Anda di halaman 1dari 126

1.

Muhammad Abduh
Muhammad Abduh (bahasa Arab: ; lahir di Delta Nil (kini wilayah Mesir), 1849 meninggal di Iskandariyah (kini wilayah Mesir), 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun) adalah seorang pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam. Ia belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari Jamal al-Din al-Afghani, seorang filsuf dan pembaru yang mengusung gerakan Pan Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika. Muhammad Abduh diasingkan dari Mesir selama enam tahun sejak 1882, karena keterlibatannya dalam Pemberontakan Urabi. Di Lebanon, Abduh sempat giat dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam. Pada tahun 1884, ia pindah ke Paris, dan bersalam al-Afghani menerbitkan jurnal Islam The Firmest Bond. Salah satu karya Abduh yang terkenal adalah buku berjudul Risalah at-Tawhid yang diterbitkan pada tahun 1897. Pemikirannya banyak terinspirasi dari Ibnu Taimyah, dan pemikirannya banyak menginspirasi organisasi Islam, salah satunya Muhammadiyah, karena ia berpendapat, Islam akan maju bila umatnya mau belajar, tidak hanya ilmu agama, tapi juga ilmu sains.

Karya tulis
Di antara karya tulisnya yang terkenal adalah: 1. 2. 3. 4. Tafsir Juz Amma Tafsir Al-Qur an Hakim, yang diteruskan oleh muridnya, Muhammad Rasyid Ridha Risalah At Tauhid Banyak memberi tambahan dalam kitab-kitab, salah satunya Limaza taakhkhara Islam wa taqaddama ghairuhum, karya Syakib Arsalan.

2.Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (1909 - 1999) ialah Mufti Agung Arab Saudi. Ia adalah salah seorang da'i Salafi.

Biografi
Namanya adalah: Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdul Aali Baz. Ia dilahirkan di Riyadh, Arab Saudi pada tanggal 12 Dzulhijjah 1330 Hijriah. Pada mulanya ia bisa melihat, kemudian pada tahun 1336 H, kedua matanya menderita sakit, dan mulai melemah hingga akhirnya pada bulan Muharram tahun 1350 H kedua matanya mulai buta.

Pendidikan

Sebagai putra seorang ulama' pendidikannya lebih banyak tertuju pada pelajaran Al-Qur'an dan Hadits dibawah bimbingan keluarganya. Kemudian Ia belajar ilmu-ilmu syar'i dari para ulama besar di Riyadh, diantaranya :

Syaikh Muhammad bin Abdullathif bin Abdurrahman bin Hasan bin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Hasan bin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (qadhi (hakim) Riyadh), Syaikh Saad bin Hamd bin Faris bin Athiq (qadhi Riyadh), Syaikh Hamd bin Faris (wakil Baitul Mal Riyadh), Syaikh Saad Waqqash al-Bukhari (guru tajwidnya pada tahun 1355 H), Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullathif Aalu as-Syaikh (tempat ia menimba berbagai macam disiplin ilmu Syariat Islam mulai tahun 1347-1357 H).

Karier
Jabatan yang pernah diembannya:

Qadhi (Hakim) di daerah al-Kharaj semenjak tahun 1357-1371 H, Mengajar di Mahad (Universitas)al Ilmi di Riyadh pada tahun 1372 H dan fakultas Syariah di Riyadh setelah dibentuknya fakultas tersebut pada tahun 1373 H (dalam mata pelajaran ilmu fiqh, tauhid dan hadits, dan jabatan ini ia tekuni sampai tahun 1380 H). Pada tahun 1381 H ditunjuk sebagai wakil Rektor Universitas Islam Madinah hingga tahun 1390 H, diangkat menjadi Rektor Universitas tersebut pada tahun 1390 H setelah wafatnya as-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu as-Syaikh pada bulan Ramadhan 1389 H, kemudian ia tetap memegang jabatan tersebut sampai tahun 1395 H. Pada tanggal 14-10-1395 H keluar Surat Keputusan Kerajaan untuk mengangkatnya sebagai pimpinan umum untuk bagian Pembahasan Ilmiyah, Fatwa Dakwah dan Irsyad (kemudian tersebut berubah menjadi Mufti Umum Kerajaan setelah dibentuknya Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Dakwah dan Irsyad pada tahun 1414 H).

Selain itu ia menjabat sebagai anggota pada beberapa Majelis Islamiyah yang berskala internasional, seperti:

Anggota Perkumpulan Ulama Besar Kerajaan Arab Saudi. Kepala Badan Tetap Pembahasan Ilmiyah dan Fatwa pada lembaga di atas. Anggota dan kepala majelis pendiri Rabithah Alam Islami. Kepala pada Majma al-Fiqhi al-Islami yang berpusat di Mekkah yang merupakan bagian dari Rabithah Alam Islami. Anggota pada majelis tertinggi di Universitas Islam Madinah. Anggota pada majelis tinggi Dawah Islamiyah Kerajaan Arab Saudi.

Karya Karya
Karangan-karangannya, sebagian kecilnya antara lain:

Al-Fawaid al-Jalilah fi al-Mabahits al-Fardhiyah At-Tahdzir minal Bida

Al-Aqidah ash-Shahihah wamaa Yudhaadhuha Al-Jihad fi Sabilillah Ad-Dawatu Ilallah wa Akhlaaqu ad-Duat Al-Jawabul Mufid fi Hukmi at-Tashwiir Wujuubu Tahkiimi Syarillahi wa Nabdzu maa Khaalafahu

Wafatnya
Ia wafat pada subuh Kamis 27 Muharram 1420 H di kota Thaif, dishalatkan pada hari Jumat (28 Muharram 1420 H) di Masjid Haram, dan dimakamkan di pemakaman al-Adl Makkah. Kategori: Kelahiran 1909 | Kematian 1999 | Meninggal usia 90 | Ulama Arab Saudi | Cendekiawan Muslim

3.Abdul Muhsin bin Hammad


al-Allamah al-Muhaddits al-Faqih az-Zahid al-Wara asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-Abbad al-Badr lahir di Zulfa (300 km dari utara Riyadh) pada 3 Ramadan tahun 1353H (10 Desember 1934. Ia adalah salah seorang pengajar di Masjid Nabawi yang mengajarkan kitab-kitab hadits seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan saat ini beliau masih memberikan pelajaran Sunan Turmudzi. Ia adalah seorang Alim Robbaniy dan pernah menjabat sebagai wakil mudir (rektor) Universitas Islam Madinah yang waktu itu rektornya adalah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Ia sangat dekat dengan al-Imam al-Allamah Abdul Aziz bin Bazz -rahimahullahu-, bahkan karena kedekatan beliau dengan al-Imam, ketika Imam Bin Bazz tidak ada (tidak hadir) maka Syaikh Abdul Muhsinlah yang menggantikan beliau, sehingga tak heran jika ada yang mengatakan bahwa Universitas Islam Madinah dulu adalah Universitasnya Bin Bazz dan Abdul Muhsin. Di antara guru-guru beliau adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. al-Allamah asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim -rahimahullahual-Allamah Abdullah bin Abdurrahman al-Ghaits -rahimahullahual-Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz -rahimahullahual-Allamah asy-Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithy -rahimahullahual-Allamah asy-Syaikh Abdurrahman al-Afriqy -rahimahullahual-Allamah asy-Syaikh Abdur Razaq Afifi -rahimahullahual-Allamah asy-Syaikh Umar Falatah -rahimahullahu-

Ia memiliki putra yang juga alim yang bernama Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin alAbbad, yang produktif dan cemerlang. Ia memiliki banyak murid, di antaranya adalah : 1. 2. 3. 4. Syaikh al-Allamah Rabi bin Hadi al-Madkhaly Syaikh al-Allamah Ubaid al-Jabiry Syaikh al-Allamah Abdul Malik Ramadani al-Jazairy Syaikh al-Allamah Sulaiman ar-Ruhaily

5. Syaikh al-Allamah Ibrahim ar-Ruhaily Kategori: Kelahiran 1934 | Ulama Arab Saudi | Cendekiawan Muslim

4.Abdullah bin Abbas


Abdullah bin Abbas (Bahasa Arab ) adalah seorang Sahabat Nabi, dan merupakan anak dari Abbas bin Abdul-Muththalib, paman dari Rasulullah Muhammad SAW. Dikenal juga dengan nama lain yaitu Ibnu Abbas (619 - Thaif, 687/68H). Ibnu Abbas merupakan salah satu sahabat yang berpengetahuan luas, dan banyak hadits sahih yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas, serta beliau juga menurunkan seluruh Khalifah dari Bani Abbasiyah. Biografi Keluarga Dia merupakan anak dari keluarga yang kaya dari perdagangan bernama Abbas bin AbdulMuththalib, maka dari itu dia dipanggil Ibnu Abbas, anak dari Abbas. Ibu dari Ibnu Abbas adalah Ummu al-Fadl Lubaba, yang merupakan wanita kedua yang masuk Islam, melakukan hal yang sama dengan teman dekatnya Khadijah binti Khuwailid, istri Rasululah. [1]. Ayah dari Ibnu Abbas dan ayah dari Muhammad merupakan anak dari orang yang sama, Syaibah bin Hsyim, lebih dikenal dengan nama Abdul-Muththalib. Ayah orang itu adalah Hasyim bin Abdulmanaf, penerus dari Bani Hasyim klan dari Quraisy yang terkenal di Mekkah. Ibnu Abbas juga memiliki seorang saudara bernama Fadl bin Abbas
Hadis Tentang Dia

Ibnu Abbas pernah didekap Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah SAW berkata, Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah. Yang dimaksud hikmah adalah pemahaman terhadap Al-Qur'an.
[2]

Ibnu Abbas pernah melihat Malaikat Jibril dalam dua kesempatan, Ibnu Abbas berkata:

Aku bersama bapakku di sisi Rasulullah dan di samping Rasulullah ada seorang laki-laki yang membisikinya. Maka seakan-akan beliau berpaling dari bapakku. Kemudian kami beranjak dari sisi Rasulullah seraya bapakku berkata, Wahai anakku, tahukah engkau kenapa anak laki-laki pamanmu (Rasulullah) seperti berpaling (menghindari aku)? Maka aku menjawab, Wahai bapakku, sesungguhnya di sisi Rasulullah ada seorang laki-laki yang membisikinya. Ibnu Abbas berkata, Kemudian kami kembali ke hadapan Rasulullah lantas bapakku berkata, Ya Rasulullah aku berkata kepada Abdullah seperti ini dan seperti itu, kemudian Abdullah menceritakan kepadaku bahwa ada seorang laki-laki di sampingmu yang berbisik-bisik kepadamu. Apakah benar memang ada seseorang di sampingmu? Rasulullah balik bertanya, Apakah engkau melihatnya ya Abdullah? Kami menjawab, Ya. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya ia adalah Jibril alaihiwassalam. Dialah yang menyibukkan kami dari kamu sekalian. [3]

Abbas mengutus Ibnu Abbas kepada Rasulullah dalam suatu keperluan, dan Ibnu Abbas menjumpai Rasulullah bersama seorang laki-laki. Maka tatkala ia kembali dan tidak bicara kepada Rasulullah, maka Rasulullah bersabda, Engkau melihatnya ? Abdullah (Ibnu Abbas) menjawab, Ya, Rasulullah bersabda, Ia adalah Jibril. Iangatlah sesungguhnya ia tidak akan mati sehingga hilang pandangannya (buta) dan diberi (didatangkan ilmu). [4]

Ia pernah di doakan Nabi dua kali, saat didekap beliau dan saat ia melayani Rasulullah dengan mengambil air wudlu, Rasululah berdoa, Ya Allah fahamkanlah (faqihkanlah) ia. (HR. Muslim) Ibnu Abbas wafat pada tahun 78 hijriyah, dalam usia 75 tahun, diriwayat lain 81 tahun. Dari Ibnu Jubair menceritakan, bahwa Ibnu Abbas wafat di Thaif.

5. Abdullah Yusuf Ali


Abdullah Yusuf Ali (lahir 14 April 1872 meninggal 10 Desember 1953 pada umur 81 tahun) adalah seorang cendekiawan muslim yang menerjemahkan Al Qur'an dalam bahasa Inggris. Terjemahan Al Qur'an oleh Yusuf Ali bersama-sama dengan terjemahan oleh Marmaduke Pickthall adalah terjemahan bahasa inggris yang paling luas digunakan saat ini. Ali dilahirkan di Bombay, India dari sebuah keluarga saudagar kaya. Pada masa kecilnya, ia menerima pendidikan agama dan akhirnya dapat menghapal Al Qur'an (menjadi hafiz). Ia dapat berbicara dalam bahasa Arab maupun Inggris dengan sangat baik. Ia mempelajari beberapa literatur bahasa Inggris dan mengunjungi beberapa negara Eropa sebagai seorang pelajar. Ia menngkhususkan usahanya untuk mempelajari Al Qur'an dan tafsir dimulai dengan tafsir-tafsir yang dibuat pada masa awal sejarah Islam. Usaha Ali yang terkenal adalah bukunya yang berjudul "Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary" yang dipublikasikan pada tahun 1934. Ali mendukung kontribusi India untuk negara-negara sekutu pada Perang Dunia I. Ia adalah intelektual yang sangat dihormati di India. Ia juga direkrut oleh Muhammad Iqbal sebagai kepala Islamia College di Lahore, Pakistan. Ia kemudian pindah ke Inggris hingga akhir hidupnya, dan dimakamkan di pekuburan muslim di Brookwood dekat dengan tempat pemakaman Pickthall.
[Pranala luar

(Inggris)Abdullah Yusuf Ali di Project Gutenberg (Inggris)Biografi Abdullah Yusuf Ali (Inggris)Terjemahan Al Qur'an oleh Yusuf Ali (Inggris)Biografi Abdullah Yusuf Ali

Kategori: Kelahiran 1872 | Kematian 1953 | Kematian 1952 | Meninggal usia 80 | Cendekiawan Muslim

6. Abu al-Hasan al-Asy'ari


Abu al-Hasan bin Isma'il al-Asy'ari (Bahasa Arab ( ) lahir: 873- wafat: 935), adalah seorang pemikir muslim pendiri paham Asy'ari.

[sunting] Latar Belakang

namanya Abul al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari keturunan dari Abu Musa al-Asy'ari, salah seorang perantara dalam sengketa antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah. Al-Asy'ari lahir tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M [1] Al-Asy'ari lahir di Basra, namun sebagian besar hidupnya di Baghdad. pada waktu kecilnya ia berguru pada seorang Mu'tazilah terkenal, yaitu Al-Jubbai, mempelajari ajaran-ajaran Muktazilah dan mendalaminya. Aliran ini diikutinya terus ampai berusia 40 tahun, dan tidak sedikit dari hidupnya digunakan untuk mengarang buku-buku kemuktazilahan. namun pada tahun 912 dia mengumumkan keluar dari paham Mu'tazilah, dan mendirikan teologi baru yang kemudian dikenal sebagai Asy'ariah.Ketika mencapai usia 40 tahun ia bersembunyi di rumahnya selama 15 hari, kemudian pergi ke Masjid Basrah. Di depan banyak orang ia menyatakan bahwa ia mula-mula mengatakan bahwa Quran adalah makhluk; Allah Swt tidak dapat dilihat mata kepala; perbuatan buruk adalah manusia sendiri yang memperbuatnya (semua pendapat aliran Muktazilah). Kemudian ia mengatakan: "saya tidak lagi memegangi pendapat-pendapat tersebut; saya harus menolak paham-paham orang Muktazilah dan menunjukkan keburukan-keburukan dan kelemahan-kelemahanya". [1] Banyak tokoh pemikir Islam yang mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini, salah satunya yang terkenal adalah "Sang hujjatul Islam" Imam Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu kalam/ilmu tauhid/ushuludin. Walaupun banyak juga ulama yang menentang pamikirannya,tetapi banyak masyarakat muslim yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang yang mengikuti/mendukung pendapat/faham imam ini dinamakan kaum/pengikut "Asyariyyah", dinisbatkan kepada nama imamnya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim banyak yang mengikuti paham imam ini, yang dipadukan dengan paham ilmu Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Ini terlihat dari metode pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama "20 sifat Allah", yang banyak diajarkan di pesantren-pesantren yang berbasiskan Nahdlotul Ulamak (NU) khususnya, dan sekolah-sekolah formal pada umumnya.
[sunting] Karya-karyanya

Ia meninggalkan karangan-karangan, kurang lebih berjumlah 90 buah dalam berbagai lapangan.[1] Kitabnya yang terkenal ada tiga : 1. Maqalat al-Islamiyyin 2. Al-Ibanah 'an Ushulid Diniyah 3. Al-Luma[1]

7. Abu Al-Hasan Al-Mawardi


Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad Ibn Habib al-Mawardi (972 - 448H/1058) adalah seorang ahli fiqh dari Irak.
[sunting] Biografi

Al-Mawardi lahir di kota Basra Irak Di sinilah beliau belajar fiqh dari Abu al-Wahid al-Simari, dan kemudian pindah ke Baghdad untuk berguru pada Sheikh Abd al-Hamid dan Sheikh Abdallah al-Baqi. Bukunya yang terkenal adalah Kitab al-Ahkam al-Sultania {buku tentang tata pemerintahan), Qanun al-Wazarah (Undang-undang tentang Kementrian), dan Kitab Nasihat alMulk (berisi nasihat kepada penguasa).
Kategori: Kelahiran 972 | Kematian 1058 | Cendekiawan Muslim

8. Abu Dawud
Imam Abu Dawud (817 / 202 H meninggal di Basrah; 888 / 16 Syawal 275 H; umur 7071 tahun) adalah salah seorang perawi hadits, yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadits lalu memilih dan menuliskan 4.800 di antaranya dalam kitab Sunan Abu Dawud. Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani. Untuk mengumpulkan hadits, beliau bepergian ke Arab Saudi, Irak, Khurasan, Mesir, Suriah, Nishapur, Marv, dan tempat-tempat lain, menjadikannya salah seorang ulama yang paling luas perjalanannya. Bapak beliau yaitu Al Asy'ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid, dan demikian juga saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman perjalanan beliau dalam menuntut hadits dari para ulama ahli hadits. Abu Dawud sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, dia sudah berada di Baghdad, dan di sana beliau menemui kematian Imam Muslim, sebagaimana yang beliau katakan: "Aku menyaksikan jenazahnya dan mensholatkannya".[1] Walaupun sebelumnya beliau telah pergi ke negeri-negeri tetangga Sajistaan, seperti khurasan, Baghlan, Harron, Roi dan Naisabur. Setelah beliau masuk kota Baghdad, beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al Muwaffaq untuk tinggal dan menetap di Bashroh,dan beliau menerimanya,akan tetapi hal itu tidak membuat beliau berhenti dalam mencari hadits.
[sunting] Guru

Kemudian mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Dia langsung berguru selama bertahun-tahun. Di antara guru-gurunya adalah Imam Ahmad, AlQanabiy, Sulaiman bin Harb, Abu Amr adh-Dhariri, Abu Walid ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya bin Ma'in, Abu Khaitsamah, Zuhair bin Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Sa'id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.
[sunting] Murid

Demikian pula murid-murid beliau cukup banyak antara lain, yaitu:


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Imam Turmudzi Imam Nasa'i Abu Ubaid Al Ajury Abu Thoyib Ahmad bin Ibrohim Al Baghdady (Perawi sunan Abi Daud dari beliau). Abu `Amr Ahmad bin Ali Al Bashry (perawi kitab sunan dari beliau). Abu Bakr Ahmad bin Muhammad Al Khollal Al Faqih. Isma`il bin Muhammad Ash Shofar. Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau). Zakariya bin Yahya As Saajy. Abu Bakr Ibnu Abi Dunya. Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh wal Mansukh dari beliau).

12. 13. 14. 15.

Ali bin Hasan bin Al `Abd Al Anshory (perawi sunsn dari beliau). Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari beliau). Abu `Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu`lu`y (perawi sunan dari beliau). Muhammad bin Ahmad bin Ya`qub Al Matutsy Al Bashry (perawi kitab Al Qadar dari beliau).
[sunting] Penyusunan Sunan Abu Dawud

Imam Abu Daud menyusun kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, jadi kumpulan hadits-nya berfokus murni pada hadits tentang syariat. Setiap hadits dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan Al-Qur'an, begitu pula sanadnya. Dia pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad untuk meminta saran perbaikan. Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas dunia Muslim sebagai salah satu kitab hadits yang paling autentik. Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadits lemah (yang sebagian ditandai beliau, sebagian tidak). Banyak ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau, di antaranya Imam Turmudzi dan Imam Nasa'i. Al Khatoby mengomentari bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqh daripada kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Ibnul A'raby berkata, barangsiapa yang sudah menguasai Al-Qur'an dan kitab "Sunan Abu Dawud", maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab lain lagi. Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kitab "Sunan Abu Dawud" sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum. Ia adalah imam dari imam-imam Ahlussunnah wal Jamaah yang hidup di Bashroh kota berkembangnya kelompok Qadariyah,demikian juga berkembang disana pemikiran Khowarij, Mu'tazilah, Murji'ah dan Syi'ah Rafidhoh serta Jahmiyah dan lain-lainnya, tetapi walaupun demikian beliau tetap dalam keistiqomahan diatas Sunnah dan beliaupun membantah Qadariyah dengan kitabnya Al Qadar, demikian pula bantahan beliau atas Khowarij dalam kitabnya Akhbar Al Khawarij, dan juga membantah terhadap pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran Islam yang telah disampaikan olah Rasulullah. Maka tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As Sunan yang terdapat padanya bantahan-bantahan beliau terhadap Jahmiyah, Murji'ah dan Mu'tazilah. Ia wafat di kota Bashroh tanggal 16 Syawal 275 H dan disholatkan janazahnya oleh Abbas bin Abdul Wahid Al Haasyimy.

9. Abu Hakam Al-Kirmani


Abul Hakam Umar bin Abdurrahman bin Ahmad bin Ali Al-Kirmani adalah cendekiawan besar abad ke-12 dari Kordoba, Al-Andalus. Ia adalah murid dari Maslamah Al-Majriti.[1] Ia mempelajari dan berkarya di bidang bidang geometri dan logika. Menurut muridnya Al-Husain bin Muhammad Al-Husain bin Hayy Al-Tajibi, "tak ada yang sepandai Al-Kirmani dalam memahami geometri atau jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya yang tersulit, dan dalam mempertunjukkan seluruh bagian dan bentuknya."[2] Ia lalu pindah ke Harran, Al-Jazirah (sekarang terletak di Turki). Disana ia mempelajari geometri dan kedokteran. Ia lalu kembali ke Al-Andalus dan tinggal di Sarqasta (Zaragoza). Ia diketahui menjalankan praktik bedah seperti amputasi dan kauterisasi.[2]

10.Abu Mansur Al Maturidi


Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Abu Mansur al-Samarqandi al-Maturidi alHanafi (Bahasa Arab: ( ) wafat 333 AH / 944 ) adalah seorang cendekiawan muslim dan ahli di bidang ilmu kalam. Maturidi dilahirkan di Maturid, dekat Samarqand. Di bidang ilmu agama, beliau berguru pada Abu Nasr al-`Ayadi and Abu Bakr Ahmad al-Jawzajani. Ia banyak menulis tentang Mu'tazilah, Qarmati, dan Syiah.
[sunting] Karya

Kitab Al Tawhid Kitab Radd Awa'il al-Adilla, sanggahan terhadap Mu'tazilah Radd al-Tahdhib fi al-Jadal, sanggahan terhadap Mu'tazilah Kitab Bayan Awham al-Mu'tazila ('Kitab Pemaparan Kesalahan Mu'tazilah Kitab Ta'wilat al-Qur'an. Kitab al-Maqalat Ma'akhidh al-Shara'i` dalam Usul al-Fiqh Al-Jadal fi Usul al-Fiqh Radd al-Usul al-Khamsa, sanggahan terhadap pemaparan Abu Muhammad al-Bahili' tentang lima prinsip Mu'tazilah Radd al-Imama, sanggahan terhadap konsepsi keimaman syiah Al-Radd `ala Usul al-Qaramita Radd Wa`id al-Fussaq

11.Abu Musa Jabir bin Hayyan


Abu Musa Jabir bin Hayyan, atau dikenal dengan nama Geber di dunia Barat, diperkirakan lahir di Kuffah, Irak pada tahun 750 dan wafat pada tahun 803. Kontribusi terbesar Jabir adalah dalam bidang kimia. Keahliannya ini didapatnya dengan ia berguru pada Barmaki Vizier, di masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen dapat direproduksi kembali. Jabir menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi, sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis ditemukannya hukum perbandingan tetap. Kontribusi lainnya antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi, sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses tersebut.
[sunting] Buku

Karya Jabir antara lain:


Kitab Al-Kimya (diterjemahkan ke Inggris menjadi The Book of the Composition of Alchemy) Kitab Al-Sab'een Kitab Al Rahmah Al Tajmi Al Zilaq al Sharqi Book of The Kingdom Book of Eastern Mercury

Book of Balance.

12.Abu Nashr Mansur


Abu Nashr Mansur bin Ali (sekitar. 970 1036) merupakan matematikawan dari Khwarazm. Ia banyak dikenal untuk penemuannya tentang hukum sinus. Abu Nashr Mansur dilahirkan di Khwarazm dari keluarga yang menguasai daerah itu. Ia kemudian menjadi pangeran dalam iklim politik. Ia merupakan guru Al-Biruni dan juga kolega penting para matematikawan. Bersama mereka menorehkan karya penemuan besar dalam matematika dan mendedikasikan karyanya pada orang lain. Kebanyakan karya Abu Nashr berfokus pada matematika, namun beberapa karyanya pada astronomi. Dalam matematika, ia memiliki banyak tulisan penting pada trigonometri, yang dikembangkan dari tulisan Ptolomeus. Ia juga memelihara karya Menelaus dari Alexandria dan mengerjakan kembali banyak teorema Yunani. Ia meninggal di daerah yang kini Afganistan dekat kota Ghazna.

13.Abul A'la Maududi


Sayyid Abul A'la Maududi (Urdu: - pengejaan alternatif nama akhir Maududi, dan Mawdudi) (25 September 1903 - 22 September 1979),[1] juga dikenal sebagai Mawlana (Maulana) atau Syeikh Sayyid Abul A'la Mawdudi, adalah jurnalis, teolog, dan filsuf politik Pakistan Sunni, dan mayor pemikir Islam Ortodoks abad ke-20.[2] Dia juga merupakan figur politik di negaranya (Pakistan), dimana didirikan partai Islam Jamaat Al-Islami.[3]
[sunting] Riwayat Ringkas

Runtuhnya khilafah pada 1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya menyesatkan orang Turki dan Mesir, dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan muslim dengan cara menolak imperium Utsmaniah dan kekhalifahan muslim. Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu fokus tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam. Sayyid Abul Ala Maududi adalah figur penting dalam kebangkitan Islam pada dasawarsa terakhir. Ia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh muslim India Utara) di Aurangabad, India Selatan, tepatnya pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321 H). Rasa dekat keluarga ini dengan warisan pemerintahan Muslim India dan kebenciannya terhadap Inggris, memainkan peranan sentral dalam membentuk pandangan Maududi di kemudian hari. Ahmad Hasan, ayahnya Maududi, sangat menyukai tasawuf. Ia berhasil menciptakan kondisi yang sangat religius dan zuhud bagi pendidikan anak-anaknya. Ia berupaya membesarkan anakanaknya dalam kultur syarif. Karenanya, sistem pendidikan yang ia terapkan cenderung klasik. Dalam sistem ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris dan modern, yang ada hanya bahasa Arab, Persia, dan Urdu. Karena itu, Maududi jadi ahli bahasa Arab pada usia muda.

Pada usia sebelas tahun, Maududi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini ia mendapatkan pelajaran modern. Namun, lima tahun kemudian ia terpaksa meninggalkan sekolah formalnya setelah ayahnya sakit keras dan kemudian wafat. Yang menarik, pada saat itu Maududi kurang menaruh minat pada soal-soal agama, ia hanya suka politik. Karenanya, Maududi tidak pernah mengakui dirinya sebagai alim. Kebanyakan biografi Maududi hanya menyebut dirinya sebagai jurnalis yang belajar agama sendiri. Semangat nasionalisme Indianya tumbuh subur. Dalam beberapa esainya, ia memuji pimpinan Partai Kongres, khususnya Mahatma Gandhi dan Madan Muhan Malaviya. Pada 1919 dia ke Jubalpur untuk bekerja di minggua partai pro Kongres yang bernama Taj. Di sini dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan khilafah, serta aktif memobilisasi kaum muslim untuk mendukung Partai Kongres. Kemudian Maududi kembali ke Delhi dan berkenalan dengan pemimpin penting Khilafah seperti Muhammad Ali. Bersamanya, Maududi menerbitkan surat kabar nasionalis, Hamdard. Namun itu tidak lama. Selama itulah pandangan politik Maududi kian religius. Dia bergabung dengan Tahrik-I Hijrah (gerakan hijrah) yang mendorong kaum muslim India untuk meninggalkan India ke Afganistan yang dianggap sebagai Dar al-Islam (negeri Islam). Pada 1921 Maududi berkenalan dengan pemimpin Jamiati Ulama Hind (masyarakat ulama India). Ulama jamiat yang terkesan dengan bakat maududi kemudian menarik Maududi sebagai editor surat kabar resmi mereka, Muslim. Hingga 1924 Maududi bekerja sebagai editor muslim. Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam. Di Delhi, Maududi memiliki peluang untuk terus belajar dan menumbuhkan minat intelektualnya. Ia belajar bahasa Inggris dan membaca karya-karya Barat. Jamiat mendorongnya untuk mengenyam pendidikan formal agama. Dia memulai dars-I nizami, sebuah silabus pendidikan agama yang populer di sekolah agama Asia Selatan sejak abad ke delapan belas. Pada 1926, ia menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi ulama. Runtuhnya khilafah pada 1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya menyesatkan orang Turki dan Mesir, dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan muslim dengan cara menolak imperium Utsmaniah dan kekhalifahan muslim. Dia juga tak lagi percaya pada nasionalisme India. Dia beranggapan bahwa Partai Kongres hanya mengutamakan kepentingan Hindu dengan kedok sentimen nasionalis. Dia ungkapkan ketidaksukaannya pada nasionalisme dan sekutu muslimnya. Sejak itu, sebagai upaya menentang imperialisme, Maududi menganjurkan aksi Islami, bukan nasionalis. Ia percaya aksi yang ia anjurkan akan melindungi kepentingan muslimin. Hal ini memberi tempat bagi wacana kebangkitan. Pada 1925, seorang Muslim membunuh Swami Shradhnand, pemimpin kebangkitan Hindu. Swami memancing kemarahan kaum muslimin karena dengan erang-terangan meremehkan keyakinan kaum muslimin. Kematiannya Swami menimbulkan kritik media massa bahwa Islam adalah agama kekerasan. Maududi pun bertindak. Ia menulis bukunya yang terkenal mengenai perang dan damai, kekerasan dan jihad dalam Islam, Al Jihad fi Al Islam. Buku ini berisi penjelasan sistematis sikap Muslim mengenai jihad, sekaligus sebagai tanggapan atas kritik

terhadap Islam. Buku ini mendapat sambutan hangat dari kaum muslimin. Hal ini semakin menegaskan Maududi sebagai intelektual umat. Sisa terakhir pemerintahan muslim pada saat itu kelihatan semakin tidak pasti. Maududi pun berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan muslim. Dia berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya. Karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada pemerintahan saat itu, namun tidak digubris. Hal ini mendorong Maududi mencari solusi sosio-politik menyeluruh yang baru untuk melindungi kaum muslimin. Gagasannya ia wujudkan dengan mendirikan Jamaat Islami (partai Islam), tepatnya pada Agustus 1941, bersama sejumlah aktifis Islam dan ulama muda. Segera setelah berdiri, Jamaati Islami pindah ke Pathankot, tempat dimana Jamaat mengembangkan struktur partai, sikap politik, ideologi, dan rencana aksi. Sejak itulah Maududi mengosentrasikan dirinya memimpin umat menuju keselamatan politik dan agama. Sejak itu pula banyak karyanya terlahir di tengah-tengah umat. Ketika India pecah, Jamaat juga terpecah. Maududi, bersama 385 anggota jamaat memilih Pakistan. Markasnya berpindah ke Lahore, dan Maududi sebagai pemimpinnya. Sejak itu karier politik dan intelektual Maududi erat kaitannya dengan perkembangan Jamaat. Dia telah "kembali" kepada Islam, dengan membawa pandangan baru yang religius.

14.Abul Qasim az-Zahrawi


Abul Qasim Khalaf ibn al-Abbas az-Zahrawi (Madinatuz Zahra', 936 - 1013), (Bahasa Arab: iagabes taraB id lanekid ( Abulcasis, adalah salah satu pakar di bidang kedokteran pada masa Islam abad Pertengahan. Karya terkenalnya adalah Al-Tasrif, kumpulan praktik kedokteran yang terdiri atas 30 jilid. Abul Qasim lahir di Zahra, yang terletak di sekitar Kordoba, Spanyol. Di kalangan bangsa Moor Andalusia, dia dikenal dengan nama "El Zahrawi". Al-Qasim adalah dokter kerajaan pada masa Khalifah Al-Hakam II dari kekhalifahan Umayyah.
[sunting] Al-Tasrif

Al-Tasrif berisi berbagai topik mengenai kedokteran, termasuk di antaranya tentang gigi dan kelahiran anak. Buku ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerardo dari Cremona pada abad ke-12, dan selama lima abad Eropa Pertengahan, buku ini menjadi sumber utama dalam pengetahuan bidang kedokteran di Eropa.

