendah ke larutan yang kepekatannya lebih tinggi melalui membrane semipermeabel,
sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan berkurang, sedang larutan
yang berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah volumenya.
 Transport aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis. Proses ini
terutama penting untuk mempertahankan natrium dalam cairan intra dan ekstrasel. Proses
pengaturan cairan dapat dipengaruhi oleh dua factor, yaitu:
 Tekanan cairan. Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan. Proses
osmotic juga menggunakan tekanan osmotic, yang merupakan kemampuan pastikel
pelarut untuk menarik larutan melalui membrane.
Bila dua larutan dengan perbedaan konsentrasi dan larutan yang mempunyai konsentrasi
lebih pekat molekulnya tidak dapat bergabung (larutan disebut koloid). Sedangkan
larutan yang mempunyai kepekatan sama dan dapat bergabung (disebut kristaloid).
Contoh larutan kristaloid adalah larutan garam, tetapi dapat menjadi koloid apabila
protein bercampur dengan plasma. Secara normal, perpindahan cairan menembus
membrane sel permeable tidak terjadi. Prinsip tekanan osmotic ini sangat penting dalam
proses pemberian cairan intravena. Biasanya, larutan yang sering digunakan dalam
pemberian infuse intravena bersifat isotonic karena mempunyai konsentrasi sama dengan
plasma darah. Hal ini penting untuk mencegah perpindahan cairan dan elektrolit ke dalam
intrasel. Larutan intravena bersifat hipotonik, yaitu larutan yang konsentrasinya kurang
pekat dibanding konsentrasi plasma darah. Tekanan osmotic plasma akan lebih besar
dibanding tekanan tekanan osmotic cairan interstisial karena konsentrasi protein dalam
plasma dan molekul protein lebih besar dibanding cairan interstisial, sehingga
membentuk larutan koloid dan sulit menembud membrane semipermeabel. Tekanan
hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul larutan yang bergerak dalam ruang tertutup.
Hal ini penting guna mengatur keseimbangan cairan ekstra dan intrasel.
 Membran semipermeable. Merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar
tidak tergabung. Membran semipermeable terdapat pada dinding kapiler pembuluh darah,
yang terdapat di seluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke
jaringan.

2.4 Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia


Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis,
yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan
tubuh. Sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, kategori
persentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah: bayi baru lahir 75% dari total berat
badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan
dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Persentase cairan tubuh bervariasi,
bergantung pada factor usia, lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Wanita dewasa
mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibanding pria karena pada wanita dewasa
jumlah lemak dalam tubuh lebih banyak dibanding pada pria. Kebutuhan air berdasarkan
umur dan berat badan:
Umur  Jumlah air dalam 24 jam Fungsi ml/kg berat badan
3 hari 250 300 80 100
1 tahun    1150 1300 120 135
2 tahun 1350 1500 115 125
4 tahun 1600 1800 100 110
10 tahun 2000 2500 70 85
14 tahun 2200 2700 50 60
18 tahun 2200 2700 40 50
Dewasa 2400 2600 20 30

2.5 Pengaturan Volume Cairan Tubuh


Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara jumlah cairan yang
masuk dan jumlah cairan yang keluar.
 Asupan cairan. Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah
± 2500 cc/hari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari makanan
lain. Pengaturan mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan mekanisme haus.
Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur keseimbangan cairan adalah
hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan volume cairan tubuh dimana asupan
cairan kurang atau adanya pendarahan, maka curah jantung menurun, menyebabkan
terjadinya penurunan tekanan darah.
 Pengeluaran cairan. Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi
asupan cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah ± 2300 cc. jumlah air
yang paling banyak keluar dari eksresi ginjal (berupa urine), sebanyak ± 1500 cc/hari
pada orang dewasa. Hali ini dihubungkan dengan banyaknya asupan melalui mulut.
Asupan air melalui mulut dan pengeluaran air melalui ginjal mudah diukur dan sering
dilakukan dalam praktis klinis. Pengeluaran cairan dapat pula dilakukan melalui kulit
(berupa keringat) dan saluran pencernaan (berupa feses). Pengeluaran cairan dapat pula
dikategorikan sebagai pengeluaran cairan yang tidak dapat diukur karena, khususnya
pada pasien luka bakar atau luka besar lainnya, jumlah pengeluaran cairan (melalui
penguapan) meningkat sehigga sulit untuk diukur. Pada kasus ini, bila volume urine yang
dikeluarkan kurang dari 500 cc/hari, diperlukan adanya perhatian khusus.
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan asupan dan
pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan pernapasan,
demam, keringat dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan.
Kondisi lain yang dapat menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan adalah muntah
secara terus menerus. Hasil-hasil pengeluaran cairan:
 Urine. Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika urinaria
(kandung kemih). Proses ini merupakan proses pengeluaran cairan tubuh yang utama.
Cairan dalam ginjal disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk kemudoan
diserap kembali ke dalam aliran darah. Hasil ekresi berupa urine. Jika terjadi penurunan
volume dalam sirkulasi darah, receptor atrium jantung kiri dan kanan akan mengirimkan
impuls ke otak, kemudian otak akan mengirimkan kembali ke ginjal dan memproduksi
ADH sehingga mempengaruhi pengeluaran urine.
 Keringat. Terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu yang panas.
Keringat banyak mengandung garam, urea, asam laktat dan ion kalium. Banyaknya
jumlah keringat yang keluar akan mempengaruhi kadar natrium dalam plasma.
 Feses. Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran air
melalui feses merupakan pengeluaran cairan yang paling sedikit jumlahnya. Jika cairan
yang keluar melalui feses jumlahnya berlebihan, maka dapat mengakibatkan tubuh
menjadi lemas. Jumlah rata-rata pengeluaran cairan melalui feses adalah 100 ml/hari.

2.6 Jenis Cairan


 Cairan nutrien. Pasien yang istirahat ditempat tidur memerlukan sebanyak 450 kalori
setiap harinya. Cairan nutrien (zat gizi) melalui intravena dapat memenuhi kalori ini
dalam bentuk karbohidrat, nitrogen dan vitamin yang penting untuk metabolisme. Kalori
dalam cairan nutrient dapat berkidar antara 200-1500/liter. Cairan nutrient terdiri atas:
 Karbohidrat dan air, contoh: dextrose (glukosa), levulose (fruktosa), invert sugar ( ½
dextrose dan ½ levulose).
 Asam amino, contoh: amigen, aminosol dan travamin.
 Lemak, contoh: lipomul dan liposyn.
Blood Volume Expanders
Merupakan bagian dari jenis cairan yang berfungsi menigkatkan volume pembuluh darah
setelah kehilangan darah atau plasma. Apabila keadaan darah sudah tidak sesuai,
misalnya pasien dalam kondisi pendarahan berat, maka pemberian plasma akan
mempertahankan jumlah volume darah. Pada pasien dengan luka bakar berat, sejumlah
besar cairan hilang dari pembuluh darah di daerah luka. Plasma sangat perlu diberikan
untuk menggantikan cairan ini. Jenis blood volume expanders antara lain: human serum
albumin dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai
tekanan osmotic, sehingga secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.

