Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

IDENTITAS Nama Umur : Sdr. S : 14 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat No. Telepon : SMP :: Islam : Bangodua : 08521854xxxx

ANAMNESA Keluhan Utama Keluhan Tambahan : Hidung terasa tersumbat. :-

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Gunung Jati pada tanggal 31 Agustus 2013 dalam keadaan tidak sadarkan diri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas (KLL) motor dengan motor. Setelah pasien sadarkan diri pasien mengaku mengalami KLL saat sedang pulang sekolah berboncengan bertiga, pasien duduk dipaling belakang tanpa menggunakan helm. Ketika sedang berbelok kekiri dengan kecepatan sedang tiba-tiba motor dari arah berlawanan melaju dengan kecepatan tinggi kearah motor korban. Menurut pengakuan saksi yang ada, pasien jatuh ke arah kiri dengan wajah membentur aspal dan pasien terseret beberapa meter. Pasien tidak ada muntah, dan setelah sadar pasien tidak kembali pingsan dan pasien mengaku ingat kejadian

sebelum kecelakaan. Pasien mengeluh hidung terasa tersumbat, disertai keluar darah dari hidung. Keluhan keluar darah dari telinga disangkal pasien. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat trauma sebelumnya negatif :-

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata Keadaan Umum Kepala : E4V5M6 : Compos Mentis : hematom (-), vulnus ekskoriasi (-), vulnus laserasi (-),

krepitasi (-), fraktur depressed (-) Wajah : VE 2x2 at regio palpebra superior sinistra VE 2x3 at regio submentalis

Teraba krepitasi dan nyeri tekan at regio maksilaris bilateral Teraba krepitasi dan n yeri tekan at regio palatum

Mata periorbita (+/+) THT Leher

: Konjungtiva anemis -/-,subkonjungtiva bleeding (-/+), oedem

: Lihat status THT : Tidak teraba pembesaran KGB, tidak terdapat hematom,

VE/VL (-/-), kuduk kaku (-) Thoraks : VBS +/+ Rhonki -/- Wheezing -/BJ I/II regular Gallop -/- Murmur +/+

Kedua hemithoraks simetris Abdomen : tampak datar,supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (-),

hematom (-), VL/VE (-/-) Ekstremitas : Akral hangat,fraktur (-) pada ke empat ekstremitas

STATUS THT NO 1 2 3 TELINGA Daun telinga Bentuk Radang Nyeri Tekan Tumor/ Efusi Normal Negatif Negatif Negatif Normal Negatif Negatif Negatif KANAN KIRI

Liang Telinga Lapang/Sempit Radang Sekret Tumor Edema Lapang Negatif Serumen plak Negatif Negatif Lapang Negatif Serumen plak Negatif Positif

Belakang Telinga Nyeri Tekan Radang Negatif Negatif Negatif Negatif


3

Membran Timpani Utuh/Perforasi Warna Reflek Cahaya Gerakan Bulging/Retraksi Utuh Putih Keabuan Positif Positif Negatif Tidak dilakukan Utuh Putih Keabuan Positif Positif Negatif Tidak dilakukan

Test Pendengaran Test gesekan jari/berbisik Test garputala Rinne Weber Schwabach HIDUNG

Pemeriksaan Luar Bentuk Radang Palpasi Tumor Asimetris , VE(+) Negatif NT(+), krepitasi (+) Negatif Asimetris,VE(+) Negatif NT(+),krepitasi (+) Negatif

Pemeriksaan dalam Rhinoskopi Anterior Mukosa Sekret Edema Septum Merah muda Negatif,blood cloth(+) Tidak dpt dinilai Tidak Lurus Konka Inferior Konka Mukosa Sekret Edema Hipertropi Nasalis dan Meatus Sulit dinilai Sulit dinilai Nasalis dan Meatus Sulit dinilai Sulit dinilai Merah muda Negatif,blood cloth(+) Tidak dpt dinilai Tidak Lurus

Medius Mukosa Secret dan Ostium Edema/Hipertropi Sulit dinilai (mulut tidak membuka maksimal) Sulit dinilai (mulut tidak membuka maksimal)

Rhinoskopi Posterior Adenoid Choana Fossa Rosenmuller Torus Tubarius Dasar sinus Sfenoidalis

Sinus Paranasal Sinus maksilaris Sinus Ethmoidalis Sinus Frontalis Nyeri tekan (+) Nyeri tekan(-) Nyeri tekan(-) Nyeri tekan (+) Nyeri tekan(-) Nyeri tekan(-)

OROFARING 8 Tonsil T1 T1 Mukosa rata, hiperemis(-), kripta Mukosa Arkus Anterior Arkus Posterior Uvula Dinding Faring Nervus Nervus IX Nervus X Nervus VII Nervus XII Chorda Timpani Granula/Sicca Warna mukosa Reflek menelan (+) Reflek muntah (+) Parase parsial (-) Lidah menjulur lurus Gangguan pengecapan (-) Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Tidak deviasi Sulit dinilai

Mulut Gigi

Incisivus 1 dan 2 atas asimetris Merah muda Gingiva Lidah Kelenjar Parotis Kelenjar Mandibularis Kelenjar Submandibula LARING LEHER Tidak dilakukan Tidak ada pembesaran Merah muda, dbn

Trigonum Posterior Trigonum Anterior M. Sternokleidomastoideus Belakang Angulus Mandibularis Daerah Tiroid Supratiroid

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium darah rutin 31-08-2013

Pemeriksaan CT- Scan Kepala Tiga Dimensi CT-Scan Bone Window

CT-Scan Kepala

CT-Scan Kepala Potongan Coronal dan Axial

CT-Scan Kepala Potongan Coronal dan Axial Bone window

Foto Rontgen Thoraks

Foto Schedele

Ekspertise CT-Scan Kepala: Fraktur multiple dinding anterior dan medial sinus maksilaris bilateral , dinding sinus ethmoidalis, dan septum nasi dengan hematosinus.

RINGKASAN Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Gunung Jati pada tanggal 31 Agustus 2013 dalam keadaan tidak sadarkan diri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas (KLL) motor dengan motor. Menurut pengakuan saksi yang ada, pasien jatuh ke arah kiri dengan wajah membentur aspal dan pasien terseret beberapa meter. Pasien mengeluh hidung terasa tersumbat, rinorhagia(+), Otorhagia (-). Dari pemeriksaan fisik

didapatkan, wajah VE 2x2 at regio palpebra superior sinistra, VE 2x3 at regio submentalis, teraba krepitasi dan nyeri tekan at regio maksilaris bilateral teraba krepitasi dan n yeri tekan at regio palatum, subkonjungtiva bleeding (-/+), oedem periorbita (+/+), status THT; bentuk Asimetris , VE(+), Radang negatif, Palpasi NT(+), krepitasi (+), Tumor (-). Dari pemeriksaan penunjang CT-Scan Kepala

ditemukan fraktur multiple dinding anterior dan medial sinus maksilaris bilateral , dinding sinus ethmoidalis, dan septum nasi dengan hematosinus. DIAGNOSA KERJA Fraktur multiple dinding anterior dan medial sinus maksilaris bilateral,

dinding sinus ethmoidalis, dan septum nasi dengan hematosinus e/c trauma.

10

PENATALAKSANAAN Medikamentosa : IVFD NaCL 20gtt/menit Antibiotik Analgetik Operatif Rencana reposisi (ORIF) PROGNOSA Quo ad vitam Quo ad functionam : ad bonam : dubia ad bonam

11

TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Hidung merupakan bagian penting pembentuk wajah seseorang. Karena letaknya yang menonjol, hidung berupa kerangka yang halus rentan dan sering mengalami fraktur dan trauma jaringan lunak. Insiden fraktur tulang nasal menduduki tempat ketiga setelah fraktur klavikula dan fraktur antebrachii. Fraktur tulang nasal biasanya terjadi pada trauma tulang wajah, angka kejadian sekitar 40% dari seluruh kejadian fraktur tulang wajah. Diagnosis sering dibuat berdasarkan evaluasi klinis jika tidak terdapat edema. Hasil terapi yang tepat tergantung dari bagian-bagian yang terlibat fraktur. Pada beberapa kasus, reduksi (reposisi) tertutup cukup dilakukan di ruang gawat darurat. Pada kasus yang lain, bagaimanapun edema harus diredakan sebelum terapi dilakukan, dan beberapa pasien memerlukan reposisi terbuka, koreksi septal atau tampon nasal. Diagnosis yang tidak adekwat atau terapi yang tidak tepat dari fraktur nasal dapat memicu berbagai keluhan dari oropharingeal dan nasal oleh karena perubahan kondisi fisiologis. Keluhan-keluhan tersebut dapat meliputi problem kosmetik, obstruksi jalan nafas, mendengkur (snorring), sinusitis, perlekatan (synekia), dan peningkatan insiden infeksi tenggorokan. Pada anak-anak fraktur nasal dapat mengakibatkan kelambatan pertumbuhan dan perkembangan dari wajah bagian tengah . Dengan penatalaksanaan yang tepat, kebanyakan fraktur nasal dapat dikembalikan pada posisi yang tepat sehingga komplikasi perubahan bentuk (deformitas), tidak berfungsinya katub nasal dan obstruksi jalan nafas dapat dicegah. Reposisi tertutup dan terbuka lebih mudah dikerjakan dalam dua minggu pertama setelah terjadinya fraktur nasal. . Semua pukulan berat pada hidung harus dicurigai menyebabkan fraktur nasal. Jika ada riwayat mimisan (epistaksis) yang menyertainya, kecurigaan adanya fraktur semestinya makin meningkat. Untuk membuktikan dan menyingkirkan adanya fraktur pada tulang nasal dan tulang rawan nasal tergantung pada pemeriksaan dokter yang teliti. Batasan : Fraktur nasal adalah fraktur pada tulang nasal akibat adanya trauma ruda paksa.

1a. Struktur Anatomi Nasal.1b. Anatomi Septum Nasal. 1.tulang frontal; 2.tulang nasal; 3.lempeng perpendikular ethmoid; 4.vomer; 5.tulang palatinus; 6.nasal crestmaksila; 7.tulang rawan kuadrangular.
12

ANATOMI NASAL
EKSTERNAL Kulit Kulit yang menutupi hidung bervariasi ketebalan dan kekenyalannya dimana hidung bagian atas berlawanan dengan bagian bawah. Kulit hidung bagian atas cenderung tipis, longgar yang meluas kearah orbita. Selama trauma nasal mudah terjadi perdarahan di bawah kulit ini, dimana akan memberi warna hitam pada kulit orbita. Kulit di atas hidung bagian bawah biasanya tebal dan lebih melekat pada dasar. Tulang rawan alar bagian bawah melekat erat dengan kulit ini, karena itu tulang rawan ini sering terluka atau terjadi perubahan bentuk saat mengalami laserasi. Karena proses inflamasi atau injeksi obat anestesi lokal pada kulit yang melekat erat dengan dasarnya, akan timbul rasa nyeri yang disebabkan oleh ketegangan dan tekanan pada saraf dibawahnya. Tulang Rima piriformis dibuat oleh tulang maksila dan nasal. Pada dasar hidung, tulang nasal berartikulasi dengan tulang frontalis, perpendicular tulang ethmoid, dan processus frontalis tulang maksila. Pada anak-anak saat mengalami trauma nasal dari arah frontal yang hebat, tulang nasal dapat mengalami disartikulasi (pemisahan sendi) pada garis sutura fronto-nasal. Fraktur tulang nasal biasa terjadi pada bagian tulang yang tipis yaitu beberapa milimeter dibawah sutura frontonasal, oleh karena pada sutura frontonasal sendiri mempunyai struktur tulangn yang tebal dan kuat. Terjadinya fraktur tulang nasal isolated (hanya meliputi kedua tulang nasal) jarang terjadi, biasanya melibatkan juga penopang sisi lateralnya (processus frontalis tulang maksila) juga terjadi fraktur. Pada fraktur nasoorbital-ethmoid yang hebat, tulangtulang tersebut, tulang perpendicular ethmoid, dan septum tulang rawan juga fraktur. Pada hidung, titik lemah (stress point) yang pertama adalah isthmus dari tulang nasal. Hal ini merupakan keuntungan dimana fraktur cenderung terjadi di tempat ini daripada di daerah sutura nasofrontal dimana dibawahnya terdapat lempeng (plate) cribiformis, basis dari skull dan duramater. Stress point yang kedua terletak pada sutura nasofrontal dan tulang lakrimalis. Oleh sebab itu fraktur nasoorbital-ethmoid biasanya menembus lantai sinus frontalis dan teredam oleh tulang lakrimalis. Tulang rawan Terdapat dua kelompok tulang rawan pada hidung bagian luar. Sepasang tulang rawan lateral bagian atas yang melekat pada sisi bawah tulang nasal sebelah distal. Bentuk ini merupakan struktur penyangga bagian sepertiga tengah dari hidung dan melekat erat dengan septum pada posisi tengah wajah. Tulang rawan ini sering bersatu dengan septum pada sepertiga atas. Pada rhinoplasty terbuka, tulang rawan ini dapat dipisahkan pada sisi tengah untuk memberikan akses bagi rekonstruksi septal bagian atas. Pada kebanyakan fraktur nasal, tulang rawan ini terikat dengan tulang nasal, tetapi pada trauma yang hebat dapat menyebabkan pergeseran (displace) atau telescopic tulang rawan tersebut dari posisinya terhadap tulang nasal dan tulang rawan septal. Saat fraktur tulang nasal di reposisi dengan baik, tulang rawan sebaiknya dikembalikan pada posisi semestinya, tetapi pelepasan sendi (disartikulasi) hebat dapat memicu terjadinya perubahan bentuk menjadi bentuk Y terbalik. 2. Sepasang tulang rawan lateral bagian bawah (disebut juga alar yang berarti sayap) mempunyai medial dan lateral crura. Tulang rawan ini, sepanjang septum, menyangga
13

sepertiga bagian bawah dari hidung. Tulang rawan ini merupakan rangka sisi luar nares. INTERNAL Septum Nasal Septum merupakan penyangga utama dari hidung. Bagian anterior adalah berupa tulang rawan dan agak kaku. Bagian posterior kaku dan keras mirip tulang. Tulang rawan dari septum-joint merupakan membran fleksibel di sisi kaudalanterior. Dibelakang ini, tulang rawan septal biasanya berada pada celah cekungan pada maksila, suatu area yang sering mengalami kerusakan. Tulang rawan septum berartikulasi dengan tulang septum. Tulang septum meliputi lempeng perpendicular dari ethmoid posterior dan tulang vomer inferior.

PATOFISIOLOGI TRAUMA NASAL Dengan memahami patofisiologi trauma nasal diharapkan kegagalan terapi trauma nasal dapat dihindari. Trauma nasal yang dihasilkan dari suatu pukulan bervariasi tergantung pada : (1) usia pasien yang sangat berpengaruh pada fleksibilitas jaringan dalam meredam energi dari pukulan, (2) besarnya tenaga pukulan, (3) arah pukulan dimana akan menentukan bagian nasal yang rusak, dan (4) kondisi dari obyek yang menyebabkan trauma nasal.Trauma jaringan lunak yang umum terjadi meliputi: laserasi, ekimosis, hematom di luar dan di dalam rongga hidung. Trauma pada kerangka hidung meliputi fraktur (putusnya hubungan, lebih sering pada usia lanjut), dislokasi (pada anak-anak), dan fraktur dislokasi. Trauma dislokasi dapat mengenai artikulasi kerangka hidung luar atau pada septum nasi. Fraktur nasal dapat terbuka, tertutup atau keduanya. Penyebabnya pada daerah perkotaan oleh karena perkelahian, kecelakaan kendaraan dan olah raga. Pada daerah pedesaan umumnya karena kecelakaan kerja atau kecelakaan pertanian. Pola terjadinya fraktur nasal dibedakan menurut arah trauma, meliputi : (1) trauma lateral (trauma dari arah samping), (2) trauma sagital (trauma dari arah depan), dan (3) trauma inferior (trauma dari arah bawah). Trauma dari arah lateral paling sering terjadi dan bervariasi beratnya mulai dari fraktur sederhana ipsilateral (simple-fracture) sampai kerusakan lengkap (complete-fracture) dari tulang nasal disertai trauma jaringan lunak intranasal dan ekstranasal.

