Anda di halaman 1dari 5

TRAUMA KIMIA PADA MATA

I.

Definisi Trauma kimia adalah trauma yang disebabkan oleh bahan kimia, baik berupa cairan benda padat maupun gas. Zat kimia penyebab trauma dibagi menjadi 2 golongan, yaitu asam dan basa 1. Menurut Fithria Aldi cit Ramanjit Sihota, trauma kimia pada mata dua kali lebih sering pada bahan kimia yang bersifat basa dibandingkan bahan kimia yang bersifat asam. Bahan kimia yang bersifat basa lebih sering pada bahan seperti amoniak, sodium hidroksida, dan kapur. Sementara bahan yang bersifat asam dapat berupa sulpuric, sulpurous, hidrofluorik, acetic, dan cromic. Bahan kimia yang bersifat basa biasanya penetrasinya lebih dalam dibandingkan bahan kimia yang bersifat asam 2.

II.

Stadium Menurut American Academy of Ophtalmology stadium trauma kimia pada bola mata dapat diklasifikasikan sebagai berikut 3: Grade Perubahan pada Kornea I Kerusakan Perubahan pada Konjungtiva hanya Khemosis (+) Iskhemik (-) Prognosis Penglihatan Baik

pada lapisan epitel

II

Kornea keruh tetapi Kongesti (+) iris masih jelas Khemosis (+) Iskhemik dari 1/3 kurang limbal

Baik

terlihat

konjungtiva III Kehilangan lapisan Iskemik 1/3 sampai Tidak dapat dinilai epitel secara dengan limbal

menyeluruh, sroama keruh dan iris dinilai IV tidak dapat

konjungtiva

Opak, iris dan pupil Iskemik tidak dapat dilihat

dan Buruk

nekrosis leih dari limbal konjungtiva

III.

Patologi 1. Trauma kimia yang bersifat asam Asam akan merusak dan memutus ikatan intramolekul protein, sehingga terjadi koagulasi protein, keadaan ini dapat merupakan barier yang menghambat penetrasi zat ke intraokular. Keadaan ini disebut nekrose koagulase. Bila trauma disebabkan oleh asam kuat maka akan menembus stroma kornea sehingga berubah warna menjadi kelabu dalam 24 jam dan juga timbul kerusakan pada badan siliar 4. 2. Trauma kimia yang bersifat basa Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak membran sel. Akibat persabunan membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lajut daripada alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosit. Serat kolagen kornea akan menjadi bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edem kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan masuknya pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk aan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya. Sel epitel baru ini melekat dengan stroma dibawanya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dileaskan plasminogen aktivator, dilepas juga

kolagenase yang akan merusak kolagen kornea, sehingga terjadi tukak pada kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelajutan dengan tukak kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibetuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 14-21. Biasanya tukak pada korea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan tukak berhenti hanya bila telah terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup seluruh dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsure ini memegang peranan penting pada pembentukan jaringan kolagen kornea 5.

IV.

Diagnosis 1. Anamnesis Terutama pada penderita yang bekerja di perusahaan, dimana benda logam memegang peranan. Harus ditanyakan apa pekerjaanya dan benda asing apakah kira-kiranya yang masuk ke dalam mata. 2. Pemeriksaan klinis Untuk mengetahui tempat masuknya benda asing tersebut, misalnya di kornea, lensa yang tamapak sebagai bercak putih. Kemudian diikuti perjalanan benda tersebut. 3. Funduskopi Untuk menentukan lokasi benda asing, bila bagian mata luar tidak terlihat. 4. Foto Rontgen Tertama untuk benda logam yang radio opak, sehingga lokasinya lebih cermat dilakukan. 5. Pemeriksaan dengan magnet Magnet didekatkan pada mata dan digerak-gerakan, sehingga benda asing dimata pun ikut bergerak dan mata terasa sakit, bila benda tersebut bersifat magnetis 6.

V.

Terapi Segera berikan tetes mata anestetik bila ada, kemeudian lakukan irigasi dengan air apa adana sekurang-kurangnya 15 menit. Berikan salep mata antibiotik, sementara itu persiapkan irigasi dengan larutan garam faal/akuades. Lakukan dengan semprit dengan jarum yang ditumpulkan selama 15 menit. Pada trauma basa dapat diberikan netralisasi dengan: Asam cuka 2% steril atau asam tanat 2% steril secara: 1 tetes tiap 3 menit selama 30 menit pertama, 1 tetes tiap 5 menit selama 30 menit kedua, 1 tetes tiap 10 menit selama 30 menit ketiga, 1 tetes tiap 15 menit selama 30 menit keempat, 1 tetes tiap 30 menit selama 30 menit untuk selanjutya,

Sistei 1 tetes/jam pada hari pertama saja, atau EDTA 1 tetes/menit selama 5 menit. Lalu berikan salep mata antibiotik 3-5 kali/hari dan tetes mata atropin sulfat 1% 3-5 kali/hari. Sebaiknya mata tetap terbuka Bila esoknya mata bebas infeksi, beri salep mata kombinasi kortikosteroid dan antibiotik. Bila ada tanda infeksi beri salep mata antibiotik saja 7.

VI.

Prognosis Prognosis ditentukan oleh kekuatan asam atau basa penyebab dan telah berapa lama trauma berlangsung 7.

DAFTAR PUSTAKA

1. Supartoto, Agus. 2007. Trauma Mata dan Rekontruksi. Dalam: Hartono, Suhardjo. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: FK UGM. 2. Aldi, Fithria. 2010. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Tapanuli Selatan. Medan : FK USU. 3. American Academy of Ophthalmology. 2006. Ocular Trauma Epidemiology and Prevention Ophtalmology, Basic and Cliical Science Course Section 13, p 121-134. 4. Gunawan, Wasidi. 2008. Kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Dalam : Purnasidha, Hendry Ed. Cliical Update : Emergency Cases. Jogjakarta : Press Jogjakarta. 5. Ilyas, Sidarta. 1985. Kedaruratan dalam Penyakit Mata. Jakarta : FKUI. 6. Wijana, Nana, 1993. Ilmu Penyakit Mata . Jakarta : Abadi Tegal. 7. Purwadianto. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai