Anda di halaman 1dari 2

selama ini saya juga mengamati bahwa karakter istri yang dominan juga akhirnya memaksa suami yang

dalam kondisi tertekan melakukan tindakan di luar batas mereka. Istri yang memiliki karakter kepribadian dominan dan cenderung memberikan perintah kepada suami akan membuat suami merasa tidak dihargai dan dihormati. Akhirnya apa yang terjadi Suami mencari kebutuhan kasih sayangnya di luar rumah dengan WIL atau ketika mereka sudah merasa sangat tertekan, mereka mampu melakukan tindakan kekerasan kepada pasangan atau istrinya. Wanita, khususnya yang sudah menyandang gelar sebagai ibu rumah tangga memiliki peran yang sangat kompleks. Peran domestik dan peran publik. Di dalam keluarganya, ia harus bisa menjadi manajer terbaik bagi setiap anggota. Pelayanan maksimal harus dilakukan agar semuanya merasakan kenyamanan di rumah. Pun pada pasangan, apalagi jika ia sedang membutuhkan motivasi dalam kesulitan yang tengah menderanya. Maka peran domestiknya pun harus keluar. Sang istri harus bisa memasuki kawasan perasaan suami, menelaah bersama tentang permasalahan yang ada, lalu mencari solusi. Kenapa? Karena suami pun mengandalkan istri bisa melakukan itu. Suami mana yang tak bahagia jika istrinya penuh perhatian? Tidak cuek, ringan tangan membantu meski hanya sekedar membantu berpikir, itu menjadikan suami merasa dihargai. Ia tetap merasa dianggap dan diakui keberadaannya, sekalipun dalam keadaan terpuruk. Karena kan kadang ada juga istri yang tak mau tahu saat suaminya terkena permasalahan. Yang ia mau hanya dapat jatah pemasukan rutin untuk keluarga, bersenang-senang bisa dilakukan sewaktu-waktu, dan kebutuhan anak tercukupi. Istri yang semacam itu jangan sampai ditiru. Suami dan istri sudah menjalin ikatan pernikahan, itu berarti mereka telah mengikrarkan perjanjian yang berat (mitsaqon gholidhon). Perjanjian kitu sudah disepakati saat proses ijab qabul. Maka perjanjian yang didasari cinta yang dulu bersemi sangat indah itu tak boleh kemudian menghapus cinta yang semakin hari ternyata terlihat semakin luntur. Jangan sampai itu terjadi. Kita harus pandai memupuknya agar senantiasa subur. Pada saat suami butuh kita, buktikan jika kita turut menepati janji itu. Berikan sikap yang terbaik, semampu yang bisa dilakukan. Kalau mungkin kita juga sama sibuknya, ditambah dengan segudang pekerjaan rumah yang tak bisa ditinggalkan, lalu seolah kita kehabisan waktu...jangan lupakan suami. Meski ia tak katakan apa keinginannya (yang ternyata butuh diskusi, sharing pendapat, curhat) sejatinya ia membutuhkan kita juga dalam kondisi seperti itu. Istri lah yang harus memahami. Jangan sampai istri hanya mengedepankan hak-hak saja tanpa membarengi keseimbangan melakukan kewajiban. Rasulullah dalam sabdanya mengatakan bahwa dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita solihah. Tidakkah kita ingin menjadi wanita yang solihah itu? Dua kata itu mudah diucap, mudah dihafal bagaimana kiat-kiat untuk menggapainya. Namun, masya Allah...rupanya kadang pun kita masih salah melangkah dan kurang memahami secara luas perjuangan untuk menggapai gelar

solihah dalam keluarga. Dikiranya, memberikan bantuan kepada suami itu bukan wujud kesolihahan wanita. Itu jelas salah. Solihah memiliki makna yang sangat luas. Bantuan materi ataupun spirit tetap Allah akan mencatatnya sebagai shodaqoh. Mudah-mudahan sekelumit kata ini bisa memberikan sedikit pencerahan ya. Bagaimanapun, kita tak boleh menampik bahwa diri kita hanyalah makhluk Allah yang lemah, yang selalu harus melakukan perbaikan. Semoga para wanita Indonesia kian solihah dalam keluarganya, dan tetap memberikan yang terbaik meski dalam keterbatasan.

Anda mungkin juga menyukai