14

Menunjukkan adanya peningkatan derajat kerusakan karena peningkatan kekuatan trauma berdasar pola trauma dari: A. arah frontal, B. arah lateral. Trauma dari arah depan energi rendah biasanya memecahkan septum lebih dahulu sebelum menyebabkan trauma piramid nasal. Pada trauma dengan energy yang lebih besar menyebabkan pemisahan nyata dari tulang nasal yang merupakan bagian dari fraktur nasoorbital ethmoid kompleks. Trauma dari arah inferior yang tersering terjadi hancurnya spina premaksilaris septum kompleks. Trauma seperti ini menyebabkan fragmen yang satu masuk ke dalam fragmen yang lain menyebabkan pemendekan hidung atau penyumbatan salah satu sisi jalan nafas. Terjadinya fraktur pada tulang nasal jarang terjadi kecuali pada trauma energi besar yang menyebabkan avulsi tulang nasal dan hancurnya jaringan lunak sekitarnya. Tenaga sebesar 25 75 pons per meter persegi cukup untuk membuat fraktur nasal. Sebagian besar trauma nasal energi rendah dapat ditangani dengan reposisi tertutup. Penanganan dapat dilakukan segera atau ditunda. Bagaimanapun penanganan reposisi trauma nasal yang ditunda 5 10 hari lebih disukai dengan pertimbangan memberi kesempatan resolusi dari edema jaringan lunak dan member waktu bagi ahli bedah untuk mempelajari foto lama penderita sehingga dapat merencanakan jenis penanganan yang sesuai. Penundaan ini juga memberikan kesempatan kedua untuk lebih teliti memeriksa adanya trauma lain pada kepala dan leher yang mungkin terlewati pada pemeriksaan awal. DIAGNOSA TRAUMA NASAL Anamnesa Riwayat trauma yang jelas mengenai hidung harus dicurigai kemungkinan terjadinya trauma nasal. Jika disertai epistaksis kemungkinan besar terjadi fraktur terbuka. Jika pasien mengeluhkan adanya perubahan bentuk hidung dan adanya
15

riwayat obstruksi jalan nafas, fraktur nasal selalu terjadi. Harus dicari riwayat terjadinya trauma, menggunakan alat apa, arah pukulan dan akibatnya. Beberapa pertanyaan umum yang perlu dilontarkan saat menerima pasien yang diduga mengalami fraktur nasal, meliputi :. (1) adakah perubahan penampakan bentuk hidung setelah trauma ?, (2) berapa lama sejak terjadinya trauma ?, (3) pernahkah terdapat riwayat rusaknya bentuk hidung sebelumnya ?, (4) pernahkah menjalani operasi hidung sebelumnya ?, (5) dapatkah bernafas dengan lancer melalui kedua lubang hidung sebelum mengalami trauma nasal ?, (6) dengan apa hidung anda terbentur ?, (7) apakah mempunyai riwayat alergi hidung atau sinusitis ?, (8) apakah mempunyai foto diri yang baik sebelum terjadinya trauma ?, dan (10) apakah ada riwayat penggunaan obat intranasal, kokain, afrin sebelum mengalami trauma nasal ? Pemeriksaan Fisik Penegakan diagnosa trauma nasal memerlukan pemeriksaan fisik yang baik, oleh karena separuh dari pasien trauma nasal yang datang ke ruang emergensi tidak terdiagnosa karena edema sering menutupi trauma pada daerah piramid nasal. Inspeksi sisi luar dan dalam dicari adanya perubahan bentuk, pergeseran (deviasi) atau bentuk yang tidak normal. Adanya hematom, laserasi dan robekan mukosa sangat mencurigakan adanya fraktur. Edema kelopak mata, ekimosis periorbita, ekimosis sklera, dan perdarahan subkonjungtiva, trauma lakrimal merupakan tanda-tanda klinis tambahan. Intranasal didapatkan adanya dekongesti mukosa dan terdapatnya bekuan darah yang perlu diangkat dengan hati-hati. kebocoran cairan serebrospinal, penyimpangan atau tonjolan septum nasal. Palpasi dilakukan secara sistematik untuk menilai adanya nyeri dan gangguan stabilitas. Adanya depresi tulang nasal, perubahan posisi tulang (displacement), pergerakan palsu tulang (false movement), krepitasi, dapat didiagnosa adanya fraktur nasal. Dengan meletakkan elevator di dalam hidung dan ujung jari di sisi luar dapat mengetahui mobilitas tulang hidung.. Tulang rawan nasal dan septal harus diperiksa terhadap terjadinya dislokasi dari perlekatannya. Ujung hidung harus didorong ke arah occiput untuk memeriksa integritas penyokong septal. Adanya nyeri pada palpasi bimanual dan adanya pukulan dari arah lateral spina maksilaris dicurigai adanya trauma septal. Pemeriksaan Penunjang Radiografis Diperkirakan 10 - 47% penderita dengan diagnosa fraktur nasal yang sudah cukup jelas ditetapkan secara klinis, ternyata pada gambaran radiologisnya sulit ditentukan adanya gambaran fraktur. Garis sutura dan pola vaskuler menyulitkan diagnosis dan menghasilkan banyak positif-palsu dan negatif-palsu kecuali dihubungkan dengan informasi klinis. Banyak keputusan terapi fraktur nasal tidak dipengaruhi oleh presentasi radiografi, adapun pemeriksaan radiografi sebaiknya juga jangan dianggap tidak bermanfaat. Beberapa kasus bermanfaat, dimana kalaupun hidung tampak lurus tetapi pemeriksaan radiografi tampak displace, hidung sebaiknya dimanipulasi untuk mencegah hasil yang buruk akibat terlambatnya diagnosa. Pemeriksaan radiografi yang dipilih adalah foto nasal lateral (memakai film oklusi gigi), frontal, dan Waters. Foto lateral dipakai untuk melihat separasi dan depresi. Gambaran frontal dapat memperlihatkan problem alignment dari tulang septum dan bentuk dari rima piriformis. Foto Waters dapat memperlihatkan simetris atau tidak simetrisnya tulang wajah, pergeseran prosessus frontalis maksila, pergeseran tulang rawan septal, dan fraktur orbita.

16

KLASIFIKASI PATOLOGI TRAUMA NASAL Beberapa klasifikasi dari trauma nasal mempunyai tujuan dalam membantu pengertian yang mendetail dari fraktur nasal sehingga dapat melakukan terapi yang rasional. Klasifikasi Trauma Nasal berdasarkan kerusakan fisik yang terjadi pada regio nasal dan sekitarnya FRAKTUR USIA DEWASA Unilateral Fraktur nasal unilateral pada orang dewasa terjadi dari arah lateral dengan kekuatan sedang. Tulang nasal dan processus frontalis dari maksila fraktur, sementara bagian tengah dari hidung tetap utuh dan septum tidak rusak. Variasi dari fraktur ini, adalah fraktur maksilaris medial yang meliputi bagian medial dari rima orbita.

Patofisiologi trauma nasal. A. Trauma nasal lateral dengan fraktur tulang nasal isolated; B. Fraktur tulang nasal bilateral dengan dislokasi septum; C. Trauma frontal dengan perluasan dorsal; D. Fraktur nasal komunitif.. Bilateral : Simpel Fraktur nasal bilateral terjadi oleh karena kekuatan yang cukup besar dan meliputi kedua tulang nasal dan kedua processus frontalis maksila. Septum yang mirip tenda bergeser kearah lateral dari tulang nasal. Pergeseran tulang ini biasanya tidak besar (kurang dari separuh lebar tengah nasal), dan dimana septum biasanya hanya melengkung. Fraktur ini menyebabkan kondisi tulang yang saling menumpuk mirip teleskop (telescoping) dengan gradasi minimal, sehingga jarang menyebabkan pergeseran tulang nasal.

Bilateral : Kompleks Fraktur nasal bilateral dengan kondisi telescoping (mirip teleskop) atau depresi dari segmen tulang, terjadi jika kekuatan trauma melampaui kapasitas kekuatan tulang rawan septum. Septum dapat dislokasi atau fraktur, kondisi mirip teleskop tersebut dapat terjadi pada tulang nasal terhadap processus frontalis. Fraktur
17

