F -X C h a n ge
PD
F -X C h a n ge
O W !
bu
to
om
to
ww
bu
O W !
.c
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
.c
ww
w
om
lic
lic
.
PD
F -X C h a n ge
PD
F -X C h a n ge
O W !
bu
to
om
to
ww
bu
O W !
.c
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
(pengemas) 1.5.1.2 Bahan Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket adalah: Arang tempurung kelapa, ampas tebu, larutan kanji (perekat) dan air. 1.5.1.3 Metode kerja - Pembuatan Arang Briket 1. Disiapkan bahan awal untuk pembuatan briket yaitu arang tempurung kelapa dan ampas tebu yang telah dihaluskan dengan hammer mill. 2. Ditimbang serbuk arang dan ampas tebu, kemudian dilakukan pencampuran, antara arang tempurung kelapa dan ampas tebu dengan perbandingan (70:30, 50 : 50 dan 30 : 70). Dengan 300 gram setiap komposisi. 3. Ditambahkan larutan perekat 35% dari setiap komposisi. 4. Dilakukan pencetakan briket dengan alat pencetak briket atau pralon. 5. Dilakukan pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu 80C selama 48 jam. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 3.2 Pembahasan 3.2.1 Penentuan Losis Saat Pencetakan Berdasarkan gambar 2 di atas, losis pada saat pencetakan yang dihasilkan berkisar 93,3% 96,6%, dengan kata lain pada saat proses pembuatan briket kehilangan sedikit. Proses kehilangan disebabkan oleh pada saat penambahan larutan perekat dan pada waktu pencetakan, dimana pada saat pencetakan ada bahan yang tertingal pada alat pencetakan dan pada saat pengadukan. 3.2.2 Penentuan Kadar Air Briket Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (Winarno 1997). Kadar air juga merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada briket yang dihasilkan, dimana kadar air sangat berpengaruh pada kualitas briket. Dari hasil penelitian di atas (Gambar.3) kadar air yang diperoleh relatif sama, ini disebabkan pemanasan dengan temperatur yang sama pada pemanasan briket. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pengeringan tidak mempengaruhi pada saat pemanasan perlakuan manapun. Kadar air yang diperoleh sudah memenuhi standar mutu briket arang kayu (SNI 01-6235-2000), yaitu 8%. Kadar air yang rendah dipengaruhi oleh lamanya pengeringan dengan kabinet dryer pada suhu 80C selama 48 jam. Hal ini yang menyebabkan rendahnya kadar air pada briket. Kadar air sangat berperan dalam kualitas briket yang dihasilkan, karena semakin rendahnya kadar air yang diperoleh maka kualitas briket yang dihasilkan akan semakin baik sehingga mempermudah proses pembakaran. 3.2.3 Penentuan Kadar Abu Briket Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Sudarmadji 1989). Berdasarkan gambar 4 di atas, kadar abu yang diperoleh pada penelitian berkisar antara 6,8071 11,6692%. Kadar abu pada perlakuan (50:50) dan perlakuan (70:30) sudah memenuhi standar mutu briket arang kayu, yaitu 8%. Sedangkan pada perlakuan (30 :70) tidak memenuhi standar mutu briket arang kayu, yaitu 8%. Tingginya kadar abu pada perlakuan (30:70) dipengaruhi oleh bahan dasar arang tebu yang digunakan lebih banyak pada perlakuan ini, karena kadar abu ampas tebu pada bahan cukup tinnggi. Kadar abu sangat berperan penting dalam pembuatan briket, karena semakin tinggi kadar abu
.c
ww
w
om
lic
lic
.
PD
F -X C h a n ge
PD
F -X C h a n ge
O W !
bu
to
om
to
ww
bu
O W !
.c
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
briket maka semakin kurang baik kualitas briket yang dihasilkan, karena briket akan cepat menjadi abu dan proses pembakaran akan lebih singkat. 3.2.4 Penentuan Kadar Zat Menguap Kadar zat menguap adalah zat yang menguap yang terdapat pada bahan dasar yang ikut hilang bersama uap air. Berdasarkan gambar 5, kadar zat menguap briket yang diperoleh pada penelitian cenderung tinggi berkisar antara 27,27% - 53,05% yang menyebabkan briket mengeluarkan asap yang banyak. Tingginya kadar zat mudah menguap yang diperoleh dari ketiga perlakuan tersebut disebabkan karena tidak sempurnanya penguraian senyawa non karbon. Tujuan dari penetapan kadar zat mudah menguap ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa yang mudah menguap yang terkandung dalam briket pada suhu 9500C. 3.2.5 Lama Pembakaran Berdasarkan gambar 6, lama pembakaran dari ketiga perlakuan tersebut, pada perlakuan (70:30) lama pembakaran yang paling lama, ini disebabkan karena penambahan arang tempurung kelapa lebih banyak dari pada arang tebu. Penambahan arang tebu yang banyak menyebabkan briket mengeluarkan banyak asap, waktu pembakaran yang singkat dan briket cepat menjadi abu karena kadar abu ampas tebu cukup tinggi. 3.2.6 Pengujian Indrawi Terhadap Tekstur Briket Dengan Uji Skoring Dari hasil analisa nilai respon yang diberikan panelis pada perlakuan 70:30 adalah 5,5 angka ini mempunyai skor penilaian mendekati skor penilaian keras dan sangat keras. Pada perlakuan 50:50, mempunyai penilaian panelis adalah 5,6 angka ini mempunyai skor penilaian sangat keras, sedangkan pada perlakuan 30:70 mempunyai skor penilaian yang sama dengan perlakuan 70:30. Setelah dilakukan perhitungan anava F hitung lebih kecil dari pada F tabel 5%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar sampel, sedangkan F tabel 1% lebih besar dari pada F hitung dapat disimpulkan juga tidak ada perbedaan nyata antar sampel berdasarkan teksturnya. Berdasarkan Uji Least Significant Difference (LSD) nilai yang digunakan adalah 0,931 untuk perbandingan antar sampel, pada perlakuan 50 : 50 tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan perlakuan 70 : 30 mempunyai selisih nilai 0,1 angka ini lebih kecil dari pada nilai LSD, pada perlakuan 50 : 50 tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan 30 : 70 mempunyai selisih nilai 0,1 angka ini lebih kecil dari pada nilai LSD sedangkan pada perlakuan 70 : 30 tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan 30 : 70 mempunyai nilai 0, angka tersebut juga lebih kecil dari pada nila LSD. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan 50:50 dan 70:30, perlakuan 50:50 dan 30 : 70 demikian juga perlakuan 70:30 dan 30:70 yang memiliki tekstur keras. 3.2.7 Pengujian Indrawi Terhadap Warna Briket Dengan Uji Skoring Dari hasil analisa nilai respon yang diberikan panelis untuk kode sampel 246 adalah 4,3 angka ini mendekati skor penilaian hitam. Sampel dengan kode 468 mempunyai skor penilaian yang sama dengan sampel kode 246, sedangkan sampel dengan kode 123 mempunyai skor penilaian hitam dan hitam pekat. Setelah dilakukan perhitungan anava F hitung lebih kecil dari pada F tabel 5% dan 1%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antar sampel. Berdasarkan Uji Least Significant Difference (LSD) nilai yang digunakan adalah 0,5198 untuk perbandingan antar sampel, pada perlakuan 30 : 70 tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan perlakuan 70 : 30 mempunyai selisih nilai 0,2 angka ini lebih kecil dari pada nilai LSD, pada perlakuan 30 : 70 tidak terdapat perbedaan nyata dengan perlakuan 50 : 50 mempunyai selisih nilai 0,2 angka ini lebih kecil dari pada nilai LSD sedangkan pada perlakuan 70 : 30 tidak terdapat
.c
ww
w
om
lic
lic
.
PD
F -X C h a n ge
PD
F -X C h a n ge
O W !
bu
to
om
to
ww
bu
O W !
.c
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
perbedaan nyata dengan perlakuan 50:50 mempunyai nilai 0, angka tersebut juga lebih kecil dari pada nila LSD. Maka dapat didimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan 30:70 dan 70:30, perlakuan 30:70 dan 50:50 demikian juga perlakuan 70:30 dan 50:50.
.c
ww
w
om
lic
lic
.
PD
F -X C h a n ge
PD
F -X C h a n ge
O W !
bu
to
om
to
ww
bu
O W !
.c
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
beberapa penelitian mengenai pembakaran beberapa jenis biomassa yang dibuat dalam bentuk briket. Biobriket dapat dijadikan penanganan masalah sampah dan sebagai sumber alternatif. 1. KARAKTERISTIK AMPAS TEBU Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim, 2007e). Ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Ampas tebu banyak dihasilkan pabrik gula. Husin (2007) menambahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pembuangan ampas tebu tanpa pengolahan secara tepat akan mengakibatkan pencemaran yang berkepanjangan. Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel 2. Berikut Tabel 2. Komposisi kimia ampas tebu Kandungan Kadar (%) Abu Lignin Selulosa Sari Pentosan SiO2 3,82 22,09 37,65 1,81 27,97 3,01
Sebagai bahan bakar jumlah ampas dari stasiun gilingan adalah sekitar 30 % berat tebu dengan kadar air sekitar 50 %. Berdasarkan bahan kering, ampas tebu adalah terdiri dari unsur C (carbon) 47 %, H (Hydrogen) 6,5 %, O (Oxygen) 44 % dan Ash (abu) 2,5 %. Menurut rumus Pritzelwitz (Hugot, 1986) tiap kilogram ampas dengan kandungan gula sekitar 2,5 % akan memiliki kalor sebesar 1825 kkal. Nilai bakar tersebut akan meningkat dengan menurunnya kadar air dan gula dalam ampas. Pada umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar bagi pabrik yang bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut mengalami pengeringan. Disamping untuk bahan bakar, ampas tebu juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas, particleboard, fibreboard, dan lain-lain (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Kelebihan ampas Ampas mudah
.c
ww
w
om
lic
lic
.
PD
F -X C h a n ge
PD
F -X C h a n ge
O W !
bu
to
om
to
ww
bu
O W !
.c
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
tr
ac
k e r- s o ft w a
re
terbakar karena didalamnya terkandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan panas. Briket dari ampas tebu akan lebih terjamin sebab bersifat renewable (mudah diperbaharui). 2. BIOBRIKET Biobriket merupakan sumber alternatif yang berupa bahan bakar padat, bahannya berasal dari biomassa, contohnya: ampas tebu, sekam padi, jerami, dll. Dengan pemanfaatan menjadi biobriket maka produk biobriket yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan energi alternatif pengganti briket batu bara diketahui berasal dari sumber alam yang tidak dapat diperbaharui (Subroto,2006), baik pada skala rumah tangga ataupun industri kecil. Dengan pemanfaatan ini, maka pemakaian bahan bakar yang selama ini dari sumber bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat diperbaharui dapat direduksi. Pemakaian batu bara menimbulkan masalah utama polusi yang bersifat merugikan, yaitu adanya emisi unsur belerang ke udara bebas (Boss,2004). Permasalahan ini dapat ditekan dengan penggunaan biobriket. Ampas mudah terbakar karena didalamnya terkandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan panas.
.c
ww
w
om
lic
lic
.