Anda di halaman 1dari 54

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang : Pembangunan manusia Indonesia sebagai suatu paradigma baru dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia diharapkan dapat membuat pilihanpilihan penting, antara lain berumur panjang dan sehat, menguasai ilmu pengetahuan, mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup layak sehingga dapat memberikan keseimbangan dalam hidupnya. Sedangkan muara dari Pembangunan Manusia Indonesia adalah meningkatnya kesejahteraan rakyat. Jelas tercantum bahwa salah satu tujuan pembanguan nasional adalah tercapainya hidup sehat bagi setiap penduduk sehingga kesehatan yang optimal dapat terwujud yaitu masyarakat yang sehat, cerdas, dan produktif.
1

Keberhasilan Pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat (Setiabudhi, 2005). Lanjut usia merupakan suatu bagian dari tahap perjalanan hidup manusia yang keberadaannya senantiasa harus diperhatikan. Pandangan sebagian masyarakat yang menganggap lansia sebagai manusia yang tidak mampu, lemah, dan sakitsakitan menyebabkan mereka memperlakukan lansia sebagai manusia yang tidak berdaya, sehingga segala aktivitas sangat dibatasi (Menuh, 2000). Jumlah penduduk Lansia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta dengan usia harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun ( Subhankadir, 2008 ). Data dari SKRT ( Survey Kesehatan Rumah Tangga ) diketahui bahwa angka kesakitan usia 45-59 sebesar 11,6 persen ( Wirakartakusumah, 2000). Lanjut usia sangat rentan menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara lain hipertensi, rematik, diabetes melitus, jantung koroner, dan asma yang menyebabkan aktivitas bekerja terganggu. Semua jenis penyakit tersebut secara tidak langsung dapat terjadi karena berbagai banyak faktor antara lain mulai dari faktor usia, jenis kelamin status pekerjaan, pola makan dan aktivitas fisik.

Hasil penelitian terakhir dari Zeng QY et al 2008, salah satu penyakit yang paling sering diderita lansia adalah rematik, prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Data distribusi penyakit pada orang berusia di atas 6o tahun menunjukkan, 40 % golongan penduduk usia itu di Semarang menderita reumatik, di Bali 56 %, dan di, Malang, 61 %. Jumlah itu lebih tinggi dari pada persentase penderita kardiovaskuler, gangguan penapasan, dan diabetes. Ditambah lagi masih banyaknya pandangan masyarakat Indonesia yang menganggap remeh penyakit ini karena sifatnya yang seakan tidak menimbulkan ancaman jiwa, padahal rasa nyeri yang ditimbulkan akibat penyakit ini justru menjadi penghambat yang sangat mengganggu bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas mereka sehari-hari ( Broto, 2007 ). Karakteristik lansia di tempat satu dengan yang lainnya adalah berbeda tergantung letak geografis yang mempengaruhi mata pencaharian dan juga jenis makanan lansia tersebut. Bali merupakan provinsi yang memiliki beberapa pulau kecil yang ada di dalam wilayahnya, beberapa dari pulau tersebut terletak di Kabupaten Klungkung. Salah satu desa yang letaknya disebrang lautan dari pulau Bali dan termasuk dalam Kabupaten Klungkung adalah Desa Jungutbatu. Desa Jungutbatu merupakan desa dengan luas wilayah wilayah 5,o8 km dan terdapat 838 KK. Menurut letak geografisnya Desa Jungutbatu terletak dipesisir pantai dengan mayoritas penduduk bekerja di sektor pariwisata, seperti pengelola penginapan ataupun artshop dan juga petani rumput laut yang tidak terlalu banyak aktifitas fisiknya. Pola makan masyarakatnya cenderung mengkonsumsi ikan dan makanan hasil laut lainnya dan juga kacang - kacangan, mengingat di desa

Jungutbatu kontur tanahnya kering dan tidak terlalu subur sehingga tidak terlalu banyak yang bisa ditanam. Jenis makanan lain seperti daging dan sayur sayuran harganya relatif mahal karena harus didatangkan dari desa seberang Desa Jungutbatu merupakan salah satu desa yang terletak diwilayah kerja UPT. Puskesmas Nusa Penida II. Puskesmas ini mewilayahi dua buah desa yaitu Desa Jungutbatu dan Desa Lembongan dengan jumlah penduduk yang berusia lanjut di wilayah tersebut sebanyak 1674 jiwa. Desa Jungutbatu sendiri pada data tahun 2012 jumlah lansia yang berumur 60 70 tahun adalah 375 orang,

kemudian dari data UPT. Puskesmas Nusa Penida II juga tercatat bahwa lansia yang datang berobat ke puskesmas ini dengan gejala rematik pada tahun 2011 yaitu sebanyak 284 jiwa, 74,3 % diantaranya berasal dari Desa Jungutbatu, sedangkan data untuk tahun 2012 tercatat terdapat 288 orang lansia atau sekitar 30 % dari total kunjungan lansia ke puskesmas dan 61,4% diantaranya berasal dari Desa Jungutbatu. Lansia tersebut umumnya sering mengalami ngilu/nyeri pada persendian tangan dan jari dan yang lainnya mengatakan kaki nya nyeri dan bengkak. Berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Rematik pada Lansia di Desa Jungutbatu.

I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu Apakah Ada Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Rematik pada Lansia di Desa Jungutbatu?

I.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisa hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan penyakit rematik pada lansia di Desa Jungutbatu.
2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi Penyakit Rematik pada Lansia di Desa Jungutbatu b. Mengidentifikasi Pola Makan Lansia di Desa Jungutbatu c. Mengidentifikasi Aktivitas Fisik Lansia di Desa Jungutbatu d. Menganalisa hubungan pola makan dan aktifitas fisik dengan penyakit

rematik pada lansia di Desa Jungutbatu.

