BAYI ATERM
STEP 1
1. Aterm : lahir cukup bulan
2. G1PIAO : G=gravida P= parietas/partus A= abortus
Kehamilan 1, anak 1, belum pernah abortus
3. Ante Natal Care : perawatan selama kehamilan
4. Ante Natal Bleeding : perdarahan selama kehamilan
5. Plasenta :
saluran yang menyalurka nutrisi dari ibu kejanin selama masa kehamilan
merupakan organ fetomaternal yg menghubungkan antara ibu dan anaknya untuk
mengadakan sekresi endokrin dan pertukaran selektif zat yg dapat larut serta dibawa
darah melalui aposisi rahim dan bagian trofoblas yg mengandung pembuluh darah.
6. Resusitasi : pemulihan kehidupan pd seseorang yg tampaknya meninggal (memulihkan
kembali kerja jantung dan paru setelah henti jantung)
Tindakan ini meliputi pernafasan buatan dan massage jantung.
7. Kotiledon : setiap sub devisi dari permukaan uteri dari plasenta
Salah satu daerah berumbai pd plasenta.
8. Asfiksia : gagal nafas
Keadan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur, biasanya
kelanjutan dari hipoksisa/anoksia janin selama masa kehamilan.
9. Hiperbilirubinemia :
Peningkatan konsentrasi bilirubin di dalam darah yg dapat menyebabkan ikterus pada
bayi.
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai yg mempunyai potensi
menimbulkan kern-ikterus (perlekatan bilirubin pd otak) jika tidak ditangani dg baik.
10. Ketuban : cairan amnion
11. Ekstra uterine : diluar rahim
12. APGAR ( appearance pulse grimace activity respiration) : suatu pensekoran atau
penilaian patokan klinis untuk menilai besarnya asfiksia neonatorum.
Metode praktis secara sistematis digunakan untuk menilai bayi baru lahir untuk
membantu untuk mengidentifikasi bayi yg memerlukan resusitasi akibat asidosis hipoksi.
13. Hipotermi : temperature tubuh yg rendah (1-2 derajat celcius) seperti yg disebabkan oleh
pemajanan terhadap cuaca dingin.
14. Ikterik : suatu gejala kekuningan yg ditimbulkan atau ditemukan pd bayi yg baru lahir
setelah 3 hari.
15. Hipoglikemi : kadar/konsentrasi glukosa darah kurang dari 70 mg/dl-110 mg/dl (puasa)
16. Hipoksia : penurunan pasokan oksigen ke jaringan sampai dibawah fisiologis meskipun
perfusi jaringan normal.
Keadaan oksigen di arteri kurang dari normal ( 80-90%)
STEP 2
MASALAH
FISIOLOGI NEONATUS
1. system pernafasan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PERAWATAN NEONATUS
1. identifikasi bayi segera setelah lahir
2. penilaian APGAR
3. resusitasi pada bayi
ASFIKSIA
1. etiologi
2. patogenesis
3. factor resiko
4. diagnosis
5. tindakan
6. gejala
7. pembagian asfiksia
INFEKSI NEONATAL
1. macam2 infeksi neonatal
2. patogenesis
3. gejala infeksi neonatus
4. tindakan/penatalaksanaan
HIPERBILIRUBINEMIA
1. kadar bilirubin yg normal
2. metabolisme bilirubin
3. penyebab
4. gejala dan tanda
5. patofisiologi
6. tindakan/penatalaksanaan
pencegahan
cara mengatasi
pengobatan umum
tindak lanjut
HIPOGLIKEMIA
1. kadar normal
2. etiologi
3. patogenesis
4. gejala
5. penatalaksanaan
PERTANYAAN SKENARIO
1. mengapa bayi lahir tidak langsung menangis ?
2. mengapa bayi baru lahir mengalami hipotermi ?
3. mekanisme kejang pada neonatus akibat asfiksi ?
4. etiologi kejang pd bayi baru lahir?
5. pembagian kejang pd waktu lahir ?
6. diagnosis
7. klasifikasi berat badan bayi baru lahir
8. tindakan ante natal care
9. fungsi ASI
10. fungsi ketuban
11. fungsi plasenta
STEP 3
PEMBAHASAN MASALAH
STEP 4
CONCEPT MAPPING
STEP 5
LEARNING ISSUE
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
STEP 7
HASIL
FISIOLOGI NEONATUS
1. system pernafasan
Fisiologi
o Factor yang mempengaruhi perubahan fungsi
a) maturasi mempersiapkan fetus untuk transisi dari kehidupan intrauterine ke
ekstrauterin dan hal ini berhubungan erat dengan masa gestasi dibandingkan berat
badan lahir
b) adaptasi diperlukan oleh neonatus untuk dapat tetap hidup dalam lingkungan baru
c) toleransi misalnya keadaan hipoksia, kadar gula darah rendah, perubahan pH darah
yang dratis bias ditoleransi oleh fetus
o Respirasi
Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta, tapi
setelah lahir perukaran gas melalui paru-paru. Rangsangan untuk gerakan pernapasan
o Tekanan mekanis dari toraks sewaktu melalui jalan lahir
o Penurunan paO2 dan kenaikan paCO2 merangsang kemoreseptor yang terletak di
sinus karotikus
o Rangsangan dingin di daerah muka dapat merangsang permulaan gerakan napas
o Refleks deflasi Hering Breur
o Metabolisme
o Pada jam pertama energi didapatkan dari pembakaran karbohidrat
o Pada hari ke dua energi didapatkan dari pembakaran lemak
Lebih kurang pada hari keenam mendapat susu sehingga energi didapat dari
lemak 60 % dan 40% dari karbondioksiida
Sumber : buku ajar IKA jilid 3 oleh staf pengajar IKA FK UI
2. system peredaran darah
Pada masa fetus darah dari plasenta melalui vena umbilikalis sebagian ke hati , sebagian
langsung keserambi kiri jantung kemudian ke bilis kiri jantung. Dari bilik kiri darah di
pompa melalui aorta keseluruh tubuh. Dari bilik kanan darah dipompa sebagian ke paru
dan sebagian melalui duktus arteriosus ke aorta. Setelah bayi lahir paru akan berkembang
mengakibatkan tekanan arteriil pada paru menurun. Tekanan dalam jantung kanan turun,
sehingga tekanan jantung kiri lebih besar daripada tekanan jantung kanan, yang
mengakibatkan menutupnya foramen ovale secara fungsionil. Hal ini terjadi pada jam2
pertama setelah kelahiran. Oleh karena tekanan pada paru menurun dan tekanan pada
aorta desenden naik dan pula oleh karena rangsangan biokimia (pa O2 yang naik), duktus
arteriosus berobliterasi. Hal ini terjadi pada hari pertama. Aliran darah paru pada hari
pertama ialah 4-5 liter/menit/m2 (gessner, 1965). Aliran darah sistemik pada hari pertama
rendah yaitu 1,96 liter/menit/m2 dan bertambah pada hari kedua dan ketiga (3,54
liter/menit/m2) karena penutupan duktus arteriosus. Tekanan darah pada waktu lahir
dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui tranfusi plasenta dan pada jam2 pertama
sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi konstan kira2 85/40 mmHg.
3. system GIT
Pada umumnya, kemampuan neonatus untuk mencernakan, mengabsorbsi, dan
memetabolisir makanan tidak berbeda dengan anak yg lebih tua, dengan 3 perkecualian :
a. Sekresi amilase pankreas pada neonatus kurang, sehingga bayi menggunakan zat
tepung kurang adekuat.
b. Absorbsi lemak dari saluran pencernaan dalam beberapa hal kurang dari anak lebih
tua. Akibatnya, susu dengan kandungan lemak yang tinggi (susu sapi) sering
diabsorbsi kurang adekuat.
c. Karena fungsi hati belum sempurna paling sedikit selama minggu pertama kehidupan,
konsentrasi glukosa darah tidak stabil dan biasanya rendah.
Neonatus secara khusus dapat mensintesis dan menyimpan protein. Ternyata dengan diet
yg adekuat, sebanyak 90% dari asam amino yg dicerna akan digunakan untuk
pembentukan protein tubuh. Persentase ini lebih tinggi dari orang dewasa.
(Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed-9, Guyton & Hall)
Traktus digestivus pada neonatus relatif lebih berat dan lebih panjang dibandingkan dgn
orang dewasa. Pada neonatus traktus digestivus mengandung zat yg berwarna hitam
kehijauan yg trdr dr mukopolisakarida (mekonium). Pengeluaran mekonium biasanya
dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinja sudah terbentuk dan berwarna
biasa. Enzim dalam trantus digestivus biasanya sudah terdapat pada neonatus, kec
amilase pankreas. Aktifitas enzim proteolitik pd neonatus dengan berat badan lahir 4000
gr besarnya 6 kali aktifitas enzim trsbt pd neonatus dgn berat badan lahir 1000 gr.
Aktifitas lipase telah ditemukan pd fetus 7-8 bulan.
Pada bayi prematur, aktifitas lipase masih kurang bila dibandingkan bayi cukup bulan.
(Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid I, FKUI, 1991, jakarta)
4. system endokrin
i. Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu.
ii. Pada waktu bayi baru lahir, kadang-kadang hormone tersebut masih
berfungsi, misalnya dapat dilihat pembesaran kelenjar air susu pada bayi
laki-laki ataupun perempuan. Kadang-kadang dapat dilihat gejala
withdrawal, misalnya pengeluaran darah dari vagina yang menyerupai
haid dari bayi perempuan.
iii. Kelenjar adrenal pada waktu lahir relative lebih besar bila dibandingkan
dengan orang dewasa (0,2% dari berat badan dibandingkan dengan 0,1%
dari berat badan pada orang dewasa)
iv. Kelenjar tiroid sudah sempurna terbentuk sewaktu lahir dan sudah mulai
berfungsi sejak beberapa bulan sebelum lahir.
Sumber : Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985
Pengaruh hormonal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
a. Somatotropin atau growth hormone
Merupakan pengatur utama pada pertumbuhan somatic terutama pertumbuhan
kerangka. Pertambahan tinggi badan sangat dipengaruhi hormone ini. GH
merangsang terbentuknya somatomedin yang kemudian berefek pada tulang
rawan. GH mempunyai circadian variation dimana aktivitasnya meningkat pada
malam hari pada waktu tidur, sesudah makan, sesudah latihan fisik, perubahan
kadar gula darah dsb.
b. Hormone tiroid
Hormone ini mutlak diperlukan pada tumbuh kembang anak, karena mempunyai
fungsi pada metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Maturasi tulang juga
dibawah pengaruh hormone ini. Demikian pula dengan pertumbuhan dan fungsi
otak sangat tergantung pada tersedianya hormone tiroid dalam kadar yang cukup.
Defisiensi hormone tiroid mengakibatkan retardasi fisik dan mental yang kalau
berlangsung terlalu lama, dapat menjadi permanent. Sebaliknya pada
hipertiroidisme dapat mengakibatkan gangguan pada kardiovaskular,
metabolisme, otak, mata, seksual, dll.Hormon ini mempunyai interaksi dengan
hormone hormone lain seperti somatotropin.
c. Glukokortikoid
Mempunyai fungsi yang bertentangan dengan somatotropin, tiroksin serta
androgen, karena kortison mempunyai efek anti-anabolik. Kalau kortison
berlebihan akan mengakibatkan pertumbuhan terhambat/terhenti dan terjadinya
osteoporosis.
d. Hormone hormone seks
Terutama mempunyai peranan dalam dalam fertilitas dan reproduksi. Pada
permulaan pubertas, hormone seks memacu pertumbuhan badan, tetapi sesudah
beberapa lama justru menghambat pertumbuhan. Androgen disekresi kelenjar
adrenal (dehidroandrosteron) dan testis (testosteron), sedangkan esterogen
terutama diproduksi oleh ovarium.
e. Insulin like growth factors (IGFs)
Toraks
Pernafasan bayi baru lahir biasanya diafragmatik. Frekuensi pernafasan berkisar
antara 30-100/menit, bergantung kepada aktifitas.
Sebaiknya dihitung 1 menit penuh, karena banyak fluktuasinya. Pada bayi cukup bulan
yang dalam keadaan tenang, bila didapatkan frekuensi pernafasan lebih dari 60/menit,
harus dicurigai kemungkinan terdapatnya insufisiensi jantung atau paru. bayi prematur
sering menunjukkan pernafasan jenis Cheyne-Stokes. Suara pernafasan bayi baru lahir
bronkovesikuler. Kadang2 dapat didengar ronki pada akhir inspirasi yang panjang
(misalnya waktu menangis). Batas jantung agak sukar ditentukan secara perkusi, karena
variasi bentuk dada. Sering terdengar murmur, tetapi ini bukan berarti adanya
kelainan jantung kongenital. Menurut Richards hanya 1 dari 12 murmur yang terdengar
pada neonatus benar disebabkan kelainan jantung bawaan. Pemeriksaan radiologi dan
EKG diperlukan bila dicurigai terdapat kelainan. Frekuensi nadi berkisar antara 70180/menit, rata2 ialah 120-130/menit. Kadang2 diperlukan pemeriksaan tekanan darah
neonatus. Normal tekanan darah neonatus ialah 85/60 mmHg. Dengan metode flus
hanya dapat diukur tekanan sistole saja.
Abdomen
Hepar biasanya teraba, kadang2 lien dan ginjal juga dapat diraba. Bila teraba tumor
lain, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis (foto polos abdomen dan pielografi
intravena) serta bila perlu dilakukan................percobaan. Kelainan yang tersering
ditemukan ialah kelainan traktus urogenitalis, embrioma ginjal, kista ovarium dan
duplikasi intestinal. Abdomen yang kembung mungkin disebabkan perforasi usus,
biasanya oleh mekonium ileus. Abdomen yang cekung kemungkinan hernia
diafragmatika.
Genitalia
Genitalia dan kelenjar mama dipengaruhi oleh hormon ibu yang melalui plasenta. Sering
terlihat pembesaran kelenjar mama disertai sekresi air susu baik pada neonatus wanita
maupun pria. Pada bayi wanita terlihat sekresi vaginal yang kadang2 berdarah. Skrotum
relatif besar. Perhatikan kemungkinan adanya hidrokel atau hernia.
Bila ada hipospadia atau epispadia, sebaiknya diperiksa juga kromatin seksnya, sebab
mungkin hal ini statu pembesaran cltoris pada anak perempuan. urin biasanya
dikeluarkan segera setelah lahir. Anus imperporata kadang2 tidak terlihat dan perlu
pemeriksaan colok anus atau pemeriksaan dengan termometer rektal. Mekonium biasanya
dikeluarkan dalam 12 jam pertama.
Ekstremitas
Pada pemeriksaaan ekstremitas, efek dari pada posisi dalam uterus perlu diperhatikan.
Adanya tulang patah atau kelumpuhan saraf atau luksasio dapat diketahui dengan
memperhatikan pergerakan spontan neonatus.
Refleks
Refleks yang dapat dilihat adalah refleks moro berupa gerakan seperti memeluk bila ada
rangsangan. misalnya dengan menarik kain tempat ia berbaring. Refleks isap dapat
ditimbulkan dengan meletakkan sesuatu benda dimulutnya. Refleks rooting , yaitu bayi
akan mencari benda yang diletakkan sekitar mulutnya dan kemudian akan
mengisapnya.Refleks plantar dan refleks grasp ditimbulkan dengan meletakkan
sesuatu benda pada telapak kaki atau tangan dan akan terjadi gerakan fleksi dari jari2
(buku kuliah IKA3, UI)
6. perbedaan intra uterine dan ekstra uterine
Intrauterine
Lingkungan fisik
Cairan
Suhu luar
Pada umumnya tetap
Gizi
Tergantung pada zat zat
gizi yang terdapat dalam
darah ibu
Penyediaan oksigen
Pengeluaran
metabolisme
Stimulasi sensoris
ekstrauterine
Udara
Berubah - ubah
Tergantung
pada
tersedianya bahan makanan
dan kemampuan saluran
cerna
Berasal dari ibu ke janin Berasal dari paru paru ke
melalui plasenta
pembuluh paru paru
hasil Dikeluarkan ke sistem Dikeluarkan melalui paru
peredaran darah ibu
paru, kulit, ginjal, dan
saluran pencernaan
Terutama kinestetik atau Bermacam macam stimuli
vibrasi
2. penilaian APGAR
0
Appearance (warna Pucat
kulit)
Pulse rate
Tidak ada
( frekuensi nadi )
Grimace ( reaksi Tidak ada
rangsangan)
Activity
(tonus Tidak ada
otot)
Respiration
Tidak ada
(pernafasan)
1
Badan
merah,
ekstremitas biru
Kurang dari 100
2
Seluruh
tubuh
kemerah merahan
Lebih dari 100
Sedikit
gerakan Batuk/bersin
mimik ( grimace)
Ekstremitas dalam Gerakan aktif
sedikit fleksi
Lemah/tidak teratur Baik/menangis
Pada bayi dengan asfiksia, secara kasar terdapat korelasi antara frekuensi jantung dengan curah
jantung. Karena itu pemantauan frekuensi jantung (misalnya dengan stetoskop, atau perabaan
nadi tali pusat) merupakan cara yanng baik untuk memantau efektifitas upaya resusitasi.
Perlengkapan dan obat-obatan resusitasi (tabel)
resusitasi neonatal yang efektif memerlukan tenaga yang terlatih dan perlengkapan yang tepat
(lihat tabel).
Hendaknya disediakan minimum 2 set perlengkapan resusitasi (untuk menghadapi kemungkinan
persalinan kembar) dan 1 unit resusitasi mobil untuk keperluan transport.prinsip-prinsip umum
prosedur resusitasi neonatus
prinsip resusitasi neonatus :
t (temperature), baru kemudian a-b-c-d
pengaturan suhu
semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi pada suhu
lingkungan yang dingin.
Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih
tidak stabil, dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis
yang terjadi.
Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain
kering dan hangat, dan diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi, atau pada
tubuh ibunya, untuk mencegah kehilangan panas. Bila diletakkan dekat ibunya, bayi dan ibu
hendaknya diselimuti dengan baik.
Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.
Tindakan resusitasi pada bayi sebaiknya dilakukan pada suatu meja yang telah dilengkapi dengan
peralatan resusitasi.
Penilaian status klinik
digunakan penilaian apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah
lahir.
Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai
ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup.
Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik.
Ada pembatasan dalam penilaian apgar ini, yaitu :
1. Resusitasi segera dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada
menit pertama.
2. Keputusan perlu-tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan
menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuskular, daripada
dengan nilai apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.
Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai apgar
1. Nilai apgar menit pertama 7 - 10 : biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan
berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring dengan menggunakan bulb syringe atau suction
unit tekanan rendah. Hati-hati, pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan
stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.
2. Nilai apgar menit pertama 4 - 6 : hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan o2 100%.
Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepokan atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan
selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila
frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif
dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik
pernapasan buatan dari mulut ke hidung-mulut.
3. Nilai apgar menit pertama 3 atau kurang : bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan
orofaring harus cepat diisap. Ventilasi dengan tekanan positif dengan o2 100% sebanyak 40-50
kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan
gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat
sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi : 100 sampai 120 kali per
menit, dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).
Jika frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan melakukan
intubasi endotrakea.
Gunakan laringoskop dengan daun lurus (magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa.
Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi.
Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 - 1 ml adrenalin
(1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara
intravena.
Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi, lakukan
kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter umbilikalis. Sebelum
penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah yang bebas hambatan. Dengan demikian
pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid transport line.
Jangan memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium bikarbonat yang tidak
diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati.
Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai frekuensi
jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan ekspansi volume
darah (plasma volume expander) : 10 ml/kgbb plasmanate atau albumin 5% secara infus selama
10 menit.
Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgbb darah lengkap
(wholeblood).
Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin.
Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgbb intravena
perlahan-lahan, atau sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgbb.
Asidosis respiratorik : dikoreksi dengan memperbaiki ventilasi
asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan ekspansi volume
darah.
saluran nafas dibersihkan dari lendir dan cairan.letak kepala harus lebih rendah untuk
memudahkan dan melancarakan keluarnya lendir.jika lendir kental dan sulit
dikeluarkan maka dapat digunakan laringoskop neonatal.
3. rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
jika bayi tidak memperlihatkan usaha bernafas 20 detik setelah lahir maka sedikit
banyak menderita depresi pusat pernafasan. Rangsangan terhadap bayi harus segera
dilakukan, pada sebagian besar bayi pengisapan lendir dan cairan amnion yang
dilakukan melalui nasofaring akan segera menimbulkan rangsangan
pernafasan.pengaliran O2
yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula
merangsang refleks pernafasan yang sensitif dalam mukosa hidung dan faring.
Rangsangan nyeri pada telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan
suntikan vitamin K. Jika belum berhasil maka dapat dilakukan dengan memperbaiki
ventilasi.
b. Tindakan khusus
tindakan khusus dilakukan jika pada tindakan umum belum memberikan hasil yang
memuaskan, cara yang dikerjakan sesuai dengan berat nya asfiksia pada bayi yang
dimanifestasikan dengan tingginya skore.:
asfiksia berat ( skor apgar 0-3)
langkah utama dengan memperbaiki ventilasi dengan memberikan 02 dengan
tekanan dan intermiten. Cara yang terbaik adalah dengan melakukan intubasi
endotrakeal. Keadaan asfiksia berat selalu disertai dengan asidosis yang
membutuhkan koreksi segera, karena itu bikarbonas natrikus.
Usaha pernafasan akan timbul setelah tekanan positif diberika 1-3 kali.
asfiksia berat ( skor apgar 4-6)
dalam hal ini dilakukan dengan melakukan stimulasi agar timbul refleks
pernafasan. Bila dalam waktu 30-60 detik Tidak timbul pernafasan spontan,
ventilasi aktif segera dimulai. Ventilasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
ventilasi mulut ke mulut atau ventilasi kantong ke masker.
prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat
a. Memberikan lingkungan yang baik pada byi dan mengusahakan saluran nafas
tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan , yaitu agar oksigenasi dan
pengeluaran CO2 berjalan lancar
b. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernafasan lemah
c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik
Hal2 yang perlu diperhatikan sebelum resusitasi dilaksanakan
a. Faktor waktu sangat penting, makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan
homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan
timbulnya sekuele akan meningkat
b. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/ hipoksia pascanatal
harus dicegah dan diatasi
c. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang
faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir
d. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat
dipilih dan ditentukan secara adekuat
Tindakan selain resusitasi
1. Pengisapan cairan lambung
tindakan ini dilakukan pada bayi tertentu yaitu untuk menghindarkan adanya regurgitasi
dan aspirasi. Sebaiknya penghisapan ini dilakukan pada bayi yang sebelumnya menderita
gawat janin, prematuritas, bayi ibu penderita DM dan pada bayi yang waktu persalinan
dipengaruhi secara tidak langsung oleh obat.
Manfaat lain yang diperoleh dari penghisapan cairan lambung ialah :
mengenal secara dini adanya atresia/stenosia esofagus
bila ditemukan cairan lambung yang berlebihan ( lebih dari 30 ml) ,
ingatlah kemungkinan akan obstruksi usus letak tinggi
bila ditemukan jumlah sel darah putih yang tinggi pada sediaan
langsung cairan lambung , bayi sudah hampir pasti telah kontak
dengan infeksi cairan amnion.
Pengisapan cairan lambung mungkin pula menimbulkan efek yang kurang baik , seperti
bradikardia atau serangan apnu, spasme laring. Karena itu tindakan ini dikerjakan bila
keadaan bayi telah mengijinkan.
1. penggunaan obat
obat analeptik seperti koramin, lobelin , vandid dll. Namun sekarang sudah tidak
dianjurkan lagi untuk digunakan, sedangkan penderita asfiksia berat , obat tsb merupakan
merupakan indikasi kontra. Beberapa obat narkotika dan analgetik yang diberikan pada
ibu 2-4 jam sebelum bayi lahir, dapat menimbulkan depresi pernafasan pada bayi saat
lahir. Obat tersebut misalnya morfin, heroin, petidin. Pada keadaan ini dianjurkan
memberikan antidotumnya berupa naloprin dengan dosis 0,2 mg/kgbb dan diberikan
secara intravena atau intramuskulus dalam
2. profilaksis terhadap blenorea
tindakan ini harus tetap dilakukan dengan memberikan nitras argenti 1%. Setelah
pemberian , mata dibilas dengan garam fisiologis untuk mengurangi bahaya iritasi
3. faktor aseptik dan antiseptik
pada setiap tindakan yang dilakukan pada bayi baru lahir, harus selalu diperhatikan faktor
aseptik dan antiseptik. Bila sterilitas tindakan diragukan , segera diberikan antibiotik
profilaksis.
4. beberapa klinik menganjurkan cara lain dalam mengatasi bayi dengan afiksia berat. Cara
tersebut.
Hipotermia. Asfiksia berat diatasi dengan hipotermi yang dalam yaitu mengurangi /
membatasi kerusakan sel jaringan.
Oksigen hiperbarik. Bayi diletakkan dalam ruangan tertutup yang berisi oksigen dengan
tekanan atmosfir yang tinggi. Cara ini memperlihatkan hasil yang sama dengan VTP.
(Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 3, FKUI.1985)
ASFIKSIA
1. etiologi
Asfiksia Neonatorum merupakan kelanjutan dari gangguan selama masa kehamilan yang
berupa anoksia atau hipoksia (Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu
ke janin) sehingga terjadi asfiksia janin. Hal ini bisa disebabkan oleh Karena antenatal care
yg tidak adekuat dan tidak ada tindakan koreksi sedini mungkin terhadap suatu kelainan.
Penyebab-penyebab asfiksia :
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibat. Kejadian ini
dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Hal ini menyebabkan kurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan juga ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan :
- Gangguan kontraksi uterus (Hipotoni/Tetani uterus akibat penyakit atau obat)
- Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
- Hipertensi mendadak pada penyakit Eklampsia dll.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misal :
solusio plasenta, perdarahan plasenta dll.
c. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dengan janin.
Gangguan ini dapat ditemukan pada tali pusat menumbang, tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dll
d. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,
yaitu :
1. Pemakaian obat anestesia/analgetika yg berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
2. Trauma yg terjadi pada saat persalinan, misal : perdarahan intrakranial.
3. Kelainan kongenital pada bayi, misal : Hernia Diafragmatika, atresia/stenosis
saluran pernafasan, hipoplasia paru, dll.
(Buku Ilmu Kesehatan Anak, jilid 3, Staf pengajar FK UI)
2. patogenesis
pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada kondisi janin masa kehamilan
dan persalinan.Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi.Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor
pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudia akan berlanjut dengan
pernafasan teratur.Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena bayi dapat
mengatasinya.asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apneu disertai dengan
penurunan frekuensi jantung.selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas
(gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur.pada penderita asfiksia berat ,
usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu
kedua.Pada tingkat ini disamping bradikardia ditemukan pula penurunan tekanan darah.
(Sumber : buku ajar IKA jilid 3 oleh staf pengajar IKA FK UI)
Gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2
dan kesulitan pengeluaran CO2 . Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan
tergantung dari berat dan lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversible atau menetap,
sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita.
Pada tingkat permulaan , gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung
terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobic berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam
organic yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu
fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskuler yang
ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut jantung. Secara singkat
dapat disimpulkan bahwa penderita asfiksia akan terlihat pentahapan proses kejadian :
Menurunnya kadar Pa O2 tubuh
Meningkatnya PCO2
Menurunnya pH darah
Dipakainya sumber glikogen tubuh
Gangguan sirkulasi darah
(Buku ajar IKA, FK UI)
3. factor resiko
factor predisposisi :
Faktor yang ditemukan pada ibu dan persalinan seperti hipertensi ibu ( pada
toksemia, eklampsi)
Hipotensi karena plasenta previa atau solusio plasenta
Ibu penderita dm
Kelainan jantung atau penyakit ginjal
Gangguan kontraksi uterus ( hipotonia, hipertoni, atonio uterus)
Partus lama
Persalinan abnormal ( kelahiran sungsang, kembar dan seksio sesarea)
(Buku ajar ilmu kesehatan anak jilid 1,FKUI.1991)
4. diagnosis
5. tindakan
tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa yang mungkin timbul dikemudian hari.Tindakan yang
dikerjakan pada bayi disebut resusitasi bayi baru lahir
untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi , prinsip dasar yang perlu
diingat ialah :
a.
menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap bebasnya
jalan napas
b.
memberikan bantuan pernapasan secara
MANAJEMEN TERAPI
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa
yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan
yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastika saluran nafas terbuka :
timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat
terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi
endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera
diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur,
meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
http://perawatmalut.tblog.com/post/1969846033
Terapi medikametosa
Epinefrin :
Indikasi :
o Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan pemijatan dada.
o Asistolik.
Dosis :
0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau
endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Volume ekspander :
Indikasi :
o Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi.
o Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai
adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan
respon yang adekuat.
Jenis cairan :
o Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
o Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Dosis :
Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat :
Indikasi :
o Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
o Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus
disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)
Cara :
Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena
dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi
miokardium dan otak.
Nalokson :
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-skow264.htm
6. gejala
asfiksi dimulai dengan periode apneu (primary apnoea) disertai dengan penurunan
frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping)
yang kemudian diikuti oleh pernafasan yang teratur. Pada penderita asfiksi berat,usaha
bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua
(secondary apnoea).
vir
us
Vir
us
var
ise
lazo
ost
er
Pik
orn Aborsi
avi
rus
Co
ksa
kiv
iru
s
Ek
ho
vir
us
Vir Aborsi
us
pol
io
Vir Aborsi
us
her
pes
si
mp
lek
s
BBLR, korioretinitis,
cacar air kongenital
atau varisela, atau
mungkin zooster
neonatus yang
tersebar
Penyakit demam
ringan , eksantema,
meningitis aseptik,
penyakit yang
menyebar,
keterlibatan organ
yang banyak (SSP,
hati, jantung),
gastroenteritis
Kemungkinan penyakit
jantung kongenital,
miokarditis
Defisit neurologis
Poliomielitis
kongenital
keterlibatan organ
yang banyak (SSP,
hati, paru2), lesi kulit
vesikuler, retinopati
Paralisis
Kemungkinan mikrosefali,
retinopati, kalsifikasi
intrakranial
Defisit neurologis
3. patogenesis
a. Infeksi Antenatal
Kuman sampai kejanin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Disini kuman itu melalui
batas plasenta dan menyebabkan intervilositis, selanjutnya infeksi melalui sirkulasi
umbilikus dan masuk kejanin.
b. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi, mikroorganisme dari vagina naik dan
masuk kedalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak
waktu antara ketuban pecah dengan lahirnya bayi > 12 jam) mempunyai peranan
penting untuk timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat terjadi tanpa ada
pecahnya ketuban, misal : pada partus lama dan sering kali dilakukan amnipulasi
vagina. Infeksi ini terjadi dengan inhalasi liquor yg septic sehingga dapat terjadi
Pneumonia Kongenital . Infeksi intranatal juga dapat terjadi akibat kontak langsung
dengan kuman vagina, misal : Blenorea dan Oral Trush
c. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau
akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat akibat infeksi silang. Infeksi
pascanatal ni sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini sangat penting sekali
karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat
infeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga
pengobatan sulit.
(sumber; ika fk ui jilid 3)
4. gejala infeksi neonatus
Malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargis, frek penafasan meningkat, BB
tiba2 menurun, pergerakan kurang, muntah dan diare. Selain itu dapat juga terjadi
edema, sklerema, pupura atau perdarahan, ikterus, hepatosplenomegali, dan kejang.
Suhu tubuh dapat meninggi, normal atau dapat pula kurang dari normal.
(Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3, FKUI, 1985)
5. tindakan/penatalaksanaan
Pencegahan :
Cara umum
a. Harus sudah dimulai pada periode antenatal. Infeksi ibu harus diobati dgn baik, dikamar
bersalin harus ada pemisahan yg sempurna antara bagian yg septik dan yg aseptik. Ibu yg
akan melahirkan sebelum masuk kamar bersalin harus dimandikan dulu dan memakai
baju khusus untuk kamar bersalin. Suasana kamar bersalin harus sama dgn kamar operasi.
Alat resusitasi harus steril.
b. Dibangsal bayi baru lahir harus ada pemisahan yg sempurna untuk bayi yg lahir dgn
partus aseptik dan partus septik. Pemisahan ini harus mencakup personalia, fasilitas
perawatan, dan alat yg digunakan. Harus terdapat kamar isolasi untuk bayi yg menderita
penyakit menular. Sebelum dan sesudah memegang bayi harus cuci tangan yg sebaiknya
dgn sabun antiseptik atau sabun biasa dgn waktu cukup lama (1 menit). Dalam ruangan
harus memakai jubah staril, maske, dan memakai sandal khusus. Dalam ruangan bayi
tidak boleh banyak bicara. Bial menderita enyakit saluran nafas atas tidak boleh masuk
kaar bayi.
c. Dapur susu harus bersih dan cara mencampur susu harus aseptik. ASI yg dipompa
sebelum diberikan bayi harus dipasteurisasi. Setiap bayi harus mempunyai tempat pakian
sendiri, begitu pula termometer, obat, kasa, dll. Inkubator harus selalu dibersihkan dan
lantai ruangan setiap hari hrs dibersihkan dan setiap minggu dicuci dgn mengg
antiseptikum.
Cara khusus
a. Pemakaian antibiotika hanya untuk tujuan dan indikasi yg jelas
b. Bila kemampuan pengawasan klinis dan laboratorium cukup baik, sebaiknya tidak perlu
memberikan antibiotika profilaksis. Anibiotika baru diberikan kalau sudah terdapat tanda
infeksi.
Bila kemampuan tersebut tidak ada, kiranya dapat dipertanggungjawabkan pemberian
antibiotika profilaksis berupa ampisillin 100 mg/kgbb/hari dan gentamissin 3-5
mg/kgbb/hari selama 3-5 hari.
(Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3, FKUI, 1985)
HIPERBILIRUBINEMIA
1. kadar bilirubin yg normal
kurang dari 1 mg/dl / 2 mg%
(guyton)
2. metabolisme bilirubin
i. Produksi :
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatos lebih tinggi
daripada bayi yang lebih tua. Satu gr hemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin
indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat
warna diazo, yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.
ii. Transportasi :
Bilirubin indirek kemudian dicta oleh albumin. Sel parenkim hepar mempunyai cara
selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui
membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan
terikat pada ligandin dan sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan protein
Z. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas
albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang
masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol
hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital
mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih
banyak untuk bilirubin.
iii. Konjugasi :
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide
walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronide
transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim
yang terlibat dalam sntesis bilirubin diglukoronide. Pertama-tama ahila uridin
difosfat glukoronide transferase (UDPG) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide. Sntesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran kanlikulus.
Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX
dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi misalnya isomer yang
terjadi sesudah terapi sinar.
iv. Ekskresi :
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi direk yang larut dalam air dan diekskresi
dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usu bilirubin direk ini tidak
diabsorbsi, sebagian kescil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.
v. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus :
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12
minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu, pada inkompatibilitas
darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya
hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus.
Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi
kemungkinan besar melalui mucosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi
bilirubin pada fetus dan neonatos diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar
mengambil bilirubin dari sirkulasi Sangay terbatas. Demikian kesanggupannya untuk
mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk
bilirubin indirek dan mudah melalui placenta ke sirkulasi ibu dan disekresi oleh hepar
ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatos dapat
terjadi kumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Hal ini menunjukkan bahwa
ketidakmampuan fatus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatos. Pada masa
janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini
beakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena
fungs hati belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungs hepar akibat
hipokasi, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
kekurangan glucosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin
indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam
serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat
dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat
berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel
otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin
atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20mg% pada umumnya capacitas
maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal
telah tercapai.
Sumber : Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985.
3. penyebab
Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat
pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (hemetoma sefal, perdarahan
subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang
peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaan ini terutama terjadi pada
penderita sepsis atau gastroenteritis. Beberapa factor lain yang juga merupakan penyebab
adalah hipoksis/ anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia, polisitemia.
(Buku ajar IKA)
a. Produksi yang berlebihan melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, mis pd
hemolisis yg meningkat pd inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutp dan sepsis.
b. Gangguan dlm proses uptake dan konjugasi hepar dapat disebabkan oleh imaturtas
hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangg fgs hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tdk terdapatnya enzim glukorinil tranferase. Penyebab lain
yaitu def protein Y dlm hepar yg berperan penting dlm uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dlm darah akan terikat pd albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dgn albumin dapat dipengaruhi oleh obat mis salisilat. Def albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin endirek yg bebas dlm darah yg
mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dlm ekskresi
Gangguan ini dpt terjadi akibat obstruksi dlm hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dlm hepar biasanya kibat
infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
(Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid I, FKUI, 1991, jakarta)
4. gejala dan tanda
Mata berputar, letargi, kejang, tdk mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku, daan
akhirnya opistotonus. Pada umur yg lebih lanjut bila bayi hidup dpt trjd spame otot,
opistotonus, kejang, atetosis, yg disertai ketegangan otot. Ketulian pd nada tinggi dpt
ditemukan, gangg bicara, dan retardasi mental.
(Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid I, FKUI, 1991, jakarta)
5. patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian ini
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel
hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat penghancuran
eritrosit, polisitemia, memendeknya umur erotrosit janin/ bayi, meningkatnya bilirubin
dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan
protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan hipoksia/ anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim
glukuronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita
hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ ekstrahepatik
Pada derajat tertentu, bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel
otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada susunan saraf tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/ dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata
tidaknya hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada
keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
pada bayi terdapat keadaan imaturitas, brat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia dan kelainan ssp yang terjadi karena trauma atau infeksi.
(buku ajar IKA, FK UI)
6. tindakan/penatalaksanaan
pencegahan
- kejang
- serangan apnea intermiten atau takipnea
- tangis yang melemah atau melengking
- kelumpuhan atau letargi
- kesulitan minum, dan
- terdapatnya gerakan putar mata.
Dapat timbul pula keringat dingin, pucat, hipotermia, gagal janung dan henti jantung.
Sering berbagai gejala muncul bersama-sama. Karena gejala klinis tersebut dapat
disebabkan oleh bermacam-macam sebab, maka bila gejala tidak menghilang setelah
pemberian glukosa yang adekuat, perlu dipikirkan penyebab lain.
(Buku ajar ilmu kesehatan anak jilid 1 FK UI jakarta 1991)
5. penatalaksanaan
Pengobatan hipoglikemia akut neonatus atau bayi meliputi pemberian intravena 2 mL /
kg D10 W, disertai dengan infuse glukosa terus menerus 6 8 mg/kg/menit,
menyesuaikan kecepatan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran
normal.
Manajemen hipoglikemia neonatus atau infantile persisten meliputi penambahan
kecepatan infuse glukosa intravena menjadi 8 15 mg/kg/menit. Lagipula, hidrokortison
intramuskuler, 5 mg/kg/24 jam diberikan dalam dosis terbagi setiap 6 12 jam, dan
hormone pertumbuhan intramuskuler, 1 mg/24 jam, dapat ditambahkan jika hipoglikemik
tidak berespon terhadap glukosa intravena.
Diazoksid oral, 10 25 mg/kg/24 jam diberikan dalam dosis terbagi 6 jam, dapat
mengembalikan hipoglikemia hiperinsulinemik tetapi juga menimbulkan hirsutisme,
edema, mual, hiperurikemia, gangguan elektrolit, umur tulang ynag lanjut, defisiensi Ig
G, dan jarang hipertensi dengan penggunaan ynag lama.
(NELSON, ILMU KESEHATAN ANAK)
PERTANYAAN SKENARIO
1. mengapa bayi lahir tidak langsung menangis ?
karena pengaruh obat yang diberikan kepada ibu yang mengakibatkan depresi SSP.
2. mengapa bayi baru lahir mengalami hipotermi ?
Luas permukaan tubuh neonatus kira2 3x orang dewasa dengan lapisan lemak di bawah
kulitnya lebih tipis, terutama pada bayi baru lahir. Diduga kehilangan panas pada
neonatus 4x lebih cepat dari orang dewasa, Suhu kulit neonatus akan menurun 0,3o C dan
suhu rektal 0,1o C dalam ruang bersalin dengan suhu 20o C- 25o C. Akibatnya suhu tubuh
hilang sekitar 2o C- 3o C, setara dengan kehilangan panas 200 kal/ kg. Kehilangan panas
dapat disebabkan oleh :
Evaporasi (penguapan melalui pernafasan dan kulit bayi yang basah dengan
cairan amnion)
Radiasi (Suhu tubuh bayi pindah ke benda padat yang paling dekat dengan
neonatus secara tidak langsung)
Bayi yang cukup bulan yang ada di ruang dingin sesudah lahir mungkin akan menderita
asidosis metabolik, hipoksemia, hipoglikemia, hipotermia, serta ekskresi ginjal yang
bertambah sebagai usaha tubuh untuk mengimbangi panas yang hilang. Untuk menambah
produksi panas maka diperlukan peninggian metabolisme dan konsumsi oksigen,
kemudian secara tidak lansung melepaskan lebih banyak norepinefrin. Dengan demikian
terjadi termogenesis yang tidak menggigil (nonshivering thermogenesis) melalui oksidasi
lemak terutama lemak coklat. Tambahan pula aktivitas otot mungkin meninggi. Bayi
dengan hipoksia dan hipoglikemia tidak mungkin meninggikan konsumsi oksigennya bila
bila ada di ruang yang dingin dan suhu tubuhnya pun akan menurun. Sebagai kompensasi
terhadap hiperventilasi, hampir semua neonatus yang lahir melalui vagina akan
mengalami asidosis metabolik yang ringan sampai sedang. Kompensasi ini tidak
mungkin terjadi pada bayi yang menderita sakit berat atau yang kedinginan di ruang
bersalin. Oleh sebab itu bayi demikian harus dikeringkan dan diselimuti, ayau diletakkan
di ruang/ tempat yang hangat untuk melakukan resusitasi. Selain itu pengawasan terhadap
warna kulit, frekwensi denyut jantung dan frekwensi napas akan lebih baik.
3. mekanisme kejang pada neonatus akibat asfiksi ?
perfusi ke otak kurang sehingga menimbulkan kejang.
4. etiologi kejang pd bayi baru lahir?
Kejang bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari gangguan saraf pusat atau
lokal atau sistemik. Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul dalam masa
neonatus atau dalam 28 hari sesudah lahir.
a. gangguan vaskular
perdarahan berupa petekie akibat anoksia dan asfiksia yang dapat
terjadi di intraserebral atau intraventrikuler
perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di
subaraknoidal atau disubdural
trombosis
pernyakit perdarahan seperti def. Vitamin K
sindrom hiperviskositas
b. gangguan metabolisme
hipokalsemia
hipomagnesia
hipoglikemia
def. Dan ketergantungan akan piridoksin
aminoasiduria
hiponatremia
hipernatremia
hiperbilirubinemia
c. infeksi
meningitis , sepsis
ensefalitis
toksoplasma kongenital
penyakit cytomegalic inclusion
d. kelainan kongenital
porensefali
hidransefali
agenesis sebagian dari otak
e. lain2
narotic withdrawal
Neoplasma
Dsb
(Buku Ilmu Kesehatan Anak, jilid 3, Staf pengajar FK UI)
5. pembagian kejang pd waktu lahir ?
Volpe ( 1977) membagi bentuk kejang pada bayi baru lahir sebagai berikut:
a. Bentuk kejang yang hampir tidak terlihat yang sering tidak diinsafi sebagai kejang
terbanyak didapat pada neonatus berupa:
deviasi horizontal bola mata
getaran dari kelopak mata / berkedip2
gerakan pipi dan multu seperti menghisap, mengunyah, mengecap dan menguap
apnu berulang
gerakan tonik tungkai
b. kejang tonik multifokal
Gerakan berpindah2 dari satu anggota gerak ke anggota gerak lainnya scara tidak
teratur. Kadang2 karena kejang yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan
dapat menyerupai kejang umum
c. kejang tonik
Ekstensi kedua tungkai, kadang2 dengan fleksi kedua lengan menyerupai keadaan
dekortikasi
d. kejang mioklonik
Berupa gerakan fleksi seketika seluruh tubuh, jaran terlihat pada neonatus.
(Buku Ilmu Kesehatan Anak, jilid 3, Staf pengajar FK UI)
6. diagnosis
Anamnesis yang teliti dari keluarga, kehamilan dan persalinan.
Manifestasi klinis berupa kejang atau fit
Pemeriksaan pediatrik dan neurologis yang lengkap , termasuk pemeriksaan
jantung dan paru. Pemeriksaan kulit, pemeriksaan abdomen.
Pemeriksaan laboraturium yang penting adalah pemeriksaan darah terhadap kadar
gula, kalsium, fosfor , magnesium, natrium dan kalium secara rutin.
(Buku Ilmu Kesehatan Anak, jilid 3, Staf pengajar FK UI)
7. klasifikasi berat badan bayi baru lahir
Bayi lahir hidup sebelum 37 minggu kehamilan (dihitung dari hari pertama haid terakhir),
mempunyai masa gestasi yang pendek dan WHO menyebutnya sebagai prematur. The
American Academy of Pediatrics mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut
prematur. Prematur juga sering dipakai untuk menunjukkan imatur. Akhir2 ini, bayi
dengan berat lahir kurang dari 750 gr dimasukkan dalam golongan neonatus imatur.
Menurut riwayatnya, bayi premature ialah bayi dengan berat lahir 2500 gr atau kurang.
Msa kini bayi dengan berat 2500 gr atau kurang disebut BBLR , oleh karena bayi ini
mungkin mempunyai umur kehamilan yang pendek (premature) atau beratnya tidak
sesuai dengan masa gestasinya (kecil untuk masa kehamilan=KMK), atau keduanya
BBLSR : berat lahir kurang dari 1500 gr
8. tindakan ante natal care
a. persediaan alat alat dikamar bersalin
alat pengisap lendir
tabung oksigen dengan alat pemberi oksigen kepada bayi
untuk menjaga kemungkinan terjadinya asfiksia perlu disediakan laringoskpi
kecil, masker muka kecil, kanula trakea, ventilator kecil untuk pernafasan buatan ;
selain itu perlu pula disediakan obat obat seperti larutan glukosa 40 %, larutan
bikarbonas natrikus 7,5 % denagan alat suntiknya dan nalorfin sebagai antidotum
terhadap obat obat berasal dari morfin atau petidin yang mungkin diberikan
kepada ibu selama persalinan dan yang dapat mengakibatkan penekanan
pernafasan pada bayi serta pemberian vitamin K untuk mencegah terjadinya
perdarahan sebagai akibat dari ibu yang mendapat fenobarbital atau fenobarbital
dan phenytoin , bayi yang kekurangan vitamin K yang perlu sebagai koenzim
untuk membentuk faktor II,VII,IX dan X serta bayi yang mendapat ASI
alat pemotong dan pengikat tali pusat serta obat antiseptik dan kain kasa steril
untuk merawat tali pusat
tanda pengenal bayi yang sama dengan ibu
tempat tidur bayi atau inkubator yang selalu dalam keadaan hangat, steril
dilengkapi selimut
kapas, kain kasa, baju steril, serta obat antiseptik yang akan dipakai oleh dokter
stop watch dan termometer
bila kamar bersalin dingin oleh karena udara di daerah tsb dingin atau oleh karena
pemanasan khusus, supaya bayi tidak kedinginan dan menderita trauma dingin
atau cold injury.
b. pertolongan pada saat bayi lahir
penanganan bayi dilakukan sejak kepala mulai keluar dari jalan lahir, yaitu
dengan melakukan pembersihan lendir serta cairan yang berada di sekitar mulut
dan hidung dengan kapas dan kain kasa steril. Kemudian kelopak matanya
dibersihkan dengan kapas atau kain kassa steril satu demi satu, dimulai dari keluar
ke dalam. Sesudah bayi lahir lengkap, saat lahir segera dicatat dengan jam waktu
(stopwatch). Kemudian kedua kaki bayi dipegang dengan satu tangan, sedangkan
tangan yang lain memegang kepala bayi yang lebih rendah dengan sudut kurang
lebih 30 derajat daripada kaki dengan posisinya ekstensi sedikit untuk
memungkinkan cairan atau lendir mengallir keluar dari trakea dan
farings.sementara itu seorang membantu mengisap lendir dan cairan dnegan alat
pengisap.
c. penilaian bayi waktu lahir (assesment at birth)
keadaan umum bayi dinilai satu menit setelah lahir dengan penggunaan nilai
APGAR. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia
atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (heart rate), usaha nafas
(respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi
Selain itu sebagai benteng terhadap kuman dari luar tubuh ibu dan menjaga
kestabilan suhu tubuh janin.
Cairan ketuban juga merupakan alat bantu diagnostik dokter pada pemeriksaan
amniosentesis.
Perlu diketahui, air ketuban tidak membuka apalagi mendorong janin keluar. Yang
bertugas untuk itu adalah kontraksi rahim (his). Jadi walaupun ketuban sudah
pecah atau kadar airnya tinggal sedikit, pembukaan mulut rahim dan dorongan
bayi untuk lahir tetap akan terjadi selama ada kontraksi.
Www.tabloid-nakita.com
11. fungsi plasenta
sebagai alat yg memberi makanan pd janin (nutritif)
sebagai alat yg mengeluarkan bekas metabolisme (ekskresi)
sebagai alat yg memberi zat asam, dan mengeluarkan CO2 (respirasi)
sebagai alat yg membentuk hormon
sebagai alat menyalurkan pelbagai antibody ke janin
mungkin hal2 yg belum diketahui
(ilmu kebidanan, hanifa wiknjosastro)