Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I ILUSTRASI KASUS Nama Usia : By.X : 2 hari

Jenis kelamin: Laki-laki Bayi laki-laki usia 2 hari datang dengan keluhan muntah

berisi cairan warna hijau setelah beberapa jam dilahirkan. Ibu pasien juga mengeluhkan perut terlihat membesar dan belum terlihat adanya mekonium sampai saat ini bawa ke RS. Bayi lahir aterm dengan persalinan per vaginam dengan berat lahir 2,75 kg. Ini merupakan anak pertama selama hamil os jarang kontrol kehamilan. Pasien hanya melakukan kontrol satu kali saat bulan ke 8 dan dikatakan terjadi cairan amnion meningkat. Pada pemeriksaan fisik bayi tampak sakit berat tampak sedikit kuning,tekanan darah dan nadi dalam batas normal, napas cepat dan terlihat adanya distensi abdomen, dan bising usus meningkat serta tampak adanya tanda dehidrasi: ubun-ubun kecil tampak cekung, mata agak cekung, dan kulit tampak kering. Dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen pada pasien didapatkan: adanya dilatasi usus dan air-fluid level.

Diagnosa Kerja Ileus obstruktif ec atresia jejunoileal Pemeriksaan Anjuran Foto polos abdomen 3 posisi DPL, AGD, elektrolit

Penatalaksanaan Dekompresi nasogatrik Perbaiki keadaan umum: atasi dehidrasi: pemberian cairan yang sesuai, atasi gangguan keseimbangan elektrolit. Rencana tindakan bedah Prognosis Quo ad vitam Quo ad fungsionam Quo ad sanactionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Embriologi Intestinal
Epitel saluran pencernaan dan parenkim derivat-derivatnya berasal dari endoderm; unsur stroma, otot, dan unsur peritoneum berasal dari mesoderm. Sistem, ini membentang dari membran bukofaringealhingga membran kloakalis dan menjadi faring, usus depan, usus tengah, dan usus belakang. Usus faringeal terutama terutama membentuk faring dan kelenjar-kelenjarnya1. Pada awal minggu ke-3 perkembangan embrio, saluran pencernaan terbagi menjadi: 1. Usus Depan (Foregut) Usus depan membentuk esofagus, trakea dan tunas paru, lambung, dan duodenum di sebelah proksimal muara saluran empedu. Selain itu, hati, pankreas dan apparatus biliaris berkembang menjadi tonjolan keluar epitel endoderm di bagian atas duodenum. Epitel korda hepatis hepatis dan sistem empedu yang tumbuh ke septum transversum berdeferensiasi menjadi parenkim. Sel-sel hematopoietik (yang terdapat dalam hati dalam jumlah besar sebelum lahir), sel Kupffer, dan sel-sel jaringan penyambung berasal dari mesoderm. Pankreas berasal dari sebuah tunas ventral dan sebuah tunas dorsal yang kemudian bersatu membentuk pankreas tetap 1. Esofagus Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) tampak di dinding ventral usus depan, di perbatasannya dengan faring. Divertikulum ini berangsur-angsur terpisah dari bagian dorsal usus depan melalui sebuah pembatas, yang dikenal sebagai septum esofagotrakealis. Dengan cara ini,

usus depan terbagi menjadi bagian ventral, yaitu primordium pernapasan, dan bagian dorsal, yaitu esofagus 1. Pada mulanya esofagus pendek, tetapi karena jantung dan paruparu nergerak turun, bagian ini memanjang dengan cepat. Lapisan otot, yang dibentuk oleh mesenkim disekitarnya, bercorak serat lintang pada dus pertiga bagian atasnya dan dipersarafi oleh nervus vagus; lapisan otot dibagian sepertiga bawah adalah otot polos dipersarafi oleh pleksus splangnikus1.

Gambar 1. Perkembangan esofagus Lambung Lambung tampak sebagai suatu pelebaran usus depan berbentuk fusiformis pada perkembangan minggu ke empat. Pada mingguminggu berikutnya bentuk dan kedudukannya banyak berubah kaibat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai dindingnya, dan perubahan kedudukan alat-alat sekitarnya. Pada sumbu memanjang, lambung melakukan putarn 90 o searah dengan jarum jam, sehingga sisi kiri menghadap kedepan dan sisi kanannya menghadap ke belakang. Oleh karena itu, nervus vagus kiri, yang semula mempersarafi sisi kiri lambung, sekarang mempersarafi sisi depan; demikian pula nervus vagus kanan mempersarafi dinding belakang. Selama perputaran ini, bagian dinding lambung yang aslinya di belakang tumbuh lebih cepat

daripada bagian depan, dan hal ini menghasilkan pembentukan kurvatura mayor dan minor1. Ujung sefalik dan kaudal lambung pada mulanya terletak di garis tengah, tetapi pada pertumbuhan selanjutnya lambung berputar mengelilingi sumbu anteroposterior, sehingga bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak ke kanan dan ke atas, dan bagian sefalik atau kardia ke kri dan sedikit ke bawah. Dengan demikian lambung mencapai kedudukan terakhir, dan sumbu panjangnya berjalan ke kiri atas dan ke kanan bawah1.

Gambar 2. Rotasi lambung Duodenum Bagian saluran usus ini dibentuk dari bagian akhir usus depan dan bagian sefalik usus belakang. Titik pertemuan ini terletak tepat di sebelah distal pangkal tunas hati. Ketika lambung berputar, duodenum mengambil bentuk melengkung seperti huruf C dan memutar ke kanan. Perputaran ini bersama-sama dengan tumbuhnya kaput pankreas, menyebabkan duodenum membelok dari posisi tengahnya yang semula ke arah sisi kiri rongga abdomen. Duodenum dan kaput pankreas ditekan ke dinding dorsal badan, dan permukaan kanan mesoduodenum dorsal menyatu dengan peritoneum yang ada didekatnya. Kedua lapisan tersebut selanjutnya menghilang, dan duodenum serta kaput pankreas menjadi terfiksasi di posisi retroperitoneal. Dengan demikian seluruh pankreas menjadi terletak retroperitoneal. Mesoduodenum

dorsal menghilang sama sekali kecuali di daerah pilorus lambung, diman sebagian kecil duodenum tetap intraperitoneal 1. Selama bulan kedua lumen duodenum tersumbat oleh proliferasi sel di dindingnya. Akan tetapi, lumen ini mengalami rekanalisasi segera sesudahnya. Oleh karena usus depan diperdarahi oleh arteri iliaka dan usus tengah oleh arteri mesenterika superior, duodenum diperdarahi oleh cabang-cabang dari kedua arteri tersebut1.

Gambar 3. Perkembangan Duodenum

Gambar 4. Rekanalisasi Duodenum Hati dan Kandung Empedu

Primordium hati tampak pada pertengahan minggu ke-3 sebagai pertumbuhan apitel endoderm pada ujung distal usus depan. Pertumbuhan ini dikanal sebagai divertikulum hepatis atau tunas hati, terbentuk dari sel-sel yang berproliferasi sangat cepat dan menembus septum transversum. Sementara sel hati terus menenembus septum transversum, hubungan antara divertikulum hepatis dan usus depan (duodenum) menyempit, sehingga membentuk saluran empedu. Sebuah tonjolan kecil ke arah ventralterbentuk dari saluran empedu ini, dan pertumbuhan ini menghasilkan kantung empedu dan duktus sistikus. Pada perkembangan selanjutnya epitel korda hati saling berbelit dengan vena vitelina dan vena umbilikalis, membentuk sinusoid-sinusoid hati. Korda hati berdeferensiasi menjadi parenkim dan membentuk jaringan yang melapisi diktus biliaris. Sel-sel hematopoietik, sel Kupffer, dan sel-sel jaringan penyambung berasal dari mesoderm septum transversum1. Pankreas Pankreas dibentuk oleh dua tunas yang berasal dari lapisan endoderm duodenum. Tunas pankreas dorsal terletak didalam mesenterium dorsal; tunas pankreas ventral terletak di dekat duktus koledokus. Ketika duodenum berputar ke kanan dan membentuk huruf C, tunas pankreas ventral bermigrasi ke dorsal dengan cara yang serupa dengan bergesernya muara duktus koledokus. Akhirnya, tunas pankreas ventral berada tepat dibawah dan dibelakang tunas pankreas dorsal. Kemudian parenkim maupun susunan saluran dalam tunas pankreas dorsal dan vebtral bersatu. Tunas ventral membentuk prosesus unsinatus dan bagian bawah kaput pankreas. Bagian kelenjarnya lainnya berasal dari tunas dorsal. Duktus pankreatikus mayor (Wirsungi) terbentuk dari bagian distal saluran pankreas dorsal dan seluruh saluran pankreas ventral. Bagian proksimal saluran pankreas dorsal menutup atau

tetap

dipertahankan

sebagai

saluran

kecil,

yaitu

duktus

pankreatikus asesorius (Santorini) 1. Pulau-pulau pankreas atau pulau Langerhans berkembang dari jaringan parenkim pankreas pada bulan ke-3 kehidupan janin dab tersebar di seluruh kelenjar tersebut. Sekresi insulin dimulai kurang lebih pada bulan ke-5. Sel-sel yang mengeluarkan glukagon dan somatostatin juga berkembang dari sel parenkim pankreas. Mesoderm splangnik yang mengelilingi tunas pankreas mebentuk jaringan penyambung kelenjar tersebut1.

Gambar 5. Perkembangan Pankreas 2. Usus Tengah (Midgut) Pada mudigah berumur 5 minggu, usus tengah menggantung pada dinding dorsal perut oleh mesenterium pendek dan berhubungan

dengan kantung kuning telur melalui duktus vitelinus atau tangkai kuning telur1. Perkembangan usus tengah ditandai dengan pemanjangan usus yang cepat dan mesenteriumnya sehingga terbentuk gelung usus primer. Pada bagian puncaknya, saluran usus itu tetap berhubungan langsung dengan kuning telur melalui duktus vitelinus yang sempit. Bagian kranial saluran usus ini berkembang menjadi bagian distal duodenum, jejunum, dan bagian ileum. Bagian kaudal menjadi bagian bawah ileum, sekum, apendiks, kolon asenden, dan dua pertiga bagian proksimal kolon transversum1. Herniasi Fisiologis Perkembangan gelung usus primer ditandai oleh pertambahan panjang yang cepat, terutama di bagian kranial. Sebagai akibat pertumbuhan yang cepat ini dan membesarnya hati yang terjadi serentak, rongga perut untuk sementara menjadi terlampau kecil untuk menamping semua usus, dan gelung-gelung ini masuk ke rongga selom eksta embrional di dalam tali pusat selama perkembangan minggu ke-6 (herniasi umbilikalis fisiologis) 1. Rotasi Usus Tengah Serentak dengan pertumbuhan panjangnya, gelung usus primer berputar mengelilingi sebuah porus yang dibentuk oleh arteri mesenterika superior. Apabila dilihat dari depan, perputaran ini berlawanan arah dengan jarum jam dan perputarannya kurang lebih 270o bila sudah selesai seluruhnya. Bahkan selama rotasi, pemanjangan gelung usus halus terus berlangsung dan jejunum serta ileum membentuk sejumlah gelung yang memutar. Demikian pula usus besar juga sangat panjang, tetapi tidak ikut berputar. Rotasi terjadi selama herniasi (kira-kira 90 o) maipun pada waktu kembalinya gelung usus ke rongga abdomen (180 o sisanya) 1.

10

Gambar 6. Rotasi Usus Tengah Retraksi Gelung Yang Mengalami Herniasi Pada minggu ke-10, gelung usus yang mengalami herniasi mulai kembali ke dalam rongga perut. Sekalipun faktor-faktor yang bertanggung jawab atas pengembalian ini tidak diketahui pasti, diduga bahwa menghilangnya mesonefros, berkurangnya

11

pertumbuhan

hati,

dan

bertambah

luasnya

rongga

perut

memainkan peranan penting1. Bagian proksiomal jejunum merupakan bagian pertama yang masuk kembali ke rongga perut dan mengambil tempat di sisi kiri. Letak gelung yang berikutnya makin ke sisi kanan. Tunas sekum, yang tampak kira-kira pada minggu ke 6 sebagai pelebaran kecil berbentuk kerucut dari bagian kaudal gelung usus primer, adalah bagian usus terakhir yang masuk kembali ke rongga perut. Untuk sementara, sekum masih terketak di kuadran kanan atas tepat dibawah lobus kanan hati. Dari sinim usus ini nergerak turun menuju ke dalam fossa iliaka kanan, sehingga kolon asenden dan fleksura hepatika menjadi terletak di sebelah kanan rongga abdomen. Selama proses ini, ujung distal tunas sekum membentuk sebuah divertikulum yang sempit, yakni appendiks primitif 1. Karena appendiks berkembang pada saat penurunan kolon, dapatlah dimengerti bahwa kedudukan akhirnya kerapkali di belakang sekum atau kolon. Kedudukan appendiks ini masinmasing disebut retrosekalis atau retrokolika 1. 3. Usus Belakang (Hindgut) Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon desenden, sigmoid, rektum, dan bagian atas kanalis ani. Endoderm usus belakang ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra1. Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang Daerah berhubungan pertemuan langsung antara dengan ektoderm permukaan. endoderm

permukaan dan ektoderm membentuk membran kloaka 1. Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh ke arah kaudal, karena membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus urogenitalis primitif, dan bagian posterior,

12

yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daerah ini terbentuklah korpus perinealis. Membran kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di belakang, dan membran urogenitalis di depan 1. Sementara itu , membran analis dikelilingi cekungan ektoderm, yang dikenal sebagai oleh tonjol-tonjol celah anus atau mesenkim, dan pada minggu ke-8 selaput ini terletakdi dasar proktodeum. Pada minggu ke 9, membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh aa. Rektales, yang merupakan cabang dari arteri pudenda interna. Tempat persambungan antara bagian endoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat dibawah kolumna analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng 1.

B. Atresia Intestinal 1. Definisi


Atresia intestinal atau atresia usus adalah suatu malformasi dimana terjadi penyempitan atau tidak terbentuknya lumen usus. Defek ini dapat terjadi di duodenum, jejunum, ileum, dan colon. Atresia intestinal ini paling sering terjadi di usus halus 2.

2. Epidemiologi
Tempat paling sering terjadinya atresi intestinal adalah usus halus (jejunum dan ileum). Insiden atresia jejunum dan ileum 1500 sampai 5000 kelahiran. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah sama. Namun rata-rata berat lahir paling sering dilaporkan sekitar 2,7 kg, sekitar 33% pasien dengan atresia jejenum, 25% dengan atresia ileum, dan 50% pasien dengan atresia multipel memiliki berat badan lahir rendah2,3. Atresia duodenum terjadi satu dari 20.000 sampai 40.000 kelahiran. Sekitar 30% Syndrome4. bayi dengan atresia intestinal menderita Down

13

3. Klasifikasi
Pembagian a. atresi intestinal berdasarkan letak terjadinya malformasi, yaitu2,4: Atresia duodenum Atresia ini terjadi pada duodenum. Duodenum merupakan bagian pertama dari usus halus yang menerima makanan dari hasil pengosongan lambung. Atresia duodenum ini terjadi 1 dari tiap 2.500 kelahiran hidup. Setengah dari bayi dengan kondisi ini lahir prematur dan sekitar dua per tiga memiliki hubungan dengankelainan jantung, genitourinarius, dan saluran cerna. Hampir 40% menderita Down Syndrome. Bayi dengan atresia duodenum biasanya datang dengan muntah dalam beberapa jam setelah lahir2,4.

