PELAYANAN MEDIS
SMF SARAF
2007
1. Diagnosis
2. ICD
3. Kriteria
PENANGANAN PASIEN
NYERI KEPALA
A. Tegang Otot (Tension type headache)G 44.2
1. Episodic-tension-type headache (G 44.20,G 44.21)
2. Chronic-tension-type headache (G 44.22, G 44.23)
B. Migraine (G 43)
1. Tanpa aura (G 43.0)
2. Dengan aura (G 43.1)
C. Pasca Trauma (G 44.88)
1. Acute posttraumatic headache (G 44.880)
2. Chronic posttraumatic headache (G 44.3)
D. Neuralgia Trigeminal (G 44.847)
E. Nyeri Kepala Tumor Otak (G 44.822)
A. Tegang Otot
1.
o Sekurang-kurangnya terdapat 10 episode serangan
nyeri kepala kurang dari 180 hari/tahun
o Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
o Sedikitnya memiliki 2 karakteristik nyeri kepala
berikut :
- lokasi bilateral
- menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitas ringan atau sedang
- Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti
berjalan atau naik tangga
o Tidak dijumpai :
- Mual atau muntah (bisa anoreksia)
- Lebih dari satu keluhan : fotofobia atau
fonofobia
o Tidak berkaitan dengan kelainan lain
2.
o Rata-rata frekuensi serangan nyeri kepala lebih besar
atau sama dengan 15 hari/bulan (180 hari/tahun)
B. Migraine
1. Migren tanpa aura
o Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri
kepala berulang dengan manifestasi serangan
berlangsung 4-72 jam, yang mempunyai sedikitnya
2 karakteristik berikut : unilateral, berdenyut,
intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik
o Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut :
nausea dan atau muntah, fotofobia dan fonofobia.
2
4. Diagnosis
Banding
5. Pemeriksaan
Penunjang
6. Konsultasi
7. Perawatan RS
8. Terapi
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
2. ICD
3. Kriteria
EPILEPSI
G.40
A. Menurut bentuk serangan
o Epilepsi umum (grand mal No. ICD G.41.0 : Petit
mal No. ICD G.41.1 : mioklonus dan lain-lain).
o Epilepsi vokal (motoris, sensibilitas, parsial kompleks
dan lain-lain). No. ICD G.41.2
o Status konvulsius / status epileptikius G.41
B. Menurut penyebab :
o Idiopatis
o Simptomatis
Klinis :
Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan
epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa provokasi.
Sedangkan bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu
manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan
listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron
yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas
paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermitten
dan self- limited.
Sindroma epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai
oleh sekumpulan gejala yang timbul bersamaan (termasuk
tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia
saat awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan
prognosa).
A.
Kriteria Diagnosis
o Gejala serebri fokal atau umum (penurunan gangguan
kesadaran, kejang, parestesi dan lain-lain) yang
timbul berulang
B.
Epilepsi Fokal
o Manifestasi klinis fokal atau manifestasi klinis lain
yang ditunjang dengan kelainan EEG fokal (contoh :
epilepsi parsial kompleks / epilepsi lobus temporalis,
epilepsi fokal sederhana dan lain-lain).
C.
