Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penemuan serat sebagai bahan buatan untuk pakaian berkembang dari masa ke masa. Pada zaman purba, daun-daun dan kulit kayu dipakai sebagai penutup tubuh manusia. Kemudian kapas yang ditemukan beberapa abad sebelum Masehi pada zaman Mesir dan Yunani Kuno, kemudian serat sutra yang telah dikenal sebelum dinasti Ming di Cina. Sejak lama telah dilakukan usaha untuk membuat serat buatan, terutama untuk meniru serat sutera. Akhirnya setelah berbagai pihak melakukan berbagai macam percobaan, pada tahun 1885 Count Hilaire de Chardonnet berhasil membuat serat buatan dengan dasar nitroselulosa yang didenitrasi. Nitroselulosa telah ditemukan oleh Braconnet pada tahun 1832 dengan cara mereaksikan bahanbahan yang mengandung selulosa seperti kapas, kayu kertas dan lain-lain dengan asam nitrat. Nitroselulosa ini disebut xiloidin dan bersifat sangat mudah terbakar. Tetapi tidak semua jenis serat dapat diproses menjadi produk tekstil. Dalam sejarah tercatat bahwa serat rayon viskosa dikenal sebagai serat buatan yang tertua. Serat ini telah diproduksi secara industri sejak tahun 1891 di Inggris dengan kapasitas 50 kg per hari. Pada zaman modern, pakaian bukan hanya sebagai pelindung tubuh tetapi menjadi bahan untuk kelengkapan agar terlihat lebih modis, menarik dan sensual. Dengan teknologi dikembangkanlah serat-serat buatan sesuai dengan kebutuhan. Seiring dengan kemajuan teknologi maka serat viskosa dapat berkembang. Sehingga dapat dipilih jenis-jenis serat yang sesuai dengan tujuan pemakaian. Serat viskosa sesuai untuk bahan kain karena serat ini dibuat dari bahan alami, struktur sifat seratnya yang mendekati kapas. Serat viskosa dapat dicampur dengan hampir semua serat tekstil baik serat alam maupun serat buatan. Tergantung pada penggunaan akhir dan fungsinya. Untuk dapat diolah menjadi produk tekstil maka serat harus memiliki sifatsifat sebagai berikut:

1. Perbandingan panjang dan lebar yang besar, 2. Kekuatan yang cukup, 3. Fleksibilitas tinggi, 4. Kemampuan mulur dan elastis, 5. Memiliki daya kohesi antar serat, 6. Memiliki daya serap terhadap air, 7. Tahan terhadap sinar dan panas, 8. Tidak rusak dalam pencucian, 9. Tersedia dalam jumlah besar, 10. Tahan terhadap zat kimia tertentu.

1.2 Metode Penulisan Makalah ini disusun melalui pendekatan tidak langsung yaitu dengan membaca buku-buku yang ada di perpustakaan Universitas Bandung Raya dan mencari file-file yang berkaitan dengan makalah ini dari internet.

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan ditulisnya/ dibuatnya makalah ini adalah : Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan serat viskosa dan apa sifat-sifat dari serat viskosa tersebut Untuk mengetahui macam-macam dan penggunaan serat viskosa dalam kehidupan sehari-hari Untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen Serat Tekstil

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Serat Viskosa Serat viskosa adalah serat selulosa alam yang disusun kembali molekulnya sehingga susunannya sama dengan serat selulosa yang lain. Perbedaannya terletak pada tingkat pemanjangan rantai molekul serat. Panjang rantai molekulnya lebih rendah dari bahan alam pembentuknya karena terjadinya pemutusan rantai bahan pembentuknya selama pembuatan serat. Sebagai bahan dasar pembuatan serat viskosa adalah kayu sebangsa pinus. Oleh karena bahan dasarnya selulosa maka serat tersebut termasuk serat yang hidrofil.

2.2 Dasar Pembuatan Serat Viskosa Viskosa adalah serat buatan manusia tertua komersial. Komisi Perdagangan Amerika Serikat mendefinisikan viskosa sebagai serat tekstil buatan manusia dan filamen terdiri dari selulosa diregenerasi. Proses pembuatan viskosa ditemukan oleh C.F.Cross dan E.J.Bevan pada tahun 1891. Dasar pemikiran pembuatan serat viskosa adalah dengan ditemukannya struktur molekul selulosa 100% pada serat kapas. Dari analisa-analisa yang pernah dilakukan kayu mengandung 50% selulosa. Serat selulosa kayu hanya memiliki panjang 3,2 mm sehingga serat dari selulosa kayu tidak dapat langsung dipintal menjadi benang. Selulosa kayu harus diekstraksi dari serpihan-serpihan kayu melalui proses kimia. Pada proses kimia ini terjadi pelepasan lignin. Proses kimia ini dapat berupa basa atau asam. Proses basa biasanya digunakan pada pembuatan pulp yang akan diolah menjadi kertas berkualitas tinggi, sedangkan proses asam digunakan pada pulp untuk kertas biasa dan untuk serat viskosa. Adapun komponen-komponen penyusun kayu yaitu : selulosa 40%, hemiselulosa 30%, lignin 30%, dan terdapat sedikit campuran resin, lilin dan bahan organik lainnya. Selulosa tergolong kedalam kelompok karbohidrat.

Reaksi antara selulosa dengan air dalam suasana asam akan menghasilkan glukosa. Glukosa merupakan unit dasar selulosa.

(C6H10O5)n + n H2O Selulosa Air

n C6H12O6 Glukosa

Serat selulosa terdiri dari rangkaian molekul selulosa dengan panjang rantai molekul berbeda-beda sehingga derajat polimerisasi sebenarnya merupakan derajat polimerisasi rata-rata (DP). Angka derajat polimerisasi rata-rata merupakan parameter penting pada proses pengalihan selulosa menjadi serat viskosa. Disyaratkan penyimpangan derajat polimerisasi masing-masing bahan penyusunnya tidak terlalu besar terhadap angka derajat polimerisasinya. Berikut adalah bahan dan angka derajat polimerisasinya :

Materi Selulosa Kapas Kayu untuk bahan pulp Serat viskosa : : :

Derajat Polimerisasi Rata-Rata 2000 800 250-350

2.3 Proses Pembuatan Serat Viskosa Proses pembuatan serat viskosa pada dasarnya adalah menyusun dan mengatur kembali susunan molekul selulosa secara reaksi kimia. Proses pembuatan serat viskosa adalah sebagai berikut :

1.

Ekstraksi Selulosa Polimer untuk serat viskosa terbuat dari kayu pohon pinus yang dimurnikan dan diambil selulosanya. Caranya kayu pinus dipotongpotong kemudian menambahkan kalsium bisulfat kedalam serpihan kayu. Selanjutnya dimasak selama 15 jam pada tekanan 8 atm dan suhu 150oC. Tujuan pengerjaan ini untuk melarutkan zat-zat lain sehingga selulosanya lebih murni. Setelah mendapat selulosa murni kemudian disortir, selulosa

yang memiliki kualitas baik ditumpuk pada bak penampung dan disimpan beberapa lama untuk mengeluarkan resin.

2.

Pembuatan Pulp Setelah pemasakan, selulosa dilarutkan dengan air untuk dipekatkan sampai mendapatkan kadar selulosa 30%. Kemudian selulosa diputihkan dengan hipoklorit dan akhirnya menjadi lembaran-lembaran papan kertas dengan kadar selulosa 90% - 94%.

3.

Alkalisasi Pulp Lembaran-lembaran selulosa dengan kadar 90% - 94% direndam dengan larutan natrium hidroksida 17,5% selama 1 - 4 jam di dalam mixer (pulper). Didalam mixer (pulper) terdapat stripper yang berfungsi untuk mengatur homogenitas slurry. Tujuan proses ini adalah untuk membentuk slurry alakali selulosa, melarutkan hemi selulosa dan menghilangkan kotoran. Untuk menyempurnakan pembentukan alkali selulosa dan

pelarutan hemiselulosa maka dilakukan proses homegenisasi dengan pengadukan secara kontinu pada temperature 54oC pada tekanan 1 atm dengan lama pengadukan 15 menit-30 menit. Proses ini mengakibatkan selulosa menggelembung dan terbentuk alkali selulosa. Alkali selulosa kemudian disaring untuk menghilangkan alkalinya. Kelebihan alkalinya akan diambil kembali. Alkali selulosa yang telah dibebaskan alkalinya mempunyai bentuk gumpalan sehingga harus dicabik-cabik untuk memperkesil ukurannya menjadi serpihan dalam mesin pencabik (shredding machine) dan hasilnya disebut crumb. Komposisi alkali selulosa yang keluar dari mesin pencabik kurang lebih terdiri dari 35% selulosa, 15% alkali dan sisanya air.

(C6H10O5)n + n NaOH Selulosa

(C6H9O4Na)n + n H2O Selulosa Soda

4.

Aging (Pemeraman Alkali Selulosa) Tujuan dari proses ini untuk menurunkan derajat polimerisasi rantai molekul alkali selulosa. Alkali selulosa dengan panjang rantai selulosa kira-kira 800 (1000 - 1200) mengalami depolimerisasi sehingga menjadi 350 (300 - 500). Bila rantai molekul cairan viskosa tidak diperkecil maka akan sulit untuk dipompa atau disaring. Proses pemeraman dapat dilakukan dengan atau tanpa katalis. Katalisator yang digunakan pada umumnya adalah mangan sulfat. Penguraian rantai molekul dipengaruhi oleh temperatur dan waktu. Semakin tinggi temperatur dan waktu maka penguraian semakin besar penguraian rantainya. Ini berarti akan semakin rendah nilai viskositas cairan yang dihasilkan. Oleh karena itu penguraian dilakukan sampai derajat tertentu. Dipolimerisasi terjadi akibat reaksi oksidasi molekul selulosa dengan udara atau oksigen dalam aging drum. Proses pemeramannya yaitu alkali selulosa dimasukkan kedalam aging drum. Aging drum memiliki bentuk silinder horizontal dengan kemiringan tertentu. Ruangan dalam aging drum terbagi atas 5 bagian dengan temperature pada masing-masing bagian adalah 50oC; 47,5oC; 42oC dan 40oC. alkali selulosa dilewatkan pada masing-masing ruangan. Waktu pemeraman di aging drum sekitar 5-6 jam. Kemudian dilewatkan udara dingin yang ditiupkan oleh blower pada alkali selulosa hasil pemeraman di aging drumb. Temperatur udara dingin berkisar antara 10oC-22oC.

5.

Xanthasi / Sulfatasi Xantasi pada dasarnya adalah proses pelarutan alkali selulosa menggunakan karbon disulfida. Alkali selulosa dimasukan kedalam tempat kedap udara yang berputar secara perlahan-lahan dan

ditambahkan karbon disulfida kira-kira 10% berat selulosa soda kira-kira selama 3 jam. Pada proses ini akan terjadi perubahan warna alkali selulosa yang semula berwarna putih menjadi jingga. Perubahan ini disebabkan karena terbentuknya Na2CS3 sebagai hasil samping proses

xanthasi. Proses ini menghasilkan natrium selulosa xantat. Komposisi xantat yang keluar dari xanthator adalah : Selulosa Natrium hidroksida (NaOH) Karbon sulfida (CS2 ) Air : 9,6 % : 5,6 % :3% : 81,8 %

Reaksi antara selulosa dengan karbon disulfida dapat ditulis sebagai berikut:

SNa (C6H9O4Na)n + n CS2 SC OC6H9O4 n

Karbon Disulfida

Natrium Selulosa Xantat

6.

Dissolving (Pelarutan dan pencampuran Xanthat) Xanthat dicampur dengan larutan natrium hidroksida encer selama 4-5 jam dengan suhu 20oC sehingga menjadi larutan kental berwarna coklat bening yang mengandung alkali 6,5% dan selulosa 7,5%. Kemudian beberapa larutan dicampur untuk membuat larutan lebih homogen. Setelah itu larutan disaring untuk menghilangkan zat-zat yang tidak larut. Apabila akan dibuat serat yang suram. Maka campurkan titanium dioksida kedalam campuran tersebut kira-kira 2%. Gelembunggelembung udara yang ada kemudian dihilangkan dengan penghisapan. Proses pelarutan dilakukan pada dissolver dan fine homogenizer dengan temperatur rendah, karena sifat xanthat lebih mudah terurai pada temperatur rendah.

7.

Rippening (Pematangan Viskosa) Viskosa yang sudah larut tidak bisa langsung digunakan untuk proses pemintalan, ia harus dimatangkan serta dibebaskan dari pengotor serta gelembung udara yang di kandungnya. Larutan viskosa merupakan

koloid yang mempunyai sifat tidak stabil. Untuk memperoleh sifat-sifat yang sesuai dengan proses pemintalan, larutan viskosa dimatangkan dengan mengatur temperatur dan waktu penyimpanan. Larutan disimpan selama 4-5 hari pada suhu 10oC 18oC. Selama penyimpanan, viskositas mula-mula akan turun kemudian naik lagi sehingga siap untuk dipintal. Viskositas larutan viskosa berpengaruh terhadap proses koagulasi dan regenerasi yang terjadi pada mesin pemintalan. Tujuan proses pematangan yaitu untuk mendapatkan larutan yang stabil dengan mengatur temperatur dan waktu penyimpanan serta dibebaskan dari pengotor dan gelembung udara. Ditinjau dari sisi reaksinya, proses pematangan adalah suatu proses pelepasan karbon disulfida pada selulosa xantat secara perlahan-lahan sampai dicapai kondisi pengendapannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pematangan adalah temperatur, kadar alkali dan kadar karbon disulfida. Makin tinggi temperatur maka semakin cepat proses pematangannya. Makin tinggi kadar alkali dan karbon disulfida maka proses pematangan semakin lambat. Kontaminasi pada proses pembuatan akan menyumbat lubang spinneret pada proses pemintalan serta akan menurunkan kualitas serat berupa rusaknya inti, berubahnya ketebalan serta turunnya kekuatan tarik serat. Sehingga harus dilakukan proses penyaringan. Selain untuk memisahkan larutan viskosa dengan pengotornya, penyaringan dilakukan untuk memisahkan antara larutan viskosa yang halus dan yang masih kasar. Semua proses filtrasi dilakukan dengan menggunakan back wash filter. Gelembung-gelembung udara dalam viskosa dapat dikenali dari laju alirannya. Gelembung tersebut dapat menyebabkan tersumbatnya lubang spinneret. Gelembung udara dalam cairan viskosa dapat terlepas dengan sendirinya pada kondisi atmosfir tetapi dengan kecepatan yang sangat lambat. Untuk mempercepatnya digunakan dearator yang menggunakan vacuum.

Cairan viskosa yang sudah di saring dan dihilangkan gelembung udara dialirkan ke tanki pemintalan. Kondisi larutan viskosa di evaluasi dari beberapa kriteria sebagai berikut : Ball Fall (BF) : besaran ini menyatakan waktu yang diperlukan

oleh bola berdiameter 0,125 inck dengan berat 0,132 gram untuk menempuh larutan viskosa setinggi 20 cm. Harga BF larutan viskosa yang siap untuk dipintal adalah 40-60 detik. Rippeing Index 14 2 : harga rippeing index yang diperbolehkan adalah

8.