2.7 Kebutuhan dan Pengaturan Elektrolit


1. Kebutuhan elektrolit
Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrient
dan sisa metabolism, seperti karbondioksida yang semuanya disebut dengan ion.
Beberapa jenis garam dalam air akan dipecah dalam bentuk ion elektrolit. Contohnya,
NaCl akan dipecah menjadi ion Na+ dan Cl-. Pacahan elektrolit tersebut merupakan ion
yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan negative disebut anion dan
ion bermuatan positif disebut kation
2. Pengaturan Elektrolit
 Pengaturan Keseimbangan Natrium. Natrium merupakan kation dalam tubuh yang
berfungsi mengatur osmolaritas dan volume cairan tubuh. Natrium paling banyak
terdapat pada cairan ekstrasel. Pengaturan konsentrasi cairan ekstrasel diatur oleh ADH
dan aldosteron. Aldosteron dihasilkan oleh korteks suprarenal dan berfungsi
mempertahankan keseimbangankonsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu
oleh ADH. ADH mengatur sejumlah air yang diserap kembali ke dalam ginjal dari
tubulus renalis. Aldosteron juga mengatur keseimbangan jumlah natrium yang diserap
kembali oleh darah. Natrium tidak hanya bergerak ke dalam atau ke luar tubuh, tetapi
juga mengatur keeseimbangan cairan tubuh. Eksresi dari natrium dapat dilakukan melalui
ginjal atau sebagian kecil melalui feses, keringat dan air mata.
 Pengaturan Keseimbangan Kalium. Kalium merupakan kation utama yang terdapat
dalam cairan intrasel dan berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan
kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulsu ginjal
dan sekresi aldosteron. Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium
dalam plasma (cairan ekstrasel).
System pengaturan keseimbangan kalium melalui 3 langkah yaitu: Peningkatan
konsentrasi kalium dalam cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan produksi
aldosteron, peningkatan jumlah aldosteron akan mempengaruhi jumlah kalium yang
dikeluarkan melalui ginjal dan peningkatan pengeluaran kalium; konsentrasi kalium
dalam cairan ekstrasel menurun.
 Pengaturan Keseimbangan Kalsium. Kalsium dalam tubuh berfungsi membentuk
tulang, menghantarkan impuls kontraksi otot, koagulasi (pembekuan) darah dan
membantu beberapa enzim pancreas. Kalsium diekskresi melalui urine dan keringat.
Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur oleh hormone paratiroid dalam reabsorpsi tulang.
Jika kadar kalsium darah menurun, kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan
hormone paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium dalam darah.
 Pengaturan Keseimbangan Klorida. Klorida merupakan anion utama dalam cairan
ekstrasel, tetapi tidak dapat ditemukan pada cairan ekstrasel dan intrasel. Fungsi klorida
biasanya bersatu dengan natrium, yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotic
dalam darah. Hipokloremia merupakan siatu keadaan kekurangan kadar klorida dalam
darah, sedangkan hiperkloremia merupakan kelebihan klor dalam darah. Normalnya,
kadar klorida dalam darah pada orang dewasa adalah 95-108 mEq/lt.
 Pengaturan Keseimbangan Magnesium. Magnesium merupakan kation dalam tubuh,
merupakan yang terpenting kedua dalam cairan intrasel. Keseimbangannya diatur oleh
kelenjar paratiroid. Magnesium diabsorpsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam
tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Hipmagnesium terjadi bila konsentrasi
serum turun menjadi < 1,5 mEq/ltd dan hipermagnesium terjadi bila kadar magnesium
serta seum meningkat menjadi > 2,5 mEq/lt.
 Pengaturan Keseimbangan Bikarbonat. Bikarbonat merupakan elektrolit utama larutan
buffer (penyangga) dalam tubuh.
 Pengaturan Keseimbangan Fosfat. Fosfat (PO4) bersama-sama dengan kalsium
berfungsi membentuk gigi dan tulang. Posfat diserap dari saluran pencernaan dan
dikeluarkan melalui urine.

2.8 Jenis Cairan Elektrolit


Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat bertegangan tetap
dengan bermacam-macam elektrolit. Cairan saline terdiri atas cairan isotonic, hipotonik
dan hipertonik. Konsentrasi isotonic disebut juga normal saline yang banyak
dipergunakan. Contoh cairan elektrolit:
 Cairan Ringer’s, terdiri atas: Na+, K+, Cl, Ca2+
 Cairan Ringer’s Laktat, terdiri atas: Na+, K+, Mg2+, Cl, Ca2+, HCO3
 Cairan Buffer’s, terdiri atas: Na+, K+, Mg2+, Cl, HCO3