I.4 Manfaat Penelitian I.4. 1 Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan pemahaman baru tentang hubungan pola makan dan aktifitas fisik terhadap penyakit rematik pada lansia serta sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya. I. 4. 2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan media informasi tentang hubungan pola makan dan aktifitas fisik dengan penyakit rematik pada lansia, memberikan acuan serta

kepada masyarakat tentang hal hal yang harus

diperhatikan didalam merawat dan memelihara status kesehatan lansia dalam bentuk pencegahan dan pola hidup sehat agar terhindar dari penyakit rematik.

I.5 Keaslian Penelitian Penelitian terkait yang dilakukan oleh Rahayu Wijayanti 2008 dengan judul penelitian Faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit atritis gout di wilayah kerja puskesmas mojo, kecamatan gubeng, kota Surabaya . Dengan hasil penelitian : Hasil uji statistic dengan menggunakan uji chi square diketahui bahwa dengan menggunakan = 0,05 menunjukkan ada hubungan antara umur dan tingkat konsumsi purin hewani responden dengan Atritis Gout. Sedangkan variabel lain seperti jenis kelamin, pendidikan, penghetahuan, pendapatan, kebiasaan olahraga, pola konsumsi dan tingkat konsumsi karbohidrat, lemak, protein dan purin nabati tidak berhubungan. Sedangkan dengan menggunakan uji regresi logistik dengan metode Backwald-LR diketahui bahwa umur dan protein mempunyai nilai p < 0,05, artinya umur dan tingkat konsumsi protein berpengaruh terhadap terjadinya penyakit artritis gout. Sedangkan variabel lain seperti jenis kelamin, pendidikan, penghetahuan, pendapatan, kebiasaan olahraga,

pola konsumsi dan tingkat konsumsi karbohidrat, lemak, protein dan purin nabati tidak berpengaruh terhadap terjadinya atritis gout. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Resty Dwi Handayani 2008 dengan judul penelitian Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya osteoarthritis pada lansia di instalasi rehabilitasi medic RSU haji surabaya tahun 2008 . Dengan hasil penelitian : Hasil yang didapatkan adalah tidak adanya pengaruh cedera sendi yang pernah dialami dengan kejadian osteoartritis. Pengaruh yang signifikan didapatkan pada variabel kejadian osteoartritis dengan penyakit metabolik (OR=2,91 95%CI:1,2479<6,7860) artinya responden yang menderita penyakit metabolik memiliki risiko 2,91 kali lebih besar untuk menderita osteoartritis dibanding dengan responden yang tidak menderita penyakit metabolik, variabel kejadian osteoartritis dengan obesitas (OR=2,97 95%CI:1,2613<7,0003) yang berarti bahwa responden yang obesitas memiliki risiko 2,97 kali lebih besar untuk terkena osteoartritis dibanding responden yang tidak obesitas dan variabel kejadian osteoartritis dengan kebiasaan olahraga (OR=3,6 95%CI:1,4516<8,9279) yang berarti responden yang tidak melakukan olahraga berisiko 3,6 kali lebih besar terkena osteoartritis dibanding responden yang melakukan olahraga. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, diperlukan perhatian kontrol berat badan dan olahraga yang baik, benar dan teratur untuk mencegah terjadinya osteoartritis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Rematik Pada Lansia II. 1. 1 Pengertian Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos yang berarti mucus, suatu cairan yang dianggap jahat mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri atau dengan kata lain, setiap kondisi

yang disertai kondisi nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut reumatik termasuk penyakit jaringan ikat. (Ismayadi, 2004) Penyakit rematik pada lansia merupakan kelompok terbesar gangguan otot dan persendian pada lansia karena frekuensinya yang tinggi, Memang kadang keluhan ini tersamarkan oleh keluhan yang tidak jelas, penyakit penyerta yang tidak berhubungan dengan sistem otot dan persendian, serta sering terjadi bersamaan dengan penurunan fungsi beberapa sistem organ. (Broto, 2007) Lansia sendiri adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan, umur manusia sebagai mahluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam maksimal sekitar 6 kali masa bayi sampai dewasa atau 6 kali 20 tahun sama dengan 120 tahun (Depkes RI, 2000). Yang dimaksud dengan kelompok lanjut usia dalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto, 2005). . Rematik termasuk dalam kelompok penyakit reumatologi yang menunjukan suatu kondisi nyeri dan kaku yang menyerang anggota gerak atau system musculoskeletal, yaitu sendi, otot, tulang, maupun jaringan disekitar sendi. (Hembing, 2006) Reumatik adalah penyakit kelainan sendi yang menimbulkan nyeri dan kaku pada system musculoskeletal (sendi, tulang, otot, jaringan ikat). (Aqila smart, 2010) Rematik adalah suatu bentuk arthritis (peradangan sendi yang biasanya menyerang jari jari kaki, terutama ibu jari kaki ). Bisa juga menyerang lutut, tumit, pergelangan kaki, pergelangan tangan, jari jari tangan dan siku.

II. 1. 2 Jenis jenis rematik


9

Ditinjau dari lokasi patologik maka jenis rematik tersebut dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu rematik artikuler dan rematik non artikuler. Rematik artikuler atau arthritis (radang sendi) merupakan gangguan rematik yang berlokasi pada persendian, diantaranya meliputi arthritis rheumatoid, osteoarthritis, dan gout arthritis. Rematik nonartikuler atau ektra artikuler, yaitu gangguan rematik yang disebabkan oleh proses diluar persendian, diantaranya bursitis, fibrositis, dan sciatica. (Hembing, 2006) 1. Rematik artikuler (arthritis) a. Osteoartritis Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.

b. Artritis Reumatoid Artritis reumatoid merupakan radang yang umumnya menyerang pada sendi sendi tangan dan kaki,yang semakin lama semakin bertambah berat sakitnya.

