Anda di halaman 1dari 13

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menometroragia adalah suatu penyakit yang sering ditemukan pada wanita-wanita usia subur dan menjelang menopause. Menometrorhagia ini bisa disebabkan oleh penyebab organik yaitu adanya kelainan pada organ reproduksi. Selain itu juga disebabkan oleh perdarahan disfungsional mengingat akibat perdarahan ini sangat bisa membahayakan bagi nyawa pasien, maka diperlukan penanganan dan pengobatan yang cepat dan tepat agar tidak lebih membahayakan bagi pasien. (Irwanto, 2010). Menometrorrhagia merupakan perdarahan uterus yang berlebihan yang terjadi pada dan diantara siklus haid. Ini disebut juga dengan perdarahan disfungsional. Menometrorrhagia banyak sekali terjadi pada wanita dalam masa pubertas dan masa menjelang menopause. Beberapa penyebab pada perdarahan ini antara lain karena kelainan anatomis rahim (seperti adanya polip rahim, mioma uteri), adanya siklus anovulatoir (ditandai dengan siklus haid yang memanjang), dan karena

ketidakseimbangan hormon yang mempengaruhi siklus haid. (Safitri, 2009). Penanganan pada menotroragia antara lain dengan memberikan estrogen dalam dosisi tinggi atau progesteron jika terjadi pada masa pra pubertas. Sebagai tindakan pada wanita dengan perdarahan disfungsional terus menerus ialah hisrerektomi. (Dwilda, 2011).

1.2 Tujuan a. Tujuan Umum Tujuan umum dari penyusunan laporan ini adalah sebagai bahan pembelajaran dalam pemenuhan tugas di Ruang Ginekologi Akut IRD Lantai II RSUD Dr. Sutomo Surabaya. b. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penyusunan laporan ini, diharapkan mahasiswa : 1) Mengetahui definisi dari menometrorrhagia 2) Mengetahui penyebab dari menometrorrhagia 3) Mampu melakukan asuhan kebidanan pada pasien dengan diagnosa

menometrorrhagia

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Asuhan kebidanan ini dilaksanakan pada tanggal 19 Nopember 2011 s/d 2 Desember 2011 di Ruang Ginekologi Akut IRD Lantai II RSUD Dr. Sutomo Surabaya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Menometrorhagia adalah hipermenorhea atau menoragia adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal/lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). (Prawirohardjo, 2005). Menometrorhagia adalah perdarahan dari rahim yang terjadi pada waktu haid juga pada saat-saat lain (Dorland, 2000) Menometrorhagia adalah perdarahan uterus yang tidak sesuai waktu tetapi dalam jumlah yang banyak (Manuaba, 2001). Menurut Safitri (2009), menometrorhagia merupakan perdarahan bukan haid yaitu perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Perdarahan ini tampak berpisah dan dapat dibedakan dari haid atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu, yaitu menorrhagia dan menometrorrhagia.

2.2 Etiologi Menurut Safitri (2009), menometrorhagia kebanyakan terjadi karena

ketidakseimbangan hormonal yang mempengaruhi siklus haid. 1. Penyebab organik Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan : a. Servik uteri, seperti karsinoma partiom, perlukaan serviks, polip serviks, erosi pada portio, ulkus portio uteri, dan kanker serviks b. Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, mola hidatidosa, koriokarsinoma, hyperplasia endometrium, sarcoma uteri, mioma uteri c. Tuba fallopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba d. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium, kista ovarium.

2. Penyebab perdarahan disfungsional Perdarahan uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause, nama lainnya disebut metropathia haemorrhagica cystica atau folikel persisten.

Perdarahan disfungsional terbagi menjadi 3 bentuk : a. Perdarahan disfungsional dengan ovulasi (ovulatoir disfunction bleeding) Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tanpa ada sebab-sebab organik, maka harus diperhatikan sebagai etiologi. - Korpus lutheum persistens Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium yang membesar korpus lutheum ini menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irreguler shedding) sehingga menimbulkan perdarahan. - Insufisiensi korpus lutheum menyebabkan premenstrual spotting, menorhagia dan polimenorrea, dasarnya adalah kurangnya produksi progesterone disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. - Apapleksia uteri pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. - Kelainan darah seperti anemia, gangguan pembekuan darah purpura trombosit openik. b. Perdarahan disfungsional tanpa ovulasi (anovulatoir disfunctiond bleeding). Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu. Timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Folikel-folikel mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia kemudian diganti dengan folikelfolikel yang baru. Endometrium tumbuh terus dibawah pengaruh estrogen yang lama kelamaan menjadi hyperplasia endometrium. Dapat disimpulkan bahwa itu perdarahan anovulatoar, jika dilakukan kerokan dan diambil sediaan darah yang diperoleh saat kerokan. Pada wanita dalam masa pubertas, untuk membuat diagnosa tidak perlu dilakukan kerokan. Tapi pada wanita yang berumur 20-40 tahun kemungkinan bisa polip, mioma, dan sebagainya. Pada wanita dalam masa pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada atau tidaknya tumor ganas. c. Stres psikologis dan komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi.