nasal bilateral dengan dislokasi atau fraktur septal, terjadi saat hidung bergeser lebih dari setengah lebar nasal, sehingga dapat menyebabkan kondisi yang lebih dari sekedar melengkung. Dislokasi atau fraktur septal dapat terjadi pada puncak nasal dari maksila, tampak dengan jelas tonjolan tulang menuju dasar dari hidung. Dislokasi septal dapat juga terjadi pada sambungan dari vomer dan lempeng perpendicular ethmoid. Kegagalan untuk mengenali adanya trauma septal umumnya menjadi alasan utama buruknya hasil terapi. Fraktur nasal bilateral dengan dislokasi septal dapat terjadi vertikal, dan juga horizontal, serta dapat meninggalkan penumpukan tulang rawan, yang dihubungkan dengan deviasi hidung. Segmen fraktur dapat tumpang tindih dan menyebabkan penebalan serta distorsi septal. Hidung mungkin dapat memendek dan kolumela tertarik sebagai hasil dari kondisi saling menumpuk mirip teleskop (overlapingtelescopic). Adanya problem ini merupakan indikasi dilakukannya terapi khusus. Sekitar 90% dari fraktur nasal arah trauma dari sisi lateral. Trauma frontal dan fraktur depresi meski jarang merupakan penyebab trauma septal. Bilateral dengan Fraktur Maksila Medial Fraktur maksila medial dapat terjadi bersama dengan fraktur nasal unilateral atau bilateral, saat terjadinya trauma tulang wajah. Pemeriksaan klinis dapat mengungkap adanya trauma sakus lakrimalis, dan juga beberapa gejala yang dihubungkan dengan terjadinya fraktur tulang orbita. Gejala meliputi parestesia labialis dan infraorbita, hipestesia gigi sisi anterior, dan perselubungan sinus pada foto Waters. Pasien dapat mengeluh obstruksi nasal setelah edema hidung reda. Fraktur Septum Trauma langsung pada dua-pertiga bagian bawah hidung dapat menghasilkan trauma septal tunggal (isolated) sementara tulang nasal tetap utuh. Pada anak-anak dimana tulang nasal yang masih lunak (elastis), trauma langsung pada sepertiga atas hidung, menyebabkan perubahan bentuk tulang tanpa terjadinya fraktur. FRAKTUR PADA USIA ANAK-ANAK Fraktur nasal dengan tipe yang sama dapat terjadi pada dewasa maupun anakanak. Pada anak-anak dapat terjadi fraktur nasal tipe open-book oleh karena belum bersatunya tulang nasal di posisi tengah wajah sampai setelah usia remaja.Tulang rawan lateral atas dapat terlepas dari tulang nasal. Tulang wajah anak-anak bagian tengah mempunyai ukuran yang kecil dibandingkan dengan besarnya tulang kepalanya dan lebih elastis daripada orang dewasa. Sehingga angka kejadian trauma wajah bagian tengah lebih rendah persentasenya dibandingkan trauma intracranial. Trauma nasal pada anak sering berupa fraktur greenstick, sementara pada masa remaja umumnya berupa fraktur linear, dan pada usia lanjut sering terjadifraktur komunitif. Klasifikasi trauma nasal dapat juga dikelompokkan berdasarkan konsep transfer energi antar obyek yang saling bertumbukan, meliputi : Trauma Energi Rendah Biasanya disebutkan sebagai trauma simpel atau sederhana yang disebabkan oleh trauma berkecepatan rendah. Pola trauma tulang berupa fragmen-fragmen tulang yang tidak kominutif, penyebab tersering karena pukulan tangan saat perkelahian, trauma olahraga, jatuh tersandung, atau kecelakaan kendaraan kecepatan rendah.

18

Trauma Energi Tinggi Pada trauma ini sejumlah energi yang besar diabsorbsi oleh kerangka nasal dan wajah, menyebabkan putusnya fragmen tulang, rusaknya jaringan lunak region nasal dan rusaknya kerangka orbital wajah. Penyebabnya biasanya pukulan keras tongkat atau pipa, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olahraga dengan proyektil (bola) yang bergerak cepat, atau kecelakaan kendaraan kecepatan tinggi. PENANGANAN FRAKTUR NASAL Penanganan di Ruang Emergensi Banyak ahli bedah percaya bahwa fraktur nasal tipe tertentu cukup mendapatkan terapi di ruang emergensi. Kasus tersebut meliputi fraktur unilateral dan bilateral, yang mengakibatkan tanpa atau minimal teleskopik dan trauma septal minimal. Fraktur lama, fraktur pada anak, oleh karena kondisinya memerlukan reposisi terbuka yang memerlukan kondisi ruang operasi yang ideal baik meliputi intrumentasi maupun pencahayaannya. Pada pasien yang sedikit edema, manipulasi segera mungkin menguntungkan, tetapi penundaan merupakan pilihan yang juga dapat diterima. Waktu Penanganan : Reposisi nasal yang dikerjakan di ruang emergensi, sebaiknya dilakukan sebelum mulai timbulnya kelainan bentuk dan pembengkakan, sehingga reposisi dapat dilakukan dengan akurasi hasil yang baik secara anatomis. Hal ini dapat dilakukan dalam 4 6 jam setelah kejadian trauma nasal. Jika edema menjadi permasalahan, penanganan ditunda 46 hari untuk orang dewasa dan 3-5 hari untuk anak-anak, serta jika terdapat hematom septum nasal, dan adanya kebocoran cairan serebrospinal. Oleh karena suatu sebab trauma yang lain, sering diperlukan waktu lebih dari dua minggu setelah kejadian trauma, penanganan trauma nasal baru dapat dilakukan. Pada kasus ini ahli bedah harus siap melakukan refrakturasi (pematahan ulang tulang nasal) atau osteotomi untuk memobilisasi hidung. Pada anak-anak fibrosis terjadi setelah 3 5 hari tergantung pada usia anak tersebut. Bagaimanapun fraktur ini harus tetap direposisi. Penanganan fraktur nasal harus berdasarkan diagnosis yang spesifik dan akurat. Setiap ahli bedah menyetujui akan pentingnya pencahayaan, anestesi, suction dan vasokonstriksi mukosa. Setiap ahli bedah sebaiknya dapat memilih instrumen yang tepat untuk penanganan fraktur tersebut. Seorang ahli bedah dapat memilih untuk mengangkat semua fraktur nasal dengan punggung handle pisau, sementara ahli lain menggunakan Walsham, Boise, atau elevator dental berlapis karet. Bagaimanapun forcep Ash banyak dipakai untuk manipulasi dan elevasi septal. Laserasi dari hidung sebaiknya ditangani definitif setelah trauma tulang direposisi. Penutupan primer dari luka nasal dapat mungkin dilakukan dengan aman dalam 36 jam. Penatalaksanaan fraktur nasal dapat berdasarkan klasifikasi trauma maupun jenis frakturnya, reposisi nasal dapat dilakukan secara tertutup ataupun terbuka. Tujuan akhir dari terapi fraktur nasal, meliputi : (1) pengembalian kelancaran jalan nafas, (2) pengembalian septum nasi pada posisi di garis tengah, (3) dapat mempertahankan keutuhan katup nasal, (4) mencegah stenosis setelah operasi, perforasi septal, retraksi kolumela, (5) mencegah gangguan pertumbuhan, pengembalian penampilan wajah penderita sebaik mungkin, dan (6) dapat mencegah gangguan pertumbuhan.

19

REPOSISI TERTUTUP Reposisi tertutup dikerjakan bila : (1) fraktur tulang hidung yang terjadi tipe unilateral atau bilateral, dan (2) terjadinya fraktur kompleks nasal septal yang disertai deviasi nasal kurang dari setengah lebar nasal bridge. Pada tindakan reposisi tertutup, dapat diberikan anestesi kokain 4% dalam bentuk spray intranasal, kemudian diletakkan 4 buah tampon kapas dalam hidung. Mathog merekomendasikan penggunaan phenylephrine 0,25% dan cetacaine di tambah 5 tetes epinephrine 1 : 10.000 dalam kokain 4% pada tampon kapas, penggunaan kokain tidak boleh melebihi 8 ml. Dapat juga menambahkan anestesi topikal menggunakan lidokain 2% ditambah epinephrine 1 : 100.000, disuntikan pada dorsum nasi, piramid nasal lateral, dan dasar septum sisi anterior. Injeksi tersebut akan menghambat persarafan nyeri area infratroklear, infraorbital, palatina mayor, dan nervus alveolaris superior. Ditunggu 15 20 menit sampai anestesi bekerja efektif. Injeksi diazepam 5 10 mg dapat ditambahkan sebagai sedasi. Alternatif pemberian anestesi untuk reposisi fraktur nasal sederhana dapat diberikan krim EMLA (krim anestesi lokal) yang mudah mencair yang mengandung prilokain 25mg dan lignokain 25mg dalam suatu emulsi, dioleskan pada kulit hidung dan pada mukosa hidung dapat diberikan kokain, fraktur dapat direposisi tanpa tambahan anestesi lagi. Beberapa ahli bedah lebih memilih memakai anestesi umum, tetapi pada beberapa penelitian menunjukkan hasil yang sama baiknya pada reposisi tertutup yang menggunakan anestesi lokal. Waldron dkk. melakukan evaluasi selama 3 bulan setelah reposisi menemukan hasil terjadinya obstruksi dan perubahan bentuk sisi luar paska reposisi serupa hasilnya, baik menggunakan anestesi umum maupun lokal.

Teknik Operasi (Reposisi Tertutup) : Terapi fraktur dan depresi tulang nasal meskipun ringan paling baik dikerjakan di ruang operasi. Instrumen yang biasa digunakan untuk reposisi tertutup adalah elevator Boise atau Ballenger, forcep Asch atau Walsham. Jarak antara tepi rongga hidung ke sudut nasofrontal diukur, kemudian instrument dimasukkan sampai batas kurang 1 cm dari pengukuran tadi. Fragmen yang depresi diangkat dengan kuat ke arah berlawanan dari tenaga yang menyebabkan fraktur, biasanya kearah antero-lateral. Forcep Asch atau Walsham digunakan dengan memasukkan masing-masing ujung instrumen pada masing-masing lubang hidung, atau hanya menempatkan satu ujung forcep pada lubang hidung di bawah tulang hidung dan ujung lainnya di atas kulit. Jangan terlalu ditekan khususnya daerah tulang hidung yang tebal dekat sutura nasofrontal karena daerah ini jarang terjadi fraktur dan dapat menyebabkan robekan mukosa dan perdarahan Reposisi disempurnakan dengan melakukan pembentukan (molding) fragmen yang tersisa dengan menggunakan jari. Pada kasus dislokasi tulang pyramid bilateral, reposisi septum nasal yang tidak adekwat dapat menyebabkan reposisi hidung dari sisi luar yang tidak memuaskan. Terdapat kasus fraktur dislokasi septal sesudah dilakukan reposisi tertutup tidak menghasilkan respon yang baik, hal ini diperlukan pengangkatan mukoperikondrium dan reseksi segmental, sehingga fraktur tulang rawan yang saling mengait dapat terlihat. Setiap fragmen tulang dan tulang rawan yang mati dibuang. Stabilisasi septum dengan splints Silastic, pasang tampon pada tiap lubang hidung. Penutupan bagian luar dengan plester dan gips. Splints diangkat pada hari ke-10. Dekongestan spray nasal dapat digunakan selama masa penyembuhan. Sebagai

20

tampon dapat digunakan sufratulle, tampon sendiri dicabut 3 5 hari paska reposisi. Splints dengan memakai gips kupu-kupu. REPOSISI TERBUKA Reposisi terbuka dipertimbangkan untuk dikerjakan bila : (1) telah terjadi fraktur septal terbuka, (2) fraktur dislokasi luas tulang hidung dan septum nasal, (3) terjadinya dislokasi fraktur septum kaudal, (4) deviasi piramid lebih dari setengah lebar nasal bridge, (5) perubahan bentuk menetap setelah dilakukan reposisi tertutup, (6) karena reposisi perubahan bentuk septal yang tidak adekwat, (7) terjadinya hematoma septal, (8) kombinasi perubahan bentuk septal dan tulang rawan alar, serta (9) terjadinya fraktur displace spina nasi anterior dan adanya riwayat operasi intranasal.