10

c. Gout Artritis Gout artriris adalah suatu bentuk artritis (peradangan sendi yang biasanya menyerang jari jari kaki, terutama ibu jari kaki). Bisa juga menyerang lutut, tumit , pergelangan kaki, pergelangan tangan, jari jari tangan dan siku. Gout biasanya diturunkan dalam keluarga. Hanya saja pada pria sering timbul tanpa gejala awal sekitar umur 45 tahun. Bila dicetuskan oleh cedera ringan seperti memakai sepatu yang tidak sesuai ukurannya, terlalu banyak makan makanan yang mengandung asam urat (seperti jeroan), alkohol, stress, infeksi dan obat obatan tertentu.

2. Rematik nonartikuler a. Bursitis Merupakan peradangan bursa yang menimbulkan rasa sakit pada satu atau lebih kantong yang berisi cairan penutup dan pelindung ujung tulang. Bursa berfungsi sebagai bantalan antara tulang, otot, dan tali otot.daerah yang biasanya terserang bursitis meliputi bagian bawah otot bahu, siku, sendi pinggul, tempurung lutut, dan tumit. Bursitis terjadi pada usia menengah dan mungkin serangannya tidak berlangsung lama.

b. Fibrositis

11

Merupakan suatu kondisi yang disebabkan inflamasi atau peradangan jaringan ikat fibrous, terutama pada daerah leher, bahu, dan punggungbagian atas. Hal ini terjadi karena berbagai hal. Umumnya, fibrositis disebabkan rasa sakit pada leher dan tulang belakang akibat salah urat atau cedera ringan, serta adanya yang mengalami degenrasi pada tulang rawan. Selain itu, dapat juga disebabkan karena kelelahan, kecemasan,dan factor kejiwaan maupun psikis. Gangguan ini ditandai dengan rasa sakit, sensitive, dan otot kaku. Fibrositis sering dijumpai pada usia lanjut, terutama wanita. c. Sciatica Merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa sakit yang menjalar kebawah dari punggung bagian bawah atau bokong hingga tungkai bawah sepanjang daerah saraf sciatic, yaitu saraf terbesar tubuh yang terletak sepanjang kaki. Umumnya, penyakit ini disebabkan tekanan pada saraf oleh diskus invertebralis yang robek dan menonjol keluar dari sumsum tulang belakang atau ruas tulang punggung yang bergeser (slipped disk).

II. 1. 3 Gejala umum Gejala rematik bermacam-macam tergantung pada jenisnya. Namun, secara umum rematik ditandai dengan rasa nyeri dan kaku pada persendian, otot, dan tulang, selain itu rematik juga disertai dengan gejala lain, seperti rasa lelah dan lemah, demam, sulit tidur, defresi, berat badan turun, serta gerak tubuh terhambat/lamban. Berikut gejala yang sering terjadi pada penyakit rematik :
12

1. Nyeri pada anggota gerak Rasa nyeri pada anggota gerak merupakan keluhan utama para penderita rematik. Biasanya, rasa nyeri timbul ketika melakukan gerakan tertentu atau setelah melakukan aktivitas. Nyeri juga dapat timbul ketika istirahat yang tidak ada hubungan dengan masa gerakan sebelumnya, atau pada pagi hari ketika bangun tidur. Rasa nyeri tersebut tidak hanya di persendian, tetapi juga menyebar hingga seluruh tubuh. Nyeri yang menjalar secara tajam keseluruh tubuh menandakan nyeri saraf. 2. Kelemahan otot Pada umumnya, gejala yang mengiringi nyeri adalah otot-otot terasa capek dan lemah. Dalam waktu yang lama, kelemahan otot tersebut dapat menimbulkan atrofi (pengecilan) otot yang bersangkutan. Dalam hal ini disebabkan oleh proses rematismus yang berjalan cukup lama. Jaringan yang terkena proses patologik, yaitu saraf pergerakan (saraf motorik) atau otot. 3. Peradangan dan bengkak pada sendi Jika sendi mengalami peradangan maka sendi akan membengkak, warna kulit terlihat memerah, nyeri dan terasa panas setempat, dan sakit jika diraba. Terkadang, pada kulit akan timbul bercak-bercak dan jika ditekan agak nyeri. 4. Kekakuan sendi Persendian yang mengalami rematik menjadi kaku dan susah digerakan. Namun, kekakuan juga dapat disebabkan otot yang tegang seara

berkesinambungan.

13

5. Kejang dan kontraksi otot Saat kejang, otot-otot menggumpal dan terasa sebagai benjolan yang keras. Dengan mengurut dan menggerakan anggota tubuh, dapat membantu meredakan kontraksi otot yang tegang dan keras. 6. Gangguan fungsi Lamban laun, rasa nyeri, kekakuan dan kelemahan otot akan berpengaruh pada aktivitas keseharian. Gangguan fungsi tersebut dapat mematahkan semangat kebanyakan penyakit rematik. Gangguan fungsi tersebut sering menjadi keluhan utama penderita rematik, seperti tidak dapat berjalan karena lutut atau tumit sakit atau tidak bisa berbalik karena tumit terasa sakit. 7. Sendi berbunyi (krepitasi) Sebagian orang usia muda dapat menghasilkan bunyi-bunyian jika menekukan persendian pada jari-jari tangan, kaki atau lainnya. Meskipun demikian, bukan berarti mereka itu akan terkena rematik. Pada penyakit rematik, dapat dirasakan adanya bunyi berderak yang dapat diraba dan didengar. 8. Sendi goyah Sendi yang posisinya goyah dapat terjadi karena kerusakan rawan sendi atau ligament yang robek. Selain itu,dapat disebabkan juga karena adanya peradangan atau trauma pada ligament dan kapsul sendi. 9. Timbulnya perubahan bentuk Rematik yang parah dapat menyebabkan peubahan bentuk organ tubuh atau kecacatan. Kelainan ini hanya terjadi pada jenis rematik tertentu terutama
14

pada rematik sendi (artikuler), seperti rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis. Biasanya, perubahan bentuk terjadi pada sendi-sendi jari tangan dan sendi antar ruas jari yang terlihat bengkak dan bentuuknya berubah. Osteoartritis yang menyerang sendi lutut kadang dapat menyebabkan kaki berubah bentuk menjadi O. sendi-sendi yang terserang rheumatoid arthritis dapat berubah menjadi bengkok. Sendi yang terserang gout menimbulkan tonjolan yang disebut dengan tofus. 10. Timbul benjolan / nodul Umumnya, benjolan timbul pada rematik gout kronis, disebut tofus. Tfus merupakan endapan sepereti kapur dibawah kulit atau di dalam sendi yang menandakan adanya pengendapan asam urat. Pada rheumatoid arthritis, juga dapat timbul benjolan yang disebut nodul rheumatoid, yaitu masa berbentuk bundar atau oval yang tidak lunak dibawah kulit, benjolan kecil yang timbul pada sendi antar ruas jari tangan paling ujung disebut nodus herberden atau benjolan herberden.