Gambar 7. atresia duodenum (http://www.cincinnatichildrens.org/assets/0/78/847/849/b85ced14-0ce6-4f46b140-6d285153c31b.jpg)

b.

Atresia jejunoileal Atresia jejunoileal terjadi obstruksi pada bagian tengah usus halus (jejunum) atau bagian bawah usus halus (ileum). Segmen usus proksimal dari obstruksi menjadi membesar (dilatasi), sehingga menghalangi kemampuan usus untuk mengabsorpsi nutrisi dan mendorong isi lumen melewati saluran cerna. Sepuluh sampai lima belas persen bayi dengan atresia jejunoileal, bagian dari usus mati selama perkembangan fetus. Terdapat persentase

14

yang signifikan bayi dengan kondisisi ini dengan adanya kelainan rotasi dan fiksasi usus. Fibrosis kistik juga merupakan kelainan yang berhubungan dan dapat menjadi komplikasi serius dalam manajemen atresia jejunoileal. Bayi dengan atresia jejunoileal harus dilakukan skrining untuk fibrosis kistik2,4. Terdapat 4 subtipe atresia jejunoileal:

Atresia tipe I mukosa dan submukosa usus membentuk suatu membran (web) sehingga menyebabkan obstruksi. Usus biasanya memiliki panjang yang normal2,4.

Atresia tipe II dilatasi usus bagian proksimal dengan ujung akhirnya buntu, dihubungkan dengan bagian distal usus oleh jaringan fibrotik. Usus berkembang sesuai dengan panjang yang normal2,4.

Atresia tipe IIIa pada tipe ini mirip seperti tipe II, dimana terjadi dilatasi pada bagian proksimal usus dengan ujung yang buntu, namun pada tipe IIIa tidak dihubungkan oleh jaringan fibrotik dan terjadi defek pada mesenterika. Proksimal usus yang buntu ini ditandai dengan adanya dilatasi dan aperistaltik. Pada tipe ini terjadi pemendekan usus2,4.

Atresia tipe IIIb pada tipe IIIb selain terjadi defek yang besar pada mesenterium, usus juga memendek secara signifikan. Tipe IIIb ini dikenal juga sebagai Christmas tree deformity atau apple peel deformity, bagian usus yang mengalami atresia melilit mengelilingi sisa mesenterium. Usus bagian distal diperdarahi oleh arteri ileocolica dan arteri colica kanan karena arteri mesenterica superior tidak ada. Prematuritas, malrotasi, dan sindrom usus pendek berhubungan deng tipe ini, dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas 2,4.

Atresia tipe IV pada tipe ini terjadi obstruksi multipel pada beberapa bagian usus. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pemendekan usus2,4.

15

Gambar 8. Tipe atresia intestinal (http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/pediatrics_surgery/933425940615-2570tn.jpg) c. Atresia kolon Atresia kolon bentuk atresia yang jarang terjadi yaitu 15% dari seluruh bentuk atresia. Usus mengalami dilatasi masif, dan pasien menunjukkan tanda dan gejala yang sama seperti atresia jejunoileal4.

4. Etiologi dan Patogenesis


Teori Vascular Insufficiency Beberapa teori mengenai etiologi atresia intestinal pada model binatang. Studi pada model tikus menunjukkan bahwa beberapa bentuk atresia mungkin bersifat herediter dan akibat dari disregulasi proliferasi dan apopts pada perkembangan usus melalui jalur fibroblast growth factor. Untuk saat ini, teori yang paling diterima mengenai etiologi dari atresia jejunoileal adalah kecelakaan vaskuler intrauterin yang mengakibatkan nekrosis dari segmen yang terkena dampak5.

16

Gambar 9. Patogenesis atresia intestinal, Teori Vascular Insufficiency Tandler's Theory Pada tahun 1902 Tandler menunjukkan bahwa duodenum melalui fase solid selama perkembangan embriologi. Fase ini karena adanya proliferasi epitelial pada minggu ke-5 dan kemudian akan mengalami obliterasi pada seluruh lumennya. Lumen terbentuk oleh vakuolisasi yang menyatu dan selesai pada akhir minggu ke-8. Tandler menyatakan pada atresia duodenum gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi pita padat epitelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak lumen peneliti duodenal telah secara menunjukkan sempurna. bahwa Proses epitel duodenum yang berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke selanjutnya dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara lumen duodenum5,6.

17

Gambar 10. Patogenesis Atresia Duodenum. (http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/peds-rpac.htm)

5. Manifestasi Klinis
Obstruksi usus pada neonatus sering manifestasi dengan beberapa tanda kardinal, antara lain polihidramnion maternal, bilious vomiting, distensi abdomen, dan kegagalan mekonium keluar dalam jumlah normal pada 24 sampai 48 jam pertama kehidupan. Walaupun tidak ada tanda diatas yang merupakan patognomonik untuk obstruksi spesifik, semua hal tersebut sesuai dengan fenomena obstruksi dan memiliki indikasi untuk dilakukan pemeriksaan penunjang 3,7. Polihidramnion adalah peningkatan cairan amnion pada kantong amnion (>2000ml). Cairan amnion, 25% sampai 40% ditelan oleh fetus (pada bulan keempat atau kelima) dan diserap pada 25 sampai 30 cm pertama dari panjang jejunum. Atresia jejunum berhubungan