(Prawirohardjo, 2005)

2.3 Patofisiologi Persistensi folikel tidak pecah

Tidak terjadi ovulasi dan Pembentukan korpus luteum

Hiperplasia endometrium

Stimulasi estrogen berlebihan

Gangguan perdarahan metropatia hemoragika Gambar 2.1 : Patofisiologi gangguan perdarahan metropatia hemorrhagika menurut Prawirohardjo (2005)

Menurut Prawirohardjo (2005), Schrder pada tahun 1915, setelah penelitian pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metroplatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasiaendometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terusmenerus. Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan dengan berbagai jenis endometrium yaitu endometrium atrofik, hiperpastik, proliferative, sekretorik, dan endometrium jenis nonsekresi merupkan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium sekresi sangat penting. Karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dari yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan yang oulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuscular, asomotorik atau hematologic, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovolatoarbiasanya dianggap sebagai gangguan endokrin.

2.4 Penanganan Menurut Prawirohardjo (2005), kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak, dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi tranfusi darah. Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal

dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan a) Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 120 mg. Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. b) Progesteron: pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulator, sehingga pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron 125mg, secara intramuskular, atau dapat diberikan per os sehari norethindrone 15mg atau aseras medroksi-progester (Provera) 10 mg, yang dapat dilindungi, terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.

Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya virilisasi. Dapat diberikan proprionas testoteron 50 mg intramuskulus yang dapat diulangi 6 jam kemudian. Pemberian metiltesteron per os kurang cepat efeknya. Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi dan kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun untuk diagnosis. Dengan terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani. Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi dapat diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrinisme. Pemberian progesteron saja berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke-5 perdarahan terus ntuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron utuk 7 hari, mulai hari ke-21 siklus haid. Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan disfungsional yang berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat diberikan metiltestosteron 5 mg, sehari dalil dalam terapi dengan androgen ialah pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin.

Terapi dengan klomfien, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan anovulator, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih tepat pada intertilitas dengan siklus anovulator sebagai sebab. Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan disfungsional terusmenerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali, dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.

Penyebab Perdarahan Abnormal Uterus Perdarahan Uterus Abnormal

Sebab-sebab : Kelainan hormonal Gangguan hemostatik Kelainan anatomi genetalia Keganasan genetalia

Kelainan anatomi genetalia Tumor jinak Pemakaian IUCD

Kelainan Hormonal: Anoulasi/ovulasi Gangguan korpus luteum KB hormonal

Kontak berdarah: asal Endometrium Portio uteri Vagina Labia

Dasar Diagnosis Anamnesa Pemeriksaan fisik o Dalam / Inspekulo Pemeriksaan Khusus o KB Hormonal o PAP smear/ biopsy o Konisasi o Kolposkopi o Histerektomi Faal hemostatik

Pengobatan : Umum o Promotif suportif - preentif Khusus o Disesuaikan dengan diagnosis hasil PA dan sitologi

Gangguan perdarahan uterus disfungsional

Anovulatoar: - Folikel degraaf tanpa ovulasi Diagnosis: - Anamnese - Periksa Fisik - DC PA o Laparotomi o Histeroskopi

Ovulatoar - Korpus luteum persisten - Korpus luteun insufisien

Laboratorium Penunjang - Laboratorium dasar - Faal Lever - Faal ginjal - Faal Hemostatis

Pengobatan Umum - Infus Transfusi - Suportif Vitamin - Sediaan Fe

Belum Kawin : - Rectal Toucher - Spekulum Hidung

Sudah Kawin

Hormonal : - Estrogen dan Progesteron - Pil Oral - Testosteron - GnRh Agonis

Dilatasi Kuretase - Periksa PA - Suportif Vitamin - Hormonal Terapi

Berhasil : - Pil oral 3-6 bl

Gagal

Histerektomi : - Umur, paritas - Hasil PA o Hiperplasia berulang o Karsinoma endometrial insitu - DUB Berulang

Laparoskopi/ laparotomi - Poliklinik Ovari - Wedge reseksi

2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Klien dengan Menometrorrhagia 2.2.1 Pengkajian 2.2.1.1 Data Subyektif 1) Biodata Biodata berisi tentang identitas klien beserta suaminya (jika sudah bersuami) yang meliputi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, suku bangsa, alamat, dan status perkawinan yaitu kawin ke-, umur kawin, lama kawin. Menometrorrhagia sering terjadi pada awal pubertas dan masa sebelum menopouse 2) Keluhan Utama Keluhan yang dirasakan pasien adalah mengeluarkan darah atau haid yang tidak tertur, lama dan sangat mengganggu. 3) Riwayat Menstruasi Pada umumnya menstruasi menjadi tidak teratur, siklus menjadi kacau karena ada perdarahan diluar haid, darah haid biasanya banyak dan bergumpal. 4) Riwayat KB Jenis kontrasepsi yang digunakan, kapan memakainya dan lamanya, keluhan atau efek samping yang terjadi. Menometrorrhagia sering terjadi pada pemakaian IUD 5) Riwayat Kesehatan Klien Kelainan anatomik genetalia bisa menyebabkan perdarahan yang tidak teratur diluar haid. 6) Riwayat Sosial Budaya Bagaimana hubungan pasien dengan keluarga, dan masyarakat sekitar. Mengetahui budaya yang dianut keluarga, seperti jika ada keluarga sakit berobat kemana, selama perdarahan minum obat apa. 7) Riwayat Kesehatan Keluarga Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular dan menurun, apakah ada keluarga yang menderita gangguan haid. 8) Pola Kebiasaan Sehari-hari (1) Pola Nutrisi : Pada menometrorhagia memerlukan nutrisi yang cukup terutama bahan makanan yang banyak mengandung zat besi untuk meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah.

(2) Pola Istirahat dan tidur : Pada menometrorhagia dianjurkan untuk tirah baring atau bedrest untuk menghindari keluarnya darah yang banyak. (3) Pola Personal Hygiene : Pada menometrorhagia darah banyak keluar sehingga pasien harus selalu menjaga kebersihan alat genetalia dan sering ganti pembalut untuk mencegah terjadinya infeksi. (4) Pola Eliminasi : Untuk mengetahui adakah gangguan pada BAB dan BAK. (5) Pola Aktivitas : Pada menometrarhagia ibu tidak boleh berjalan-jalan karena akan memperbanyak pengeluaran darah.

2.2.1.2 Data Obyektif 1) Pemeriksaan Umum Keadaan umum : Baik/cukup/lemah Kesadaran : Composmentis/somnolen/apatis : 60 100 kali per menit : 36,5 37,5 oC : >24 kali per menit Tekanan darah : 110/70 130/90 mmHg Nadi Suhu RR

2) Pemeriksaan Fisik Muka : pucat (menandakan adanya anemia karena perdarahan). Mata : konjungtiva pucat menunjukkan adanya anemia, sklera ikterus menandakan adanya penyakit hepatitis. Leher : adakah pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe, dan bendungan vena jugularis. Payudara : simetris/ tidak, adakah benjolan abnormal. Abdomen : adakah pembesaran abdomen, adakah luka bekas operasi, palpasi adakah balloement atau massa, adakah nyeri tekan. Genetalia : adakah oedema/varises, adakah tanda-tanda infeksi (panas, bengkak, kemerahan), biasanya darah keluar banyak dan bergumpal. Ekstremitas : simetris atau tidak, pucat menandakan anemia, oedema atau tidak. 3) Pemeriksaan Ginekologis v/v : fluxus (+), fluor (-) VT : P tertutup/terbuka, licin/berdungkul, nyeri tekan dan atau nyeri goyang (+/-), massa (-) 4) Pemeriksaan Penunjang USG abdomen

Pemeriksaan PA Pemeriksaan darah : Hb, jumlah eritrosit, leukosit, darah tepi, hematokrit.

2.2.1.3 Assesment Diagnosa : Nn/Ny ... , usia ... tahun dengan menometrorrhagia.

Diagnosa potensial : Anemia Anemia ringan = Hb 9-10 gr% Anemia Sedang = Hb 7-8 gr% Anemia berat = Hb < 7 gr% Masalah : perdarahan yang tidak teratur mengganggu kenyamanan dan kesehatan.

Masalah potensial : potensial terjadinya anemia dan infeksi. Kebutuhan Tindakan Segera : Transfusi darah jika pasien dengan anemia sedang/berat. Kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri ginekologi untuk terapi dan tindakan selanjutnya.

2.2.1.4 Rencana Asuhan Kebidanan 1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien dan keluarga. R/ Informasi yang lengkap dapat membuat pasien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan. 2. Kolaborasi untuk transfusi darah jika Hb <10 gr%. R/ transfusi darah untuk meningkatkan kadar Hb. 3. Kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan pemeriksaan ginekologis, pemberian terapi hormonal, tindakan kuretase pada endometrium jika diperlukan, dan pemberian antibiotik. R/ mengetahui penyebab/sumber perdarahan, terapi hormonal dapat mengurangi terjadinya perdarahan, kuretase untuk evaluasi hasil konsepsi yang tertahan, dan antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi pasca tindakan kuretase. 4. Berikan HE kepada klien tentang nutrisi, aktivitas dan istirahat, personal hygiene R/ dengan membuat klien memahami tentang nutrisi, aktivitas, istirahat, dan personal hygiene, proses penyembuhan dapat berlangsung optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland. 2000. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC. Manuaba, Ida Bagus. 1998a. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC. . 1999b. Memahami Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Irwanto (2010). http://irwanfarmasi.blogspot.com/2010/12/asuhan-kebidananmenometroragia.html. diakses tanggal 17 November 2011. Safitri, Yunita (2009) http://missluthan.blogspot.com/2009/02/menometrorrhagia_05.html. diakses tanggal 17 November 2011.

Anda mungkin juga menyukai