2.9 Keseimbangan Asam dan Basa


Dalam aktivitasnya, sel tubuh memerlukan keseimbangan asam-basa. Keseimbangan
asam-basa dapat diukur dengan pH (derajat keasaman). Dalam keadaan normal, pH
cairan tubuh adalah 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa dapat dipertahankan melalui
proses metabolism dengan system buffer pada seluruh cairan tubuh dan oleh pernapasan
dengan system regulasi (pengaturan di ginjal). 3 macam system larutan buffer cairan
tubuh adalah larutan bikarbonat, fosfat dan protein. System buffer itu sendiri terdiri atas
natrium bikarbonat (NaHCO3), kalium bikarbonat (KHCO3) dan asam karbonat
(H2CO3). Pengaturan keseimbangan asam-basa dilakukan oleh paru melalui
pengangkutan kelebihan CO2 dan H2CO2 dari darah yang dapat meningkatkan pH
hingga kondisi standar (normal). Ventilasi dianggap memadai apabila suplai O2
seimbang dengan kebutuhan O2. Pembuangan melalui paru harus simbang dengan
pembentukan CO2 agar ventilasi memadai. Ventilasi yang memadai dapat
mempertahankan kadar pCO2 sebesar 40 mmHg.
Jika pembentukan CO2 metabolik meningkat, konsentrasinya dalam cairan ekstrasel juga
meningkat. Sebaliknya, penurunan metabolism memperkecil konsentrasi CO2. Jika
kecepatan ventilasi paru meningkat, kecepatan pengeluaran CO2 juga meningkat dan hal
ini menurunkan jumlah CO2 yang berkumpul dalam cairan ekstrasel. Peningkatan dan
penurunan ventilasi alveolus efeknya akan mempengaruhi pH cairan ekstrasel.
Peningkatan pCO2 menurunkan pH, sebaliknya pCO2 meningkatkan pH darah.
Perubahan ventilasi alveolus juga akan mengubah konsentrasi ion H+. sebaliknya
konsentrasi ion H+ dapat mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus (umpan balik).
Kadar pH yang rendah dan konsentrasi ion H+ yang itnggi disebut asidosis, sebaliknya
pH yang tinggi dan konsentrasi ion H+ yang rendah disebut alkalosis.

2.10 Jenis Asam Basa


Cairan basa (alkali) digunakan untuk mengoreksi asidosis. Keadaan asidosis dapat
disebabkan oleh henti jantung dan koma diabetika. Contoh cairan alkali adalah natrium
(sodium) laktat dan natrium bikarbonat. Laktat merupakan agram dari asam lemah yang
dapat mengambil ion H+ dari cairan, sehingga mengurangi keasaman (asidosis). ion H+
diperoleh dari asam karbonat (H2CO3), yang mana terurai menjadi HCO3- (bikarbonat)
dan H+. Selain system pernapasan, ginjal juga berperan untuk mempertahankan asam-
basa yang sangat kompleks. Ginjal mengeluarkan ion hydrogen dan membentuk ion
bikarbonat dengan pH darah normal. Jika pH plasma turun dan menjadi lebih asam, ion
hydrogen dikeluarkan dan bikarbonat dibentuk kembali.

Masalah Keseimbangan Asam-Basa


 sidosis Respiratorik. Merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh kegagalan
system pernapasan dalam membuang karbondioksida dari cairan tubuh sehingga terjadi
kerusakan pada pernapasan, peningkatan pCO2 arteri diatas 45 mmHg, dan penurunan
pH hingga < 7,35 yang dapat disebabkan oleh adanya penyakit obstruksi, trauma kepala,
perdarahan dan lain-lain.
 Asidosis Metabolik. Merupakan suatu keadaan kehilangan basa atau terjadinya
penumpukan asam yang ditandai dengan adanya penurunan pH hingga kurang dari 7,35
dan HCO3 kurang dari 22 mEq/lt.
 Alkalosis Respiratorik. Merupakan suatu keadaan kehilangan CO2 dari paru dapat
menimbulkan terjadinya pCO2 arteri < 35 mmHg dan pH > 7,45 akibat adanya
hiperventilasi, kecemasan, emboli paru dan lain-lain.
 Alkalosis Metabolik. Merupakan suatu keadaan kehilangan ion hidrogen atau
penambahan basa pada cairan tubuh dengan adanya peningkatan bikarbonat plasma > 26
mEq/ltd an pH arteri > 7,45 atau secara umum keadaan asam-basa dapat dilihat melalui
tabel berikut:
HCO3 Plasma pH Plasma pCO2 Plasma Gangguan Asam-Basa
Meningkat Menurun Meningkat Asidosis Respiratorik
Menurun Menurun Menurun Asidosis Metabolik
Menurun Meningkat Menurun Alkalosis Respiratorik
Meningkat Meningkat Meningkat Alkalosis Metabolik