15.Abul Wafa Muhammad Al Buzjani


Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail Buzjani (Buzhgan, Nishapur, Iran, 940 997 / 998) adalah seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Persia. Pada tahun 959, Abul Wafa pindah ke Irak, dan mempelajari matematika khususnya trigonometri di sana. Dia juga mempelajari pergerakan bulan; salah satu kawah di bulan dinamai Abul Wfa sesuai dengan namanya.

Salah satu kontribusinya dalam trigonometri adalah mengembangkan fungsi tangen dan mengembangkan metode untuk menghitung tabel trigonometri. Abul Wafa menemukan relasi identitas trigonometri berikut ini: sin(a + b) = sin(a)cos(b) + cos(a)sin(b) cos(2a) = 1 2sin2(a) sin(2a) = 2sin(a)cos(a) dan menemukan rumus sinus untuk geometri sferik (yang tampak mirip dengan hukum sinus):

Kategori: Kelahiran 940 | Kematian 997 | Meninggal usia 57 | Kematian 998 | Cendekiawan Muslim | Matematikawan dunia Arab | Astronom dunia Arab

16 Ahmad ibnu Yusuf


Ahmad ibnu Yusuf al-Misri (835 - 912) adalah seorang matematikawan, putra dari Yusuf ibnu Ibrahim yang juga seorang matematikawan. Ahmad ibnu Yusuf lahir di Baghdad, Irak dan kemudian pindah bersama bapaknya ke Damaskus pada tahun 839. Kemudian ia pindah lagi ke Kairo, dan dari sini lah namanya mendapat tambahan al-Misri (dari Mesir).
[sunting] Karya

Ahmad ibnu Yusuf menulis buku tentang perbandingan dan pecahan. Buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin oleh Gherard of Cremona dan merupakan penjelasan terhadap Elements karangan Euclid. Buku ini pula mengilhami beberapa matematikawan awal Eropa seperti Fibonacci dan Jordanus Nemorarius
Kategori: Kelahiran 835 | Kematian 912 | Meninggal usia 77 | Cendekiawan Muslim | Matematikawan dunia Arab

17.Muhammad Arsyad al-Banjari


Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari (atau lebih dikenal dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (lahir di Lok Gabang, 17 Maret 1710 meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun atau 15 Shofar 1122 6 Syawwal 1227 H)[1] adalah ulama fiqih mazhab Syafi'i yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Beliau hidup pada masa tahun 11221227 hijriyah. Beliau mendapat julukan anumerta Datu Kelampaian. Beliau adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.[2]

Daftar isi

[sembunyikan]

1 Silsilah keturunan 2 Riwayat o 2.1 Masa kecil o 2.2 Menikah dan menuntut ilmu di Mekkah 3 Hubungan dengan Kesultanan Banjar 4 Pengajaran dan bermasyarakat 5 Karya-karyanya 6 Referensi 7 Lihat pula
[sunting] Silsilah keturunan

Beberapa penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, antara lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq,[3] berpendapat bahwa ia adalah keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao. Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shamaah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Jafar As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Muminin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.[3][4][5]
[sunting] Riwayat

[sunting] Masa kecil

Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 - 1734 M) memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika berkunjung ke kampung Lok Gabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat, dicerita-kan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan.
[sunting] Menikah dan menuntut ilmu di Mekkah

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian ia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut.[6] Hasil perkawinan tersebut ialah seorang putri yang diberi nama Syarifah.

Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta. Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya isterinya mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian air mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya. Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada masa itu. Di antara guru beliau adalah Syekh Athoillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman alHasani al-Madani. Syekh yang disebutkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muhammad Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah. Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah kerinduan akan kampung halaman. Terbayang di pelupuk mata indahnya tepian mandi yang di arak barisan pepohonan aren yang menjulang. Terngiang kicauan burung pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang akan kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penentiannya akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada masa itu. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Aktivitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang alim lagi wara[7]. Selama hidupnya ia memiliki 29 anak dari tujuh isterinya. [8]
[sunting] Hubungan dengan Kesultanan Banjar

Pada waktu ia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan keinginannya untuk belajar ke Mekkah demi memperdalam ilmunya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Lebih dari 30 tahun kemudian, yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal ilmunya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah

yang meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak kemudian dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.
[sunting] Pengajaran dan bermasyarakat

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang kemudian lamakelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam. Ulamaulama yang dikemudian hari menduduki tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar. Di samping mendidik, ia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan muridmuridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi sampai ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.
[sunting] Karya-karyanya

Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan bebas adalah "Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya ialah:[9]

Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh, Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat, Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri, Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata.

Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.
[sunting] Referensi

1. ^ Radar Banjarmasin - Peninggalan Datu Kalampayan 2. ^ (Indonesia) Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris hingga emansipatoris, PT LKiS Pelangi Aksara, 2005 ISBN 9798451139, 9789798451133 3. ^ a b Syajaratul Arsyadiyah, Mathba'ah Ahmadiyah Singapura, oleh Abd Rahman Shiddiq (Tuan Guru Sapat, Mufti Kesultanan Indragiri) Cetakan I. Tahun 1356 H. 4. ^ Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin, oleh Abdullah Hj W. Moh. Shagir, Khazanah Fathaniyah, Kuala Lumpur, Tahun 1990. 5. ^ Maulana Syeik Muhammad Arsyad Al Banjari, oleh Abu Daudi, Dalam Pagar, Martapura. Cetakan Tahun 1980, 1996, dan 2003.

6. ^ (Indonesia) Sudrajat, A. Suryana (2006). Ulama pejuang dan ulama petualang: belajar kearifan dari Negeri Atas Angin. Erlangga. hlm. 77. ISBN 9797816079.ISBN 9789797816070 7. ^ http://www.adityaperdana.web.id/mengenal-syekh-muhammad-arsyad-al-banjari/ 8. ^ Muslich Shabir, Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual, Penerbit Nuansa Aulia, 2005 9. ^ (Melayu) Abdul Rashid Melebek, Amat Juhari Moain (2006). Sejarah bahasa Melayu. Utusan Publications. ISBN 9676118095.ISBN 9789676118097

Muslich Shabir.Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tentang zakat: suntingan teks dan analisis intertekstual.Nuansa Aulia, 2005.
[

Kategori: Kelahiran 1710 | Kematian 1812 | Meninggal usia 102 | Cendekiawan Muslim | Tokoh Islam Indonesia | Tokoh dari Kabupaten Banjar | Tokoh Banjar

18. Al-Battani
Al Battani (sekitar 850 - 923) adalah seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Arab. Al Battani (Bahasa Arab ; nama lengkap: Ab Abdullh Muammad ibn Jbir ibn Sinn ar-Raqq al-arrani a-abi alBattn), lahir di Harran dekat Urfa. Salah satu pencapaiannya yang terkenal adalah tentang penentuan tahun matahari sebagai 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik. Al Battani juga menemukan sejumlah persamaan trigonometri:

Ia juga memecahkan persamaan sin x = a cos x dan menemukan rumus:

dan menggunakan gagasan al-Marwazi tentang tangen dalam mengembangkan persamaanpersamaan untuk menghitung tangen, cotangen dan menyusun tabel perhitungan tangen. Al Battani bekerja di Suriah, tepatnya di ar-Raqqah dan di Damaskus, yang juga merupakan tempat wafatnya. Kategori: Kelahiran 850 | Kematian 923 | Meninggal usia 73 | Cendekiawan Muslim | Astronom dunia Arab | Matematikawan dunia Arab

19. Al-Biruni
Abu Raihan Al-Biruni (juga, Biruni, Al Biruni) (15 September 973 - 13 Desember 1048) (Persia: ; Arab: ) merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang banyak menyumbang kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan. Abu Raihan Al-Biruni dilahirkan di Khawarazmi, Turkmenistan atau Khiva di kawasan Danau Aral di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam kekaisaran Persia. Dia belajar matematika dan pengkajian bintang dari Abu Nashr Mansur. Abu Raihan Al-Biruni merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu Miskawaih, di universitas dan pusat sains yang didirikan oleh putera Abu Al Abbas Ma'mun Khawarazmshah. Abu Raihan Al-Biruni juga mengembara ke India dengan Mahmud dari Ghazni dan menemani beliau dalam ketenteraannya di sana, mempelajari bahasa, falsafah dan agama mereka dan menulis buku mengenainya. Dia juga menguasai beberapa bahasa diantaranya bahasa Yunani, bahasa Suriah, dan bahasa Berber, bahasa Sansekerta.
[sunting] Karya

Al-Biruni menulis banyak buku dalam bahasa Persia (bahasa ibunya) dan bahasa Arab. Berikut karya-karya Al-Biruni ialah:

Ketika berusia 17 tahun, dia meneliti garis lintang bagi Kath, Khwarazm, dengan menggunakan altitude maksima matahari. Ketika berusia 22, dia menulis beberapa hasil kerja ringkas, termasuk kajian proyeksi peta, "Kartografi", yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi belahan bumi pada bidang datar. Ketika berusia 27, dia telah menulis buku berjudul "Kronologi" yang merujuk kepada hasil kerja lain yang dihasilkan oleh beliau (sekarang tiada lagi) termasuk sebuah buku tentang astrolab, sebuah buku tentang sistem desimal, 4 buku tentang pengkajian bintang, dan 2 buku tentang sejarah. Beliau membuat penelitian radius Bumi kepada 6.339,6 kilometer (hasil ini diulang di Barat pada abad ke 16).

Hasil karya Al-Biruni melebihi 120 buah buku. Sumbangannya pada bidang matematika yakni:

Aritmatika teoritis and praktis penjumlahan seri Analisis kombinatorial kaidah angka 3 Bilangan irasional teori perbandingan definisi aljabar metode pemecahan penjumlahan aljabar Geometri

Teorema Archimedes Sudut segitiga

Hasil keryanya selain bidang matematika yaitu:

Kajian kritis tentang ucapan orang India, apakah menerima dengan alasan atau menolak (bahasa Arab ) - sebuah ringkasan tentang agama dan filosofi India Tanda yang Tersisa dari Abad Lampau (bahasa Arab ) - kajian komparatif tentang kalender dari berbagai budaya dan peradaban yang berbeda, dihubungkan dengan informasi mengenai matematika, astronomi, dan sejarah. Peraturan Mas'udi (bahasa Arab ) - sebuah buku tentang Astronomi, Geografi dan Keahlian Teknik. Buku ini diberi nama Mas'ud, sebagai dedikasinya kepada Mas'ud, putra Mahmud dari Ghazni. Pengertian Astrologi (bahasa Arab ) - pertanyaan dan jawaban model buku tentang matematika dan astronomi, dalam bahasa Arab dan bahasa Persia Farmasi - tentang obat dan ilmu kedokteran Permata (bahasa Arab ) tentang geologi, mineral, dan permata, dipersembahkan untuk Mawdud putra Mas'ud URL: (Inggris) Al Beruni "On Stones" online complete text Astrolab Buku ringkasan sejarah Riwayat Mahmud dari Ghazni dan ayahnya Sejarah Khawarazm

Kategori: Kelahiran 973 | Kematian 1048 | Meninggal usia 75 | Matematikawan dunia Arab | Cendekiawan Muslim | Filsuf Persia

20. Al-Farabi
Ab Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Frbi (870-950, Bahasa Persia: ) singkat Al-Farabi adalah ilmuwan dan filsuf Islam yang berasal dari Farab, Kazakhstan. [1] Ia juga dikenal dengan nama lain Ab Nasir al-Frbi (dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi , juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir. [1] Kemungkinan lain adalah Farabi adalah seorang Syiah Imamiyah[2] (Syiah Imamiyah adalah salah satu aliran dalam islam dimana yang menjadi dasar aqidah mereka adalah soal Imam) yang berasal dari Turki.[3]
[sunting] Kehidupan dan pembelajaran

Ayahnya seorang opsir tentara Turki keturunan Persia, sedangkan ibunya berdarah Turki asli. Sejak dini ia digambarkan memiliki kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari. [4] Pada masa awal pendidikannya ini, al-Farabi belajar alQuran, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama (fiqh, tafsir dan ilmu hadits) dan aritmatika dasar. [4] Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di Bukhara, dan tinggal di Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun. [4]

Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di Baghdad, yaitu kira-kira pada tahun 920 M, al Farabi kemudian mengembara di kota Harran yang terletak di utara Syria, dimana saat itu Harran merupakan pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil.[4] Ia kemudian belajar filsafat dari Filsuf Kristen terkenal yang bernama Yuhana bin Jilad. [4]. Tahun 940M, al Farabi melajutkan pengembaraannya ke Damaskus dan bertemu dengan Sayf al Dawla al Hamdanid, Kepala daerah (distrik) Aleppo, yang dikenal sebagai simpatisan para Imam Syiah. [5] Kemudian al-Farabi wafat di kota Damaskus pada usia 80 tahun (Rajab 339 H/ Desember 950 M) di masa pemerintahan Khalifah Al Muthi (masih dinasti Abbasiyyah). [5] Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. [1] Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. [5] Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. [5] Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa.[5] Selain itu, ia juga dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.[5] Al-Farabi dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles, karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu filsafat. [5] Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.[5] Al-Farabi hidup pada daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al Dawla [5] dan di zaman pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk Monarki yang dipimpin oleh seorang Khalifah.[5] Ia lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mutamid (869-892 M) dan meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muthi (946-974 M) dimana periode tersebut dianggap sebagai periode yang paling kacau karena ketiadaan kestabilan politik. [1] Dalam kondisi demikian, al-Farabi berkenalan dengan pemikiran-pemikiran dari para ahli Filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles dan mencoba mengkombinasikan ide atau pemikiran-pemikiran Yunani Kuno dengan pemikiran Islam untuk menciptakan sebuah negara pemerintahan yang ideal (Negara Utama). [4]
[sunting] Buah Pemikiran

[sunting] Karya

Selama hidupnya al Farabi banyak berkarya. Jika ditinjau dari Ilmu Pengetahuan, karya-karya alFarabi dapat ditinjau menjdi 6 bagian [1]
1. 2. 3. 4. 5. 6. Logika Ilmu-ilmu Matematika Ilmu Alam Teologi Ilmu Politik dan kenegaraan Bunga rampai (Kutub Munawwaah).

Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rejim

yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam.[1] Filsafat politik AlFarabi, khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama mencerminkan rasionalisasi ajaran Imamah dalam Syi'ah. [1]
[sunting] Pemikiran tentang Asal-usul Negara dan Warga Negara

Menurut Al-Farabi manusia merupakan warga negara yang merupakan salah satu syarat terbentuknya negara.[6] Oleh karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain, maka manusia menjalin hubungan-hubungan (asosiasi). Kemudian, dalam proses yang panjang, pada akhirnya terbentuklah suatu Negara. [6] Menurut Al-Farabi, negara atau kota merupakan suatu kesatuan masyarakat yang paling mandiri dan paling mampu memenuhi kebutuhan hidup antara lain: sandang, pangan, papan, dan keamanan, serta mampu mengatur ketertiban masyarakat, sehingga pencapaian kesempurnaan bagi masyarakat menjadi mudah.[4] Negara yang warganya sudah mandiri dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang nyata , menurut al-Farabi, adalah Negara Utama.[4] Menurutnya, warga negara merupakan unsur yang paling pokok dalam suatu negara. [4] yang diikuti dengan segala prinsip-prinsipnyaprinsip-prinsipnya (mabadi) yang berarti dasar, titik awal, prinsip, ideologi, dan konsep dasar. [7] Keberadaan warga negara sangat penting karena warga negaralah yang menentukan sifat, corak serta jenis negara.[4] Menurut Al-Farabi perkembangan dan/atau kualitas negara ditentukan oleh warga negaranya. [4] Mereka juga berhak memilih seorang pemimpin negara, yaitu seorang yang paling unggul dan paling sempurna di antara mereka.[4] Negara Utama dianalogikan seperti tubuh manusia yang sehat dan utama, karena secara alami, pengaturan organ-organ dalam tubuh manusia bersifat hierarkis dan sempurna.[4]. Ada tiga klasifikasi utama:

Pertama, jantung. Jantung merupakan organ pokok karena jantung adalah organ pengatur yang tidak diatur oleh organ lainnya.[4] Kedua, otak. Bagian peringkat kedua ini, selain bertugas melayani bagian peringkat pertama, juga mengatur organ-ogan bagian di bawahnya, yakni organ peringkat ketiga, seperti : hati, limpa, dan organ-organ reproduksi. [4] Organ bagian ketiga. Organ terbawah ini hanya bertugas mendukung dan melayani organ dari bagian atasnya.[4]

[sunting] Pemikirannya Tentang Pemimpin

Dengan prinsip yang sama, seorang pemimpin negara merupakan bagian yang paling penting dan paling sempurna di dalam suatu negara. [6] Menurut Al Farabi, pemimpin adalah seorang yang disebutnya sebagai filsuf yang berkarakter Nabi yakni orang yang mempunyai kemampuan fisik dan jiwa (rasionalitas dan spiritualitas).[6] Disebutkan adanya pemimpin generasi pertama (the first one dengan segala kesempurnaannya (Imam) dan karena sangat sulit untuk ditemukan (keberadaannya) maka generasi kedua atau generasi selanjutnya sudah cukup, yang disebut sebagai (Rais) atau pemimpin golongan kedua. [4] Selanjutnya al-Farabi mengingatkan bahwa walaupun kualitas lainnya sudah terpenuhi ,

namun kalau kualitas seorang filsufnya tidak terpenuhi atau tidak ambil bagian dalam suatu pemerintahan, maka Negara Utama tersebut bagai kerajaan tanpa seorang Raja. [4] Oleh karena itu, Negara dapat berada diambang kehancuran.[4]
[sunting] Referensi

1. ^ a b c d e f g Anwarudin Harahap. 1981. Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam , skripsi sarjana. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 2. ^ Anthony Black. 2006. Pemikiran Politik Islam. Jakarta. Serambi 3. ^ H.M Rasyidi. Apa itu Syiah? Pelita : Jakarta. 1984. Hlmn 6-7 4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Eduarny Tarmiji. 2004. Konsep Al-Farabi tentang Negara Utama, thesis magister. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia 5. ^ a b c d e f g h i j H. Sirajuddin Zar, 2004. Filsafat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 6. ^ a b c d (Inggris) Al-Farabi, Abu Nasr. Mabadi Ara Ahl Al-Madina Al Fadila, (diterjemahkan oleh R. Walzer. Al-Farabi on The Perfect State), Oxford: Claendon Press, 1985 7. ^ (Inggris) Hans Wehr, A Dictionary of Moddern Written Arrabic ( Arabic- English), Ed. By: J Milton Cowan (Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1979) Kategori: Kelahiran 870 | Kematian 950 | Meninggal usia 80 | Filsuf | Cendekiawan Muslim | Ilmuwan Iran

21. Al-Ghazali
Filsafat Islam
Zaman Keemasan Islam
200px Nama: Al-Ghazl
Algazel

()

Lahir: 1058, Thus, Iran Meninggal: 1111, Thus, Khorasan Aliran/tradisi: Islam Sunni (Shafi'i, Ash'ari) Teologi, Filsafat Islam, Fikih, Sufisme, Mistisisme, Psikologi, Logika, Kosmologi

Minat utama:

Gagasan skeptisisme, okasionalisme penting: Al-Qur'an, Muhammad, Imam Shafi'i, Abu al-Hasan alAsy'ari, al-Juwayni, Avicenna

Dipengaruhi:

Ibnu Rusyd, Nicholas of Autrecourt, Aquinas, AbdulMempengaruhi: Qader Bedil, Descartes, Maimonides, Ramn Mart, Fakhruddin Razi, Ahmad Sirhindi, Shah Waliullah

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i (lahir di Thus; 1058 / 450 H meninggal di Thus; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H; umur 5253 tahun) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.[1][2][3] Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid.[rujukan?] Gelar beliau alGhazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.
[sunting] Sifat Pribadi

Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulai pengembaraan, beliau telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir. Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi beliau telah dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara', zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah SWT.
[sunting] Pendidikan

Pada tingkat dasar, beliau mendapat pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini membolehkan beliau menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap ilmu, beliau mula mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fiqih,filsafat, dan mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhabmazhab tersebut. Selepas itu, beliau melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, beliau telah dilantik menjadi mahaguru di Madrasah Nizhamiah (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di Baghdad pada tahun 484 Hijrah. Kemudian beliau dilantik pula sebagai Naib Kanselor di sana. Ia telah mengembara ke beberapa tempat seperti Mekkah,Madinah,Mesir dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulamaulama di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, beliau menulis kitab Ihya Ulumuddin yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.

[sunting] Karya

[sunting] Teologi

Al-Munqidh min adh-Dhalal Al-Iqtishad fi al-I`tiqad Al-Risalah al-Qudsiyyah Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din Mizan al-Amal Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah[4][5]

[sunting] Tasawuf

Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama)[6], merupakan karyanya yang terkenal Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan)[7] Misykah al-Anwar (The Niche of Lights)

[sunting] Filsafat

Maqasid al-Falasifah Tahafut al-Falasifah,[8] buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence).

[sunting] Fiqih

Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul

[sunting] Logika

Mi`yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge) al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance) Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic)
[sunting] Pranala luar

(Inggris) Al-Ghazali Web Site


[sunting] Rujukan

Laoust, H: La politique de Gazali, 1970. Campanini, M.: Al-Ghazzali, in S.H. Nasr and O. Leaman, History of Islamic Philosophy 1996. Watt, W M.: Muslim Intellectual: A Study of al-Ghazali, Edinburgh 1963.
[sunting] Catatan

1. ^ Christian D. Von Dehsen (1999). Philosophers and Religious Leaders: Volume 2 dari Lives and Legacies. Greenwood Publishing Group. hlm. 75. ISBN 978-157-356-152-5. 2. ^ Hermawan (1997). Al-Ghazali. Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. vii. ISBN 979-902-308-4. 3. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2006). Hegemoni Kristen-Barat dalam studi Islam di perguruan tinggi. Gema Insani. hlm. 9. ISBN 9795600982.ISBN 9789795600985

4. ^ (Arab) Al-Ghazali. Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. Cetakan I, 1409 H / 1988 M. 5. ^ (Indonesia) -----. Kasyf Ulum al-Akhirah, Berwisata ke Alam Ruh. Penerbit Marja', Bandung. Cetakan I, Dzulhijjah 1424 H / Januari 2004 M. 6. ^ (Arab) -----. Ihya Ulumuddin (pranala unduhan, unduhan 5.33 MB). 7. ^ (Inggris) -----. The Alchemy of Happiness. Translator: Claud Field (1863-1941). Northbrook Society. 1909. 8. ^ (Inggris) Marmura. Al-Ghazali The Incoherence of the Philosophers (2nd edition). Printing Press, Brigham. ISBN 0-8425-2466-5. Kategori: Kelahiran 1058 | Kematian 1111 | Meninggal usia 53 | Filsuf | Cendekiawan Muslim

22. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah


Muhammad bin Abi Bakr () , bin Ayyub bin Sa'd al-Zar'i, al-Dimashqi (), bergelar Abu Abdullah Syamsuddin () , atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dinamakan karena ayahnya berada / menjadi penjaga (qayyim) di sebuah sekolah lokal yang bernama Al-Jauziyyah. Dalam Bahasa Arab namanya tertulis: . Dilahirkan di Damaskus, Suriah pada tanggal 4 Februari 1292, dan meninggal pada 23 September 1350) adalah seorang Imam Sunni, cendekiawan, dan ahli fiqh yang hidup pada abad ke-13. Ia adalah ahli fiqih bermazhab Hambali. Disamping itu juga seorang ahli Tafsir, ahli hadits, penghafal Al-Quran, ahli ilmu nahwu, ahli ushul, ahli ilmu kalam, sekaligus seorang mujtahid.
[sunting] Nasab

Nasabnya dari pihak ayah adalah Syamsuddin Abu 'Abdillah Muhammad bin Abubakar bin Ayyub bin Su'ad bin Hariz az-Zar'i ad-Dimasyqi, dan dikenal dengan sebutan Ibnul Qoyyim.
[sunting] Pendidikan

Ibnu Qayyim berguru ilmu hadits pada Syihab an-Nablusi dan Qadi Taqiyyuddin bin Sulaiman; berguru tentang fiqh kepada Syekh Safiyyuddin al-Hindi dan Isma'il bin Muhammad al-Harrani; berguru tentang ilmu pembagian waris (fara'idh) kepada bapaknya; dan juga berguru selama 16 tahun kepada Ibnu Taimiyyah. Beliau belajar ilmu faraidh dari bapaknya karena beliau sangat menonjol dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa kemudian kitab al-Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab al-kafiyah was Syafiyah dan sebagian at-Tas-hil). Di samping itu belajar dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari kitab al-Muqarrib li Ibni Ushfur. Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ilmu Fiqih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Ismail bin Muhammad al-Harraniy. Ibnul Qayyim pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama Ibnu Taimiyah sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun

dilepaskan dari penjara. Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi berziarah ke kuburan para wali. Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam firqah Islamiyah. Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya terhadap ushuluddin mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai hadits, makna hadits, pemahaman serta istinbath-istinbath rumitnya, sulit ditemukan tandingannya. Begitu pula, pengetahuan beliau rahimahullah tentang ilmu suluk dan ilmu kalam-nya Ahli tasawwuf, isyarat-isyarat mereka serta detail-detail mereka. Ia memang amat menguasai terhadap berbagai bidang ilmu ini. Karena itulah banyak manusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang menempatkan ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi murid beliau. Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya ialah :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah Anaknya yang lain bernama Ibrahim, Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab al-Bidayah wan Nihayah Al-Imam al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqat alHanabilah Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi Syamsuddin Muhammad bin Abdil Qadir an-Nablisiy Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-Syafii Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky Taqiyuddin Abu ath-Thahir al-Fairuz asy-Syafii

Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh rayu-rayu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa wal bida (Ahli Bidah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka mempermainkan agama. Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada madzhab salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu alaihi wa sallam. Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya madzhab taqlid. Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang masyhur. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, wafat pada malam Kamis, tanggal 18 Rajab tahun 751 Hijriyah. Ia dishalatkan di Mesjid Jami' Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami' Jarrah; kemudian dikuburkan di Pekuburan Babush Shagir.

[sunting] Buku karangan Ibnu Qayyim

Ibn Qayyim al-Jawziyya on the Invocation of God. (terjemahan dalam bahasa Inggris oleh Michael Abdurrahman Fitzgerald & Moulay Youssef Slitine). Islamic Texts Society, 2000
Kategori: Cendekiawan Muslim | Kelahiran 1292 | Kematian 1350

23. Al-Kindi

Al-Kindi

Al-Kindi (( ) lahir: 801 - wafat: 873), bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani pula. Banyak karya-karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinus. Sayangnya ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles dan berjudulkan Teologi menurut Aristoteles, sehingga di kemudian hari ada sedikit kebingungan. Al-Kindi berasal dari kalangan bangsawan, dari Irak. Ia berasal dari suku Kindah, hidup di Basra dan meninggal di Bagdad pada tahun 873. Ia merupakan seorang tokoh besar dari bangsa Arab yang menjadi pengikut Aristoteles, yang telah memengaruhi konsep al Kindi dalam berbagai doktrin pemikiran dalam bidang sains dan psikologi. Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik(yang dibangunnya dari berbagai prinip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik. Ia membedakan antara intelek aktif dengan intelek pasif yang diaktualkan dari bentuk intelek itu sendiri. Argumen diskursif dan tindakan demonstratif ia anggap sebagai pengaruh dari intelek ketiga dan yang keempat. Dalam ontologi dia mencoba mengambil parameter dari kategorikategori yang ada, yang ia kenalkan dalam lima bagian: zat(materi), bentuk, gerak, tempat, waktu, yang ia sebut sebagai substansi primer. Al Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid'ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis

(terhadap para pemikir besar Islam) al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan ortodoks itu.
Kategori: Kelahiran 801 | Kematian 873 | Meninggal usia 72 | Filsuf | Cendekiawan Muslim

24. Al-Mundziri
Zakiyyuddin Abdul Adhim bin Abdul-Qawiy bin Abdullah bin Salamah Abu Muhammad Al-Mundziri, atau lebih dikenal dengan Al Mundziri adalah seorang hafidh besar, yang berasal dari Damaskus, namun dilahirkan dan wafat di Mesir. Ia dilahirkan pada tahun 581 H (1185/1186 M).
[sunting] Guru-Guru

Al Mundziri belajar Al-Quran dan mendalaminya. Kemudian belajar ilmu hadits hingga mahir. Ia mendengar hadits dari sejumlah ulama hadits, seperti Abul-Hasan Ali bin Mufadldlal AlMuqaddasi. Ia berguru kepadanya hingga tamat. Di Madinah kota Nabi, ia berguru kepada AlHafidh Jafar bin Umusan. Di Damaskus, ia berguru pada Umar bin Thabrazad. Ia juga berguru ke Najran, Iskandariyah, Raha, dan Baitul-Maqdis. Ia mulai berguru pada tahun 591 H ketika berusia sepuluh tahun.
[sunting] Karya-karya yang terkenal

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

At-Targhib wat-Tarhib Mukhtashar Shahih Muslim Mukhtashar Sunan Abi Dawud Syarhul-Tanbih li Abi Ishaq Asy-Syirazi fil-Fiqhisy-SyaafiI Arbauuna Hadiitsan fii Fadlli Isthinaail-Maruf Al-Ilam bi-Akhbaari Syaikh Bukhari Muhammad bin Salam Mujam Syuyuukhih Amalul-Yaumi wal-Lailah
[sunting] Murid-Murid

Sejumlah ulama yang pernah belajar hadits padanya antara lain Al-Hafidh Ad-Dimyathi yang berguru sampai tamat, Al-Allamah Taqiyyuddin Ibnu Daqqiiqil-Ied, Al-Yunaini Abul-Husain, Ismail bin Asakir, dan Syarif Izzudin. Ia mengajar di Universitas Adh-Dhafiri di Kairo. Kemudian menjadi wali wilayah Dar Kamilah. Tetapi, kemudian beliau meninggalkan jabatan itu untuk menyebarkan ilmu selama dua puluh tahun.
[sunting] Informasi tentang Al-Mundziri

Ia memberi fatwa (mufti) di negeri Mesir. Tetapi, kemudian berhenti dari pekerjaan ini. Keberhentiannya dari tugas ini menguakkan informasi tentang kejujuran, kelapangan hati, dan pengakuannya terhadap suatu keutamaan bagi yang berwenang. Hal itu diisyaratkan oleh At-Taj As-Subki yang mengatakan, Saya mendengar dari ayah (yaitu Taqiyyuddin As-Subki) menceritakan bahwa Syaikh Izzuddin Abdus-Salam itu mendengar (belajar) hadits di Damaskus

hanya sedikit. Tetapi, setelah datang ke Kairo, maka dia sering datang di majelis Syaikh Zakiyyuddin (yaitu Al-Mundziri) dan mendengar pelajarannya bersama sejumlah orang yang mendengarnya,. Syaikh Zakiyyuddin juga meninggalkan tugas memberi fatwa. Ayah berkata, Dimana datang Syaikh Izzuddin, maka orang-orang tidak memerlukan aku lagi.
[sunting] Wafatnya

Imam Al-Mundziri rahimahullah wafat pada tanggal 4 Dzulqadah tahun 656 H (2 November 1258).
Kategori: Kelahiran 1186 | Kematian 1258 | Meninggal usia 72 | Kelahiran 1185 | Cendekiawan Muslim | Tokoh Mesir

25. Yusuf al-Qaradawi


Yusuf al-Qaradawi
Era modern

Nama: Yusuf al-Qaradawi 9 September Kairo, Mesir 1926 (umur 85),

Lahir:

Aliran/tradisi: Islam Sunni Dipengaruhi: Hassan al-Banna

Yusuf al-Qaradawi (lahir di Shafth Turaab, Kairo, Mesir, 9 September 1926; umur 85 tahun) adalah seorang cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir. Ia dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era modern ini.

Selain sebagai seorang Mujtahid ia juga dipercaya sebagai seorang ketua majelis fatwa. Banyak dari fatwa yang telah dikeluarkan digunakan sebagai bahan rujukan atas permasalahan yang terjadi. Namun banyak pula yang mengkritik fatwa-fatwanya.
[sunting] Profil Pribadi

Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta Sungai Nil, pada usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern. Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya. Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam "pendidikan" penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun. Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim saat itu. Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya. Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika. Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik. Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, orang-orang bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan

mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.

26. Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Ulama Islam
Era modern

Nama: Muhammad Nashiruddin al-Albani Lahir: 1914 Meninggal: 1999 Aliran/tradisi: Sunni

Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh al-Albani (lahir di Shkoder, Albania; 1914 / 1333 H meninggal di Yordania; 1 Oktober 1999 / 21 Jumadil Akhir 1420 H; umur 8485 tahun) adalah salah seorang ulama Islam di era modern yang dikenal sebagai ahli hadits. Ia dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya lantaran ketekunan dan keseriusan mereka terhadap ilmu, khususnya ilmu agama dan ahli ilmu (ulama).[1] Ayah al-Albani, yaitu alHaj Nuh, adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariat di ibu kota negara Turki Usmani (yang kini menjadi Istanbul). Ia wafat malam Sabtu, 21 Jumada Tsaniyah 1420 H, atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999.
[sunting] Pendidikan

Ketika Raja Ahmet Zogu naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya,

ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang). Ia sekeluarga pun menuju Damaskus. Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari Bahasa Arab. Ia masuk madrasah yang dikelola Jum'iyah al-Is'af al-Khairiyah hingga kelas terakhir tingkat Ibtida'iyah. Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya langsung kepada para syeikh ulama. Ia mempelajari alQur'an dari ayahnya sampai selesai, selain mempelajari pula sebagian fiqih madzhab, yakni madzhab Hanafi, dari ayahnya. Syeikh al-Albani juga mempelajari ketrampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga ia menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencariannya. Pada umur dua puluh tahun, al-Albani mulai mengonsentrasikan diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul al-Mughni 'an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min alAkhbar, sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya' Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali. Kegiatan Syeikh Al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya yang berkomentar, "Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orangorang pailit." Namun, Syeikh al-Albani justru semakin menekuni dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab. Karenanya, ia memanfaatkan Perpustakaan azh-Zhahiriyah di sana (Damaskus), di samping juga meminjam buku dari beberapa perpustakaan khusus. Karena sibuknya, ia sampai-sampai menutup kios reparasi jamnya. Ia tidak pernah beristirahat menelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu salat tiba. Akhirnya, kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuknya. Bahkan kemudian ia diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, ia menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum pengunjung lain datang. Begitu pula, ketika orang lain pulang pada waktu salat dhuhur, ia justru pulang setelah salat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
[sunting] Cobaan di penjara

Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya ia mendakwahkan sunnah, memurnikan ajaran agama Islam, dan memerangi bid'ah, sehingga orang-orang yang tidak menyukainya dan bahkan menebarkan fitnah.
[sunting] Beberapa tugas yang pernah diemban

Syeikh al-Albani pernah mengajar di Jami'ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H, mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu, ia pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta Syeikh al-Albani menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah perguruan tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi, situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkannya memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395 H hingga 1398 H, ia kembali ke Madinah untuk bertugas

sebagai anggota Majelis Tinggi Jam'iyah Islamiyah di sana. Ia mendapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Arab Saudi berupa King Faisal Foundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H (1999 M).
[sunting] Karya

Karya Syeikh al-Albani amat banyak, di antaranya ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa naskah, dan ada yang hilang. Semua berjumlah 218 judul.
[sunting] Perjalanan menuntut ilmu

Saat berkuasa raja Albania yaitu Ahmad zugu, yang mengadakan perombakan total sendi-sendi kehidupan masyarakat dengan mengikuti langkah thagut Turki, yakni Kamal Ataturk, dimana mengharuskan wanita-wanita muslimah menanggalkan Jilbabnya. Maka makin marak gelombang pengungsian orang-orang yang ingin menyelamatkan agamanya, termasuk Keluarga Haji Nuh yang mengungsi dari Albania ke Syiria. Di kota damaskus mulailah Al-Albani kecil menunutut ilmu bahasa arab di madrasah Jumiyyah Al-Isaaf Al-Khairi. Disana ia menyelesaikan pendidikan dasar pertama. Kemudian ia melanjutkan studi intensif kepada para masyaaikh. Ia menimba ilmu Al-Quran, tilawah, tajwid dan sekilas tentang fikih Hanafi kepada ayahnya dan menamatkan beberapa buku sharaf. Lalu ia mempelajari buku Maraaqi Al-falaah, beberapa buku hadits dan ilmu balaghah dari Syaikh Said Al-Burhaani. Awal mula ia melakukan penelitian ilmiah yaitu ketika ia menyelidiki masalah tentang larangan mengerjakan salat di masjid yang dibangun di lingkungan kuburan para nabi dan wali. Namun hasil penelitiannya tidak diakui oleh gurunya yaitu Syaikh Al-Buurhaani sehingga ia merasa terpukul dan malah semakin larut untuk membahas permasalahan tersebut dengan menyandarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan itulah asal-usul lahirnya kitabnya yang diberi judul Tahdziirus Saajid min Ittikhaadzil Qubuuril Massajid Al-Albani muda pada suatu hari melihat sebuah majalah Al-Manar di toko buku dan tertarik dengan tajuk tulisan yang ditulis oleh Sayyid Rasyid Ridha tentang buku Al-Ihya karangan AlGhazzali yang berisi sisi baik dan kesalahan buku tersebut. Ia mengikuti seluruh pembahasan Ihyaa Uluumuddin hingga dari buku aslinya dan takhrij Al-Hafizh Al-Iraaqi, tanpa terasa dalam usahanya mengikuti pembahasan ini ia harus menelaah buku-buku bahasa Arab, Balaghah dan Gharib Hadits agar dapat memahami nash-nash yang dibaca disamping melakukan takhrij. Saat itulah awalnya ia berkonsentrasi memperdalam ilmu hadits. Walaupun ayahnya selalu memperingatkan seraya berkata: Ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit. Syaikh Al-Albani menuturkan bahwa nikmat yang terbesar dari Allah untuk dirinya ada dua: perpindahan keluarganya ke Syiria dan keahlian mereparasi jam yang diajari ayahnya. Nikmat pertama menyebabkan ia mudah mempelajari bahasa Arab, karena untuk memahami Al-Quran dan As-Sunnah harus menguasai bahasa Arab. Sedangkan nikmat kedua, dengan profesi ini selain dapat menghidupi keluarganya juga memberikan waktu lebih baginya untuk menunutut ilmu. Ia hanya bekerja selama 3 jam setiap hari kecuali hari selasa dan jumat. Baginya itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Saat mendalami ilmu ini ia tidak sanggup membeli buku-buku yang dibutuhkan, sehingga ia sering mengunjungi perpustakaan Azh-Zhahiriyyah sehingga disitu ia mendapatkan buku-buku

yang tidak mampu ia beli. Ia juga menjalin hubungan dengan pemilik toko buku terbesar di Damaskus sehingga memudahkannya untuk meminjam buku-buku yang diperlukan. Saat ada orang yang mau membelinya baru buku tersebut dikembalikan. Saking semangatnya dalam mendalami ilmu hadits hingga ia menutup bengkel reparasi jam, kemudian menyendiri di perpustakaan Azh-Zhahiriyyah selama 12 jam, menelaah, mentaliq (mengomentari), mentahqiq (memeriksa) kecuali saat tiba waktu salat. Dan ia seringkali hanya menyantap makan ringan selama di perpustakaan. Oleh karena itu, pihak perpustakaan memberinya ruang khusus, dengan referensi induk untuk kepentingan ilmiah yang ia lakukan. Ia datang pagi hari sebelum petugas perpustakaan datang. Dan biasanya para pegawai perpustakaan sudah pulang ke rumah tengah hari dan tidak kembali lagi, namun Syaikh Al-Albani tetap berada disana hingga waktu Isya tiba. Hal ini ia jalani selama bertahun-tahun. Dalam menegakkan dakwah kepada manhaj Salafus Shalih Syaikh Al-Albani mengalami beberapa cobaan. Ia sering menghadapi penentangan yang keras dari ulama-ulama madzhab yang fanatik, guru-guru sufi dan kaum khurafat ahli bidah yang menjulukinya sebagai wahabi sesat. Namun banyak juga ulama-ulama dan kaum pelajar yang simpati terhadap dakwahnya sehingga dalam majelisnya selalu dipenuhi oleh para penuntut ilmu yang haus akan ilmu yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah, karena ia termasuk pengibar panji tauhid. Seperti halnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah ia juga pernah mengalami pencekalan dalam penjara di karenakan hasad dan fitnah orang-orang yang menentangnya. Syaikh Al-Albani rutin mengisi sejumlah jadwal kajian yang dihadiri para penuntut ilmu dan dosen-dosen untuk mebahas kitab-kitab. Berkat taufiq Allah kemudian kerja kerasnya muncullah karya-karya ilmiah dlam masalah hadits, fiqih, aqidah dan lainnya yang menunjukkan limpahan karunia ilmu yang dicurahkan Allah kepadanya berupa pemahaman yang benar. Ilmu yang banyak, penelitian yang spektakuler dalam ilmu hadits dan ilmu jarh wa tadil. Disamping metodologi ilmiahnya yang lurus, yang mendudukkan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai hakim standar dalam menimbang segala sesuatu, dibimbing dengan pemahamn Salafus Shalih dan metode mereka dalam tafaqqud fid dien (mendalami agama) dan dalam istimbath hukum. Semua itu membuat ia menjadi tokoh yang memiliki reputasi yang baik dan sebagai rujukan alim ulama. Oleh karena itu, pihak Al-jamiah Al-Islamiyyah di Madinah Al-munawwarah memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut. Ia bertugas selama 3 tahun dari 1381 H sampai 1383 H. Pada tahun 1395 H sampai 1397 H pengurus AlJamiah mengangkatnya sebagai salah satu anggota majelis tinggi Al-Jamiah. Saat berada disana ia menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba dimana dosen-dosen lain menimati hidangan teh dan kurma, ia lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk member pelajaran tambahan. Hubungannya dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan hubungan guru-murid. Ia juga pernah diminta menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits di kuliah S2 di Al-Jamiah Makkah Al-Mukarramah pada tahun 1388 H, namun karena beberapa hal keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya berkhidmat untuk As-Sunnah An-Nabawiyah, ia mendapatkan sebuah penghargaan dari kerajaan Arab Saudi berupa Piagam king Faisal pada tanggal 14 Dzulqaidah 1419 H.Berikut adalah beberpa karya ilmiah Al-Allamah Syaikh Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani , yang ia tulis selama kurang lebih enam puluh tahun meliputi tulisan-tulisan, tahqiq-tahqiq, koreksi-koreksi, takhrij-takhrij:1. Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah karangan2. Ahkaamul Janaaiz karangan3. Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil karangan 8 jilid4. Tamaamul Minnah fi Taliq Alaa Fiqh Sunnah karangan5. Silsilah Ahaadits Ash-Shahihah wa syai-un min fiqiha wa fawaa-iduha6. Silsilah

Ahaadits Adh-Dhaifah wal Maudhuuah wa Atsaaruha As-Sayyi fil Ummah7. Shifat salat Nabi shallahualaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha 8. Shahih At-Targhib wat Tarhiib9. Dhaif At-Targhib wat Tarhiib10. Fitnatut Takfiir11. Jilbaab Al-Maratul muslimah12. Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman Dan masih banyak yang lainnya (Buku-buku diatas telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia). Selain itu ia juga memiliki kaset hasil rekaman ceramahnya, bantahan terhadap berbagai syubhat dan jawaban terhadap berbagai masalah yang bermanfaat. Syaikh Al-Albani wafat pada waktu ashar hari sabtu tanggal 22 Jumadil Akhir, tahun 1420 H di yordania. Penyelenggaraan jenazahnya dilakukan menurut sunnah dan dihadiri ribuan penuntut ilmu, murid-muridnya, simpatisannya dan para pembela manhajnya. Jenazahnya dimakamkan di perkuburan sederhana di pinggir jalan sesuai yang ia harapkan. Ia juga berwasiat agar isi perpustakaannya, baik yang sudah dicetak, difotokopi atau masih tertulis dengan tulisannya atau tulisan selainnya agar diberikan kepada perpustakaan Al-jamiah A-Islamiyah Al-Madinah AlMunawwarah. Karena ia memiliki kenangan manis di sana dalam berdakwah kepada Al-Quran dan As-Sunnah di atas manhaj Salafus Shalih, saat menjadi tenaga pengajar disana. Perkataan ulama tentang Syaikh Al-Albani : 1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim aalisy Syaikh berkata: Ia adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela Al-Haq dan menyerang ahli kebatilan. 2. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Saat ditanya tentang hadits Rasulullah shallahualaihi wasallam, Sesungguhnya Allah akan membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid yang akan mengembalikan kemurnian agama ini. Ia ditanya siapakah mujaddid abad ini, ia menjawab, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, ialah mujaddid abad ini dalam pandanganku, wallahualam. 3. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Ia adalah alim yang memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi riwayat maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan hujjah yang kuat.
Kategori: Kelahiran 1914 | Kematian 1999 | Meninggal usia 85 | Cendekiawan Muslim | Tokoh Albania

27. Taqiyyuddin An Nabhani


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Anda mempunyai pesan baru (perubahan terakhir).

Syekh Muhammad Taqiyyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf An Nabhani dilahirkan pada 1909 di daerah Ijzim. Namanya dinisbatkan kepada kabilah Bani

Nabhan, yang termasuk orang Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim yang termasuk wilayah Haifa di Palestina Utara. Ia mendapat didikan ilmu dan agama di rumah dari ayahnya sendiri, seorang syekh yang faqih fid din. Ayahnya seorang pengajar ilmu-ilmu syari'ah di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibunya juga menguasai beberapa cabang ilmu syari'ah, yang diperolehnya dari ayahnya, Syekh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An Nabhani. Ia adalah seorang qadi (hakim), penyair, sastrawan, dan salah seorang ulama terkemuka di daerah Turki Utsmani. Pertumbuhan Syekh Taqiyyuddin dalam suasana keagamaan yang kental seperti itu mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian dan pandangan hidupnya. Ia telah hafal Al Qur'an seluruhnya dalam usia yang amat muda, yaitu di bawah usia 13 tahun.
[sunting] Pendidikan

Syekh Taqiyyuddin menerima pendidikan dasar-dasar ilmu syari'ah dari ayah dan kakeknya, yang telah mengajarkan hafalan Al Qur'an sehingga ia hafal Al Qur'an seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu, ia juga mendapatkan pendidikannya di sekolah-sekolah negeri ketika ia bersekolah di sekolah dasar di daerah Ijzim. Kemudian ia berpindah ke sebuah sekolah di Akko untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum ia menamatkan sekolahnya di Akko, ia telah bertolak ke Kairo untuk meneruskan pendidikannya di Al Azhar, hasil dorongan kakeknya, Syekh Yusuf An Nabhani. Syekh Taqiyyuddin kemudian meneruskan pendidikannya di Tsanawiyah Al Azhar pada tahun 1928 dan pada tahun yang sama ia meraih ijazah dengan predikat sangat cemerlang. Lalu ia melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al Azhar. Di samping itu ia banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiah di Al Azhar yang diikuti oleh syekhsyekh Al Azhar, semisal Syekh Muhammad Al Hidlir Husain --rahimahullah-- seperti yang pernah disarankan oleh kakeknya. Hal itu dimungkinkan karena sistem pengajaran lama Al Azhar memungkinkannya. Meskipun Syekh Taqiyyuddin menghimpun sistem Al Azhar lama dengan Darul Ulum, akan tetapi ia tetap menampakkan keunggulan dan keistimewaan dalam kesungguhan dan ketekunan belajar. Syekh Taqiyyuddin telah menarik perhatian kawan-kawan dan pensyarah-pensyarahnya karena kecermatannya dalam berpikir dan kuatnya pendapat seta hujjah yang dilontarkan dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi fikriyah, yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada saat itu di Kairo dan di negeri-negeri Islam lainnya. Syekh Taqiyyuddin An Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932. Pada tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya di Al Azhar Asy Syarif menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa syekh Al Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa Arab, dan ilmu-ilmu syari'ah seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya. Dalam forum-forum halaqah ilmiyah tersebut, An Nabhani dikenal oleh kawan-kawan dan sahabat-sahabat terdekatnya dari kalangan Al Azhar, sebagai seseorang dengan pemikiran yang genius, pendapat yang kukuh, pemahaman dan pemikiran yang mendalam, serta berkemampuan tinggi untuk meyakinkan orang dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi fikriyah.

Demikian juga ia sangat bersungguh-sungguh, tekun, dan bersemangat dalam memanfaatkan waktu guna menimba ilmu dan belajar. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syekh Taqiyyuddin An Nabhani kembali ke Palestina untuk kemudian bekerja di Kementerian Pendidikan Palestina sebagai seorang guru di sebuah sekolah menengah atas negeri di Haifa. Di samping itu ia juga mengajar di sebuah Madrasah Islamiyah di Haifa. Pada tahun 1940, ia diangkat sebagai Musyawir (Pembantu Qadi) dan ia terus memegang jabatan ini hingga tahun 1945, yakni saat ia dipindah ke Ramallah untuk menjadi qadi di Mahkamah Ramallah hingga tahun 1948. Setelah itu, ia keluar dari Ramallah menuju Syam sebagai akibat jatuhnya Palestina ke tangan Yahudi. Pada tahun 1948 itu pula, sahabatnya Al Ustadz Anwar Al Khatib mengirim surat kepadanya, yang isinya meminta agar ia kembali ke Palestina untuk diangkat sebagai qadi di Mahkamah Syar'iyah Al Quds. Syekh Taqiyyuddin mengabulkan permintaan itu dan kemudian beliau diangkat sebagai qadi di Mahkamah Syar'iyah Al Quds pada tahun 1948. Pada tahun 1951, Syekh An Nabhani menziarahi kota Amman untuk menyampaikan ceramahceramahnya kepada para pelajar Madrasah Tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Hal ini terus berlangsung sehingga awal tahun 1953, ketika ia mulai sibuk dalam Hizbut Tahrir, yang telah dirintis antara tahun 1949 hingga 1953. Sejak remaja Syekh An Nabhani sudah memulai aktivitas politiknya karena pengaruh kakeknya, Syekh Yusuf An Nabhani. Pengalaman itulah yang mengantarkannya mendirikan partai politik berasas Islam, Hizbut Tahrir di Al Quds (Yerusalem) pada tahun 1953. Syekh Taqiyyuddin An Nabhani meninggal dunia pada tahun 1398 H/ 1977 M dan dikuburkan di Pekuburan Al Auza'i di Beirut.
[sunting] Sumbangan Kepada Islam

Ia telah meninggalkan kitab-kitab penting yang dapat dianggap sebagai kekayaan pemikiran yang tak ternilai harganya. Karya-karya ini menunjukkan bahwa Syekh Taqiyyuddin An Nabhani merupakan seorang yang mempunyai pemikiran brilian dan analisis yang cermat. Karya-karya Syekh Taqiyyuddin An Nabhani yang paling terkenal, yang memuat pemikiran dan ijtihadnya antara lain :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Nizhamul Islam. At Takattul Al Hizbi. Mahafim Hizbut Tahrir An Nizhamul Iqthishadi fil Islam. An Nizhamul Ijtima'i fil Islam. Nizhamul Hukm fil Islam. Ad Dustur. Muqaddimah Dustur. Ad Daulatul Islamiyah. Asy Syakhshiyah Al Islamiyah (3 jilid). Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir. Nazharat Siyasiyah li Hizbit Tahrir. Nida' Haar. Al Khilafah. At Tafkir. Ad Dusiyah.

17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Sur'atul Badihah. Nuqthatul Inthilaq. Dukhulul Mujtama'. Inqadzu Filisthin. Risalatul Arab. Tasalluh Mishr. Al Ittifaqiyyah Ats Tsana'iyyah Al Mishriyyah As Suriyyah wal Yamaniyyah Hallu Qadliyah Filisthin ala Ath Thariqah Al Amrikiyyah wal Inkiliziyyah. Nazhariyatul Firagh As Siyasi Haula Masyru' Aizanhawar.

Semua ini belum termasuk ribuan risalah (nasyrah) mengenai pemikiran, politik, dan ekonomi, serta beberapa kitab yang dikeluarkan atas nama anggota Hizbut Tahrir.
Kategori: Kelahiran 1909 | Kematian 1977 | Meninggal usia 68 | Cendekiawan Muslim

28. An-Nawawi
Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi ( uata ,( lebih dikenal sebagai Imam Nawawi, adalah salah seorang ulama besar mazhab Syafi'i. Ia lahir di desa Nawa, dekat kota Damaskus, pada tahun 1233 dan wafat pada tahun 1278. Kedua tempat tersebut kemudian menjadi nisbat nama beliau, an-Nawawi ad-Dimasyqi. Ia adalah seorang pemikir muslim di bidang fiqih dan hadits. Imam Nawawi pindah ke Damaskus pada tahun 649 H dan tinggal di distrik Rawahibiyah. Di tempat ini beliau belajar dan sanggup menghafal kitab at-Tanbih hanya dalam waktu empat setengah bulan. Kemudian beliau menghafal kitab al-Muhadzdzabb pada bulan-bulan yang tersisa dari tahun tersebut, dibawah bimbingan Syaikh Kamal Ibnu Ahmad. Semasa hidupnya beliau selalu menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, menulis kitab, menyebarkan ilmu, ibadah, wirid, puasa, dzikir, sabar atas terpaan badai kehidupan. Pakaian beliau adalah kain kasar, sementara serban beliau berwarna hitam dan berukuran kecil.
[sunting] Guru-guru Imam Nawawi

Sang Imam belajar pada guru-guru yang amat terkenal seperti Abdul Aziz bin Muhammad AlAshari, Zainuddin bin Abdud Daim, Imaduddin bin Abdul Karim Al-Harastani, Zainuddin Abul Baqa, Khalid bin Yusuf Al-Maqdisi An-Nabalusi dan Jamaluddin Ibn Ash-Shairafi, Taqiyuddin bin Abul Yusri, Syamsuddin bin Abu Umar. Dia belajar fiqih hadits (pemahaman hadits) pada asy-Syaikh al-Muhaqqiq Abu Ishaq Ibrahim bin Isa Al-Muradi Al-Andalusi. Kemudian belajar fiqh pada Al-Kamal Ishaq bin Ahmad bin usman Al-Maghribi Al-Maqdisi, Syamsuddin Abdurrahman bin Nuh dan Izzuddin Al-Arbili serta guru-guru lainnya.
[sunting] Murid-murid Imam Nawawi

Tidak sedikit ulama yang datang untuk belajar ke Iman Nawawi. Di antara mereka adalah alKhatib Shadruddin Sulaiman al-Jafari, Syihabuddin al-Arbadi, Shihabuddin bin Jawan, Alauddin al-Athar dan yang meriwayatkan hadits darinya Ibnu Abil Fath, Al-Mazi dan lainnya.

[sunting] Karya

Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab () , panduan hukum Islam yang lengkap. Minhaj ath-Thalibin () . Tahdzib al-Asma () . Taqrib al-Taisir () , pengantar studi hadits. Al-Arba'in an-Nawawiyah () , kumpulan 40 -tepatnya 42- hadits penting.[1] Syarh Shahih Muslim () , penjelasan kitab Shahih Muslim bin al-Hajjaj.[2] Ma Tamas Ilaihi Hajah al-Qari li Shahih al-Bukhari () . Riyadhus Shalihin () ,[3] kumpulan hadits mengenai etika, sikap dan tingkah laku yang saat ini banyak digunakan di dunia Islam. Tahrir al-Tanbih () . Al-Adzkar () , kumpulan doa Rasulullah.[4] At-Tibyan fi Adab Hamalah al-Quran () . Adab al-Fatwa wa al-Mufti wa al-Mustafti () . At-Tarkhis bi al-Qiyam () . Matn al-Idhah fi al-Manasik () , membahas tentang haji.

Kategori: Cendekiawan Muslim | Kelahiran 1233 | Kematian 1278

29. Ar-Razi
Cendekiawan Persia
Era Pertengahan

Gambaran Al-Razi oleh pelukis Eropa, dalam karya Gerard dari Cremona "Receuil des traites de medecine" 1250-1260. Nama: Razi Lahir: August 26, Meninggal: 925 Aliran/tradisi: Ilmuwan Persia Minat utama: Kimia, Kedokteran, Biologi, Sains Menemukan Alkohol, menciptakan asam sulfur, Gagasan membuat catatan tentang penyakit cacar, memelopori penting: bedah saraf dan bedah mata
[rujukan?] [1]

865

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (Persia: iagabes ilanekid uata ( Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 930. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925. Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad. Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa[2] dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.
[sunting] Biografi

Ar-Razi lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Hijirah dan meninggal pada tanggal 9 Oktober 925 Hijriah. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya.

Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tapi dia kemudian lebih tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran. Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan dibawah kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu'tashim. Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang dokter disana. Kemudian dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa kekuasaan alMuktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad. Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dimana dia mengumpulkan murid-muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.
[sunting] Kontribusi

[sunting] Bidang Kedokteran [sunting] Cacar dan campak

Razi sedang menyembuhkan seorang pasien

Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar:
"Cacar terjadi ketika darah 'mendidih' dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti ekstrak basah di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya seperti anggur yang matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk gelembung pada wine. Penyakit ini dapat

terjadi tidak hanya pada masa kanak-kanak, tapi juga masa dewasa. Cara terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan penyakit ini, karena kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi."

Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911) yang menulis: "Pernyataan pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang adanya wabah ditemukan pada karya dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes, dimana dia menjelaskan gejalanya secara jelas, patologi penyakit yang dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur dan cara mencegah wabah tersebut." Buku ar-Razi yaitu Al-Judari wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku pertama yang membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian diterjemahkan belasan kali ke dalam Latin dan bahasa Eropa lainnya. Cara penjelasan yang tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam pengamatan klinis memperlihatkan cara berpikir ar-Razi dalam buku ini. Berikut ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi: "Kemunculan cacar ditandai oleh demam yang berkelanjutan, rasa sakit pada punggung, gatal pada hidung dan mimpi yang buruk ketika tidur. Penyakit menjadi semakin parah ketika semua gejala tersebut bergabung dan gatal terasa di semua bagian tubuh. Bintik-bintik di muka mulai bermunculan dan terjadi perubahan warna merah pada muka dan kantung mata. Salah satu gejala lainnya adalah perasaan berat pada seluruh tubuh dan sakit pada tenggorokan."
[sunting] Alergi dan demam

Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit "alergi asma", dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah mencium bunga mawar pada musim panas. Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri.
[sunting] Farmasi

Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula dan mortar. Ar-razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.
[sunting] Etika kedokteran

Ar-Razi juga mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah satunya adalah ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang berkeliling di kota dan desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga menyatakan bahwa dokter tidak mungkin mengetahui jawaban atas segala penyakit dan tidak mungkin bisa menyembuhkan semua penyakit, yang secara manusiawi sangatlah tidak mungkin. Tapi untuk meningkatkan mutu seorang dokter, ar-Razi menyarankan para dokter untuk tetap belajar dan terus mencari informasi baru. Dia juga membuat perbedaan antara penyakit yang bisa disembuhkan dan yang tidak bisa disembuhkan. Ar-Razi kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak bisa disalahkan karena tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat berat. Sebagai tambahan, arRazi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada dokter yang bekerja di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak mematuhi perintah sang dokter.

Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar.[3]
[sunting] Buku-buku Ar-Razi pada bidang kedokteran

Berikut ini adalah karya ar-Razi pada bidang kedokteran yang dituliskan dalam buku:

Hidup yang Luhur (Arab: ) . Petunjuk kedokteran untuk masyarakat umum (Arab:) Keraguan pada Galen Penyakit pada anak Kategori: Kelahiran 865 | Kematian 925 | Meninggal usia 60 | Cendekiawan Muslim | Kimiawan dunia Arab | Ilmuwan Iran

30. As-Suyuthi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Anda mempunyai pesan baru (perubahan terakhir).

Jalaluddin as-Suyuthi (bahasa Arab: ( ) gelar lengkapnya Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari; lahir 1445 (849H) - wafat 1505 (911H)) adalah seorang ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada abad ke-15 di Kairo, Mesir.
[sunting] Pendidikan

Imam Suyuthi dalam kitabnya yang berjudul Khusn al-Muhadlarah menyebutkan bahwa ia mendapatkan ijazah dari setiap guru yang didatanginya, yaitu mencapai 150 ijazah dari 150 orang guru. Diantara guru-gurunya tersebut, ia berguru pada Al-Bulqini sampai wafatnya, juga belajar hadits pada Syaikhul Islam Taqiyyudin al-Manaawi.
[sunting] Karya

Semasa hidupnya, Imam Suyuthi menulis banyak buku tentang berbagai hal, seperti hadits, AlQuran, bahasa, hukum Islam, dan lainnya. Berikut adalah beberapa karya tulisnya yang terkenal:
1. Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, kitab tafsir yang menjelaskan bagian-bagian penting dalam ilmu mempelajari al-Qur'an 2. Tafsir al-Jalalain, yang ditulis bersama Jalaluddin al-Mahalli 3. Jami' ash-Shagir, merupakan kumpulan hadits-hadits pendek 4. Al-Asybah wa an-Nazhair, dalam ilmu qawa'id fiqh Kategori: Kelahiran 1445 | Kematian 1505 | Meninggal usia 60 | Cendekiawan Muslim

31. Muhammad Asad


Muhammad Asad atau Leopold Weiss (lahir di Lemberg, Austria-Hongaria pada tahun 1900 meninggal di Spanyol pada tahun 1992) adalah seorang cendekiawan muslim, mantan Duta Besar Pakistan untuk Perserikatan Bangsa Bangsa, dan penulis beberapa buku tentang Islam termasuk salah satu tafsir Al Qur'an modern yakni The Message of the Qur'an. Muhammad Asad terlahir sebagai Leopold Weiss pada tahun 1900 di kota Lemberg, saat itu bagian dari Kekaisaran Austria-Hongaria(sekarang bernama Lviv dan terletak di Ukraina) dalam lingkungan keluarga Yahudi. Keluarganya secara turun-temurun adalah rabbi (pemuka agama Yahudi) kecuali ayahnya yang menjadi seorang pengacara. Pendidikan agama yang ia enyam selama masa kecil hingga mudanya menjadikan ia familiar dengan bahasa Aram, Kitab Perjanjian Lama serta teks-teks maupun tafsir dari Talmud, Mishna, Gemara dan Targum.

Muhammad Asad alias Leopold Weiss

Pada usia 14 tahun ia lari dari rumah untuk bergabung dengan tentara Austria dalam Perang Dunia Pertama. Pada usia 19 tahun, ia meninggalkan studinya di bidang Filsafat dan Sejarah Seni, kemudian menjadi asisten perintis film, Dr. Murnau, dan genius di bidang teater, Max Reinhardt,di Berlin. Tahun 1922, ia menjadi reporter harian Frankfurter Zeitung (sebuah harian terkemuka di Jerman), dan kemudian menjadi korespondennya untuk negara Timur Dekat. Tahun 1926, berkat kesan mendalam dari hasil pengembaraannya di negara-negara Islam Timur Tengah (terekam dalam salah satunya bukunya "Road to Mecca") ia memeluk Islam. Ia lantas mengatakan mengenai Islam :" Dalam pandangan saya, Islam terlihat seperti sebuah hasil arsitektur yang sempurna. Semua elemen didalamnya secara harmonis dalam saling melengkapi dan mendukung; tidak ada yang berlebihan dan tidak ada yang kurang; hasilnya adalah sebuah struktur dengan keseimbangan sempurna dan komposisi yang kuat." Ia mengembara dan menyaksikan dengan kepala sendiri beberapa pergerakan pembebasan yang muncul pada awal abad 20 untuk membebaskan daerah Islam dari kaum kolonial. Ia berkunjung ke India di mana ia berjumpa dan bekerjasama dengan Muhammad Iqbal, filsuf dan penyair yang menginspirasikan lahirnya negara Pakistan. Bahkan ia menjadi Duta Besar Pakistan pertama untuk PBB.

Mendekati akhir hayatnya ia kemudian pindah ke Spanyol dan hidup disana bersama istri keempatnya Paola Hameeda Asad hingga wafatnya. Asad menulis beberapa buku, salah satu yang terkenal adalah Road To Mecca, di mana ia menceritakan pengembaraannya dalam daerah Islam dan bagaimana ia kemudian memeluk Islam, juga beberapa pemikirannya tentang pergerakan Zionis. Ia juga menulis The Message of the Qur'an, terjemahan yang dia lengkapi dengan tafsir singkat berdasarkan pengetahuannya dalam bahasa arab klasik dan tafsir-tafsir klasik. Tafsir tersebut diakui sebagai salah satu terjemahan terbaik Al Qur'an dalam bahasa Inggris walaupun dikritik oleh beberapa aliran tradisional seperti Mu'tazilah. Ia juga menulis terjemahan dan komentar terhadap kitab Sahih Bukhari, salah satu kitab koleksi hadits terkemuka.
Kategori: Kelahiran 1900 | Kematian 1992 | Meninggal usia 92 | Cendekiawan Muslim | Tokoh yang berpindah agama ke Islam

32. Abdullah Yusuf Azzam


Dr. Abdullah Yusuf Azzam (19411989), juga dikenal dengan nama Syekh Azzam, adalah seorang figur utama dalam perkembangan pergerakan Islam. "Ratusan tulisan dan pidatonya mampu menghidupkan ruh baru dalam diri ummat. Seolah-olah beliau dipilih Allah SWT untuk menegakkan kembali kewajiban yang telah dilupakan sebagian besar ummat Islam, yaitu jihad." Demikian komentar DR. Dahba Zahely, cendekiawan Muslim Malaysia tentang DR Abdullah Azzam. Komentar senada juga datang dari cendekiawan dan ulama dari berbagai negara.
[sunting] Pendidikan dan Masa Muda

Syekh Azzam lahir pada tahun 1941 di desa As-ba'ah Al-Hartiyeh, provinsi Jenin di sebelah barat Sungai Yordan. Setelah menamatkan pendidikan dasar dan lanjutan di desanya, dia melanjutkan ke Khadorri College di dekat kota Tulkarem dan mengambil jurusan pertanian. Setelah wisuda Syekh Azzam bekerja sebagai seorang guru di desa Adder, Yordania. Kemudian ia di Sharia College pada Universitas Damaskus di mana ia memperoleh gelar B.A. pada tahun 1966. Setelah tahun 1967 pada Perang Enam Hari dan Israel menduduki Tepi Barat, Syekh Azzam pindah ke Yordania dan bergabung dengan Ikhwanul Muslimin Palestina. Shaikh Azzam pergi ke Mesir untuk melanjutkan studi Islam di Universitas Al-Azhar Kairo dan mendapat gelar master di bidang syariah. Ia kembali mengajar pada Universitas Jordan di Amman dan pada tahun 1971, Syekh Azzam kembali ke Universitas Al-Azhar dan memperoleh Ph.D dalam bidang Ushul Fiqh pada tahun 1973.
[sunting] Salah Seorang Tokoh Penggerak Jihad

Pada tahun 1980 ia pindah ke Peshawar. Di sana ia mendirikan Baitul Anshar, sebuah lembaga yang menghimpun bantuan untuk para mujahid Afghan. Ia juga menerbitkan sebuah media Ummah Islam. Lewat majalah inilah ia menggedor kesadaran ummat tentang jihad. Katanya, jihad di Afghan adalah tuntutan Islam dan menjadi tanggung jawab ummat Islam di seluruh dunia. Seruannya itu tidak sia-sia. Jihad di Afghan berubah menjadi jihad universal yang diikuti oleh seluruh ummat Islam di pelosok dunia. Pemuda-pemuda Islam dari seluruh dunia yang terpanggil oleh fatwa-fatwa Abdullah Azzam, bergabung dengan para mujahidin Afghan.

Jihad di Afghanistan telah menjadikan Abdullah Azzam sebagai tokoh pergerakan jihad zaman ini. Ia menjadi idola para mujahid muda. Peranannya mengubah pemikiran ummat Islam akan pentingnya jihad di Afghanistan telah membuahkan hasil yang sangat mengagumkan. Uni Sovyet sebagai negara Adidaya harus pulang dengan rasa malu, karena tidak berhasil menduduki Afghanistan. Abdullah Azzam telah berhasil meletakkan pondasi jihad di hati kaum muslimin. Penghargaannya terhadap jihad sangat besar. "Aku rasa seperti baru berusia 9 tahun, 7 setengah tahun jihad di Afghan, 1 setengah tahun jihad di Palestina dan tahun-tahun yang selebihnya tidak bernilai apa-apa," katanya pada seuatu ketika. Ia juga mengajak keluarganya memahami dan memiliki semangat yang sama dengan dirinya. Isterinya menjadi pengasuh anak-anak yatim dan pekerja sosial di Afghanistan. Komitmen Abdullah Azzam terhadap Islam sangat tinggi. Jihad sudah menjadi filosifi hidupnya. Sampai akhir hayatnya, ia tetap menolak tawaran mengajar di beberapa universitas. Ia berjanji terus berjihad sampat titik darah penghabisan. Mati sebagai mujahid itulah cita-citanya. Wajar kalau kemudian pada masa hidupnya dialah tokoh rujukan ummat dalam hal jihad. Fatwafatwanya tentang jihad selalu dinanti-nantikan kaum muslimin.
[sunting] Wafatnya

Beberapa kali Abdullah Azzam menerima cobaan pembunuhan. Sampai akhirnya ia dibunuh pada hari Jumat, 24 November 1989. Tiga buah bom yang sengaja dipasang di gang yang biasa di lewati Abdullah Azzam, meledak ketika ia memarkir kendaraan untuk salat Jumat di peshawar, Pakistan. Sheik Abdullah bersama dua orang anak lelakinya, Muhammad dan Ibrahim, meninggal seketika. Kendaraan Abdullah Azzam hancur berantakan. Anaknya, Ibrahim, terlempar 100 meter begitu juga dengan lainnya. Tubuh mereka juga hancur. Dalam peristiwa itu juga terbunuh anak lelaki al-marhum Sheikh Tamim Adnani (seorang perwira di Afghan).
Kategori: Kelahiran 1941 | Kematian 1989 | Meninggal usia 48 | Cendekiawan Muslim | Tokoh yang dibunuh | Pemimpin agama yang dibunuh

33. Ibnu Bajjah


Ibnu Bajjah ( ) atau lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh ( ) merupakan filsuf dan dokter Muslim Andalusia yang dikenal di Barat dengan nama Latinnya, Avempace. Ia lahir di Saragossa di tempat yang kini bernama Spanyol dan meninggal di Fez pada 1138. Pemikirannya memiliki pengaruh yang jelas pada Ibnu Rushdi dan Yang Besar Albert. Kebanyakan buku dan tulisannya tidak lengkap (atau teratur baik) karena kematiannya yang cepat. Ia memiliki pengetahuan yang luas pada kedokteran, Matematika, dan Astronomi. Sumbangan utamanya pada filsafat Islam ialah gagasannya pada Fenomenologi Jiwa, namun sayangnya tak lengkap. Ekspresi yang dicintainya ialah Gharib ( ) dan Motivahhed () , ekspresi yang diakui dan terkenal dari Gnostik Islam.
Kategori: Filsuf Muslim | Filsuf abad ke-12 | Cendekiawan Muslim | Cendekiawan Al-Andalus

34. Hasan al-Banna

Hassan Al-Banna

Hassan al-Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir. Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal al-Qur'an. Ia adalah seorang mujahid dakwah, peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus sebagai pendiri dan pimpinan Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslimin). Ia memperjuangkan Islam menurut Al-Quran dan Sunnah hingga dibunuh oleh penembak misterius yang oleh banyak kalangan diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah pada 12 Februari 1949 di Kairo. Kepergian Hassan al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan 2 karya monumentalnya, yaitu Catatan Harian Dakwah dan Da'i serta Kumpulan Surat-surat. Selain itu Hasan al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah saat ini. Selain itu ia juga dikenal akan cara berdakwahnya yang sangat tidak biasa. Ia terkenal sangat tawadlu dikarenakan ia sering berdakwah di warung-warung kopi tempat oarang-orang yang berpengetahuan rendah berkumpul untuk minum-minum kopi sehabis lelah bekerja seharian. Dan ternyata cara tersebut memang lebih efektif dilakukan dalam berdakwah.[rujukan?] Hassan al-Banna yang lahir pada 14 Oktober 1906 di Mahmudiyya, Mesir (utara-barat dari Kairo). adalah seorang guru dan seorang reformis Mesir sosial dan politik Islam, yang terkenal karena mendirikan Ikhwanul Muslimin, salah satu dari abad ke-20 terbesar dan paling berpengaruh organisasi Islam revivalis. Kepemimpinan Al-Banna adalah penting bagi pertumbuhan persaudaraan selama tahun 1930-an dan 1940-an. Ketika Hassan al-Banna berusia dua belas tahun, ia mulai terbiasa mendislipinkan kegiatannya menjadi empat.siang hari di pergunakanya untuk menuntut ilmu di sekolah.kemudian belajar membuat dan membetulkan jam dengan orang tua nya hingga sore.waktu sore hingga menjelang tidur ia gunakan untu mengulang kembali pelajaran sekolah.sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan al-qur'anialakukan seusi salat subuh.jadi tidak mengherankan bila hassan al-banna mencetak prestasi-prestasi

gemilang di kemudian hari.pada usia 14 hassan al-banna telah menghafal seluruh alqur'an.hassan al-banna lulus dari sekolah nya dengan predikat terbaik dan nomor lima terbaik di seluruh mesir.pada usia 16 tahun,ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi darul ulum.demikianlah sederet prestasi hassan kecil. Ayahnya, Syaikh Ahmad al-Banna, adalah seorang imam lokal dihormati (pemimpin doa) dan guru masjid dari ritus Hanbali. Ia belajar di Al-Azhar University (Lia 24, 1998). Dia menulis dan berkolaborasi pada buku-buku tentang tradisi Islam, dan juga memiliki toko di mana ia memperbaiki jam tangan dan dijual gramophones. Meskipun Syaikh Ahmad al Banna dan istrinya beberapa properti yang dimiliki, mereka tidak kaya dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan, khususnya setelah mereka pindah ke Kairo pada tahun 1924. Seperti banyak orang lain, mereka menemukan bahwa belajar Islam dan kesalehan tidak lagi sebagai sangat dihargai di ibukota(akibat paham sekular yang begitu kuat saat itu,paham itu dibawa oleh kolonial inggris untuk merobohkan semangat kaum muslimin), dan bahwa keahlian tidak bisa bersaing dengan industri berskala besar. berdirinya organisasi ikhwaul muslimin bertepatan dengan tanggal 20/maret/1928.bersama keenam temannya,hassan al-banna mendirikan organisasi ini(ikhwanul muslimin) di kota ismailiyah. Pertumbuhan masyarakat terutama diucapkan setelah Al-Banna dipindahkan kantor pusatnya ke Kairo pada tahun 1932. Faktor paling penting yang membuat ekspansi ini dramatis mungkin adalah kepemimpinan organisasi dan ideologis yang disediakan oleh Al-Banna. Dalam Ismailia, di samping kelas hari, dia melakukan niatnya memberi kuliah malam kepada orangtua muridnya. Dia juga berkhotbah di masjid, dan bahkan di warung kopi. Pada awalnya, beberapa pandangannya tentang poin yang relatif kecil dari praktik Islam menyebabkan perbedaan pendapat yang kuat dengan elit agama setempat, dan ia mengadopsi kebijakan menghindari kontroversi agama. Dia terkejut oleh banyak tanda-tanda mencolok dominasi militer dan ekonomi asing di Isma'iliyya: kamp-kamp militer Inggris, bidang pelayanan umum yang dimiliki oleh kepentingan asing, dan tempat tinggal mewah dari karyawan asing dari Terusan Suez Perusahaan, sebelah jorok tempat tinggal dari pekerja Mesir. Dia berusaha untuk membawa perubahan, dia berharap untuk melalui lembaga-gedung, aktivisme tanpa henti di tingkat akar rumput, dan bergantung pada komunikasi massa.Dia melanjutkan untuk membangun sebuah gerakan massa yang kompleks yang menampilkan struktur pemerintahan canggih; bagian yang bertanggung jawab untuk melanjutkan nilai-nilai masyarakat di kalangan petani, buruh, dan profesional; unit dipercayakan dengan fungsi-fungsi kunci, termasuk propagasi pesan, penghubung dengan dunia Islam, dan tekan dan terjemahan, dan komite khusus untuk urusan keuangan dan hukum. Dalam penahan ini organisasi ke dalam masyarakat Mesir, Al-Banna mengandalkan jaringan sosial yang sudah ada (ikhanul muslimin), khususnya yang dibangun di sekitar masjid, asosiasi kesejahteraan Islam, dan kelompok-kelompok lingkungan. Tenun ini ikatan tradisional menjadi struktur khas modern pada akar kesuksesannya. Langsung terpasang bagi persaudaraan, dan makan ekspansi, dilakukan berbagai usaha, klinik, dan sekolah. Selain itu, anggota yang berafiliasi dengan gerakan melalui serangkaian sel, usar revealingly disebut families tunggal: usrah. Materi, dukungan sosial dan psikologis yang diberikan instrumental sehingga kemampuan gerakan untuk menghasilkan loyalitas yang sangat besar di antara para anggotanya dan untuk menarik anggota baru. Layanan dan struktur organisasi masyarakat sekitar yang dibangun tersebut dimaksudkan untuk memungkinkan individu untuk berintegrasi ke dalam pengaturan jelas Islam, prinsip-prinsip sendiri dibentuk oleh masyarakat. Berakar dalam Islam, pesan Al-Banna ditangani masalah termasuk kolonialisme, kesehatan masyarakat, kebijakan pendidikan, manajemen sumber daya alam, Marxisme, kesenjangan

sosial, nasionalisme Arab, kelemahan dunia Islam di kancah internasional, dan konflik yang berkembang di Palestina. Dengan menekankan keprihatinan yang menarik berbagai konstituen, Al-Banna mampu merekrut dari antara bagian-lintas masyarakat Mesir - meskipun pegawai negeri modern-berpendidikan, karyawan kantor, dan profesional tetap dominan di kalangan aktivis organisasi dan pengambil keputusan. Al-Banna juga aktif dalam menentang imperialisme Inggris di Mesir. Selama Perang Dunia II, ia sempat ditangkap oleh pemerintah pro-Inggris, yang melihatnya sebagai subversif. Antara 1948 dan 1949, tidak lama setelah masyarakat mengirim relawan untuk bertempur dalam perang di Palestina, konflik antara monarki dan masyarakat mencapai puncaknya. Prihatin dengan meningkatnya ketegasan dan popularitas persaudaraan, serta dengan desas-desus bahwa itu merencanakan kudeta, Perdana Menteri Mahmoud sebuah-Nukrashi Pasha bubar itu pada bulan Desember 1948. Aktifis organisasi yang ditangkap dan puluhan anggotanya yang dikirim ke penjara. Kurang dari tiga minggu kemudian, perdana menteri dibunuh oleh seorang anggota persaudaraan, Abdul Majid Hasan Ahmad. Setelah pembunuhan itu, Al-Banna segera mengeluarkan pernyataan mengutuk pembunuhan itu, yang menyatakan teror yang bukan cara yang bisa diterima dalam Islam. Hal ini pada gilirannya mendorong pembunuhan Al-Banna. Pada tanggal 12 Februari 1949 di Kairo, Al-Banna di kantor pusat Jamiyyah al-Shubban al-Muslimin dengan saudaranya iparnya Abdul Karim Mansur untuk bernegosiasi dengan Menteri Zaki Ali Basha yang mewakili pihak pemerintah. Menteri Zaki Ali Basha tidak pernah tiba. 5 jam malam Al-Banna dan saudaranya iparnya memutuskan untuk pergi. pembunuhan itu terjadi ketika Al-Banna dan saudaranya sedang menunggu taksi. Saat mereka berdiri menunggu taksi, mereka ditembak oleh dua orang. Al-Banna terkena tujuh tembakan. Laterwards, dia dibawa ke rumah sakit dan mereka telah menerima perintah dari monarki untuk tidak memberinya perawatan di mana ia meninggal kematian lambat dari lukaluka, Hassan Al-Banna menyadari bahwa mereka telah diperintahkan untuk tidak memperlakukan dia dan dia membuat 3 doa terhadap Monarki. Hassan Al-Banna wafat pada tanggal 12 Februari 1949. Hassan al-Banna dikenal memiliki dampak yang besar dalam pemikiran Islam modern. Dia adalah kakek dari Tariq Ramadan dan kakak Gamal al-Banna. Untuk membantu menguduskan tatanan Islam, al-Banna menyerukan melarang semua pengaruh Barat dari pendidikan dan memerintahkan semua sekolah dasar harus menjadi bagian dari mesjid. Dia juga menginginkan larangan partai politik dan lembaga demokrasi lainnya dari Syura (Islam-dewan) dan ingin semua pejabat pemerintah untuk memiliki belajar agama sebagai pendidikan utama. Hassan al-Banna melihat Jihad sebagai strategi defensif-Allah ditahbiskan, yang menyatakan bahwa kebanyakan ahli Islam: "Setuju bulat bahwa jihad adalah kewajiban komunal defensif dikenakan pada umat Islam dalam rangka untuk menyiarkan panggilan (untuk memeluk Islam), dan bahwa adalah sebuah kewajiban individu untuk menolak serangan orang-orang kafir atasnya. " Namun, sebagai akibat dari orang-orang kafir memerintah negeri-negeri Muslim dan merendahkan kehormatan Muslim: "Hal ini telah menjadi kewajiban individual, yang ada adalah tidak menghindari, pada setiap Muslim untuk mempersiapkan peralatan, untuk mengambil keputusan untuk terlibat dalam jihad, dan untuk mendapatkan siap sampai kesempatan sudah masak dan Allah keputusan suatu hal yang pasti akan dicapai" Al-Banna tidak menerima klaim sebagai suara Hadis bahwa semangat jihad adalah jihad yang lebih besar dan jihad pedang jihad kecil dan ia memuliakan aktif jihad defensif: "kematian

tertinggi hanya diberikan kepada mereka yang membunuh atau yang gugur di jalan Allah Seperti kematian tidak dapat dihindarkan dan bisa terjadi hanya sekali. mengambil bagian dalam jihad adalah menguntungkan di dunia ini dan berikutnya." Visi al-Banna pada aturan Jihad untuk umat dalam kutipan dari Lima Tracts Hasan al-Banna di mana ia akan kembali ke aturan-Hanafi: "Jihad dalam arti harfiah berarti untuk menempatkan sebagainya upaya maksimal seseorang dalam kata dan perbuatan, dalam UU Suci itu adalah membunuh orang-orang kafir dan konotasi terkait seperti memukul mereka, menjarah kekayaan mereka, menghancurkan tempat suci mereka dan menghancurkan berhala mereka." dan "itu merupakan kewajiban bagi kita untuk mulai bertengkar dengan mereka setelah transmisi [undangan untuk memeluk Islam], bahkan jika mereka tidak memerangi kita."
Kategori: Kelahiran 1906 | Kematian 1949 | Meninggal usia 43 | Cendekiawan Muslim | Politikus Mesir | Tokoh yang dibunuh

35. Hamzah al-Fansuri


Hamzah al-Fansuri atau dikenal juga sebagai Hamzah Fansuri adalah seorang ulama sufi dan sastrawan yang hidup di abad ke-16. Meskipun nama 'al-Fansuri' sendiri berarti 'berasal dari Barus' (sekarang berada di provinsi Sumatra Utara) sebagian ahli berpendapat ia lahir di Ayuthaya, ibukota lama kerajaan Siam. Hamzah al-Fansuri lama berdiam di Aceh. Ia terkenal sebagai penganut aliran wahdatul wujud. Dalam sastra Melayu ia dikenal sebagai pencipta genre syair.
[sunting] Karya-karyanya

[sunting] Prosa

Asrar al-Arifin Sharab al-Asyikin Zinat al-Muwahidin

[sunting] Puisi

Syair Burung Unggas Syair Dagang Syair Perahu Syair Si Burung pipit Syair Si Burung Pungguk Syair Sidang Fakir

Kategori: Tokoh Indonesia | Sastrawan Indonesia | Cendekiawan Muslim | Tokoh Aceh

36. Hasan al-Bashri


Hasan Al Bashri (Madinah, 642 - 10 Oktober 728) adalah ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah.