Pemintalan Pemintalan dilakukan dengan pemintalan basah, yaitu dengan cara menyemprotkan larutan viskosa melalui spineret dengan tekanan teratur. Kemudian dilewatkan pada larutan koagulasi selanjutnya ditarik dengan kecepatan tertentu terus menerus sehingga membentuk rantai selulosa yang tidak terputus yang disebut filamen. Pada pemintalan viskosa terjadi regenerasi serat selulosa dan pengentalan pada saat cairan viskosa bersentuhan dengan larutan koagulasi. Filamen yang terbentuk ditarik sampai dua kali panjang semula dan digulung. Kecepatan pemintalan pada umumnya berkisar antara 60 m 80 m per menit. Pada regenerasi serat terjadi reaksi kimia yaitu perubahan natrium selulosa xantat menjadi selulosa dapat dituliskan sebagai berikut :

(C6H9O5CS2Na)n + n H2SO4

(C6H10O5)n + n CS2 + n NaHSO4

Larutan koagulasi mengandung asam sulfat 10% dan natrium sulfida. Larutan ini memliki temperatur 400C - 550C. Komposisi larutan koagulasi akan berbeda dengan sendirinya untuk setiap pembuatan serat. Komposisi larutan koagulasi :

Asam sulfat (H2SO4) Natrium sulfat (Na2SO4)

: 10 bagian berat : 18 bagian berat

Seng sulfat (ZnSO4) Air

: 2 bagian berat : 70 bagian berat

Atau

Asam sulfat (H2SO4) Natrium sulfat (Na2SO4) Seng sulfat (ZnSO4)

: 90 - 130 gram/L : 300 - 380 gram/L : 6 - 20 gram/L

Natrium sulfat berfungsi untuk mendapatkan natrium selulosa xantat menjadi filamen. Asam sulfat berfungsi untuk merubah natrium selulosa xantat menjadi selulosa. Konsentrasi asam sulfat yang terlalu tinggi akan menjadikan reaksi terlalu cepat sehingga akan menghasilkan serat yang kaku dan mudah putus. Sedangkan seng sulfat berfungsi dapat menaikan kekuatan filamen. Kemungkinan dalam larutan koagulasi terdapat glukosa yang dapat mebuat filamen lemas, kemungkinan disebabkan karena glukosa menaikan viskositas larutan asam sehingga sedikit memperlambat terjadinya perubahan natrium selulosa xantat. Pada saat penguraian viskosa akan timbul senyawa Na2CS3 yang kemudian akan terurai menjadu CS2 dan H2S seperti terlihat dalam reaksi berikut : Na2CS3 + H2SO4 9. Pembuatan Tow Serat berupa tow di gulung dengan menggunakan rol. Rol untuk menggulung tow hasil proses spinning dinamakan Godget. CS2 + H2S + Na2SO4

10. Peregangan (Streatching) Peregangan dimaksudkan untuk memperbaiki susunan serat selulosa sehingga didapatkan serat berkekuatan tinggi.

10

11. Pemotongan Serat Tow yang berbentuk kumpulan-kumpulan filamen tak berujung dipotong dengan menggunakan mesin pemotong menjadi serat-serat pendek (stapel). Panjang serat staple disesuaikan menurut tujuan pemakaiannya setara dengan panjang serat kapas alam yaitu 32 mm atau wool 70 mm. 12. Trought (CS2 Recovery) Sebelum masuk ke tahap after treatment, tow yang telah dipotongpotong dicuci menggunakan air panas diikuti dengan pemanasan menggunakan uap uap panas bertekanan 0,3 bar-1,5 bar. Hal ini dimaksudkan untuk menguapkan karbun disulfida dan hydrogen disulfida.

13. After Treatment (Pemurnian Serat Viskosa) Serat yang telah di pintal mengandung komponen-komponen spinbath, senyawa senyawa tersebut merupakan pengotor dan harus dihilangkan. Urutan-urutan after treatment adalah sebagai berikut :

a.

Pencucian Asam (Acid Free Washibg) Sisa xanthat yang terurai dan tertinggal di serat bersama larutan spinbath dilarutkan secara serentak dengan menggunakan asam berkonsentrasi rendah H2SO4 5-10 gram/L bertemperatur 90oC. Serat dicuci terhadap sisa asam dengan menggunakan soft water dengan suhu 70oC-75oC.

b.

Penghilangan Belerang (Desulfurisasi) Penghilangan sulfur serta senyawanya menggunakan larutan NaOH dengan konsentrasi 1-3 gram/L bertemperatur 80oC. Sulfur serta senyawanya menyebabkan serat menjadi mudah putus dan buram. Serat dicuci terhadap sisa sulfur dengan menggunakan soft water dengan suhu 30oC-35oC.

11

c.

Pemutihan (Bleaching) Serat di bleaching menggunakan larutan Natrium Hypoclorida (NaOCl) atau menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2). Pencucian akhir serat untuk membersihkan semua cairan kimia dengan menggunakan Fresh Soft Water bersuhu 60oC.

d.

Pemberian Larutan Soft Finish (Softening) Soft finish diberikan untuk menghasilkan serat yang halus dan lembut.

Kualitas serat setelah proses after treatment dapat di ukur melalui parameter-parameter sebagai berikut : Sifat absorbsi serat berkaitan dengan kemampuan serat membentuk lapisan, sehingga serat menjadi licin dan tidak menempel satu dengan yang lainnya. Kemampuan gumpalan serat untuk terbuka Kehalusan serat saat dipegang Elastisitas serat, serat yang berkualitas baik bila dilepaskan dari genggaman akan kembali menempati volume asalnya.

14. Pengeringan Serat Proses pengeringan yaitu proses penghilangan air dalam serat sehingga didapatkan serat dengan kadar air tertentu. Pengeringan tahap pertama pada suhu 100oC-150oC untuk menghasilkan serat dengan kadar air 20%. Tahap kedua pada suhu 100oC-120oC sehingga menghasilkan serat dengan kadar air berkisar antara 11%-13%.

12

15. Pembukaan Gumpalan Serat Pembukaan serat berfungsi untuk menggunakan serat. Pembukaan serat dilakukan dengan mencabik-cabik serat agar memudahkan saat proses pengepakan.

16. Pengepakkan Serat Serat viskosa dikemas menjadi ball-ball serat dalam balling press dengan berat ball rata-rata sekitar 260 kg.

2.4 Pengeritingan Serat Viskosa Pengeritingan diperlukan untuk mendapatkan permukaan yang tidak licin dan untuk menghindarkan slip saat pembuatan serat staple. Cara pengeritingan dibagi menjadi dua yaitu : 1. Cara Fisika Melewatkan filamen pada rol-rol beralur sehingga filamen menjadi keriting sebelum dipotong-potong menjadi staple.

Rol Beralur

2.

Cara Kimia Cara pengeritingan kimia terbagi menjadi 2 yaitu : Viskosa dipintal kedalam larutan yang mengandung sedikit asam dan banyak garam kemudian filamen ditarik 40% - 50% di dalam larutan pada suhu 900C dan ditarik lagi diudara. Selanjutnya diperas, dipotong-potong menjadi staple dan dicelup kedalam air untuk proses pengeritingan lalu dikeringkan.

13

Serat ini penampangnya tidak simetri, setengah penampang filamen dengan kulit tipis berbentuk seperti lekukan atau bentuk gerigi sedangkan setengah bagian yang lain hampir rata dan tidak berlekuk. Adanya bentuk tidak simetri ini menyebabkan terjadinya keriting, karena terjadinya penggelembungan yang lebih kecil pada bagian kulit yang tebal disbanding dengan kulit yang tipis.

Membuat filamen dua komponen yaitu dengan cara menyemprotkan dua larutan viskosa yang berbeda (larutan tua dan larutan muda). Larutan viskosa tua akan membentuk kulit tipisdan larutan viskosa muda akan membentuk kulit tebal.

Gambar . Penampang Lintang Serat Tidak Simetri

2.5 Pemutihan Serat Viskosa Serat viskosa paling sesuai diputihkan dengan menggunakan larutan hipoklorit dalam suasana netral selain itu dapat juga menggunakan larutan kalium permanganate. Setelah proses pemutihan, serat dibersihkan dengan natrium bisulfit atau dengan hidrogen peroksida pada suhu kurang dari 55oC. Akan tetapi pemutihan pada serat viskosa sebenarnya tidak selalu diperlukan karena seratnya telah diputihkan dalam pembuatannya.

2.6 Pencelupan Serat Viskosa Serat viskosa mudah dicelup karena serat viskosa mudah menyerap air. Serat viskosa dapat dicelup dengan menggunakan zat warna yang biasa dipakai untuk kapas seperti zat warna direk, basa, azoat, belerang, bejana dan reaktif.

14

Pewarnaan serat viskosa dilakukan pada suhu yang lebih rendah dibandingkan pencelupan pada serat kapas dan memerlukan garam lebih sedikit serta ditambah zat penghambat pencelupan. Untuk pewarnaan dengan menggunakan warna muda, dapat digunakan pewarna basa tanpa betsa, sedangkan untuk pewarnaan dengan menggunakan warna tua harus dibetsa dulu. Kekurangan pencelupan serat viskosa adalah menghasilkan hasil celupan yang tidak rata karena daya elastisitasnya jelek.

2.7 Sifat-Sifat Serat Viskosa Serat viskosa memiliki berbagai macam sifat, adapun sifat-sifatnya adalah sebagai berikut :

1.

Morfologi Bentuk morfologi serat viskosa bila melintang bergerigi dan bila memanjang seperti silinder bergaris.

Gambar. Serat Melintang

Gambar. Serat Memanjang

2.

Sifat Kimia Viskosa akan lebih cepat rusak oleh asam kuat apabila dibandingkan dengan serat kapas. Pengerjaan dengan menggunakan asam dalam konsentrasi encer dan pada suhu dingin dalam waktu singkat tidak akan berpengaruh, tetapi pada suhu tinggi akan merusak serat viskosa. Serat viskosa tahan terhadap pelarut-pelarut untuk pencucian kering,

15

3.

Sifat Biologi Serat viskosa tidak tahan jamur. Jamur akan mengakibatkan kekuatan serat viskosa berkurang dan serat berwarna kuning. Mula-mula jamur tumbuh pada kanji, apabila kanjinya telah dihilangkan

kemungkinan jamur berkurang.

4.

Kekuatan dan Mulur Kekuatan serat viskosa dalam keadaan kering kira-kira 2,6 gram per Denier dan dalam keadaan basah kira-kira 1,4 gram per Denier. Mulur serat viskosa dalam keadaan kering 15% dan dalam keadaan basah kira-kira 25%. Untuk mengatasi sifat mulur dari serat viskosa, maka kain dipaksa mengkeret. Mengkeretnya kira-kira kurang dari 1% (sanforisasi).

5.

Moisture Regain Moisture regain serat viskosa pada kondisi standar adalah 12% 13%.

6.

Elastisitas Serat viskosa memiliki elastisitas yang kurang bagus. Apabila benang ditarik mendadak dalam proses pertenunan maka kemungkinan benangnya tetap mulur dan tidak mudah kembali lagi. Hal ini mengakibatkan hasil pencelupan tidak rata dan kelihatan seperti garisgaris yang lebih berkilau.

7.

Berat jenis Serat viskosa memiliki berat jenis 1,52.

8.

Sifat listrik Serat viskosa dalam keadaan kering merupakan isolator yang baik tetapi uap air yang diserap oleh serat akan mengurangi daya isolasinya.