2.11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


 Usia. Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ sehingga
dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
 Temperature. Temperature ayng tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan
melalui keringat cukup banyak, sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan.
 Diet. Apabila kekurangan nutrient, tubuh akan memecah cadangan makanan yang
tersimpan di dalamnya sehingga dalam tubuh terjadi pergerakan cairan dari interstisial ke
interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah pemenuhan kebutuhan cairan.
 Stress. Stress dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit melalui
proses peningkatan produksi ADH, karena proses ini dapat meningkatkan metabolism
sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi
sodium dan air.
 Sakit. Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk memperbaiki
sel yang rusak tersebut dibutuhkan adanya proses pemenuhan kebutuhan cairan yang
cukup. Keadaan sakit menimbulkan ketidakseimbangan system dalam tubuh, seperti
ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan kebutuhan cairan.

2.12 Masalah-Masalah pada Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


Masalah Kebutuhan Cairan
 Hipovolume atau Dehidrasi. Kekurangan cairan eksternal terjadi karena asupan cairan
dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan merespons kekurangan cairan tubuh
dengan mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan
interstisial, tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi pada
pasien diare dan muntah. Ada tiga macam kekurangan volume cairan eksternal, yaitu:
 Dehidrasi isotonik, terjadi jika tubuh kehilangan sejumlah cairan dan elektrolit secara
seimbang.
 Dehidrasi hipertonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak air daripada elektrolit
 Dehidrasi hipitonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak elektrolit daripada air
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan menyebabkan volume ekstrasel berkurang
(hipovolume) dan perubahan hematokrit. Pada keadaan dini, tidak terjadi perpindahan
cairan daerah intrasel ke permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan
cairan ekstrasel dalam waktu yang lama, kadar urea, nitrogen dan kreatinin meningkat
dan menyebabkan perpindahan cairan intrasel ke pembuluh darah. Kekurangan cairan
dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau cepat dan tidak delalu cepat diketahui.
Kelebihan asupan pelarut seperti protein dan klorida/natrium akan menyebabkan ekskresi
atau pengeluaran urine secara berlebihan serta berkeringat dalam waktu lama dan terus-
menerus. Hal ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami gangguan hipotalamus,
kelenjar gondok, ginjal diare, muntah secara terus-menerus, pemasangan drainase dan
lain-lain.

Macam dehidrasi berdasarkan derajatnya:


 Dehidrasi berat, dengan ciri-ciri: pengeluaran/kehilangan cairan sebanyak 4-6 lt; serum
natrium mencapai 159-166 mEq/lt; hipotensi; turgor kulit buruk; oliguria; nadi dan
pernapadan meningkat serta kehilangan cairan mencapai > 10 % BB.
 Dehidrasi sedang, dengan ciri-ciri; kehilangan cairan 2-4 lt atau antara 5-10% BB;
serum natrium mencapai 152-158 mEq/lt serta mata cekung.
 Dehidrasi ringan, dengan ciri-ciri; kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 lt.