Epilepsi Simtomatis
o Epilepsi tersebut merupakan gejala dari suatu
penyakit (tumor, CVD dan lain-lain). Perlu dicurigai
4. Diagnosis
5. Pemeriksaan
Penunjang
6. Perawatan RS
7. Terapi
8. Standar RS
9. Penyulit
o
o
o
10. Informed
o
Consent
11. Tenaga Standar o
12. lama Perawatan o
13. Masa
Pemulihan
14. Patologi
Tahap II
o Menghentikan kejang dalam 20-30 menit, kemudian
Diazepam IV 2 mg/menit dengan dosis 10-40 mg
(hati-hati depresi pernafasan). Bersamaan dengan
Diazepam berikan infus Fenitoin 20 mg/kgBB dalam
NaCL fisiologis dengan kecepatan tidak lebih dari 50
mg/menit (awasi EKG) dan tekanan darah)
Tahap III
o Setelah 30 menit selanjutnya :
- Intubasi, pasang EEG, pertimbangan anestesi
umum, sementara itu dilakukan :
- Infus Fenitoin tambahan 10 mg/kgBB atau
Fenobarbital dengan kecepatan tidak lebih dari 100
mg/menit (perhatikan hipotensi)
o Bolus Lidokain 2 mg/kgBB IV di ikuti dengan infus
3-10 mg/kgBB/jam
Tahap IV
o Lakukan anastesi umum pada yang refrakter
Puskesmas/semua RS (untuk status konvulsi lebih
baik bila ada diruang ICU)
Reaksi alergi (contoh : Sindrom Steven Johnson)
Edem serebri karena gangguan pernafasan akibat
kejang-kejang terus-menerus pada status konvulsi
Alat kardioreseptor yang tidak siap pakai atau
terlambat bertindak
Perlu tertulis
15. Autopsi
Bila diperlukan
PENANGANAN PASIEN
1. DIAGNOSIS
2. ICD
3. Kriteria
4. Diagnosis
Banding
5. Pemeriksaan
Penunjang
6. Konsultasi
7. Perawatan RS
8. Terapi
9. Standar Rs
10. Penyulit
11. Informed
Concent
12. Tenaga Standar
13. Lama
Perawatan
14. Masa
Pemulihan
15. Hasil
16. Patologi
17. Autopsi
11
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
2. ICD
3. Kriteria
Diagnosis
12
13
4. Diagnosis
Banding
5. Pemeriksaan
Penunjang
B Saraf Perifer
o Adanya tarikan yang berlebihan atau trauma langsung
pada proksimal anggota gerak.
Avulsi radiks
o Nyeri setempat anggota gerak bagian proksimal pada
saat kejadian diikuti kelumpuhan total permanen
Lesi Pleksus
o Kejadian sama tapi kelumpuhan dapat total atau
sebagian
Lesi saraf perifer
o Adanya trauma setempat. didapat kelumpuhan dan
gangguan sensibilitas beberapa otot yang dipersarafi
saraf yang bersangkutan.didapati ganguan pergerakan
tidak total
A. Saraf pusat
'l'rauma kapitis
o Pendarahan otak (stroke)
o Overdosis (intoksikasi) Obat penenang dan alkohol
o Reaksi konversi
Trauma medula spinalis
o Tak ada diagnosis banding
B. Saraf perifer
Mononeuropati akut
Trauma kapitis
o Rontgen polos tengkorak AP/lat
o Fungsi lumbal kalau diagnosis meragukan dan tak ada
kontraindikasi.
o EEG dan arteriografi atau langsung CT-Scan otak pada
pendarahan epidural dan subdural.
Trauma medula spinalis
o Rontgen vertebra bersangkuran
o Fungsi lumbal kalau tak ada kontraindikasi
o Potensial Evok (SSEP:Somatosensory Evoked Potensial)
Saraf perifer
o Pemeriksaan EMG (electromyography )
14
6. Konsultasi
7. Terapi
8. Perawatan RS
9. Standar RS
10. Penyulit
c. Rehabilitasi
- Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah
keadaan klinik stabil
- Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan sesuai
Trauma Kapitis dengan fraktur tertutup
o Tidak dilakukan tindakan khusus, kecuali pada fraktur
impresif dengan kedalaman lebih dari 0,5 cm. Operasi sito
dikerjakan kalau tekanan intrakranial meninggi: sakit
kepala hebat dan muntah.
Trauma Kapitis dengan fraktur tertutup
o Diberikan antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi
otak dan konsultasi ke bagian bedah saraf untuk
penbersihan dan penjahitan selaput otak.
Komosio medula spinalis
o Istirahat dan roboransia/neurotropik
o Fisioterapi
Kontusio medula spinalis
o Istirahat dan roboransia/tierotonik
o Deksametason yang diberikan dalam rangkaian disertai
pemberian antasid atau simetidin.