18

dengan adanya polihidramnion pada 24% kasus. Walaupun ada beberapa keadaan fetus yang meyebabkan polihidramnion, setiap wanita hamil dengan polihidramnion harus melakukan pemeriksaan ultrasonografi secara rutin. Prenatal ultrasonografi dapat mengidentifikasi adanya obstruksi usus halus yang berhubungan dengan atresia, volvulus, dan pritonitis mekonium. Dengan adanya hal tersebut dapat mengantipasi dan melakukan rencana manajemen yang tepat saat bayi tersebut lahir3. Bilious vomiting adalah salah satu tanda cardinal dan selalu bersifat patologik. Adanya cairan empedu pada aspirasi gaster harus diperiksa ataupun diselidiki secara hati-hati. Lambung bayi yang baru lahir biasanya mengandung kurang dari 15 mL getah lambung/ gastric juice yang jernih saat lahir. Jika lebih dari 20 sampai 25 mL getah lambung yang jernih atau sedikit saja getah empedu menandakan adanya obstruksi usus. Bilious vomiting juga dapat terlihat pada neonatal sepsis dengan adinamik ileus. Ketika obstruksi mekanik terjadi, adanya getah empedu menandakan tingkat obstruksi di bagian distal ampula Vateri. Bilious vomiting terjadi pada 85 % bayi dengan atresia jejunum dan lebih sedikit pada atresia ileum 3. Jaundice terjadi lebih dari 30% bayi dengan atresi jejunum dan 20% pada atresia ileum dan biasanya berhubungan dengan peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi. Distensi abdomen salah satu tanda obstruksi terjadi pada bagian usus yang lebih distal. Kontur atau bentuk normal abdomen pada bayi baru lahir adalah bulat/ round, berbeda pada dewasa yang berbentuk skapoid. Pada pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan adanya distensi abdomen antara lain terkihatnya vena dari dinding abdomen yang tipis, terlihatnya lekukan usus (intestinal patterning) dengan atau tanpa terlihatnya peristaltik dan terkadang terdapat distres pernapasan akibat peninggian diafragma3.

19

Ketika obstruksi dicurigai, foto abdominal harus dilakukan untuk mengevaluasi penyebab distensi3. Salah satu lagi tanda obstruksi usus adalah kegagalan mekonium lewat secara spontan dalam 24 sampai 48 jam pertama kehidupan. Mekonium normal terdiri dari succus cairan amnion dan debris (skuama,rambut lanugo), entericus, mukus untestinal.

Mekonium berwarna hijau gelap atau hitam dan lengket, serta 250 g melewati rectum. Kegagalan melewati pada hari pertama kehidupan sering merupakan suatu keadaan patologik 3.

6. Diagnosis
Pada atresia intestinal dari manifestasi klinis di atas yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diperlukan juga beberapa pemeriksaan3. Pada atresia duodenum pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam posisi tegak akan terlihat gambaran double bubble. Bila pada foto hanya terlihat satu gelembung udara, mungkin sekali gelembung duodenum terisi penuh cairan atau gambaran gelembung duodenum dan lambung dalam proyeksi tumpang tindih. Foto ulang dengan sebelumnya dilakukan pengisapan cairan lambung dan duodenum atau dibuat foto dengan proyeksi lateral 2,3. Diagnosis atresia jejunoileal umumnya dikonfirmasi dengan pemeriksaan abdominal x-ray 3 posisi. Atresia jejunum yang tinggi terlihat adanya sedikit air-fluid level dan tidak adanya gambaran udara mulai dibawah titik tersebut. Atresia yang letaknya lebih distal, distensi abdomen terlihat secara klinik dan gambaran intestinal loop dan airfluid level. Intestinal loop pada usus yang mengalami atresia lebih besar dari pada bagian usus yang normal 2,3. Foto kontras barium enema dapat memperlihatkan perbedaan antara distensi ileum dan kolon, melihat apakah kolon pernah terpakai atau tidak/ unused (mikrokolon) dan dapat pula mengevaluasi lokasi sekum untuk kemungkinan kelainan rotasi usus3.

20

Gambar 11. A. foto polos abdomen pada bayi dengan bilious vomiting menunjukkan dilatasi usus dengan air fluid level, B. Tipe I atresia jejunum.

7. Penatalaksanaan
Secara umum tatalaksana awal pasien dengan obstruksi usus adalah mengatasi dehidrasi dan gangguan elektrolit, dekompresi nasogastrik atau orogastrik dengan ukuran yang adekuat, pemberian antibiotik intravena. Termoregulasi, pencegahan terhadap hipotermi penting sekali pada pasien pediatrik khususnya pasien neonatus. Tidak boleh dilupakan untuk identifikasi kemungkinan adanya kelainan penyerta bila penyebab obstruksi adalah kelainan kongenital. Harus selalu diingat bahwa setiap kelainan kongenital dapat disertai kelainan kongenital lain, sehingga perlu dicari karena mungkin memerlukan penanganan secara bersamaan. Perkiraan dehidrasi baik dari muntah atau sekuestrasi cairan akibat obstruksi usus perlu dihitung dan diganti. Dengan sedikit pengecualian, dehidrasi yang ditimbulkan obstruksi usus biasanya berupa dehidrasi isotonik, sehingga cairan pengganti yang ideal yang mirip cairan ekstraselular adalah Ringer asetat.