16

9.

Sinar Kekuatan serat viskosa berkurang dalam penyinaran. Berkurangnya kekuatan serat viskosa lebih sedikit bila dibandingkan dengan sutera tetapi lebih tinggi daripada asetat.

10. Panas Serat viskosa tahan terhadap penyetrikaan tetapi pemanasan dalam waktu yang lama menyebabkan serat berubah menjadi kuning.

11. Kerataan Serat viskosa memiliki kerapatan benang yang lebih baik daripada serat kapas. Bila staple serat viskosa dipotong maka akan terlihat staple yang sama panjang.

2.8 Pengujian Serat Viskosa Untuk mengontrol kualitas serat yang dihasilkan, dilakukan serangkaian pengujian dan pemeriksaan yang meliputi :

1.

Pengujian Kadar Air Angka persentase kadar air akan berhubungan dengan berat keringnya. Besarnya kadar air tergantung dari proses pengeringan di mesin pengeringnya. Untuk menjamin kualitas serat, dilakukan pengukuran kadar air pada akhir pengepakan. Kondisi lingkungan yang lazim untuk penyimpanan serat selulosa dan proses pemintalan adalah sekitar 10% - 12%. Oleh karena itu serat diproduksi dengan kadar air kurang lebih 11%.

2.

Pengujian Kehalusan (Denier) Derajat kehalusan serat dinyatakan dengan angka denier (Titer Denier). Kehalusan serat tergantung dari beberapa faktor yaitu : a. Kadar selulosa dalam larutan viskosa b. Kecepatan keluar serat dalam spinneret

17

c. Banyaknya lubang spinneret d. Sifat pengerutan seratnya

Pengukuran kehalusan serat dilakukan dengan alat yang dikenal dengan nama vibroskop. Pengukuran dengan vibroskop dilakukan dengan memberikan muatan listrik dan getaran pada serat. Muatan listrik dibangkitkan dari sumber arus searah dengan getaran dibangkitkan dari suatu pembangkit getaran. Kemudian dipertahankan pada frekuensi yang konstan. Untuk mendapatkan resonansi, dilakukan penjepitan yang

divariasikan sepanjang serat. Resonansi yang terjadi akan terlihat dalam bentuk pembesaran bayangan yang tajam dari serat (yang disinari) pada latar belakang plat gelas. Pembesaran bayangan tersebut dievaluasi dengan optoelectronic.

3.

Pengujian Kekuatan (Tenacity) dan Pengujian Perpanjangan (Elongation) Pengukurannya dilakukan dengan cara memberikan beban tarik pada serat tunggal yang sebelumnya sudah teregang vertikal oleh pembebanan awal. Serat ditarik kearah bawah dengan kecepatan konstan (sesuai dengan standar) sehingga serat bertambah panjang dan kemudian putus. Pada pengujian ini data hasil pengujian kehalusan juga dimasukan sebagai data input. Sehingga data kekuatan yang didapat merupakan rasio antara besarnya gaya yang menyebabkan putus dengan data hasil pengujian kehalusan. Data lain yang didapat dari pengujian ini adalah angka perpanjangan (dalam %) yang merupakan perbandingan panjang awal dan panjang setelah putus. Parameter kekuatan dan perpanjangan merupakan ukuran penting bagi penggunaan serat selanjutnya. Salah satu alat pengukur kekuatan dan perpanjangan adalah virodyn.

18

4.

Pengujian Panjang Serat Pengujiannya dilakukan dengan mengukur panjang serat tunggal secara manual (10 helai serat) sehingga didapatkan panjang rata-rata.

5.

Pengujian Kerutan (Crimp) Didefinisikan sebagai perbedaan panjang serat dalam keadaan mengkerut dan panjang serat setelah diregangkan. Angka pengerutan diformulasikan sebagai angka stabilitas crimp.

6.

Pengujian Spinning Speck Spinning speck merupakan indikasi adanya kesalahan selama proses pemintalan yang mengakibatkan terjadinya cacat dibagian serat berupa ketidaknormalan bentuk fisik serat yang dihasilkan.

7.

Pengujian Kecerahan (Brightness) Kecerahan (brightness) didefinisikan sebagai perbandingan cahaya pantul dari serat yang di uji dan cahaya pantul dari standar bright dari Bosca. Perbandingannya dinyatakan dalam persen. Alat pengukur kecerahan disebut vibrochrom.

8.

Pengujian Afnitas Pewarnaan (Dye Ability Index) Dye ability index adalah kemampuan serat viskosa untuk diwarnai. Besaran tersebut ditentukan melalui urutan pengujian sebagai berikut : Sample uji dan sample acuan diwarnai dengan pencelupan bersamasama. Kedua sample dibilas untuk menghilangkan kelebihan pewarna yang menempel. Kadar air yang menempel dipisahkan dengan menggunakan suatu sentrifuge. Kemudian dikeringkan lebih lanjut dalam oven. Bandingkan dye ability index nya dengan menggunakan vibrochrom. Dari monitor vibrochrom dapat terlihat perbedaan warna yang dapat

19

menandakan lebih baik atau kurang baiknya kemampuan sample untuk diwarnai.

2.9 Penggunaan Serat Viskosa Serat viskosa dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk bahan tekstil atau keperluan industri. Penggunaannya dapat diuraikan sebagai berikut :

1.

Industri Tekstil kain lembaran (kaun tenun dan kain rajut)

2.