Trauma medula spinalis disertai Iuksasi atau fraktur
o Deksametason yang diberikan dalam rangkaian
o Konsultasi bedah saraf untuk kemungkinan operasi
Avulsi radiks, lesi pleksus dan lesi saraf perifer
o Neurotropik dan fisioterapi. Kalau terdapat lesi total/putus
konsultasi ke bedah saraf untuk kemungkinan
penyambungan
o Trauma saraf pusat harus dirawat
o Trauma saraf perifer biasanya tidak dirawat kecuali
disertai fraktur tulang atau gangguan kehidupan seharihari
o Pada komosio serebri : semua RS
o Yang lainnya. RS yang mempunyai dokter Spesialis
Saraf, yang rumah sakit tipe C,B,A
o Karena tidak diketahui : pertolongan pada saat trauma
dapat memperberat keadaan pada kasus dengan fraktur
servikal.
o Karena terjadinya cepat. kematian dapat timbul sebelum
dapat dilakukan operasi pada perdarahan epidural
o Karena terbatasnva tenaga ahli Bedah saraf. penderita
dapat meninggal sebelum dikirim ke RS vang lebih Besar
16
11. Informed
Consent
12. Tenaga Standar
13. Lama
Perawatan
14. Hasil
15. Patologi
16.Autopsi
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
2. ICD
3. Kriteria
4. Diagnosis
Banding
5. Pemeriksaan
Penunjang
17
o
o
o
o
6. Konsultasi
o
o
o
7. Perawatan RS
o
o
o
o
8. Terapi
o
o
o
o
9. Standar RS
10. Penyulit
o
o
o
11. Informed
Consent
12. Tenaga Standar
13. Lama Perawatan
14. Masa Pemulihan
15. Hasil
o
o
o
o
o
o
16. Patologi
17. Autopsi
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
2. ICD
3. Kriteria
4. Diagnosis
Banding
MIASTENIA GRAVIS
G.70.0
o
Adalah suatu penyakit autoimun yang terjadi karena
serangan pada asetilkolin reseptor dari neuromuskular
junction otot bergaris oleh suatu antibodi, ada 4 tipe :
1.
Ocular myastenia
2.
Mild generalized myasthenia
3.
Severe generalized myasthenia
4.
Myasthenia crisis
o
Neuropati
o
Sindroma Lambert-Eaten
o
Gangguan di bidang THT (disfoni, disfagi)
o
Gangguan di bidang mata (ptosis, oftalmoplegi)
19
5. Pemeriksaan
Penunjang
o
o
o
o
6. Konsultasi
7. Perawatan RS
8. Terapi
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
9. Standar RS
10. Penyulit
o
o
11. Informed
Consent
12. Tenaga Standar
13. Lama Perawatan
14. Masa Pemulihan
15. Hasil
o
o
o
o
16. Patologi
17. Autopsi
o
o
o
Karena penyakit
- Krisis miastenia
- krisis kolinergik
Karena tindakan
- jarang
Perlu tertulis
Dokter umum , bila ada Dokter Spesialis Saraf
Bergantung keadaan
1 Minggu. Penderita harus tetap kontrol setelah klinis
sembuh
Terkontrol
Kemungkinan lepas
Bila dilakukan timektomi
Jarang
20
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
2. ICD
3. Kriteria
o
4. Diagnosis
Banding
5. Pemeriksaan
Penunjang
6. Konsultasi
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
7. Perawatan RS
o
o
8. Terapi
o
o
o
o
o
o
22
9. Standar RS
10. Penyulit
o
11. Informed
o
Consent
12. Tenaga Standar o
13. Lama Perawatan o
14. Masa Pemulihan o
15. Hasil
o
o
16. Patologi
17. Autopsi
o
o
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
23
2. ICD
3. Kriteria
24
o
o
o
o
o
o
4. Diagnosis
Banding
25
5. Pemeriksaan
Penunjang
o
o
6. Konsultasi
o
o
o
7. Perawatan RS
o
o
o
8. Terapi
- Tumor
- Fraktur
- Paresis pleksus
- Paresis N. Peroneus
- Neuropatik diabetik
- Gangguan vaskuler pada a. Iliaka dan cabangcabangnya
- Spondilitis lumbalis
- N. Iskiadikus : neuritis primer, perineuritis, neurinoma,
trauma pada sarafnya atau suntikan
Brakialgia
- Foto rontgen servikal dengan posisi AP /lat/oblik
Iskialgia
- Foto rontgen lumbosakral AP/lat
- LP bergantung kasus dapat dipertimbangkan, bila
diduga ada kompresi radiks yang disertai bendungan
ataupun diduga ada tumor medula spinalis
- Pemeriksaan EMG untuk penentuan lokalisasi,
membedakan iritasi radiks dengan kompresi radiks,
evaluasi pengobatan. Bila diduga kompresi radiks,
maka, setelah pemeriksaan EMG dilakukan
mielografi/CT-mielografi ataupun MRI
Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Bila ada penyakit
sistematis sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit
Dokter Spesialis Psikosomatik bila tidak ditemukan
kelainan lain
Fisioterapi untuk traksi servikal maupun lumbal,
masase dan UKG atau ultrasound
Rawat inap pada iritasi radiks, bila ada kelainan
neurologis.