21

Nasogastic tube (NGT) atau orogastrik tube(OGT) dengan ukuran yang adekuat sangat bermanfaat untuk dekompresi dan mencegah aspirasi. Orogastric tube lebih dipilih untuk pasien neonatus karena neonatus bernapas lebih dominan melalui lubang hidung 3. Antibiotik intravena untuk bakteri-bakteri usus hampir selalu perlu diberikan pada pasien-pasien yang mengalami obstruksi usus. Antibiotik ini dapat bersifat profilaktif atau terapeutik bila lamanya obstruksi usus telah memungkinkan terjadinya translokasi flora usus 2,3. Tatalaksana Bedah Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus akibat atresia intestinal adalah tindakan pembedahan3. Pada obstruksi setinggi duodenum insisi transversal supraumbilikus memberikan akses terbaik untuk mencapai duodenum. Pilihan tindakan tergantung situasi anatomis intraoperatif. Pada obstruksi yang disebabkan oleh atresia atau pankreas annulare, duodenoduodenostomi adalah pilihan tindakan bedah terbaik. Sebaiknya duodenojejenostomi tidak dilakukan karena dengan tehnik ini bagian distal duodenum dieksklusi dan dianggap prosedur yang tidak fisiologis. Sedangkan bila penyebab obstruksinya berupa duodenal web atau diafragma duodenum, duodenotomi vertikal dan eksisi dari web tersebut (septectomy) adalah pilihan terbaik. Setelah prosedur tersebut perlu dilakukan penilaian ulang kemungkinan adanya obstruksi tambahan lainnya dengan cara melewatkan kateter 8 fr ke proksimal dan distal. Bila telah yakin tidak ada obstruksi lainnya maka duodenotomi segera dijahit kembali3. Pada obstruksi jejunoileal insisi transversal supra umbilikal juga merupakan akses terpilih. Prosedur operatif tergantung pada temuan patologi, seperti tipe atresia, panjang usus, ada tidaknya perforasi usus, malrotasi dan volvulus, mekonium peritonitis, mekonium ileus. Dilakukan eksplorasi, bila terdapat perforasi seluruh rongga abdomen diirigasi dengan NaCl hangat, semua debris dibersihkan, adhesi

22

dilepaskan dan sebisanya semua usus di eksteriorisasi. Inspeksi dilakukan mulai dari duodenum sampai sigmoid untuk mencari area atresia lainnya, ada tidaknya kelainan penyerta seperti malrotasi, atau mekonium ileus yang memerlukan koreksi pada saat bersamaan. Prosedur operatif atresia jejunoileal pada umumnya adalah reseksianastomosis. Berdasarkan sejarah dan bukti-bukti eksperimental prosedur yang dianjurkan berkembang dari eksteriorisasi menjadi anastomesis side-to-side, kemudian end-to-end atau end-to-side, dan terakhir : reseksi segmen atretik proksimal yang dilatasi dan hipertofi diikuti anastomosis end-to-end/ end-to-back dengan atau tanpa tailoring segmen proksimal dan juga end-to-oblique. Perlu diingat bahwa segmen atresia proksimal yang berdilatasi dan hipertrofi dapat menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik yang terlambat setelah koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen atretik perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan 3. RESEKSI ANASTOMOSIS Terdapat beberapa teknik anastomosis yang telah ditemukan. Prosedur tersebut diklasifikasikan menjadi 2 tipe: (1) pelebaran kaliber usus bagian distal yang mengecil dan (2) mengurangi kaliber usus bagian proksimal yang membesar. Anastomosis end-to-back, end-toside, dan end-to-oblique merupakan jenis tipe pertama, dan enteroplasty diikuti dengan anastomosis end-to-end merupakan tipe kedua. End-to-back anastomosis menunjukan baik masalah teknik maupun obstruksi fungsional post-operatif anastomosis jika kaliber rasio antara segmen proksimal dan segmen distal usus yang mengalami atresia tidak besar. Namun, rasio kaliber meningkat deviasi aksis longitudinal antara proksimal dan distal usus secara obstruksi fungsional. untuk melakukan bertahap menjadi mendekati 90 o, menyerupai anastomosis end-toside yang dengan mudah menghasilkan Sepertinya akan sangat sulit

23

fungsional end-to-back anastomosis dalam kasus di mana rasio kaliber lebih dari 4.3 Anastomosis End to end Umumnya dilakukan insisi tranverasal supraumbilikus pada kuadran kanan atas. Abdomen dieksplorasi, dan level obstruksi dan tipe obstruksi ditentukan. Dilakukan diseksi pada ruang antara pembuluh darah mesenterium dari segmen distal usus yang mengecil. Diseksi secara tumpul sampai tepi mesenterik usus, peritoneum dibebaskan dari mesenterium yang telah dipotong, memberikan akses ke vascular plane. Insisi 2 cm dilakukan pada ujung buntu dari proksimal usus yang mengalami dilatasi di sudut kanan mengarah ke mesenterium. Dilanjutkan dengan jahitan interupted satu lapis dengan benang poliglikolat 5-0.3

Gambar 12. Peritoneal dibebaskan sampai mendekati tepi usus bagian distal yang mengalami atresia