 Hipervolume atau Overhidrasi. Terdapat 2 manifestasi yang ditimbulkan akibat


kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan
cairan pada interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi
elastic dan hanya terdapat diantara jaringan. Pitting edema merupakan edema yang
berada pada darah perifer atau akan berbentuk cekung setelah ditekan pada daerah yang
bengkak, hal ini disebabkan oleh perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan.
Cairan dalam jaringan yang edema tidak digerakkan ke permukaan lain dengan jari.
Nonpitting edema tidak menunjukkan tanda kelebihan cairan ekstrasel, tetapi sering
karena infeksi dan trauma yang menyebabkan membekunya cairan pada permukaan
jaringan. Kelebihan cairan vascular meningkatkan hidrostatik cairan dan akan menekan
cairan ke permukaan interstisial.
Edema anasarka adalah edema yang terdapat di seluruh tubuh. Peningkatan tekanan
hidrostatik yang sangat besar menekan sejumlah cairan hingga ke membrane kapiler paru
sehingga menyebabkan edema paru dan dapat mengakibatkan kematian. Manifestasi
edema paru adalah penumpukan sputum, dispnea, batuk dan adanya suara napas ronnchi
basah. Keadaan edema ini disebabkan oleh gagal jantung sehingga dapat mengakibatkan
peningkatan penekanan pada kapiler darah paru dan perpindahan cairan ke jaringan paru.
Perawat harus melakukan observasi secara cermat bila memberikan cairan intravena pada
pasien yang mempunyai masalah jantung, sebab kelebihan cairan pada kapiler paru
terutama pada anak/bayi dan orang tua dapat membahayakan. Pada anak, paru dan
kapasitas vaskularnya kecil sehingga tidak mampu menampung cairan dalam jumlah
besar. Pada pasien tua, elastisitas pembuluh darah menurun dan hanya mampu
menampung sedikit cairan. Kelebihan cairan ekstrasel dihubungkan dengan gagal
jantung, sirosis hati dan kelainan ginjal.
Pada kelebihan ekstrasel, gejala yang sering ditimbulkan adalah edema perifer (pitting
edema), asites, kelopak mata membengkak, suara napas ronchi basah, penambahan berat
badan secara tidak normal/sangat cepat dan nilai hematokrit pada umumnya normal, akan
tetapi menurun bila kelebihan cairan bersifat akut.
Masalah Kebutuhan Elektrolit
 Hiponatremia. Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma
darah yang ditandai dengan adanya kadar natrium dalam plasma sebanyak < 135 mEq/lt,
rasa haus berlebihan, denyut nadi yang cepat, hipotensi konvulsi dan membrane mukosa
kering. Hiponatremia disebabkan oleh hilangnya cairan tubuh secara berlebihan, misalya
ketika tubuh mengalami diare yang berkepanjangan.
 Hipernatremia. Merupakan suatu keadaan dimana kadar natrium dalam plasma tinggi,
ditandai dengan adanya mukosa kering, oliguri/anuria, turgor kulit buruk dan permukaan
kulit membengkak, kulit kemerahan, lidah kering dan kemerahan, konvulsi, suhu badan
naik serta kadar natrium dalam plasma lebih dari 145 mEq/lt. Kondisi ini dapat
disebabkan karena dehidrasi, diare, pemasukan air yang berlebihan sementara asupan
garam sedikit.
 Hipokalemia. Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah.
Hipokalemia dapat terjadi dengan sangat cepat. Kondisi ini sering terjadi pada pasien
yang mengalami diare berkepanjangan, juga ditandai dengan lemahnya denyut nadi,
turunnya tekanan darah, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, perut krmbung,lemah
dan lunaknya otot tubuh, tidak beraturannya denyut jantung (aritmia), penurunan bising
usus dan turunnya kadar kalim plasma hingga kurang dari 3,5 mEq/lt.
 Hiperkalemia. Merupakan suatu keadaan diamna kadar kalium dalam darah tinggi,
sering terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal, asidosis metabolic, pemberian
kalium yang berlebihan melalui intravena yang ditandai dengan adanya mual,
hiperaktivitas system pencernaan, aritmia, kelemahan, sedikitnya jumlah urine dan diare,
adanya kecemasan dan iritabilitas serta kadar kalium dalam plasma mencapai lebih dari 5
mEq/lt.
 Hipokalsemia.  Merupakankondisi kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah
yang ditandai dengan adanya kram otot dankram perut, kejang, bingung,kadar kalsium
dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/lt dan kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang
dapat disebabkan oleh pengaruh pengangkatan kelenjar gondok serta kehilangan
sejumlah kalsium karena sekresi intestinal.
 Hiperkalsemia. Merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium darah yang dapat
terjadi pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D
secara berlebihan, ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal,
mual-mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma mencapai lebih dari 4,3 mEq/lt.
 Hipomagnesia. Merupakan kondisi kekurangan kadar magnesium dalam darah,
ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, takikardi,
hipertensi, disoriensi dan konvulasi. Kadar magnesium dalam darah mencapai kurang
dari 1,3 mEq/lt.
 Hipermagnesia. Merupakan kondisi berlebihnya kadar magnesium dalam darah,
ditandai dengan adanya koma, gangguan pernapasan dan kadar magnesium mencapai
lebih dari 2,5 mEq/lt.