Nyeri radikuler tak tertahankan (obat tidak
menolong), tak dapat istirahat di rumah, diduga ada
penyebab lain yang harus di eksplorasi
Pada kompresi radiks mutlak perlu dirawat karena
tindakan operatif mutlak diperlukan
26
9. Standar RS
10. Penyulit
11. Informed
Consent
o
o
o
o
o
14. Hasil
o
o
15. Patologi
16. Autopsi
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
TETANUS
2. ICD
Q.29.0
3. Kriteria Diagnosis o Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan
28
o
o
o
o
o
o
4. Diagnosis
Banding
5. Pemeriksaan
Penunjang
o
o
o
o
o
o
6. Konsultasi
7. Perawatan RS
8. Terapi
o
o
o
o
o
o
o
o
o
9. Standar RS
10. Penyulit
o
o
11. Informed
Consent
o Dokter Umum
o Bila dicurigai akan terjadi kesulitan pernapasan rujuk ke
RS yang lengkap
29
15. Hasil
16. Patologi
17.Autopsi
2 minggu 1 bulan.
Sampai tak terjadi kesulitan pernapasan
Pada fraktur vertebra istirahat baring kurang lebih 2 bulan
Pada anak-anak 50% meninggal
Angka kematian tinggi bila :
a. terjadi spasme yang tidak cepat ditolong
b. Bila jarak antara terjadinya luka dan awitan terjadi
tetanus pendek
o Tidak perlu
o Bila diperlukan
o
o
o
o
o
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
MENINGITIS
30
5. Pemeriksaan
Penunjang
6. Konsultasi
7. Terapi
8. Perawatan RS
32
9. Standar RS
10. Penyulit
11. Informed
Consent
12. Tenaga Standar
15. Hasil
o
o
16.Patologi
33
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
ENSEFALITIS VIRAL
2. ICD
A.83. A.85, A.88
3. Kriretia Diagnosis o Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan
parenkim sistem saraf pusat yang menimbulkan kejang,
kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal.
o Skin rash, faringitis, limfadenitis, pleuritis, karditis,
ikterus, organomegali, diare dan orkitis
o Prodromal berlangsung 1-4 hari berupa demam, menggigil,
sakit kepala, malaise, sakit tenggorokan, konjungtivitis,
nyeri pada ekstremitas dan abdomen.
o Bila berkembang jadi meningitis, dijumpai kaku kuduk,
fotofobia. nveri pada pergerakan bola mata. Kesadaran
menurun.
o Adanya ensenfalitis ditandai oleh ataksia. tremor.
gangguan mental, gangguan bicara, kelumpuhan
ekstrimitas, kejang peninggian tekanan intrakranial.
kesadaran yang makin menurun sampai koma dan dapat
berakhr dengan kematian, jarang dijumpai ptosis dan
paresis bola mata.
o Bila gejala perangsangan selaput otak disertai disfungsi
otak disebut meningoensefalitis
4. Diagnosis
o Infeksi bakteri
Banding
o Infeksi mikrobakteri
o Infeksi jamur
o lnfeksi protozoa
5. Pemeriksaan
o Pungsi lumbai bila tak ada tanda peninggian tekanan
Penunjang
intrakranial
Dievaluasi :
Sel
umumnva
kurang
dari
1000/ul,
limfomonositik
Dijumpai eritrosit pada herpes simpleks
ensefalitis
Protein normal atau sedikit meninggi (80200mg/dl)
Glukosa biasanya normal
Pewarnaan gram dan kultur untuk bakteri
a. Jamur
b. BTA
o Bila memungkinkan isolasi virus, titer antibodi untuk
mencari diagnosis etiologi
o Pemeriksaan darah
Leukosit : normal atau leukopeni atau
leikositosis ringan
34
o Pemeriksaan EEG
Umumnya dijumpai perlarnbatan umum
Adanya kompleks slow wave yang periodik ke
daerah lobus temporalis sesisi atau dua sisi
mencurigakan suatu infeksi herpes simples virus
(HSV). Pada AIDS ensefalitis juga hanya dijumpai
perlambatan
o Pemeriksaan CT scan dan MRI
Pemeriksaan ini sebenarnya penting tetapi
mahal. Berguna untuk deteksi dini HSV ensefalitis
o Biopsi jaringan otak
Spesimen untuk isoiasi virus, pemeriksaan
histopatologis, pemeriksaan dengan mikroskop
elektron dan imunofloresens. Biopsi otak berguna
untuk menegakkan diagnosis HSV ensefalitis
o Pemeriksaan antibodi antigen spesifik untuk HSV dan HIV
6. Konsultasi
o Dokter Spesialis Saraf
o Dokter Ahli Virologi
o Dokter Ahli Patologi Klinik
o Dokter Ahli Patologi Anatomi
o Dokter Spesialis Radiologi
o Dokter Spesialis Bedah Saraf
o Dokter Spesialis Anestesi
o Fisioterapis
7. Perawatan RS
o Rawat inap segera untuk semua penderita yang dicurigai
memderita ensefalitis
8. Terapi
o Bersifat suportif
o Bila dicurigai penyebabnya HSV diberikan Acyclovir 30
mg/kgBB/hari intravena, dibagi 3 dosis selama 10 hari.
9. Standar RS
o Untuk perawatan suportif semua RS
o Bila ada penyulit atau indikasi rujuk ke RS yang lebih
lengkap
10. Penyulit
o Infeksi saluran napas dan saluran kemih
o Kejang yang terus menerus pada fasilitas ICU untuk
narkose umum
o Perlu tertulis bila diperlukan untuk punksi lumbal, biopsi
11. Informed
Consent
otak
12. Tenaga Standar
o Dokter umum untuk terapi suportif
o Dokter Spesialis Saraf, dokter Spesialis Anestesi, bila
kejang-kejang menuju kea rah status konvulsi
13. Lama Perawatan o Satu bulan bila tidak terjadi sequele neurologis/penyulit
lain. Sequele neurologis perlu dilatih ahli Fisioterapi
35
PENANGANAN PASIEN
1. Diagnosis
PENYAKIT PARKINSON
2. ICD
G. 20
3. Kriteria Diagnosis o Penyakit Parkinson adalah : bagian dari parkinsonism yang
patologis ditandai dengan degenerasi ganglia basalis
terutama pars compacta substantia nigra disertai dengan
inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewys bodies)
o Parkinsonism : adalah sindroma yang ditandai dengan
tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan
hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamine
karena beberapa sebab
o Tremor merupakan gejala yang timbul akibat letupan
ritmis terhadap traktus piramidalis. Disebut juga resting
tremor dengan frekuensi 4-5 Hz atau pill rolling tremor.
Dalam keadaan stress tremor akan bertambah
4. Pemeriksaan Fisik o Dalam pemeriksaan dapat ditemukan trias Parkinson yaitu:
fenomena roda bergigi. bradikinesia dan rigiditas.
Bradikinesia
o Menurunnya kemampuan untuk melakukan gerakan wajah
disertai bertambahnya waktu yang diperlukan untuk
memulai atau mengubah gerakan akibatnya keseluruhan
gerakan penderita memberi kesan lambat.
o Dalam pemeriksaan dapat ditemukan penderita berjalan
dengan langkah kecil-kecil seperti diseret (Marche Apetit
Pas) tanpa melenggang, saliva tidak ditelan. muka topeng
yang miskin mimik, frekuensi mata berkedip menurun dan
tulisan berubah menjadi kecil-kecil.
Rigiditas
o Tonus otot meninggi karena meningkatnya aktivitas motor
neurogamma terutama pada otot fleksor. Keadaan ini
rnengakibatkan sikap penderita seperti membongkok
dengan kaki tertekuk (Stooping).
o Disamping gejala di atas dapat ditemukan hiperhidrosis,
hipotensi postural, gangguan miksi, demensia, depresi,
pernapasan yang dangkal dan tidak beraturan serta cara
bicara yan monoton.
o Perjalanan klinis penyakit Parkinson dilihat berdasar
36
5. Diagnosis
Banding
6. Pemeriksaan
Penunjang
7. Konsultasi
8. Perawatan RS
o Stadium II:
- Gejala bilateral
- Terjadi kecacatan minimal
- Sikap/cara berjalan terganggu
o Stadium III:
- Gerakkan tubuh nyata lambat diri
- Gangguan keseimbangan saat berjalan/berdiri
- Disfungsi umum sedang
o Stadium IV:
- Gejala lebih berat
- Keterbatasan jarak berjalan
- Rigiditas dan bradikinesia
- Tidak mampu mandiri
- Tremor berkurang
o Stadium V:
- Stadium kakesia
- Kecacatan kompleks
- Tidak mampu berdiri dan berjalan
- Memerlukan perawatan tetap
o Sindrom Parkinson Sekunder
o Pascaensefalitis letargika van economo. Dua puluh tahun
setelah kejadian infeksi virus otak timbul gejala parkinson.
o Keadaan iatrogenis akibat pemberian obat terutama
fenotiazin, haloperidol dan litium.
o Akibat keracunan CO atau Mn
o Penyakit saraf lain : penyakit serebrovaskular/
parkinsonisme arteriosklerosis
o Akibat keadaan lain seperti trauma atau tumor otak.
o Pada CT Scan atau MRI, mungkin dapat ditemukan tanda
degenerasi pada substansia nigra.
o Dapat dilakukan analisis cara berjalan terutama foot print.
o Dokter Spesialis Penyakit Dalam
o Dokter Spesialis Jiwa
o Dokter Ahli Farmakologi Klinis bila diperlukan
o Rawat inap hanya dianjurkan pada kasus yang berat
dengan tujuan untuk mengetahui medikamentosa yang
cocok dan dosis yang adekuat
37
9. Terapi
10. Standar RS
11. Penyulit
12. Informed
Consent
13. Tenaga Standar
o Medikamentosa :
- Amantadin
- Antikholinergik : Benzotropin mesilat, biperidin,
trihexyphenidil
- Dopaminergik : Carbidopa dan Levodopa Benserazide
dan Levodopa
- Dopamin Aginis : Bromokriptin mesilat, pergolide
mesilat, pramipexole, rupinirol, lysuride
- COMT Inhibitor : Entacapone, tolcapone
- MAO-Binhibitor : Selegiline, Lazabemide
- - Anti Oksidan : Glutamat antagonis, alfa tocoferol, asam
Ascorbat, betacaroten
- Botulinum toxin
- Propanolol
o Non medikamentosa :
- Operasi : Talatomi, palidotomi, transplantasi substansia
nigra
- Ablasi dan stimulasi otak
- Rehabilitasi medik
- Psikoterapi
o Semua RS yang mempunyai dokter Spesialis Saraf
Efek samping dapat berupa :
o Fluktuasi khasiat obat (on-off phenomenon)
o Hipotensi postural
o Nausea
o Diskinesia
o Depresi mental
o Hanya pada kasus operatif yang belum pernah dikerjakan
di Indonesia
o Dokter Umum, pada penderita dengan keluhan yang sudah
teratasi dengan pengobatan yang adekuat.
o Dokter Spesialis Saraf, bila kemudian timbul efek samping
pemberian obat jangka panjang
o Berobat jalan, kecuali untuk penyesuaian obat, penderita
dengan efek samping pengobatan yang berat atau depresi
mental berat.
o Lama perawatan bergantung pada berat atau sulitnya kasus
tersebut
38
16.Hasil
17. Patologi
18. Autopsi
39