Aplikasi Teknik tali khusus penyekat panas atau dingin penghambat arus listrik

3.

Aplikasi Hi-Tech pakaian luar angkasa bahan pelapis dasar jalan atau landasan pacu

4.

Non woven Tissue kain pelapis garmen pakaian dan perlengkapan pakaian (daster, jaket, jas, pakaian dalam, syal, topi, dasi, kaus kaki, dan kain pelapis sepatu) pelengkap perabot rumah tangga (seprai, selimut, tirai) alat-alat kebutuhan industri (kain untuk perabot rumah sakit, pakaian steril kamar operasi, benang ban) barang kesehatan pribadi (pembalut wanita dan popok)

20

2.10 Macam-Macam Serat Khusus Viskosa Terdapat jenis-jenis viskosa khusus tetapi sekarang jenis-jenis ini sudah tidak di produksi lagi. Macam-macam viskosa khusus yaitu :

1.

Celta Serat viskosa yang berlubang adalah celta. Filamennya tidak berbentuk pipa tetapi mengandung gelembung-gelembung udara kira-kira sebanyak 10%. Celta dibuat dengan cara mengemulsikan udara dalam larutan viskosa sebelum pemeraman. Pemintalannya dilakukan seperti biasa. Benang sejenis dibuat dengan cara memasukan natrium karbonat dalam larutan pintal sehingga apabila benangnya terbentuk

didalamlarutan asam. Didalam benangnya terbentuk pula gelembung karbon dioksida.

2.

Bubblefil Bubblefil adalah filamen viskosa yang mengandung gelembunggelembung udara, sehingga sangat ringan dan bersifat mengapung. Serat ini dibuat dari larutan viskosa yang disemprotkan melalui sebuah lubang spinneret yang besar pada waktu tertentu ditiupkan udara. Sehingga waktu filamennya mengeras dalam larutan asam, gelembung-gelembung udara akan tetap tertahan didalam filamen.

3.

Viskosa Dibasakan Supaya viskosa dapat dicelup dengan zat warna asam maka kedalam viskosa dimasukkan gugus basa. Beberapa serat tersebut antara lain : a. Rayolanda Rayolanda adalah serat viskosa yang mengandung resin sintetik yang mempunyai afnitas terhadap zat warna asam.

21

a. Lacisana dan Cisalpha Lacisana dan Cisalpha mempunyai afnitas terhadap zat warna asam karena didalam larutan viskosa ditambahkan kaseina. Lacisana mengandung kaseina 3% dan Cisalpha mengandung kaseina 4,5% berat selulosa. Serat ini dibuat dalam bentuk staple untuk dicampur dengan wol.

4.

Lanusa Larutan viskosa dengan derajat polimerisasi tinggi disemprotkan melelui lubang spinneret yang besar (kira-kira 10 kali diameter untuk viskosa). Kemudian melalui corong, filamen dikerjakan dengan air dan alkali encer sebelum dilewatkan kedalam bak kedua yang berisi asam sulfat encer untuk menyempurnakan penggumpalan. Seratnya

mempunyai penampang lintang hampir bulat, hal ini disebabkan oleh lambatnya penggumpalan dan penarikan. Seratnya di buat dalam bentuk staple dan mempunyai pegangan seperti wol.

5.

Corval Corval adalah serat selulosa yang mempunyai ikatan lintang. Dibanding dengan viskosa, corval mempunyai kekuatan basah lebih tinggi dan mulur basah lebih rendah. Kekuatan keringnya 2,2 gram per Denier dan kekuatan basahnya 1,6 gram per Denier. Mulur keringnya 13% dan mulur basah 15%.

6.

Topel Serat hampir sama dengan corval tetapi afnitasnya terhadap air lebih kecil dan tahan terhadap natrium hidroksida. Serat ini digunakan untuk dicampur dengan kapas supaya memberikan kenampakan, pegangan dan drape yang baik. Kekuatan keringnya 2,2 gram per Denier dan kekuatan basahnya 1,5 gram per Denier. Mulur keringnya 15% dan mulur basah 18%.

22

7.

Avril Avril adalah serat selulosa yang mempunyai ikatan lintang. Kekuatan keringnya 3,2 gram per Denier dan kekuatan basahnya 2,2 gram per Denier. Mulur keringnya 9,5% dan mulur basah 10,5%.

8.

Selofan Selofan dibuat dari larutan viskosa yang disemprotkan melalui celah sempit membentuk lapisan tipis kedalam larutan asam. Kemudian ditarik dan melalui rol-rol dimasukkan kedalam bak-bak untuk dicuci, dicelup apabila diinginkan dan akhirnya selofan yang tembus cahaya dilunakkan dengan sedikit gliserin, dikeringkan dan digulung.