2.13 ASKEP pada Masalah Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


A. Pengkajian Keperawatan
 Riwayat Keperawatan. Pengakajian keperawatan pada masalah kebutuhan cairan dan
elektrolit meliputi jumlah asupan cairan yang dapat diukur melalui jumlah pemasukan
secara oral, parenteral atau enteral. Jumlah pengeluaran dapat diukur melalui jumlah
produksi urine, feses, muntah atau pengeluaran lainnya, status kehilangan/kelebihan
cairan dan perubahan berat badan yang dapat menentukan tingkat dehidrasi.
 Faktor yang Berhubungan. Meliputi factor-faktor yang memepengaruhi masalah
kenutuhan cairan seperti sakit, diet, lingkungan, usia perkembangan dan penggunaan
obat.
 Pengkajian Fisik. Meliputi system yang berhubungan dengan masalah cairan dan
elektrolit seperti system integument (status turgor kulit dan edema), system
kardiovaskular (adanya distensi vena jugularis, tekanan darah dan bunyi jantung), system
penglihatan (kondisi dan cairan mata), system neurologi (gangguan sensorik/motorik,
status kesadaran dan adanya refleksi) dan system gastrointestinal (keadaan mukosa
mulut, lidah dan bising usus).
 Pemeriksaan laboratorium atau diagnostik lainnya. Dapat berupa pemeriksaan kadar
elektrolit (natrium, kalium, klorida, berat jenis urine, analisis gas darah dan lain-lain).
B. Diagnosis Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan:
Pengeluraran urine secara berlebihan akibat penyakit diabetes mellitus atau lainnya;
peingkatan permeabilitas kapiler dan hilangnya evaporasi pada pasien luka bakar atau
meningkatnya kecepatan metabolism; pengeluaran cairan secara berlebihan; asupan
cairan yang tidak adekuat serta pendarahan.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan:
Penurunan mekanisme regulator akibat kelaiann pada ginjal; penurunan curah jantung
akibat penyakit jantung; gangguan aliran balik vena akibat penyakit vascular perifer atau
thrombus; retensi natrium dan air akibat terapi kostikosteroid serta tekanan osmotic
koloid yang rendah.
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan: mempertahankan volume cairan dalam keadaan seimbang.
Rencana tindakan:
1. Monitor jumlah asupan dan pengeluaran cairan serta perubahan status keseimbangan
cairan.
2. Pertahankan keseimbangan cairan. Bila kekurangan volume cairan lakukan:
 Rehidrasi oral atau parenteral sesuia dengan kebutuhan
 Monitor kadar elektrolit darah seperti urea nitrogen darah, urine, serum, osmolaritas,
kreatinin, hematokrit dan Hb.
 Hilangkan factor penyebab kekurangan volume cairan, seperti muntah, dengan cara
memberikan minum secara sedikit-sedikit tapi sering atau dengan memberikan teh.
Bila kelebihan volume cairan, lakukan:
 Pengurangan asupan garam
 Hilangkan factor penyebab kelebihan volume cairan dengan cara melihat kondidi
penyakit pasien terlebih dahul. Apabila akibat bendungan aliran pembuluh darah, maka
anjurkan pasien untuk istirahat dengan posisi telentang, posisi kaki ditinggikan, atau
tinggikan ekstremitas yang mengalami edema diatas posisi jantung, kecuali ada kontra
indikasi.
 Kurangi konstriksi pembuluh darah seperti pada penggunaan kaos kaki yang ketat.
3. Lakukan mobilisasi melalui pengaturan posisi
4. Anjurkan cara mempertahankan keseimbangan cairan.
D. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
1. Pemberian cairan melalui infuse. Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
dengan cara memasukkan cairan melalui intravena dengan abntuan infuse set, bertujuan
memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan
pemberian makan.
Alat dan bahan: standar infuse, infuse set, cairan sesuai dengan kebutuhan pasien, jarum
infuse/abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran, pengalas, tourniquet/pembendung,
kapas alcohol 70%, plester, gunting, kasa steril, betadineTM dan sarung tangan.
Prosedur kerja:
Cuci tangan; jelaskan prosedur yang akan dilakukan; hubungkan cairan dan infuse set
dengan menusukkan ke dalam botol infuse (cairan); isi cairan ke dalam infuse set dengan
menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup
hingga selang terisi dan udaranya keluar; letakkan pengalas; lakukan pembendungan
dengan tourniquet; gunakan sarung tangan; desinfeksi daerah yang akan ditusuk; lakukan
penusukan dengan arah jarum ke atas; cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah
darah keluar melalui jarum infuse/abocath); tarik jarum infuse dan hubungkan dengan
selang infuse; buka tetesan; lakukan desinfeksi dengan betadineTM  dan tutup dengan
kasa steril; beri tanggal dan jam pelaksanaan infuse pada plester; lalu cuci tangan.