Bentuk incisi tindakan reduksi terbuka pada fraktur nasal. A. Incisi transeptal (hemitransfixion) dapat diperluas sampai dengan interkartilago, B. Variasi incisi kulit untuk mencapai tulang nasal, C. Teknik rhinoplasti terbuka, D. Incisi intraoral transbuccal, bilateral maupun unilateral Reposisi terbuka dikerjakan jika harus melakukan reposisi bagian pyramid nasal akibat terjadinya fraktur tulang nasal dan tulang rawan septal nasal yang saling mengait. Septum dapat dicapai melalui incisi hemitranfixion pada sisi yang mengalami dislokasi, berikutnya garis fraktur nasal dapat dicapai melalui incise interkartilago bilateral. Kulit dorsal diangkat di atas tulang rawan lateral atas dan periosteum tulang nasal diangkat. 8Incisi apertura piriformis memudahkan mencapai garis fraktur lateral. Paling sering ditemukan dislokasi tulang rawan kuadrangular crest maxila atau fraktur bentuk C dari tulang dan tulang rawan septum, segmen tulang rawan dibuka dan direposisi. Kadang segmen kecil tulang rawan harus direseksi dekat fraktur, memakai elevator Cottle. Reseksi radikal tulang rawan dan tulang nasal harus dihindari karena berfungsi sebagai penyokong, selain itu juga mengurangi fibrosi dan kontraktur. Dengan melakukan prosedur operasi septal
21

seperti ini reposisi yang maksimal akan selalu didapatkan. Tampon dan Splinting dilakukan seperti pada reposisi tertutup. Antibiotik perlu diberikan, kompres dingin dalam 24 48 jam untuk mengurangi edema dan mencegah berkembangnya edema atau dapat diberikan hyaluronidase. KOMPLIKASI FRAKTUR NASAL Komplikasi fraktur nasal dibagi menjadi komplikasi segera (early complication) dan komplikasi lambat (late complication). Komplikasi Segera Komplikasi segera bersifat sementara, meliputi edema, ekimosis, epistaksis, hematoma, infeksi dan kebocoran liquor. Umumnya sembuh spontan tapi hematom membutuhkan drainase. Hematom septal pada setiap kasus trauma septal harus dievakuasi, karena dapat menyebabkan timbulnya infeksi sehingga terjadi nekrosis tulang rawan septal dan akhirnya terbentuk deformitas pelana. Hematom septal harus dicurigai jika didapat nyeri dan pembengkakan yang menetap, komplikasi ini perlu diperhatikan pada anak-anak. Splint-silastic dapat dipakai untuk mencegah akumulasi ulang darah pada tempat hematom. Adanya epistaksis dapat sembuh spontan kalau perlu dapat dilakukan kauterisasi, tampon nasal anterior dan posterior atau ligasi pembuluh darah. Perdarahan dari sisi anterior biasanya karena laserasi arteri ethmoid anterior cabang arteri opthalmikus. Perdarahan dari sisi posterior berasal dari arteri ethmoid Posterior atau arteri sphenopalatina cabang nasal lateral, kalau perlu ligasi arteri maksila interna. Pemberian antibiotik untuk profilaksis perlu diberikan pada pasien dengan kelemahan kronis dan dengan hematom septal atau dorsal. Jika terjadi kebocoran cairan serebrospinal disebabkan fraktur lempeng kribiformis atau dinding posterior sinus frontal, biasanya akan menutup spontan dengan observasi 4-6 minggu. Komplikasi Lambat Obstruksi jalan nafas, perubahan bentuk sekunder, perlekatan, fibrosis (pembentukan jaringan ikat) atau kontraktur (pemendekan jaringan otot nasal) , hidung pelana, dan perforasi septal merupakan komplikasi lambat dari fraktur nasal. Komplikasi ini sebaiknya dapat dicegah lebih awal, disproporsi nasofasial dapat terjadi dengan terbentuknya hidung yang panjang khususnya pada masa pubertas. Selain itu dapat terjadi obstruksi duktus nasolakrimalis yang menyebabkan epifora, hal ini dapat didiagnosa secara radiologis dengan memasukkan kontras melalui pungtum inferior. Bagian duktus di atas sumbatan akan tampak melebar. Setelah diketahui lokasi sumbatan, maka dapat dibuat saluran baru yang menghubungkan sakus lakrimalis dengan meatus inferior dengan memakai pipa polietilen, tindakan ini disebut rinotomi dakriosis.

22

DAFTAR PUSTAKA

1 2

3 4 5

Thamrin M. Trauma Hidung. In: Efiaty AS, Nurbaiti I, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2000.p.163-6. Michael F Zide. Nasal and Nasoorbital Ethmoid Fractures. In: Dina K Rubin, Delois Patterson, Darlene BC, editors. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia: Lippincott; 1992.p.547-57. Weller MD, Drake AB. A Review of Nasal Trauma. Bri Med J. London 2006; 8 (1): 21-8. Bowerman JE, Fordyce G, Levant B. Nasal Injuries. In: Rowe NL, WilliamsJL, editors. Maxillofacial Injuries. New York: Churchill Livingstone; 1985.p.383-79. Gregory Staffel. Nasal Fracture. Current Therapy in Otolaringology Head and Neck Surgery. 6th ed. Saints Louis: Mosby Company 1998.p.133-4.

23

24

Anda mungkin juga menyukai