II. 1. 4 Faktor Faktor yang mempengaruhi Rematik a. Faktor-faktor yang mempengaruhi rematik Faktor yang mempengaruhi munculnya rematik tergantung pada jenis rematiknya. Serangan pada jenis rematik yang satu dipengaruhi oleh factor yang berbeda dengan rematik lainnya.

15

Berikut beberapa hal yang mempengaruhi timbulnya serangan rematik. 1) Factor usia Rematik juga dipicu oleh faktor pertambahan usia. Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendi yang menghalangi terjadinya gesekan antara tulang. Didalam sendi terdapat cairan yang berfungsi sebagai pelumas sehingga tulang dapat digerakkan dengan leluasa. Pada mereka yang sudah berusia lanjut, lapisan pelindung persendian mulai menipis dan cairan tulang mulai mengental, menyebabkan tubuh menjadi kaku dan sakit saat digerakkan. biasanya lebih banyak menyerang usia diatas 60 tahun. Tidak semua jenis rematik dipengaruhi oleh proses ketuaan (proses degenerative).
2)

Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis. 3) Infeksi

Rematik pada persendian dapat disebabkan karena adanya infeksi virus atau bakteri. Hal ini dapat mengakibatkan rasa sakit yang mendadak. Tanda-tandanya berupa demam, nyeri pada persendian tulang dan otot, disertai dengan peradangan (seperti bengkak, panas, dan bercak-bercak merah pada kulit).

16

4)

Pekerjaan

Sikap badan yang salah dalam melakukan pekerjaan sehari-hari memudahkan timbulnya reumatik nonartikular. Mengangkat beban berat dari lantai dengan badan membungkuk dapat mengakibatkan sakit pinggang. Pada pemain tenis, karena seringnya melakukan pukulan back hand yang keras atau cedera lain, dapat menimbulkan rasa nyeri dan peradangan pada jaringan otot siku lengan yagn disebut dengan tennis elbow. 5) Jenis Makanan Makanan yg harus dihindari atau dikurangi jumlahnya : - minuman fermentasi dan mengandung alkohol seperti bir, wiski, anggur, tape dan tuak. - juga jangan sentuh sama sekali yg namanya makanan laut udang, remis, tiram, kepiting - berbagai jenis makanan kaleng seperti sarden, kornet sapi - berbagai jeroan seperti hati, ginjal, jantung, otak, paru, limpa, usus - buah-buahan tertentu seperti durian, alpokat, dan es kelapa Sedangkan makanan yg harus anda kurangi asupannya dalam arti dalam porsi sedikit, masih bisa anda makan, yaitu : - ikan, daging kambing, daging ayam, daging sapi

17

- tempe, emping, kacang, oncom - beberapa jenis sayuran tertentu seperti brokoli, bayam, kangkung, dan tauge. 6) Faktor genetic atau keturunan

Faktor genetic atau keturunan hanya berpengaruh pada beberapa jenis rematik tertentu, Faktor keturunan mempunyai peran terhadap terjadinya Osteoartritis . Sinovitis yang terjadi acapkali dihubungkan dengan adanya mutasi genetik, yaitu gen Ank. Gen tersebut berkaitan dengan peningkatan pirofosfat intraselular dua kali lipat, dimana deposit pirofosfat diyakini dapat menyebabkan sinovitis. Pengaruh faktor genetik mempunyai kontribusi sekitar 50% terhadap risiko terjadinya Osteoartritis tangan dan panggul, dan sebagian kecil osteoarthritis lutut. 7) Psikologis

Defresi, stress, dan beban kecemasan yang disertai dengan kelelahan dan ketidakmampuan menangani tuntutan fisik dapat mempengaruhi timbulnya penyakit rematik.sikap mental yang salah tersebut merupakan sumber ketegangan otot yang memacu timbulnya rematik. Rasa nyeri yang merupakan gejala komplek rematik dapat bertambah buruk dalam keadaan stress, defresi dan gelisah.

II. 1. 5 Patofisiologi Bagan 2.1

18

Patofisiologi Rematik

Kegemukan Aktivitas fisik Genetic Jenis kelamin Umur

Pembentukan tulang baru pada tulang rawan, sendi, dan tepi sendi Kerusakan tulang fokal tulang rawan sendi yang progresif

Perubahan metabolism tulang

Peningkatan aktivitas enzim yang merusak makro melekul matriks tulang rawan sendi

Penurunan kadar proteoglikan

19

Berkurangnya kadar proteoglikan

Perubahan sifat-sifat kolagen

Berkurangnya kadar air pada tulang rawan sendi

Permukaan tulang sendi terbelah pecah dengan robekan

Timbul Laserasi

Osteoarthritis

II. 1. 6 Pencegahan rematik 1) Hindari kegiatan tertentu apabila sendi sudah terasa nyeri, sebaiknya berat badan diturunkan, sebab bila kegemukan mengakibatkan beban pada sendi lutut atau tulang pinggul terlalu berat 2) Istirahat yang cukup, pakailah kaos kaki atau sarung tangan sewaktu tidur malam hari dan kurangi aktivitas yang berat secara perlahan lahan.