Cara Menghitung Tetesan Infuse


 Dewasa:
Tetesan/Menit =    Jumlah cairan yang masuk
       Lamanya infuse (jam) x 3
Contoh: seorang pasien dewasa memerlukan rehidrasi dengan 1000 ml (2 botol) infuse
dalam waktu satu jam, maka tetesan permenit adalah:
Jumlah Tetesan/Menit =     1000  = 20 tetes/menit
                      1x3
 Anak:
Tetesan/Menit =    Jumlah cairan yang masuk
         Lamanya infuse (jam)
Contoh: seorang pasien neonatus memerlukan rehidrasi dengan 250 ml infuse dalam
waktu 2 jam, maka tetesan permenit adalah:
Jumlah Tetesan/Menit =      250  = 125 tetes mikro/menit
                       2
2. Tranfusi Darah. Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang
membutuhkan darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan
alat tranfusi set. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan darah dan memperbaiki
perfusi jaringan.
Alat dan bahan: standar infuse, tranfusi set, NaCl 0,9 %, darah sesuai dengan kebutuhan
pasien, jarum infuse/abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran, pengalas,
tourniquet/pembendung, kapas alcohol 70%, plester, gunting, kasa steril, betadineTM dan
sarung tangan.

Prosedur kerja:
Cuci tangan; jelaskan prosedur yang akan dilakukan; hubungkan cairan NaCl 0,9% dan
tranfusi set dengan cara menusukkan; isi cairan NaCl 0,9% ke dalam tranfusi set dengan
menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup
hingga selang terisi dan udaranya keluar; letakkan pengalas; lakukan pembendungan
dengan tourniquet; gunakan sarung tangan; desinfeksi daerah yang akan ditusuk; lakukan
penusukan dengan arah jarum ke atas; cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah
darah keluar melalui jarim infuse/abocath); tarik jarum infuse dan hubungkan dengan
selang tranfusi; buka tetesan; lakukan desinfeksi dengan betadineTM  dan tutup dengan
kasa steril; beri tanggal dan jam pelaksanaan infuse pada plester; setelah NaCl 0,9%
masuk, kurang lebih 15 menit, ganti dengan darah yang sudah disiapkan; sebelum
dimasukkan, terlebih dahulu cek warna darah, identitas pasien, jenis golongan darah dan
tanggal kedaluwarsa; lakukan observasi tanda-tanda vital selama pemakaian infuse; lalu
cuci tangan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap gangguan kebutuhan cairan dam elektrolit secara umum dapat dinilai
dari adanya kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan ditunjukkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan dan pengeluaran,
nilai elektrolit dalam batas normal, berat badan sesuai dengan tinggi badan atau tidak ada
penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema dan lain sebagainya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis
dan lingkungan. Ginjal merupakan organ yang paling berperan, sebegai pengontrol
volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garan dan mengontrol
osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Selain ginjal, yang
turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan
ion hydrogen, CO2 dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
3.2 Saran
Kebutuhan cairan tubuh tak hanya berasal dari konsumsi air putih saja, melainkan juga
dari makanan dan minuman yang mengandung air. Meskipun begitu, akan jauh lebih baik
bila kita memilih untuk mengkonsumsi air putih ketimbang jenis minuman lainnya yang
banyak mengandung gula, kalori, kafein dan zat-zat lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien, Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
http://taharuddin.com/keseimbangan-cairan-dan-elektrolit.html diakses pada Senin, 26
November 2012 pukul 15.00 WIB.
http://www.kapukonline.com/2012/09/Prosedur-Pemenuhan-Kebutuhan-Cairan-dan-
Elektrolit.html diakses pada Senin, 26 November 2012 pukul 15.00 WIB.
http://informasitips.com/kebutuhan-air-minum-cairan-untuk-manusia-per-hari diakses
pada Senin, 26 November 2012 pukul 15.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai