Anda di halaman 1dari 15

TITRASI IODOMETRI

Standarisasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N Dan Penentuan Kadar Iodat pada Garam Dapur

I.

Waktu Tempat Praktikum

: Rabu, 18 April 2012 : Lab Kimia Jur. Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

II.

Tujuan 1. Mahasiswa diharapkan dapat membuat larutan baku Na2S2O3 0,005 N, KIO3 0,005 N H2SO4 2 N dan larutan Amilum 1% yang diperlukan untuk titrasi. 2. Mahasiswa dapat melakukan Standarisasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N dan Penentuan kadar iodat pada garam dapur. 3. Mahasiswa dapat melakukan percobaan Titrasi Penentuan kadar iodat pada garam dapur dengan metode Iodometri pada sampel garam dapur.

III.

Prinsip Penentuan kadar kalium Iodat (KIO3) dengan cara iodometri yaitu dengan penambahan asam fosfat dan kalium iodide kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat dengan indicator amilum.

IV.

Dasar Teori Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003). Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion

vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995). Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986). Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi

agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol

volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986). Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986). Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel: I2(solid) + 2e 2I-

adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida

menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida: I2(aq) sebagai: I3+ 2e 3Itri-iodida + II3-

Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis

Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion

merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994). Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksireaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya: I3akan lebih akurat daripada: I2 + 2S2O322I- + S4O62(Bassett, J. dkk., 1994). Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986). + 2S2O323I- + S4O62-

V.

Alat dan Bahan Alat - Buret 50 ml - Pipet volume 25 ml - Gelas beaker 50 dan 250 ml Bahan - Na2CO3 - Na2S2O3 - Air suling

- Spatula - Batang pengaduk - Ball pipet - Neraca analitik - Corong - Gelas ukur - Labu takar 250 ml 500 ml dan 1000 ml - Erlenmeyer - Botol reagen - Labu ukur - Beaker glass - Gelas arloji

- I2 - KI - H2SO4 2 N - Amilum 1% - As2O3 - NaOH 1 N - Metil jingga - Asam Klorida encer

VI.

Cara Kerja

1. Prosedur Pembuatan larutan baku Na2S2O3 0,005 N Ditimbang 0,6205 gram Na2S2O3 dalam gelas arloji. Dipindahkan ke dalam gelas piala 250 ml Dilarutkan dengan air suling dan ditambah 100 mg Na2CO3 Diaduk dengan baik hingga homogen. Dipindahkan larutan ke dalam labu ukur Diencerkan dengan air suling bebas CO2 sampai volume larutan 500 ml Disimpan dalam botol yang tertutup dan diberi etiket

2. Prosedur Pembuatan larutan baku KIO3 0,005 N : Ditimbang 0,0891 gram KIO3 kristal dengan gelas arloji Dilarutkan dengan air suling Dipindahkan dalam labu ukur 500 ml Ditambahkan air suling sampai tanda 500 ml

3. Prosedur Pembuatan larutan H2SO4 2 N : Diambil 50 ml air suling dalam gelas piala Ditambahkan 2,78 ml H2SO4 pekat lewat dinding sambil didinginkan Ditambahkan air suling sampai tanda 100 ml

4. Prosedur Pembuatan Amilum 1% : Ditimbang 1 gram amilum

Dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 ml Setelah itu dipanaskan hingga jernih Setelah dipanaskan lalu didinginkan dan amilum siap dipakai

5. Prosedur Standarisasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N : Dipipet 25 ml KIO3 0,005 N dimasukan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 2 gram KI yang bebas dari iodat dan 5 ml H2SO4 2 N Dititrasi dengan Natrium thiosulfate yang akan ditentukan normalitasnya Bila warna kuning hampir hilang, titrasi dihentikan Ditambahkan indicator amilum Titrasi diteruskan sampai warna biru dari larutan tepat hilang Normalitasnya Na2S2O3 dihitung Ditimbang 25 gram sampel garam dapur Ditambahkan air suling sampai 125 ml Ditambahkan 2 gram KI yang bebas iodat Ditambahkan 5 ml H2SO4 2 N Dititrasi dengan larutan Natrium thiosulfate yang telah ditentukan normalitasnya Bila warna kuning iodium hamper hilang, titrasi dihentikan Ditambahkan indicator amilum Hitung kadar iodium dalam garam dapur

6. Prosuder Penentuan kadar iodat pada garam dapur : -

VII. Hasil Pengamatan Hasil standarisasi larutan baku Na2S2O3 0,005 N dengan larutan baku KIO3 0,005 N. Volume titrasi I Volume titrasi II Volume titrasi III = = = 25 25,8 24,6 ml ml ml

Volume rata-rata

75,4 3

ml

25,133

ml

Normalitasnya Na2S2O3

= = = =

V1 25

x x 0,125 N2

N1 0,005

= = = =

V2 25,133 25,133 0,125 25,133

x x x

N2 N2 N2

N2

0,00497 N

Hasil penentuan kadar iodat pada sampel garam dapur Sampel 1 Volume titrasi I Volume titrasi II Volume titrasi III = = = 6,3 6,0 6,0 ml ml ml

Volume rata-rata

18,3 3

ml

6,1

ml

Kadar iodium garam

Vol. Tio x N. Tio x 35,67(B.St KIO3) x 1000 25 gram 6,1 ml x 0,00497 x 35,67(B.St KIO3) x 1000 25 gram 43,25 ppm (30-80 ppm)

Sampel 2 Volume titrasi I Volume titrasi II Volume titrasi III = = = 0,2 0,4 ml ml ml

Volume rata-rata

0,6 2

ml

0,3

ml

Kadar iodium garam

Vol. Tio x N. Tio x 35,67(B.St KIO3) x 1000 25 gram 0,3 ml x 0,00497 x 35,67(B.St KIO3) x 1000 25 gram 2,127 ppm

Sampel 3 Volume titrasi I Volume titrasi II Volume titrasi III = = = 1,7 2,0 1,9 ml ml ml

Volume rata-rata

5,6 3

ml

1,87

ml

Kadar iodium garam

Vol. Tio x N. Tio x 35,67(B.St KIO3) x 1000 25 gram 1,87 ml x 0,00497 x 35,67(B.St KIO3) x 1000 25 gram 13,26 ppm

= VIII. Pembahasan

Titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion Iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya Iodium dibebaskan secara kuantatif dan dititrasi dengan larutan standar atau asam. Titrasi Iodometri ini termasuk golongan titrasi redoks dimana mengacu pada transfer electron.

I2+ 2e-

2I(Day & Underwood,2001).

Disini Iodium merupakan oksidator lemah sedangkan ion Iodida sering bertindak sebagai reduktor . Oleh karena itu iodium dapat digunakan sebagai reduktor dan oksidator. Pada percobaan ini akan menentukan konsentrasi larutan kalium iodat dengan larutan natrium tiosulfat menggunakan sebuah indikator kanji yang tentunya menggunakan metode titrasi iodometri yang berprinsipkan berdasarkan reaksi redoks yaitu serah terima elektron dimana elektron diberikan oleh pereduksi dan diterima oleh pengoksidasi. Dalam prosedurnya akan melakukan dua titrasi yaitu standarisasi larutan natrium tiosulfat oleh larutan kalium iodat dan penentuan kadar sampel kalium iodat oleh larutan natrium tiosulfat. Sebelum melakukan percobaan, semua alat gelas yang akan digunakan dalam percobaan harus dicuci terlebih dahulu dan setelah itu dikeringkan. Alat gelas yang digunakan dalam percobaan harus dalam keadaan bersih dan kering agar kuantitatif, bebas dari zat-zat pengotor yang dapat mengganggu percobaan sehingga hasilnya tidak akurat. Titrasi pertama yaitu stadarisasi disini menggunakan larutan kalium iodat sebagai larutan standar atau larutan baku primer karena sudah diketahui konsentrasinya dan sifatsifatnya sesuai dengan syarat larutan baku primer yaitu tidak higrokopis( stabil terhadap

udara) dan kemurniannya yang baik. Larutan kalium iodat dipipet dan dimasukan kedalam labu titrasi, setelah itu ditambahkan padatan kalium iodida. Padatan kalium iodida ini sangat bersifat higrokopis oleh karena itu setelah penimbangan padatan kalium iodida harus ditutup dengan plastik karena berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara dapat menyebabkan banyak kesalahan untuk analisis selanjutnya. Fungsi penambahan padatan kalium iodida ini untuk memperbesar kelarutan iodium yang sukar larut dalam air dan kalium iodida ini untuk mereduksi analit sehingga bisa dijadikan standarisasi. Kemudian ditambahkan larutan asam sulfat karena titrasi ini dilakukan di suasana asam (pH < 8,0), bila pada pH > 8,0 maka akan bereaksi dengan hidroksida, dengan reaksi : I2 + 2OH3IOI- + IO- + H2O 2I- + IO3(Day & Underwood,2001). Larutan kalium iodat asam mulai dititrasi dengan larutan baku sekunder natrium tiosulfat. Larutan natrium tiosulfat perlu distandarisasikan karena sifatnya belum stabil dalam waktu yang lama dan larutan ini bersifat reduktor didalam air dengan adanya CO2 terjadi reaksi: S2O3 + H+ HSO3- + S (endapan koloid yang dapat membuat larutan keruh) (Svehla, 1990). Penguraian ini dapat juga ditimbulkan oleh mikroba Thiobacillus thioparus bila larutan dibiarkan lama, selain itu kestabilan larutan natrium tiosulfat dipengaruhi oleh pH rendah dan lamanya terkena sinar matahari oleh karena itu pada penyimpanan natrium tiosulfat ditempat dengan pH 7-10 karena pada pH yang berkisar sekitar itu aktivitas bakteri minimal. Sehingga pada saat pembuatannya, natrium tiosulfat ditambahkan dengan natrium karbonat untuk menjadikan pH larutan berkisar antara 7-10. Titrasi iodometri dilakukan pada suasana asam. Pereaksi yang digunakan untuk membuat suasana larutan menjadi asam adalah asam sulfat 2N yang dibuat dari pengenceran asam sulfat pekat. Pengenceran harus dilakukan dalam ruang asam, karena asam sulfat bersifat eksotermis. Penambahan sedikit demi sedikit asam sulfat pekat ke dalam air akan menyebabkan pelepasan kalor dan gas sulfide yang berbahaya bila terhirup manusia, maka pengenceran asam sulfat dilakukan dalam ruang asam. Penambahan asam sulfat dalam

pelarut air dilakukan melalui dinding gelas kimia dan sedikit demi sedikit. Karena bila ditambahkan langsung pada pelarut tanpa melalui dinding dikhawatirkan akan terjadi percikan karena sifat eksotermis tadi. Asam sulfat yang ditambahkan air bukan sebaliknya. Air memiliki massa jenis yang lebih rendah dari asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya, sehingga apabila air ditambahkan kedalam asam sulfat pekat, akan mendidih dan bereaksi dengan keras. Asam sulfat adalah zat penhidrasi yang sangat baik, afinitas asam sulfat terhadap air cukuplah kuat sedemikian hingga atom hydrogen dan oksigen dari suatu senyawa dapat terpisah. Proses titrasi harus cepat dilakukan karena kalium iodida dalam larutan masih bisa menguap yang dapat mengakibatkan warna titik akhir akan hilang sebelum waktunya. Warna awal yaitu cokelat menuju jingga yang setelah dititrasi menjadi warna kuning. Pada kondisi ini ditambahkan indikator kanji. Indikator kanji ini digunakan karena sensitivitas warna birutua yang mempermudah pengamatan perubahan pada titik akhit titrasi selain itu kompleks antara iodium dan amilum memiliki kelarutan yang amat kecil dalam air apalagi dalam larutan asam iodida mudah untuk dioksidasikan menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksid, sehingga iod bebas ini mudah diidentifikasi dengan larutan indikator sebagai uji kepekaan terhadap iod dari pewarnaan biru-tua yang dihasilkan oleh indikator kanji. Indikator kanji ditambahkan pada saat akan menjelang titik akhir agar amilum tidak mengikat atau membungkus Iodida yang dapat menyebabkan sulit untuk lepas kembali sehingga warna biru sulit untuk lenyap atau hilang sehingga dapat menganggu pengamatan perubahan warna pada titik akhir yaitu larutan yang tak berwarna. Perubahan warna itu terjadi dari warna biru karena masih ada iodium, dimana larutan sampel kalium iodat dipipet dan dimasukan kedalam labu titrasi kemudian diencerkan dengan air suling jangan terlalu banyak kemudian ditambahkan padatan kalium iodida agar iodium larut dalam air dan tambahkan juga asam sulfat agar media bersifat asam sehingga iodida dapat dioksidasikan menjadi iod-iod bebas yang mudah untuk diidentifikasi nantinya kemudian mulai dititrasi cepat-cepat dengan larutan natrium tiosulfat sebagai peniter, titrasi cepat-cepat agar kalium iodida tidak habis menguap, pada titik akhir berubah menjadi warna kuning kemudian ditambahkan indikator kanji sehingga kanji dengan adanya iodida, ioidum dapat bereaksi membentuk kompleks berwarna biru tua disebabkan iodium diadsorpsi oleh larutan kanji kemudian dititrasi lagi sehingga warna dari biru menjadi tak berwarna menandakan iodium hasil reaksi habis semua dititrasi oleh larutan natrium tiosulfat.

Larutan I2 dalam larutan KI encer bewarna coklat muda. Bila 1 tetes larutan I2 0,1 N dimasukkan kedalam 100 ml aquades akan memberikan warna kuninng muda, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak berwarna I2 dapat berfungsi sebagai indicator. Namun demikian, warna terjadi dalam larutan terszebut akan lebih sensitive dengan menggunakan larutan kanji sebagai katalisatornya, karena kanji dengan I2 dalam larutan KI bereaksi menjadi suatu kompleks Iodium yang berwarna biru. Amilum dengan iodium dapat membentuk kompleks biru. Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat unit-unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Betuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk kedalam spiralnya, sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut.

+ I2

I2

I2

I2

Amilosa (struktur -heliks)

kompleks amilum-iod (biru tua) (Sumardjo,2009).

Kalium iodide merupakan yang higroskopis, mudah dioksidasi oksigen dari udara dengan reaksi berikut : 4H+ + 4I- + O2 2I- + 2H2O (Sumardjo, 2009). Reaksi berjalan cepat dalam suasana asam. Sehingga saat kalium iodide dimasukkan kedalam larutan kalium iodat dalam suasana asam, harus terhindar dari kontak dengan udara, karena akan mengakibatkan iodium yang terbentuk akan lebih banyak dari yang seharusnya, yaitu iodium hasil dari reaksi redoks antara kalium iodat dan kalium iodide, juga iodium dari hasil reaksi oksidasi kalium iodide oleh udara.

Pada titrasi iodometri ini, standarisasi natrium tiosulfat dapat juga digunakan kalium dikromat yang berwarna jingga sebagai larutan baku primer. Pada titik akhir terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau. Warna hijau ini berasal dari ion Cr3+ hasil dari oksidasi dikromat. Sebelum ditambah amilum pada saat mendekati titik ekivalen, warna larutan adalah kuning kehijauan, karena masih terkandung iodium didalam larutan yang akan membentuk kompleks amilum-iod yang berwarna biru dengan penambahan amilum pada saat mendekati titik ekivalen. Pada saat dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat maka akan terjadi reaksi redoks antara iodium dan tiosulfat sehingga yang tersisa hanya larutan Cr 3+ yang berwarna hijau saat titik akhir. Perbedaan antara titrasi standarisasi natrium tiosulfat oleh kalium iodat dan kalium dikromat adalah pereaksi pembuat suasana asamnya. Pada kalium iodat digunakan asam sulfat, sedangkan pada kalium dikromat digunakan asam klorida pekat. Pada reaksi redoks antara kalium dikromat dengan kalium iodide, reaksi berjalan pada suasana asam, dibutuhkan 14H+. Cr2O72- + 14H+ + 5e2Cr3+ + 7H2O (Day & Underwood, 2001). Ion klorida tidak akan mempengaruhi reaksi redoks antara dikromat dengan iodide, karena kalium dikromat merupakan oksidator kuat, dan energy potensial reduksi iodide lebih kecil dari klorida, sehingga iodide lebih mudah mengalami oksidasi dibandingkan dengan klorida. Selain itu ion klorida juga membantu dalam penentuan titik akhir. Ion Cr3+ akan bereaksi dengan ion klorida membentuk kompleks berwarna hijau, yang akan terlihat jelas bila iodium yag terikat oleh amilum tepat bereaksi (redoks) dengan tiosulfat. Kekurangan kanji sebagai indicator adalah : 1. kanji tidak larut dalam air dingin 2. suspensinya dalam air tidak stabil 3. bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I2 akan membentuk kompleks Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator kanji maka penambahan kanji dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen.

Karena hal-hal diatas maka, dalam proses titrasi iodo dan iodimetri sebaiknya menggunakan indicator larutan Natrium Amylumglikolat. Indicator ini dengan I2 tidsk akan membentuk kompleks Iod-amilum sehingga dapt ditambahkan pada awal titrasi. Dari praktikum sebelumnya didapat kadar iodat dalam sampel garam dapur 1 sebesar 43,25 ppm. Hasil ini masuk dalam range yang terdapat pada kemasan garam dapur tersebut yaitu 30 - 80 ppm. Untuk sampel garam dapur 2 hasil yang didapat sebesar 2,127 ppm, sedangkan untuk sampel garam dapur 3 hasil yang didapat sebesar 13,26 ppm IX. Simpulan 1. Untuk standarisasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N digunakan titrasi dengan metode iodometri. 2. Dalam metode iodometri larutan yang penting digunakan yaitu Na2S2O3 0,005 N, KIO3 0,005 N, H2SO4 2 N dan amilum 1%. 3. Dalam praktikum ini didapat hasil beberapa sampel garam dapur X. Saran Praktikum ini sudah berjalan dengan baik, tertib dan lancar. Dengan partisipasi penuh dari semua dosen pembimbing. Namun, untuk pedoman yang digunakan mudah untuk dipahami sehingga dalam pelaksanaannya lebih cepat dan mudah dimengerti. Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 = = = 43,25 ppm 2,127 ppm 13,26 ppm

XI.

Daftar Pustaka Basset, J.C., F.C. Denay, S.B. Jefferey & J. Mendham.1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik, diterjemahkan oleh L. Setiawan. Edisi Keempat. EGC. Jakarta. Christian, G.D. 1994.Analytical Chemistry. Fifth Edition. John Wiley & Sons. New York. Day, R.A & A.L.Underwood. 2001. Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh iis Sopyan. Erlangga.Jakarta.

Perdana, D. 2010. Analisa Bilangan Iod pada Minyak Nyamplung.http://floatshaker.blogspot.com/2009/06/laporan-semi-resmi-praktekpembuatan.html Rivai, H.1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-Press. Jakarta.

Siregar, K. 2010. Titrasi Oksidasi Reduksi. http://khairunnisasiregar.wordpress.com/2010/11/05/titrasi-osidasi-reduksi/ Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta. Svehla, G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik kualitatif Makro dan Semimikro, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Denpasar, 25 April 2012 Praktikan

Komang Bayu Hendrawan

XII. Lembar Pengesahan

Pembimbing I

Pembimbing II

Nur Habibah, S.Si

Dra. Rahmawati B, M.Si ., Apt

Pembimbing III

Pembimbing IV

Ni Made Marwati, S.Pd., ST, M.Si

A.A. Ngurah Putra RP, S.Farm., Apt

LAPORAN TITRASI IODOMETRI

Oleh :

Komang Bayu Hendrawan P07134011019

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2012

Anda mungkin juga menyukai