20

3) Hindari makan segala sesuatu yang berlebihan atau terutama yang bisa mencetus serangan rematik .Kurangi makanan yang kaya akan purin misal : daging, jeroan (seperti kikil ), babat, usus, ati, ampela,dll.

II. 1. 7 Pengobatan rematik 1) Medikamentosa Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgesic dan mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis. a) Analgesic yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4 g/hari atau propoksifen HCL. Asam salisisat juga cukup efektif namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal. b) Jika tidak berpengaruh, atau jika terdapat tanda peradangan, maka OAINS seperti fenoprofin, piroksikam, ibuprofen, dan sebagianya dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya - 1/3 dosis penuh untuk arthritis rheumatoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalah gangguan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal. 2) Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang tepat. 3) Operasi dipertimbangakan pada pasien dengan kerusakan sendi yang nyata, dengan nyeri yang menetap, kelemahan fungsi. (Mansjoer, arif dkk. 1999).

21

22

II. 2 Pola Makan II. 2. 1 Definisi Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu (Depdiknas, 2001). Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Sedangkan yang dimaksud pola makan dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Pengertian pola makan seperti dijelaskan di atas pada dasarnya mendekati definisi / pengertian diet dalam ilmu gizi/nutrisi. Diet diartikan sebagai pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan agar seseorang tetap sehat. Untuk mencapai tujuan diet / pola makan sehat tersebut tidak terlepas dari masukan gizi yang merupakan proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi.

II. 2. 2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola makan antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, personal preference, rasa

23

lapar, nafsu makan, rasa kenyang, dan kesehatan. 1. Budaya Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry (kari) untuk orang-orang India merupakan makanan pokok, selain makana-makanan lain yang mulai ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan lebih menyukai makanan goreng-gorengan.

2. Agama/Kepercayaan Agama / kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging babi. Agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol.

3. Status sosial ekonomi Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menegah ke bawah atau orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput disukai oleh beberapa kelompok

24

masyarakat, sedangkan kelompok masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza.

4. Personal preference. Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan kai, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu pula anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak-anak yang suka mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar karena mereka sering dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya.

5. Rasa lapar, nafsu makan, dan rasa kenyang Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.

25

6. Kesehatan Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada makan.

II.2 Aktivitas Fisik II. 3. 1 Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global ( WHO, 2010; Physical Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site, 2008).

II. 3. 2 Manfaat Aktivitas Fisik terhadap Kesehatan Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu :
1) Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan

darah tinggi, kencing manis, dan lain-lain


2) Berat badan terkendali

26

3) Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat 4) Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional 5) Lebih percaya diri 6) Lebih bertenaga dan bugar

(Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2006 )

II. 3. 3 Tipe-tipe Aktivitas Fisik Ada 3 tipe/macam/sifat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh yaitu: 1. Ketahanan (endurance) Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paruparu, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:
a)

Berjalan kaki, misalnya turunlah dari bus lebih awal menuju tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah

b) c) d)

Lari ringan Berenang, senam Bermain tenis

27

e)

Berkebun dan kerja di taman.

2. Kelenturan (flexibility) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:
a)

Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki

b) c) d)

Senam taichi, yoga Mencuci pakaian, mobil Mengepel lantai.

3. Kekuatan (strength) Aktifitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan

terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:

28

a)

Push-up, pelajari teknik yang benar untuk mencegah otot dan sendi dari kecelakaan

b) c) d) e) f)

Naik turun tangga Angkat berat/beban Membawa belanjaan Mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness) Aktivitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya:

Berjalan kaki (5,6-7 kkal/menit) Berkebun (5,6 kkal/menit) Menyetrika (4,2 kkal/menit) Universitas Sumatera Utara Menyapu rumah (3,9 kkal/menit) Membersihkan jendela (3,7 kkal/menit) Mencuci baju (3,56 kkal/menit) Mengemudi mobil (2,8 kkal/menit)

4. Aktivitas fisik berupa olahraga yang dapat dilakukan antara lain:


1) Jalan sehat dan jogging

29

2) Bermain tenis 3) Bermain bulu tangkis 4) Sepakbola 5) Senam aerobik 6) Senam pernapasan 7) Berenang 8) Bermain bola basket 9) Bermain voli 10)

Bersepeda

11) Latihan beban: dumble dan modifikasi lain 12) Mendaki gunung, dll

(Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2006).

II. 4 HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIFITAS FISIK DENGAN PENYAKIT REMATIK PADA LANSIA II. 4. 1 Hubungan Pola Makan dan Aktifitas Fisik pada lansia Tidak semua jenis rematik dipengaruhi oleh factor makanan. Rematik gout atau asam urat merupakan satu-satunya jenis rematik yang serangannya sangat dipengaruhi oleh pola makan. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung

30

purin dapat meningkatkan kadar asam urat, yang menyebabkan terjadinya pengkristalisasian dalam sendi. Agar terhindar dari penyakit gout, salah satu caranya adalah menjaga kadar asam urat dalam darah di posisi normal, yaitu 5-7 mg%. Batasan tertinggi untuk pria adalah 6,5 mg% sedangkan untuk wanita 5,5 mg%. Di atas batas ini, biasanya akan terjadi pengkristalan. Diet normal biasanya mengandung 600-1.000 mg purin per hari. Namun bagi penderita gout, asupan purin harus dibatasi sekitar 100-150 mg purin per hari. (Sutanto, 2008) Makanan untuk diet asam urat menjadi tiga jenis, yaitu bahan makanan yang tinggi purin, kandungan purin sedang dan rendah. a) Tinggi Purin (150-1000 mg/100 g bahan pangan)

Ikan teri, otak, jerohan, daging angsa, burung dara, telur ikan, kaldu, sarden, alkohol, ragi, melinjo (emping) dan makanan yang diawetkan b) Sedang ( 50-100 mg/100 g bahan pangan)

Bahan pangan ini sebaiknya dibatasi 50 g/hari. Ikan tongkol, tenggiri, bawal, bandeng, daging sapi, daging ayam, kerang, asparagus, kacang-kacangan, jamur, bayam, kembang kol, buncis, kapri, tahu, tempe. c) Rendah Purin (0-100 mg/100 g bahan pangan)

Nasi, roti, makaroni, mi, crackers, susu, keju, telur, sayuran dan buah buahan kecuali durian dan alpukat. Akan tetapi pada Osteoarthritis salah satunya dipengaruhi oleh defisiensi kalsium akibat makanan rendah kalsium dan vitamin D dalam waktu yang lama.