24

Gambar 13. Usus bagian distal yang mengecil dan buntu dipotong melalui tepi mesenterium usus yang telah dipotong. Insisi pada ujung buntu proksimal usus pada sudut kanan mengarah ke mesenterium. Anastomosis End-to-oblique Dilakukan insisi tranverasal supraumbilikus pada kuadran kanan atas. Abdomen dieksplorasi, dan level obstruksi dan tipe obstruksi ditentukan. Dilakukan reseksi pada segmen proksimal usus yang mengalami dilatasi pada pasien dengan panjang usus yang mendekati normal. Pada bagian proksimal dilakukan reseksi dengan sudut 90 o dari sumbu panjang usus dan pada bagian distal 45 o. Kemudian dilakukan penjahitan. Pada bagian distal usus harus dilakukan evaluasi untuk menilai masih adanya atresia atau stenosis dengan menggunakan kateter yang dilalui oleh larutan normal saline.

25

Gambar 14. Anastomosis end-to-oblique. Tatalaksana Pasca Operatif Obstruksi Usus Meskipun laparotomi pada bayi atau anak memberikan stres yang signifikan kepada pasien, kebanyakan pasien berangsur membaik setelah koreksi bedah terhadap penyebab obstruksi ususnya. Pada periode pasca operatif awal, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, metabolisme glukosa dan gangguan respirasi biasa terjadi. Kebanyakan bayi yang menjalani operasi laparotomi biasanya mengalami sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dan ini memerlukan tambahan jumlah cairan pada periode pasca operatif. Kebutuhan pemeliharaan disesuaikan dengan kondisi pasien. Semua kehilangan cairan tubuh harus diperhitungkan. Kehilangan cairan melalui muntah, NGT, ileostomi, atau jejenostomi harus diganti sesuai volume yang hilang. Swenson menyebutkan untuk berhati-hati dalam instruksi pasca operasi. Tidak ada istilah rutin dalam intruksi pasca operasi terhadap bayi atau anak. Semua dosis obat, elektrolit atau cairan untuk terapi harus dikalkulasi secara individual dengan mempertimbangkan berat badan, umur atau kebutuhan metabolik 3. Dekompresi nasogastrik dengan ukuran yang adekuat sampai tercapai fungsi usus yang normal merupakan bantuan yang tak dapat

26

dipungkiri dalam dekompresi bagian proksimal usus dan fasilitasi penyembuhan anastomosis usus. Ileus hampir selalu terjadi pada pasien pasca operasi dengan obstruksi usus. Pada atresia duodenum atau atresia jejunoileal misalnya, ileus yang memanjang dapat terjadi lebih dari 5 hari. Swenson menyebutkan pulihnya fungsi duodenum dapat lambat sekali bila duodenum sangat berdilatasi. Cairan berwarna hijau dapat keluar dari nasogastrik dalam periode waktu yang memanjang. Hal ini disebabkan bukan hanya karena edema di daerah anastomosis tetapi juga karena terganggunya peristaltik pada segmen duodenum proksimal yang mengalami dilatasi hebat. Kesabaran yang tinggi sangat diperlukan sebelum memutuskan reoperasi pada bayi dengan obstruksi anastomose, karena diskrepansi ukuran lumen atau disfungsi anastomosis yang bersifat sementara dapat menyebabkan ileus yang memanjang3. Permulaan asupan melalui oral dengan air gula / dextrose dapat dimulai bila drainase gaster mulai berkurang atau warnanya mulai kecoklatan atau jernih yang kemudian diikuti oleh susu formula (progestimil, isomil) secara bertahap. Bila program feeding tersebut tidak bisa diterima pasien atau terdapat ileus yang memanjang maka nutrisi parenteral perlu dipertimbangkan dalam menjaga kecukupan asupan nutrisi pasca operasi.

8. Prognosis
Hasil tergantung pada anomali yang terkait dan berat badan lahir. Prognosis umumnya baik.

27

BAB III ANALISIS KASUS


Diagnosis ileus obstruktif ec atresia jejunoileal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisisk, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan adanya muntah berisi cairan warna hijau. Muntah ini dikenal sebagai bilious vomiting. Bilious vomiting adalah salah satu tanda cardinal dan selalu bersifat patologik. Adanya cairan empedu pada aspirasi gaster harus diperiksa ataupun diselidiki secara hati-hati. Lambung bayi yang baru lahir biasanya mengandung kurang dari 15 mL getah lambung/gastric juice yang jernih saat lahir. Jika lebih dari 20 sampai 25 mL getah lambung yang jernih atau sedikit saja getah empedu menandakan adanya obstruksi usus. Ketika obstruksi mekanik terjadi, adanya getah empedu menandakan tingkat obstruksi di bagian distal ampula Vateri. Bilious vomiting terjadi pada 85 % bayi dengan atresia jejunum dan lebih sedikit pada atresia ileum. Dari anamnesis juga terdapat perut membesar atau distensi abdomen. Distensi abdomen ini terjadi pada obstruksi usus akibat udara yang tidak dapat keluar akibat adanya obstruksi. Pada pasien didapatkan mekonium yang belum ada dalam 24-48 jam pertama kehidupan. Salah satu lagi tanda obstruksi usus adalah kegagalan mekonium lewat secara spontan dalam 24 sampai 48 jam pertama kehidupan. Mekonium normal terdiri dari cairan amnion dan debris (skuama,rambut lanugo), succus entericus, mukus untestinal. Mekonium berwarna hijau gelap atau hitam dan lengket, serta 250 g melewati rectum. Kegagalan melewati pada hari pertama kehidupan sering merupakan suatu keadaan patologik. Pada ibu didapatkan adanya polihidramnion saat kehamilan. Polihidramnion adalah peningkatan cairan amnion pada kantong amnion (>2000ml). Cairan amnion, 25% sampai 40% ditelan oleh fetus (pada bulan keempat atau kelima) dan diserap pada 25 sampai 30 cm pertama

28

dari panjang jejunum. Atresia jejunum berhubungan dengan adanya polihidramnion pada 24% kasus. Pada pemeriksaan fisik bayi tampak sakit berat tampak sedikit kuning, napas cepat dan terlihat adanya distensi abdomen, serta tampak adanya tanda dehidrasi: ubun-ubun kecil tampak cekung, mata agak cekung, dan kulit tampak kering. Jaundice terjadi lebih dari 30% bayi dengan atresi jejunum dan 20% pada atresia ileum dan biasanya berhubungan dengan peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi. Distensi abdomen salah satu tanda obstruksi terjadi pada bagian usus yang lebih distal. Kesulitan bernapas pada bayi akibat distensi abdomen yang dapat menekan diafragma. Bayi dapat terjadi dehidrasi akibat pengeluan cairan dari muntah serta penguapan tubuh. Pada pemeriksaan penunjang yaitu foto polos abdomen didapatkan dilatasi usus dan air-fluid level. Diagnosis atresia jejunoileal umumnya dikonfirmasi dengan pemeriksaan abdominal x-ray 3 posisi. Atresia jejunum yang tinggi terlihat adanya sedikit air-fluid level dan tidak adanya gambaran udara mulai dibawah titik tersebut. Atresia yang letaknya lebih distal, distensi abdomen terlihat secara klinik dan gambaran intestinal loop dan air-fluid level. Intestinal loop pada usus yang mengalami atresia lebih besar dari pada bagian usus yang normal. Pada kasus ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain: DPL, AGD, dan elektrolit. Hal ini untuk mengetahui keadaan pada bayi ada tidaknya infeksi, gangguan asam basa, serta elektrolit yang perlu dikoreksi dengan segera sehingga dapat memperbaiki keadaan umum pasien.
Pada pasien dilakukan dekompresi nasogatrik, memperbaiki keadaan umum,

rencana tindakan bedah. Secara umum tatalaksana awal pasien dengan


obstruksi usus adalah mengatasi dehidrasi dan gangguan elektrolit, dekompresi nasogastrik atau orogastrik dengan ukuran yang adekuat, pemberian antibiotik intravena. Termoregulasi, pencegahan terhadap hipotermi penting sekali pada pasien pediatrik khususnya pasien neonatus.

29

Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus akibat atresia intestinal adalah tindakan pembedahan. Prosedur operatif atresia jejunoileal pada umumnya adalah reseksi-anastomosis. Berdasarkan sejarah dan buktibukti eksperimental prosedur yang dianjurkan berkembang dari eksteriorisasi menjadi anastomesis side-to-side, kemudian end-to-end atau end-to-side, dan terakhir : reseksi segmen atretik proksimal yang dilatasi dan hipertofi diikuti anastomosis end-to-end/ end-to-back dengan atau tanpa tailoring segmen proksimal dan juga end-to-oblique. Perlu diingat bahwa segmen atresia proksimal yang berdilatasi dan hipertrofi dapat menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik yang terlambat setelah koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen atretik perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan. Untuk kasus pada pasien lebih memilih teknik end-to-oblique. Teknik anastomosis ini pada beberapa penelitian merupakan teknik yang paling baik karena hasil anastomosis dapat berfungsi lebih awal. Angka morbiditas dan mortalitas serta perawatan di rumah sakit cenderung berkurang.

30

Daftar Pustaka
1. Sadler,TW. Sistem Pencernaan. Embriologi Kedokteran Langman. Ed.7. Jakarta:EGC. Hal:243,246-249,253-261,268-269. 2. Jones, BA. Intestinal tanggal: 25 Juli 2010. 3. Rescorla 4. Anonim. FJ, Grosfeld Intestinal JL. Intestinal and atresia and stenosis. 2007. Surgery;1985. Atresia Stenosis. http://www.cincinnatichildrens.org/health/info/abdomen/diagnose/ob structions.htm. Diakses tanggal: 25 Juli 2010. 5. Louw J. H. Congenital Intestinal Atresia And Stenosis In The Newborn Observations On Its Pathogenesis And Treatment.Handout Lecture. University of Cape Town; Head of the Department of Surgery, Groote Schuur Hospital and Red Cross War Memorial Children's Hospital, Cape Town. 6. Witmer, LM. Embryological Anatomy of the Gastrointestinal Tract and Related Birth Defects.2003. http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/peds-rpac.htm. Diakses tanggal: 22 Juli 2010. 7. Kartono, D. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI.hal: 96,101-104. Atresia, Stenosis, and Webs. 2009. Diakses http://emedicine.medscape.com/article/940615-overview.

Anda mungkin juga menyukai