Anda di halaman 1dari 8

PERSEPSI WAJAH

Cara kita mempersepsi wajah sangat berbeda dengan cara kita dalam mempersepsi benda lain. Cara kita mengenali wajah adalah dengan melihat wajah secara keseluruhan, tidak seperti benda lain yang dapat kita persepsi walaupun kita hanya menangkap sebagian dari benda tersebut. Bagian otak yang menerima persepsi wajah juga berbeda. Lokasi yang paling bertanggung jawab untuk pengenalan wajah adalah korteks temporal (Bentin et al, 2002;. Farah, 2000a). Lokasi tersebut lebih tepatnya dikenal sebagai korteks inferotemporal, di bagian bawah dari korteks temporal. Penelitian tentang persepsi wajah ini sebagian besar berasal dari pasien yang memiliki kerusakan otak seperti penderita prasopagnosia. Prosopagnosia adalah kelainan dalam mempersepsi wajah yang membuat orang yang mengalaminya akan sulit mengenali wajah termasuk wajahnya sendiri. Keadaan ini biasanya diakibatkan oleh kerusakan otak akut, walaupun bukti terkini juga memperlihatkan adanya kemungkinan pengaruh faktor keturunan

Penelitian tentang korteks inferotemporal ini pernah dilakukan oleh Rolls dan Tovee (1995) menggunakan monyet. Hasilnya menunjukan bahwa sel-sel yang ada di korteks inferotemporal berkerja sangat aktif saat ditunjukan foto wajah monyet secara keseluruhan, berkurang saat diperlihatkan foto monyet yang hanya sebagian, dan berkerja sangat rendah saat diperlihatkan foto lain. Penelitian lain yang menggunakan teknik fMRI, salah satu teknik yang paling canggih untuk mendapatkan gambar aktivitas otak pada manusia, mendapatkan hasil bahwa otak merespon lebih cepat terhadap wajah yang disajikan dalam posisi normal, tegak, dibandingkan dengan wajah yang disajikan terbalik. Penelitian neuroscience juga menunjukkan bahwa sel-sel tertentu dalam korteks inferotemporal bertanggung jawab untuk mengamati wajah. Kemampuan untuk mempersepsi wajah manusia ternyata tidak hanya dimiliki oleh manusia. Sebuah studi yang diterbitkan dua peneliti Universitas Iowa dalam Journal of Vision menemukan kalau merpati mengenal ekspresi emosi dan identitas wajah manusia sama halnya seperti kita.

Merpati ditunjukkan potret-potret wajah manusia yang beraneka ragam dalam identitas wajah dan ekspresi emosi seperti marah atau tersenyum. Dalam satu eksperimen, merpati, seperti manusia, ditemukan mempersepsi kesamaan antara identitas dan emosi dalam wajah. Dalam percobaan kedua, eksperimen kuncinya, tugas para merpati adalah menggolongkan potret menurut hanya salah satu dimensi dan mengabaikan lainnya. Merpati ditemukan lebih mudah mengabaikan emosi saat mereka menggolongkan identitas wajah daripada mengabaikan identitas ketika menggolongkan emosi, demikian menurut Ed Wasserman, profesor psikologi eksperimental dan mahasiswa pasca sarjana Fabian Soto, keduanya dari Jurusan Psikologi Kampus Sains dan Seni Bebas Universitas Iowa. Asimetri telah ditemukan berkali-kali dalam eksperimen pada manusia dan selalu ditafsirkan sebagai hasil organisasi khas sistem pemprosesan wajah manusia, kata Soto. Kami memberi bukti pertama kalau efek ini muncul dari proses persepsi yang ada pada vertebrata lain. Tujuan dari proyek ini bukanlah menunjukkan kalau merpati mempersepsi wajah seperti kita atau ingin menunjukkan kalau manusia bukan satu-satunya yang mampu mengenali wajah. Tapi, tujuannya adalah melihat bahwa proses khas dan umum sepertinya terlibat dalam pengenalan wajah manusia dan kontribusi keduanya harus diperiksa secara empiris dengan hati-hati, tambahnya.

PERSEPSI BICARA Saat mempersepsi bicara, sistem pendengaran kita menerjemahkan getaran-getaran suara menjadi suatu rangkaian yang kita persepsikan sebagai sebagai suatu speech. Terdapat proses yang kompleks dalam pemprosesan ini. Contohnya, orang dewasa menghasilkan lima belas suara setiap detiknya (Kuhl, 1994) yang berarti pendengar mempersepsi 900 suara setiap menitnya. Selama mempersepsi kata pun, pendengar harus membedakan terlebih dahulu pola suara dari satu kata dari banyak pola yang tersimpan dalam memori. Belum lagi, pendengar harus memisahkan suara pembicara dengan berbagai suara lain di sekitarnya. Faktanya, sungguh luar biasa kemampuan manusia dalam memepersepsi bicara. Ada dua aspek yang dibahas dalam persepsi bicara, yaitu karakteristik pada persepsi bicara dan teori-teori persepsi bicara. Karakteristik pada Persepsi Bicara

Variabilitas dalam pengucapan fonem

Fonem merupakan satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukan kontras makna. Misalnya, huruf h adalah fonem yang membedakan makna kata harus dan arus. Selain itu, setiap orang juga memiliki pitch dan tone yang berbeda-beda ketika bicara, begitu halnya dengan pemproduksian fonem. Untung saja, manusia mampu mendapatkan informasi tentang setiap fonem dalam memori. Informasi itulah yang menolong manusia agar mampu merasakan pengucapan fonemfonem pembicara. Selain itu, seringkali pembicara tidak berhasil mengucapkan suatu fonem dengan cara yang tepat, misalnya spouse dan suppose. Kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Namun, akan berlainan ketika pembicara salah mengucapkan fonem yang membedakan kedua kata tersebut. Selanjutnya ada coarticulation, yang artinya ketika mengucapkan suatu fonem, mulut pembicara mempersiapkan fonem sesudahnya dan masih dalam posisi fonem sebelumnya secara bersamaan. Misalnya fonem d pada kata idle dan down. Pengucapan fonem d berbeda karena dalam kata idle dan down, huruf d dikelilingi oleh kata yang berbeda. Konteks dan Persepsi Bicara

Seperti dalam persepsi visual, proses top-down juga mempengaruhi persepsi kita pada bicara. Phonemic restoration adalah suatu keadaan dimana kita masih dapat menangkap fonem yang hilang atau tidak terdengar dengan jelas menggunakan konteks sebagai petunjuknya. Misalnya, saya besok akan pergi ke kebun binatang, tetapi ternyata pendengar tidak mendengar huruf a atau hanya mendengar bintang. Namun, karena konteks pembicaraan adalah pergi ke kebun, maka pendengar secara otomatis mempersepsi apa yang sebetulnya ia dengar bintang menjadi kata yang sebenarnya pembicara ucapkan yaitu binatang. Keadaan ini adalah salah satu ilusi, dimana kita merasa bahwa kita mendengarkan fonem, walaupun sebenarnya suara yang benar tidak sampai pada telinga kita. Batasan Kata

Batas kata menjadi salah satu hal penting dalam membantu kita mempersepsi ucapan karena disaat kita mendengar ucapan dari orang yang berbahasa asing. Kata-kata seakan mengalir bersama tanpa jeda. Tetapi jika kita mengerti bahasa tersebut, kita akan mampu membatasi frasafrasa yang diucapkan karena sistem kita menggunakan pengetahuan yang kita miliki tentang bahasa untuk membuat batasan-batasan pada lokasi yang tepat.

Petunjuk-petunjuk Visual

Dalam mempersepsi ucapan atau bicara kita sangat memerlukan petunjuk-petunjuk visual, seperti gerakan mulut saat berbicara. Ini disebabkan karena, bila kita sedang mendengarkan ucapan dengan adanya petunjuk visual seperti gerakan mulut sang pembicara maka kita akan lebih akurat dalam mempersepsi ucapan tersebut dibandingkan dengan hanya mendengar suara dari sang pembicara. Berkenaan tentang ini, ada salah satu teori yang cukup menjelaskan yaitu McGurk effect. Dalam teori ini dilakukan percobaan dimana seorang responden ditayangkan sebuah video gerakan mulut yang berkata gag sedangkan speaker megeluarkan suara bab, setelah ditanyakan hasilnya pada responden, ia menjawab bahwa apa yang dia dengar adalah dad. Sebenarnya tanpa kita sadari, manusia punya kemampuan untuk mengetahui apa yang dikatakan lawan bicara hanya dari gerakan bibir. Beberapa orang, bahkan, lebih mengandalkan kemampuan membaca bibir dibandingkan mendengar dalam memahami sebuah ucapan. Orangorang dengan kemampuan unik seperti ini akan menghadapi masalah ketika indra penglihatannya mengalami gangguan. Meski mendengar suaranya, kemampuan otak untuk menafsirkan tidak optimal karena tidak bisa melihat gerakan bibirnya.

Teori pada Persepsi Bicara

Ada dua kategori teori dalam persepsi bicara atau ucapan, yaitu : Pendekatan mekanisme spesial

Pada kategori ini, para ilmuwan mengatakan bahwa pasti ada mekanisme yang spesial yang dapat menjelaskan keluarbiasaan kemampuan kita dalam mempersepsi ucapan atau bicara, yang disebut phonetic module. Pendekatan mekanisme umum

Pendekatan ini menyatakan bahwa mekanisme neural manusia mempersepsi bicara (speech) sama dengan ketika manusia mempersepsi nonspeech. Penelitian baru-baru ini juga menunjukkan bahwa potensial elektrik pada otak menunjukkan perubahan yang sama, baik

ketika manusia mendengar speech maupun nonspeech. Selain itu, persepsi bicara lebih fleksible dibandingkan dengan apa yang diajukan oleh pendekatan mekanisme khusus.

Top-Down Processing and Visual Object Recognition

Kita mengenal dua proses dalam pengenalan objek, yaitu proses bottom-up (data-driven processing) dan proses top-down (conceptually driven processing). Bottom-up menekankan pada pentingnya stimulus dalam pengenalan objek. Yakni lebih kepada sensori resptor, dimana terjadi masuknya semua informasi dari objek terutama informasi mengenai karakteristik objek tersebut. Informasi tersebut membentuk sebuah pergerakan proses dari level yang paling bawah (bottom) dan bekerja dengan cara up hingga mencapai proses kognitif di luar konteks visual primer. Jadi, proses ini lebih menekankan pada feature seperti halnya pengenalan objek berdasarkan komponen. Lalu, proses selanjutnya yaitu proses top-down, yang menekankan pada bagaimana konsep serta tingginya level mental seseorang berpengaruh dalam pengenalan sebuah objek. Konsep, ekspektasi, dan memori lah yang membantu dalam pengenalan objek. Dengan kata lain, proses ini mirip dengan proses global-to-local yang mengutamakan konteks yang berkaitan dengan obyek tersebut dalam mengenalinya, misalnya dari bentuk kombinasi geon 3 dan 5 (pada gambar sebelumnya dalam teori RBC), kita akan lebih cepat mengenali bentuk kombinasi tersebut sebagai cangkir bila kita sedang berada di Cafe, dan akan mengenali itu sebagai gayung jika berada di kamar mandi. Hal itu terjadi karena pengalaman ataupun memori yang kita miliki. Jadi pada dasarnya, ekspektasi kita berada pada level yang lebih tinggi (top) dari proses visual yang bekerja dengan cara down mereka sehingga membantu kita dalam pemprosesan awal proses visual. Proses bottom-up dan top-down diperlukan untuk menjelaskan kekompleksitasan dari pengenalan obyek.

Top-Down Processing and Reading Salah satu fenomena terbesar dalam proses top-down ialah the word superiority effect, yangmana kita dapat mengenali satu huruf lebih akurat dan cepat ketika muncul dalam sebuah kata yang bermakna dibanding ketika muncul sendiri atau dalam sebuah kata tidak bermakna. Banyak teori yang berusaha menjelaskan bagaimana proses top-down dan bottom-up berinteraksi dalam menghasilkan efek superioritas kata (the word superiority effect). Salah satu pendekatannya adalah Parallel Distributed Process (PDP). PDP atau conetionism ini berpendapat bahwa proses kognitif bisa dipahami dalam hal jaringan yang menghubungkan setiap unit terkait. Model PDP ini ialah seseorang melihat features dalam kata, lalu features ini mengaktifkan unit-unit letter. Unit letter ini lalu mengaktifkan unit-unit kata di dalam kamus mental seseorang untuk pengkombinasian letter-letter tersebut. Jadi, ketika unit kata itu aktif, maka rangsangan saraf umpan balik akan membantu dalam mengidentifikasi huruf tunggal. Hasilnya orang-orang dapat mengidentifikasi sebuah huruf relatif lebih cepat dibanding ketika melihat huruf tersebut dalam kata yang tidak berkaitan karena tidak adanya rangsangan umpan balik. Jadi, lebih mudahnya letter dikenali dalam sebuah kata yang berkonteks ini merupakan ilustrasi penting dari proses top-down. Selain itu, kalimat yang berkonteks juga akan memudahkan kita dalam mengenali sebuah kata. Rueckl dan Oden mendemonstrasikan bahwa fitur dari stimulus dan konteks natural memengaruhi pengenalan kata. Demonstrasi ini menggunakan koordinasi dari dua proses. yaitu proses bottom-up dan top-down, misalnya, satu set stimulus menggambarkan huruf a membentuk huruf r dan n. Dari beberapa stimulus, dihasilkan kata antara bears dan beans. Setelah itu, peneliti menggabungkannya dengan kata benda atau frase, seperti zookeeper, botanist. Hasilnya menunjukkan bahwa zookeeper akan melihat kata bears dan botanist melihat kata beans. Hal ini menggambarkan bahwa fitur-fitur dari stimulus sangat penting karena pengenalan kata menggunakan proses bottom-up. Selain itu, konteks juga sangat penting karena konteks memengaruhi kita dalam mengenal kata. Huruf sebelumnya dalam kata membantu kita

mengidentifikasi huruf-huruf lainnya lebih cepat dan kata-kata dalam sebuah kalimat membantu kita mengidentifikasi kata tunggal lebih cepat.

Overactive Top-Down Processing & Occasional Errors in Word and Object Recognition Proses perceptual yang kita miliki menggunakan strategi rasional yang disebut dengan proses top-down, tetapi terkadang mereka bekerja berlebihan. Sehingga, orang-orang mungkin akan mengabaikan informasi penting yang dihadirkan oleh stimulus. Mary Potter dan koleganya (1993) mengilustrasikan kelebihan kerja dari proses top-down. Orang-orang diminta untuk membaca daftar stimulus, dimana setengah dari stimulus tersebut adalah kata yang sebenarnya dan setengah lainnya adalah nonword yang dibuat dengan cara mensubstitusi vokal baru pada kata sebenarnya. Misal, dream menjadi droam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang tersebut terbukti mengkonversi nonword menjadi kata sebenarnya dalam 42% dari percobaan. Proses top-down mereka bekerja berlebihan, dan mereka membaca dream, padahal kata sebenarnya adalah droam. Overactive Top-Down Processing and Occasional Errors in Object Recognition Kesalahan dalam pengenalan bukan hanya terjadi pada pengenalan kata, tapi juga terjadi dalam pengenalan objek. Peneliti menemukan gejala change blindness yang merupakan ketidakmampuan untuk mendeteksi perubahan di dalam objek atau tempat. Simons dan Levin melakukan percobaan mengenai stranger-and-the-door. Misal orang A menanyakan arah ke orang B, tiba-tiba ada seorang laki-laki membawa papan diantara mereka berdua sehingga papan tersebut menutupi orang A, lalu orang A diganti dengan orang C. Ternyata, hanya setengah yang menyadari bahwa orang A telah berganti menjadi orang C. Secara umum, psikolog menggunakan istilah change blindness ketika seseorang gagal menyadari perubahan beberapa bagian dari stimulus. Selain itu, mereka juga menggunakan istilah inattentional blindness ketika seseorang gagal menyadari bahwa ada objek baru yang muncul. Dalam kedua kasus diatas, kita sebenarnya menggunakan proses top-down ketika berkonsentrasi terhadap beberapa objek. Sehingga, ketika objek yang muncul tidak sesuai dengan konsep,

ekspektasi, dan memori, orang-orang akan gagal untuk mengenali perubahan objek (change blindness) dan objek baru yang muncul (inattentional blindness).

Anda mungkin juga menyukai