31

II. 4. 2 Hubungan Aktifitas Fisik dengan penyakit rematik pada lansia. Penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik adalah penyembuhan yang paling baik untuk Osteoartritis. Olahraga dapat meningkatkan suasana hati ( mood) dan harapan (outlook), mengurangi rasa sakit, meningkatkan fleksibilitas, memperbaiki jantung dan aliran darah, menjaga berat badan, dan memperbaiki kebugaran secara umum. Olahraga juga tidak mahal, bila dilakukan dengan benar, tidak ada efek samping. Jumlah dan bentuk olahraga tergantung dari persendian yang terlibat, kestabilan dan apakah sudah pernah dilakukan pembedahan. Dengan latihan fisik secara teratur (penguatan, rentang gerakan, isometrik, isotonik, isokinetik, postural), kartilago dapat dipertahankan tetap sehat, mendorong gerakan, dan membantu pengembangan otot dan tendon untuk meredam tekanan dan mencegah kerusakan selanjutnya akibat Osteoartritis. Sebaliknya inaktivitas dan imobilisasi walau untuk periode pendek akan memperburuk atau mempercepat berkembangnya Osteoartritis. Latihan fisik dan penguatan otot akan meningkatkan fungsi fisik dan mengurangi kecacatan, rasa sakit, pemakaian analgesik. Ada panduan dari American Geriatrics Society untuk latihan fisik bagi pasien Osteoartritis. Lebih dianjurkan latihan fisik isometrik dibandingkan dengan isotonik karena isotonik akan memperburuk sendi yang terkena. Latihan fisik harus diajarkan kepada pasien sebelum pasien mempraktekan di rumah. Latihan fisik sebaiknya dilakukan tiga sampai empat kali sehari. Bila terasa sakit, kurangi latihan (Depkes RI, 2006).

32

II. 4. Kerangka teori Bagan 2.2 Kerangka teori

Faktor yang tidak bisa diubah : Usia Jenis kelamin Keturunan / riwayat rematik

Tanda dan gejala rematik :

Nyeri pada anggota gerak Kelemahan otot Peradangan dan bengkak pada sendi Kekakuan sendi Kejang dan kontraksi otot Sendi berbunyi (krepitasi)
33

Sendi goyah Timbulnya perubahan bentuk Timbul benjolan / nodul

REMATIK

LANSIA

Faktor yang bisa diubah : Pekerjaan Stres Aktivitas fisik Pola Makan Berat badan lebih

34

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

III. 1. Kerangka Konsep

Bagan 3.1 Kerangka Konsep


Karakteristik lansia : Usia Jenis kelamin Tingkat pendidikan Pekerjaan

Pengetahuan

35

Rematik Stress

Pola Makan

Aktivitas Fisik

Keturunan / riwayat rematik

Berat badan lebih

Keterangan: : Yang diteliti : Yang tidak diteliti : Ada Hubungan

III. 2. Hipotesa.

36

Hipotesis adalah suatu penelitian yang berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian ini akan diajukan hipotesa Ada hubungan antara faktor pola makan dan aktifitas fisik dengan penyakit rematik pada lansia di Desa Jungutbatu.

III. 3 . Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional

37

N o 1

Variabel

Definisi` operasional

Cara ukur

Alat ukur

Hasil ukur

Skala ukur

Rematik

Rematik

pada Lansia adalah diminta bentuk mengisi

Kuesio ner

1. Rematik 2. Tidak

Nominal

pada lansia lansia suatu

Rematik

peradangan sendi kuesioner. yang lansia berusia tahun. menyerang yang 60

Biasanya jari

menyerang

jari kaki,terutama ibu jari kaki, bisa juga menyerang

lutut,tumit ,pergelangan kaki,pergelangan tangan,jari-jari tangan dan siku.

Latihan fisik

Kegiatan olahraga Lansia responden seperti diminta senam, jalan mengisi

Kuesio ner

Terdapat pertanyaan yang

5 Ordinal

harus

38

maupun lari pagi kuesioner, yang dilakukan

dijawab responden, nilai

oleh

rutin minimal 3 kali dengan seminggu durasi

untuk

jawaban sering nilai 2, jarang 1 dan tidak

minimal 30 menit

pernah 0. Kemudian skor yang didapat

diklasifikasika n dalam 3

katagori yaitu :
1. Rutin

beraktifitas fisik (skor 5)


2. Tidak

Rutin

beraktifitas fisik (skor < 5) 3 Jenis makanan Kebiasaan makan Lansia responden yang diminta Kuesio ner Responden diminta Ordinal

39

berusia tahun makanan

60 mengisi seperti kuesioner, yang

menjawab pertanyaan, nilai

untuk

mengandung tinggi purin (ikan sarden, instant, kacangan alcohol dan ragi emping (melinjo), kacang kapri jeroan (usus, hati ampela, otak) ikan teri, ikan dan mie kacang-

jawaban sering nilai 3, jarang 2 dan tidak

pernah 1. Skor yang didapat

diklasifikasika n menjadi 3

buah yaitu :

katagori

1. Pola konsumsi

dengan purin

kadar rendah

tongkol kerang sayur kembang buncis )

(skor 1 6 ) bayam, kol,


2. Pola

Konsumsi dengan kadar

purin normal ( skor 7 12 )


3. Pola

40

Konsumsi dengan purin kadar tinggi

( skor 13 - 18 )

BAB IV

41

METODE PENELITIAN

IV. 1. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah metode penelitian non eksperimen yang merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor faktor dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat atau variabel independent dan dependent di observasi satu kali secara bersamaan dan dalam waktu yang bersamaan. (Point time approach). (Notoatmodjo, 2005).

IV. 2. Lokasi dan Waktu IV. 2. 1 Lokasi Penelitian ini dilakukan di Desa Jungutbatu, Kabupaten Klungkung yang merupakan wilayah kerja UPT. Puskesmas Nusa Penida II dengan pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian tentang rematik dan lokasi yang mudah dijangkau. IV. 2. 2 Waktu Penelitian ini dimulai pada bulan Januari sampai Maret 2013.

IV. 3. Populasi dan Sampel

42

IV. 3. 1 Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi adalah setiap subyek yang akan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang bertempat tinggal di Desa Jungutbatu. Jumlah penduduk lansia di Desa Jungutbatu, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung pada tahun 2012 adalah sebanyak 375 jiwa.

IV. 3. 2 Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Untuk menghitung minimum besarnya sampel yang dibutuhkan bagi ketepatan (accurancy). Penelitian ini menggunakan rumus untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000 (Notoatmodjo, 2005). N n = 1 + N (d2)

Keterangan : N n : Besar Populasi : Besar Sampel

43

: Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan, biasanya 0,05. 375

n = 1 + 375 (0,052)

375 n = 1 + 1,9375 n = 193,54839 194 orang

Jadi besar sampel secara keseluruhan yaitu sebanyak 194 sampel Pengambilan sampel dilakukan secara Nonprobability Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. (Sugiono.2007). Adapun teknik yang dipakai adalah pengambilan sampel secara purposive sampling yaitu tehnik sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan pertimbangan tertentu dan pengambilan sampelnya. Adapun sampel yang diambil harus memiliki criteria sebagai berikut :
a.

Kriteria Inklusi

44

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. criteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1) 2) 3) 4)

Lansia yang berusia 60 tahun Bertempat tinggal di Desa Jungutbatu, Kecamatan Nusa penida Lansia yang datang ke puskesmas, pusling atau posyandu lansia. Lansia yang bisa membaca dan menulis.

b.

Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukan atau tidak layak untuk diteliti. kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Lansia yang tidak setuju menjadi responden 2) Lansia yang saat pengumpulan data tidak berdomisili di Desa Jungutbatu. 3) Lansia yang mengalami gangguan psikologis.

IV. 4. Jenis dan Tehnik Pengumpulan Data IV.4.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diambil dari sumbernya langsung yang dirumuskan melalui kuesioner dan diisi langsung oleh responden. Data sekunder

45

yaitu data yang diambil oleh peneliti dari dinas kesehatan, puskesmas, kantor kepala desa dan hasil survey.

IV.4.2 Tehnik pengumpulan data Dalam pengumpulan data melibatkan kolaborasi dengan perawat terkait yang telah kompeten dalam bidang kesehatan lansia di UPT. Puskesmas Nusa Penida II. Data rematik, pola makan dan aktifitas fisik dikumpulkan menggunakan instrumen kuesioner. Sebelum pemberian kuesioner, peneliti memperkenalkan diri kepada pasien yang akan menjadi responden, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, dan memberikan informed consent kepada pasien apabila bersedia menjadi responden. Sebelum mengisi kuesioner responden diberi penjelasan cara mengisi kuesioner. Data yang sudah terkumpul kemudian ditabulasi dan dilakukan uji statistik dengan bantuan komputer, untuk mengetahui apakah ada hubungan pola makan dan aktifitas fisik dengan penyakit rematik pada lansia di Desa Jungutbatu, Kecamatan Nusa Penida.

IV.4.3 Instrumen Penelitian Peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa angket atau kuesioner. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner adalah 15 pertanyaan, dengan rincian 6 pertanyaan untuk pola makan, 5 pertanyaan untuk aktivitas fisik dan 4 pertanyaan untuk rematik. Masing masing pertanyaan diberi skor, kemudian di

klasifikasikan menjadi beberapa katagori.

46

IV.4.4 Uji Coba Validitas dan Reliabilitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur ini benar- benar mengukur apa yang diukur. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan untuk menguji validitas dan reliabilitas alat, peneliti melakukan uji coba kuesioner (angket). Uji coba kuesioner dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada lansia yang mempunyai karakteristik hampir sama dengan responden. Uji coba dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap pertanyaanpertanyaan dan validitas pertanyaan dari kuesioner yang telah dibuat. Dalam penelitian ini untuk uji validitasnya diambil 30 responden,

dilakukan uji validitas di Desa Lembongan, Klungkung. Nilai r tabel untuk n = 30 adalah 0,361 dengan jumlah pertanyaan sebanyak 15 pertanyaan. Jadi untuk nilai Corrected Item-Total Correlation dibawah nilai 0,361 dinyatakan tidak valid dan dikeluarkan dari kuesioner untuk penelitian selanjutnya. Untuk menguji validitas menggunakan Product Moment Corelation melalui bantuan anlisis komputer .
n( xy ) ( x y )
2

r=

{n x

( x ) 2 n y 2 ( y ) 2

}{

Keterangan : r n = Koefisien validitas item yang dicari = Jumlah responden

47

X Y

= Skor yang diperoleh subjek dalam setiap item = Skor yang diperoleh subjek dalam setiap item

X = Jumlah skor dalam variabel X Y = Jumlah skor dalam variabel Y X2 = Jumlah kuadrat masing-masing skor X Y2 = Jumlah kuadrat masing-masing skor Y XY = Jumlah perkalian variabel XY Untuk menguji reliabilitas adalah dengan menggunakan metode AlphaCronbach. Standar yang digunakan dalam menetukan reliabel atau tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung diwakili dengan nilai Alpha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikant 5%. Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Crobach diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala alpha tersebut dikelompokkan ke dalam 5 kelas dangan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat dipresentasikan seperti tabel berikut :

Tabel 4.1 Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha Alpha 0,00 s.d 0,20 >0,20 s.d 0,40 >0,40 s.d 0,60 >0,60 s.d 0,80 Tingkat Reliabilitas Kurang reliabel Agak reliabel Cukup reliabel Reliabel

48

>0,80 s.d 1,00

Sangat reliabel

IV. 5 Pengolahan dan Analisa Data IV.5.1 Pengolahan Data Metode pengolahan data yang digunakan adalah Tabulasi dan Analisis Komputer, dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Editing adalah setiap lembar kuesioner diperiksa untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner telah terisi semua. 2. Coding adalah pemberian kode pada setiap jawaban yang terkumpul dalam kuesioner untuk memudahkan proses pengolahan data. 3. Processing adalah melakukan pemindahan atau memasukan data dari kuesioner kedalam komputer untuk diproses. Memasukan data kedalam computer. 4. Cleaning adalah proses yang dilakukan setelah data masuk ke komputer data akan diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak, jika terdapat data yang salah diperiksa oleh proses cleaning ini. 5. Tabulasi langsung adalah sistem pengolahan data langsung yang ditabulasi oleh kuesioner. Ini juga metode yang paling sederhana bila dibandingkan dengan metode yang lain. Tabulasi ini dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner kedalam kerangka tabel yang telah disiapkan, tanpa proses perantara yang lainnya. Tabulasi langsung biasanya dikerjakan dengan sistem tally yaitu cara menghitung data menurut klasifikasi yang telah ditentukan. Cara lain adalah kuesioner dikelompokkan menurut jawaban yang diberikan,

49

kemudian dihitung jumlahnya, lalu dimasukan ke dalam tabel yang telah disiapkan. Dengan cara ini kemungkinan salah karena lupa dapat diatasi. Kelemahannya adalah pengaturannya menjadi rumit bila jumlah klasifikasi dan sampelnya besar. 6. Komputer Untuk mengolah data dengan komputer, peneliti terlebih dahulu perlu menggunakan program tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah disiapkan secara khusus. Dengan menggunakan program tersebut dapat dilakukan tabulasi sederhana. Tabulasi silang, regresi, korelasi, analisa faktor dan berbagai tes statistik. Tabulasi dengan komputer mempunyai beberapa keuntungan bila

dibandingkan dengan sistem yang lain karena : a. Jumlah sampel penelitian dan jumlah variabel dapat sebanyak mungkin. b. Banyak menghemat tenaga dan waktu. Tabulasi menggunakan komputer jauh lebih mudah sesudah ada paket program. IV.5.2 Analisa Data 1. Analisa Diskriptif Digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi variabel independen tentang faktor aktifitas fisik dan pola makan yang berhubungan dengan penyakit rematik pada lansia. Selain itu untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi kejadian Rematik. 2. Analisan Statistik

50

a. Menaksir besarnya hubungan masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas, digunakan harga koefisien determinasi (r2) dari hasil analisis korelasi sederhana (korelasi product moment) dengan prosedur analisis sebagai berikut : 1) Menghitung koefisien korelasi digunakan rumus r-Pearson yang dimodifikasi oleh Sudjana (1983), sebagai berikut : r= n XY ( X) ( Y) {n X ( X)}{n Y ( Y)} 2) Untuk mengetahui derajat determinasi (daya penentu) atau besarnya pengaruh dari variabel-variabel bebas secara terpisah terhadap variabel tak bebas, diperoleh dengan cara mengkwadratkan harga/nilai koefisien korelasi, yaitu (r). 3) Untuk uji signifikansi hubungan antara variabel, maka nilai r-hitung langsung dikonsultasikan dengan nilai r-tabel pada taraf uji 5 % dengan dk = n.

b.

Uji tentang hubungan variabel-variabel bebas secara besama-sama (simultan)

terhadap variabel terikat (variabel tak bebas), digunakan teknik analisis regresi berganda; dengan prosedur analisis sebagai berikut : 1) Mencari persamaan regresi ganda, dengan rumus : = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 di mana : - = Y prediksi (Y duga) - a = harga Y bila X = 0 (harga konstan)

51

- bj = 1,2 ialah koefisien-koefisien regresi; dan X (1,2) adalah harga-harga variabel-variabel bebas 1,2 yang disubtitusikan ke dalam persamaan regresi di atas dengan menggunakan metode interpolasi dalam rangka memprediksi nilai variabel Y (Sudjana, 1983). 2) Uji keberartian regresi ganda digunakan statistik F, melalui rumus : JK(Reg)/k F= JK(S)/(n-k-1) 3) Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel bebas (X1 X2) secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat (variabel tak bebas) digunakan analisis detrminasi ganda dengan menyelesaikan persamaan : JK(reg) Ry.123 = y Untuk uji signifikansi koefisien korelasi ganda digunakan rumus : R/k F= (1-R)/(n-k-1)

IV. 6 Etika Penelitian Masalah etika dalam penelitian merupakan masalah yang penting. (Rachman, 1999), sehingga sebelum melakukan

penelitian (pengambilan data), peneliti mengajukan rekomendasi ke Bagian Penelitan dan Pengembangan untuk mendapatkan persetujuan pengumpulan data dan permohonan ijin kepada Kepala desa dan aparat yang berwenang.
52

Setelah dengan

mendapatkan pada

persetujuan masalah

kemudian

peneliti yang

menekankan

etika

penelitian

mengacu pada The American Assosiation for Public Opinian Research (AAPOR) yang disadur dari Rahman (1997), yang meliputi : 1. Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent) Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Responden yang bersedia diteliti

harus menandatangani lembar lembar persetujuan yang sudah disediakan. Jika responden tidak bersedia untuk diteliti/menolak, maka peneliti tidak akan memaksanya dan tetap menghormati hak-hak responden. 2. Anonimity (tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan responden, reponden tidak mencantumkan nama untuk format pengumulan data, cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut. 3. Confidetiality (kerahasiaan) Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.

53

54

Anda mungkin juga menyukai