23

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Serat viskosa adalah serat selulosa alam yang disusun kembali molekulnya sehingga susunannya sama dengan serat selulosa yang lain, perbedaannya terletak pada tingkat pemanjangan rantai molekul serat. Panjang rantai molekulnya lebih rendah dari bahan alam pembentuknya karena terjadinya pemutusan rantai bahan pembentuknya selama pembuatan serat. Sebagai bahan dasar adalah kayu pinus. Oleh karena bahan dasarnya selulosa maka serat tersebut termasuk serat yang hidrofil. Viskosa adalah serat buatan manusia tertua komersial. Komisi Perdagangan Amerika Serikat mendefinisikan viskosa sebagai serat tekstil buatan manusia dan filamen terdiri dari selulosa diregenerasi. Proses pembuatan viskosa ditemukan oleh C.F.Cross dan E.J.Bevan pada tahun 1891. Dasar pemikiran pembuatan serat viskosa adalah dengan ditemukannya struktur molekul selulosa 100% pada serat kapas. Dari analisa-analisa yang pernah dilakukan kayu mengandung 50% selulosa. Serat selulosa kayu hanya memiliki panjang 3,2 mm sehingga serat kayu tidak dapat langsung dipintal menjadi benang. Selulosa kayu harus diekstraksi dari serpihan-serpihan kayu melalui proses kimia. Proses pembuatan serat viskosa adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Ekstraksi Selulosa Pembuatan Pulp Alkalisasi Pulp Aging (Pemeraman Alkali Selulosa) Xanthasi / Sulfatasi Dissolving (Pelarutan dan pencampuran Xanthat) Rippening (Pematangan Viskosa) Pemintalan Pembuatan Tow

10. Peregangan (Streatching)

24

11. Pemotongan Serat 12. Trought (CS2 Recovery) 13. After Treatment (Pemurnian Serat Viskosa) 14. Pengeringan Serat 15. Pembukaan Gumpalan Serat 16. Pengepakkan Serat

Untuk mengontrol kualitas serat yang dihasilkan, dilakukan serangkaian pengujian dan pemeriksaan yang meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pengujian Kadar Air Pengujian Kehalusan (Denier) Pengujian Kekuatan (Tenacity) dan Pengujian Perpanjangan (Elongation) Pengujian Panjang Serat Pengujian Kerutan (Crimp) Pengujian Spinning Speck Pengujian Kecerahan (Brightness) Pengujian Afnitas Pewarnaan (Dye Ability Index)

Morfologi serat viskosa bila memanjang seperti silinder bergaris. Dan apabila penampang melintan bergerigi. Serat viskosa akan lebih cepat rusak oleh asam kuat apabila dibandingkan dengan serat kapas. Selain itu serat viskosa memiliki elastisitas yang kurang bagus dan tidak tahan jamur. Kekuatan serat viskosa berkurang dalam penyinaran tetapi viskosa memiliki kerapatan benang yang lebih baik daripada serat kapas dan viskosa merupakan isolator yang baik dalam keadaan kering . Viskosa tahan terhadap penyetrikaan tetapi pemanasan dalam waktu yang lama menyebabkan serat berubah menjadi kuning. Kekuatan serat viskosa dalam keadaan kering kira-kira 2,6 gram per Denier dan dalam keadaan basah kira-kira 1,4 gram per Denier dengan mulur serat viskosa dalam keadaan kering 15% dan dalam keadaan basah kira-kira 25%. Sedangkan berat jenisnya adalah 1,52. Moisture regain viskosa pada kondisi standar adalah 12% 13%.

25

Serat viskosa dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk bahan tekstil atau keperluan industri, yaitu : 1. 2. Industri Tekstil, seperti kain lembaran (kaun tenun dan kain rajut) Aplikasi Teknik, seperti tali khusus, penyekat panas atau dingin, penghambat arus listrik 3. Aplikasi Hi-Tech, seperti pakaian luar angkasa, bahan pelapis dasar jalan atau landasan pacu 4. Non woven, seperti wipes atau tissue, kain pelapis garment, pakaian dan perlengkapan pakaian (daster, jaket, jas, pakaian dalam, syal, topi, dasi, kaus kaki, dan kain pelapis sepatu), pelengkap perabot rumah tangga (seprai, selimut, tirai), alat-alat kebutuhan industri (kain untuk perabot rumah sakit, pakaian steril kamar operasi, benang ban), barang kesehatan pribadi (pembalut wanita dan popok).

DAFTAR PUSTAKA

26

1. Collier, AM et al, (1968), Handbook of Textiles, Lewis Publisher Ltd, Brighton, UK. 2. Jumaeri dkk, (1979), Pengetahuan Barang Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung. 3. Supandi dkk, (2009), Pengetahuan Tekstil, (Rangkuman Kuliah), PKK FPTK UPI, Bandung. 4. Mauresberger, Mathews, (1970), Textiles Fibers, John Willey & Son, London. 5. Watanabe, Shigeru dkk, (2000), Teknologi Tekstil, Penerbit Jambatan, Jakarta. 6. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serat: Serat Kimia, Vol. IV 7. Gordon J. Cook.Buku Panduan serat Tekstil II Serat buatan manusia, pp82 8. Soeprijono. P dkk, (1974), Serat Serat Tekstil, Institute Teknologi Tekstil, Bandung. 9. Syahbana , Adang Karyana dan Dimyati, Ahmad, (2011), Pemeriksaan Barang Tekstil, Bandung. 10. Pembuatan Serat Viskose, South Pacific Viscose. 11. http://viskosaonline.blogspot.com/2009/06/plasma-dalam-industritekstil.html 12. http://id.wikipedia.org/wiki/Rayon 13. http://www.scribd.com/doc/55159285/43553998-Pembuatan-SeratTekstil-Rayon-Viskosa 14. http://akimee.com/bahan-serat-rayon-viskosa-artikel-156.html 15. http://tydagor.wordpress.com/2011/02/28/pembuatan-rayon-viskosa 16. http://djoemono.wordpress.com/2011/05/15/pembuatan-serat-rayon-1999 Teknik

27

Anda mungkin juga menyukai