Hasan Al Bashri berguru pada para sahabat Nabi, antara lain Utsman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Talib, Abu Musa Al-Asy'ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah and Abdullah bin Umar. Nama lengkap Hasan Al Bishri ialah Abu Said Al Hasan bin Abi Al Hasan bin Yasar Al Bishri adalah Maula Al Anshari. Ibunya bernama Khairah, budak Ummu Salamah yang di merdekakan, dikatakan Ibnu Saad dalam kitab tabaqat Hasan adalah seorang alim yang luas dan tinggi ilmunya, terpercaya, seorang hamba yang ahli ibadah lagi pula fasih bicaranya . Beliau salah seorang fuqaha yang berani berkata benar dan menyeru kepada kebenaran dihadapan para pembesar negeri dan seorang yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah . Beliau menerima hadits dari Abu Bakrah, Imran bin Husein, Jundub, Al Bajali, Muawwiyah, Anas, Jabir dan meriwayatkan hadits dari beberapa sahabat diantaranya Ubay bin Kaab, Saad bin Ubadah, Umar bin Khattab walaupun tidak bertemu dengan mereka atau tidak mendengar langsung dari mereka. Beliau adalah ulama ternama di Basrah, Imam Al Bagir ra. Mengatakan, Jika di sebutkan tentang ketokohan Al Hasan artinya yang dimaksud ucapan Al Hasan menyerupai ucapan para Nabi, Beliau wafat tahun 110 H. dalam usia 88 tahun dan kemudian hadits-hditsnya diriwayatkan oleh Jarir bin Abi Hazim, Humail At Thawil, Yazid bin Abi Maryam, Abu Al Asyhab, Sammak bin Harb, Atha bin Abi Al Saib, Hisyam bin Hasan dan lainlain.

37. Ibnu Araby


Ibnu 'Araby (Arab: ) bernama lengkap Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Abdullah bin Hatim. Ia biasa dipanggil dengan nama Abu Bakr, Abu Muhammad dan Abu Abdullah. Namun gelarnya yang terkenal adalah Ibnu 'Araby Muhyiddin, dan al-Hatamy. Ia juga mendapat gelar sebagai Syeikhul Akbar, dan Sang Kibritul Ahmar. Ibnu 'Araby dikenal luas sebagai ulama besar yang banyak pengaruhnya dalam percaturan intelektualisme Islam. Ia memiliki sisi kehidupan unik, filsuf besar, ahli tafsir paling teosofik, dan imam para filsuf sufi setelah Hujjatul Islam al-Ghazali. Lahir pada 17 Ramadan 560 H/29 Juli 1165 M, di Kota Marsia, ibukota Al-Andalus Timur (kini Spanyol), Tumbuh besar di tengah-tengah keluarga sufi, ayahnya tergolong seorang ahli zuhud, sangat keras menentang hawa nafsu dan materialisme, menyandarkan kehidupannya kepada Tuhan. Sikap demikian kelak ditanamkan kuat pada anak-anaknya, tak terkecuali Ibnu 'Araby. Sementara ibunya bernama Nurul Anshariyah. Pada 568 H keluarganya pindah dari Marsia ke Isybilia. Perpindahan inilah menjadi awal sejarah yang mengubah kehidupan intelektualisme 'Araby kelak; terjadi transformasi pengetahuan dan kepribadian Ibnu 'Araby. Kepribadian sufi, intelektualisme filosofis, fikih dan sastra. Karena itu, tidak heran jika ia kemudian dikenal bukan saja sebagai ahli dan pakar ilmu-ilmu Islam, tetapi juga ahli dalam bidang astrologi dan kosmologi. Meski Ibnu 'Araby belajar pada banyak ulama, seperti Abu Bakr bin Muhammad bin Khalaf alLakhmy, Abul Qasim asy-Syarrath, dan Ahmad bin Abi Hamzah untuk pelajaran Alquran dan Qira'ahnya, serta kepada Ali bin Muhammad ibnul Haq al-Isybili, Ibnu Zarqun al-Anshary dan Abdul Mun'im al-Khazrajy, untuk masalah fikih dan hadis madzhab Imam Malik dan Ibnu Hazm Adz-Dzahiry, Ibnu 'Araby sama sekali tidak bertaklid kepada mereka. Bahkan ia sendiri menolak keras taklid.

Ibnu 'Araby membangun metodologi orisinal dalam menafsirkan Alquran dan Sunnah yang berbeda dengan metode yang ditempuh para pendahulunya. Hampir seluruh penafsirannya diwarnai dengan penafsiran teosofik yang sangat cemerlang. "Kami menempuh metode pemahaman kalimat-kalimat yang ada itu dengan hati kosong dari kontemplasi pemikiran. Kami bermunajat dan dialog dengan Allah di atas hamparan adab, muraqabah, hudhur dan bersedia diri untuk menerima apa yang datang dari-Nya, sehingga Al-Haq benar-benar melimpahkan ajaran bagi kami untuk membuka tirai dan hakikat... dan semoga Allah memberikan pengetahuan kepada kalian semua..." ujar Ibnu 'Araby suatu kali.
[sunting] Jalan tengah

Pada perjalanan intelektualismenya, Ibnu 'Araby akhirnya menempuh jalan halaqah sufi (tarekat) dari beberapa syeikhnya. Setidaknya, ini terlihat dari apa yang ia tulis dalam salah satu karya monumentalnya Al-Futuhatul Makkiyah, yang sarat dengan permasalahan sufisme dari beberapa syeikh yang memiliki disiplin spiritual beragam. Pilihan ini juga yang membuat ia tak menyukai kehidupan duniawi, sebaliknya lebih memusatkan pada perhatian ukhrawi. Untuk kepentingan ini, ia tak jarang melanglang buana demi menuntut ilmu. Ia menemui para tokoh arif dan jujur untuk bertukar dan menimba ilmu dari ulama tersebut. Tidak mengherankan bila dalam usia yang sangat muda, 20 tahun, Ibnu 'Araby telah menjadi sufi terkenal. Menurutnya, tarekat sufi dibangun di atas empat cabang, yakni: Bawa'its (instrumen yang membangkitkan jiwa spiritual); Dawa'i (pilar pendorong ruhani jiwa); Akhlaq, dan Hakikathakikat. Sementara komponen pendorongnya ada tiga hak. Pertama, hak Allah, adalah hak untuk disembah oleh hamba-Nya dan tidak dimusyriki sedikitpun. Kedua, hak hamba terhadap sesamanya, yakni hak untuk mencegah derita terhadap sesama, dan menciptakan kebajikan pada mereka. Ketiga, hak hamba terhadap diri sendiri, yaitu menempuh jalan (tarekat) yang di dalamnya kebahagiaan dan keselamatannya. Pada hak Allah (hak pertama), dapat dilacak secara sempurna pada seluruh karya Ibnu 'Araby. Di sini, tauhid dijadikan sebagai konsumsi, iman sebagai cahaya hati, dan Alquran sebagai akhlaknya. Lalu naik ke tahap yang tak ada lagi selain al-Haq, yakni Allah SWT. Karakter Ibnu 'Araby senantiasa naik dan naik ke wilayah yang luhur. Kuncinya senantiasa bertambah rindu, dan hatinya jernih semata hanya bagi al-Haq. Sementara rahasia batinnya bermukim menyertai-Nya, tak ada yang lain yang menyibukkan dirinya kecuali Tuhannya. Ibnu 'Araby menggunakan kendaraan mahabbah (kecintaan), bermadzhab ma'rifah, dan ber-wushul tauhid. Ubudiyah dan iman satu-satunya dalam pandangan 'Araby hanyalah kepada Allah Yang Esa dan Mahakuasa, Yang Suci dari pertemanan dan peranakan. Sementara hak sesama makhluk, ia mengambil jalan taubat dan mujahadah jiwa, serta lari kepada-Nya. Ia gelisah ketika kosong atas tindakan kebajikan yang diberikan Allah, sebagai jalan mahabbah dan mencari ridha-Nya. Hak ini bersumber pada ungkapan ruhani dimana semesta alam yang ada di hadapannya merupakan penampilan al-Haq. Seluruh semesta bertasbih pada Sang Khaliq, dan menyaksikan kebesaran-Nya. Hak terhadap diri sendiri adalah menempuh kewajiban agar sampai pada tingkah laku ruhani dengan cara berakhlak yang dilandaskan pada sifat-sifat al-Haq, dan upaya penyucian dalam taman Zat-Nya.

[sunting] Kontroversial

Meski demikian, tak sedikit yang menilai pandangan-pandangan filsafat tasawuf Ibnu 'Araby, terutama kaum fuqaha' dan ahli hadis, sebagai sangat kontroversial. Sebut saja, misalnya, teorinya tentang Wahdatul Wujud yang dianggap condong pada pantheisme. Salah satu sebabnya adalah lantaran dalam karya-karyanya itu Ibnu 'Araby banyak menggunakan bahasa-bahasa simbolik yang sulit dimengerti khususnya kalangan awam. Karenanya, tidak sedikit yang mengganggap 'Araby telah kufur, misalnya Ibnu Taimiyah, dan beberapa pengikutnya yang menilainya sebaga 'kafir'. Memang pada akhirnya, Ibnu Taimiyah menerima pandangan Ibnu 'Araby setelah bertemu dengan Taqyuddin Ibnu Athaillah as-Sakandari asy-Syadzily di sebuah masjid di Kairo, yang menjelaskan makna-makna metafora Ibnu 'Araby. "Kalau begitu yang sesat itu adalah pandangan pengikut Ibnu 'Araby yang tidak memahami makna sebenarnya," komentar Ibnu Taimiyah. Di Indonesia, ketersesatan memahami Ibnu 'Araby juga terjadi khususnya di Jawa, ketika aliran kebatinan Jawa Singkretik dengan tasawuf Ibnu 'Araby. Diskursus Manunggaling Kawula Gusti telah membuat penafsiran yang menyesatkan di kebatinan Jawa, yang sama sekali tidak pantas untuk dikaitkan dengan Wahdatul Wujud-nya Ibnu 'Araby. Bahkan di pulau padat penduduk ini, sudah melesat ke arah kepentingan jargon politik yang menindas atas nama Tuhan. Karena itulah, untuk memahami karya-karya dan wacana Ibnu 'Araby, harus disertai tarekat secara penuh, komprehensif dan iluminatif. Menurut penelitian para ulama dan orientalis, Ibnu Araby mempunyai sedikitnya 560 kitab dalam berbagai disiplin ilmu keagamaan dan umum. Malah ada yang mengatakan, termasuk risalah-risalah kecilnya, mencapai 2.000 judul. Kitab tafsirnya yang terkenal adalah Tafsir alKabir yang terdiri 90 jilid, dan ensiklopedia tentang penafsiran sufistik, yang paling masyhur, yakni Futuhatul Makkiyah (8 jilid), serta Futuhatul Madaniyah. Sementara karya yang tergolong paling sulit dan penuh metafora adalah Fushushul Hikam. Dalam lentera karya dan pemikirannya itulah, ia begitu kuat mewarnai dunia intelektualisme Islam universal.
Kategori: Kelahiran 1165 | Kematian 1240 | Meninggal usia 75 | Ulama Sufi | Cendekiawan Muslim | Cendekiawan Al-Andalus

38. Ibnu Batutah

Gambar Ibnu Batutah

Abu Abdullah Muhammad bin Battutah (bahasa Arab: , Abu Abdullah Muhammad ibn Bathuthah) atau juga dieja Ibnu Batutah (24 Februari 1304 - 1368 atau 1377) adalah seorang pengembara Berber Maroko. Atas dorongan Sultan Maroko, Ibnu Batutah mendiktekan beberapa perjalanan pentingnya kepada seorang sarjana bernama Ibnu Juzay, yang ditemuinya ketika sedang berada di Iberia. Meskipun mengandung beberapa kisah fiksi, Rihlah merupakan catatan perjalanan dunia terlengkap yang berasal dari abad ke-14. Hampir semua yang diketahui tentang kehidupan Ibnu Batutah datang dari dirinya sendiri. Meskipun dia mengklaim bahwa hal-hal yang diceritakannya adalah apa yang dia lihat atau dia alami, kita tak bisa tahu kebenaran dari cerita tersebut. Lahir di Tangier, Maroko antara tahun 1304 dan 1307, pada usia sekitar dua puluh tahun Ibnu Batutah berangkat haji -- ziarah ke Mekah. Setelah selesai, dia melanjutkan perjalanannya hingga melintasi 120.000 kilometer sepanjang dunia Muslim (sekitar 44 negara modern). Perjalanannya ke Mekah melalui jalur darat, menyusuri pantai Afrika Utara hingga tiba di Kairo. Pada titik ini ia masih berada dalam wilayah Mamluk, yang relatif aman. Jalur yang umu digunakan menuju Mekah ada tiga, dan Ibnu Batutah memilih jalur yang paling jarang ditempuh: pengembaraan menuju sungai Nil, dilanjutkan ke arah timur melalui jalur darat menuju dermaga Laut Merah di 'Aydhad. Tetapi, ketika mendekati kota tersebut, ia dipaksa untuk kembali dengan alasan pertikaian lokal. Kembail ke Kairo, ia menggunakan jalur kedua, ke Damaskus (yang selanjutnya dikuasai Mamluk), dengan alasan keterangan/anjuran seseorang yang ditemuinya di perjalanan pertama, bahwa ia hanya akan sampai di Mekah jika telah melalui Suriah. Keuntungan lain ketika memakai jalur pinggiran adalah ditemuinya tempat-tempat suci sepanjang jalur tersebut -Hebron, Yerusalem, dan Betlehem, misalnya -- dan bahwa penguasa Mamluk memberikan perhatian khusus untuk mengamankan para peziarah. Setelah menjalani Ramadhan di Damaskus, Ibnu Batutah bergabung dengan suatu rombongan yang menempuh jarak 800 mil dari Damaskus ke Madinah, tempat dimakamkannya Muhammad. Empat hari kemudian, dia melanjutkan perjalanannya ke Mekah. Setelah melaksanakan rangkaian ritual haji, sebagai hasil renungannya, dia kemudian memutuskan untuk melanjutkan mengembara. Tujuan selanjutnya adalah Il-Khanate (sekarang Iraq dan Iran. Dengan cara bergabung dengan suatu rombongan, dia melintasi perbatasan menuju Mesopotamia dan mengunjungi najaf, tempat dimakamkannya khalifah keempat Ali. Dari sana, dia melanjutkan ke Basrah, lalu Isfahan, yang hanya beberapa dekade jaraknya dengan penghancuran oleh Timur. Kemudian Shiraz dan Baghdad (Baghdad belum lama diserang habishabisan oleh Hulagu Khan). Di sana ia bertemu Abu Sa'id, pemimpin terakhir Il-Khanate. Ibnu Batutah untuk sementara mengembara bersama rombongan penguasa, kemudian berbelok ke utara menuju Tabriz di Jalur Sutra. Kota ini merupakan gerbang menuju Mongol, yang merupakan pusat perdagangan penting.

Setelah perjalanan ini, Ibnu Batutah kembali ke Mekah untuk haji kedua, dan tinggal selama setahun sebelum kemudian menjalani pengembaraan kedua melalui Laut Merah dan pantai Afrika Timur. Persinggahan pertamanya adalah Aden, dengan tujuan untuk berniaga menuju Semenanjung Arab dari sekitar Samudera Indonesia. Akan tetapi, sebelum itu, ia memutuskan untuk melakukan petualangan terakhir dan mempersiapkan suatu perjalanan sepanjang pantai Afrika. Menghabiskan sekitar seminggu di setiap daerah tujuannya, Ibnu Batutah berkunjung ke Ethiopia, Mogadishu, Mombasa, Zanzibar, Kilwa, dan beberapa daerah lainnya. Mengikuti perubahan arah angin, dia bersama kapal yang ditumpanginya kembali ke Arab selatan. Setelah menyelesaikan petualangannya, sebelum menetap, ia berkunjung ke Oman dan Selat Hormuz. Setelah selesai, ia berziarah ke Mekah lagi. Setelah setahun di sana, ia memutuskan untuk mencari pekerjaan di kesultanan Delhi. Untuk keperluan bahasa, dia mencari penterjemah di Anatolia. Kemudian di bawah kendali Turki Saljuk, ia bergabung dengan sebuah rombongan menuju India. Pelayaran laut dari Damaskus mendaratkannya di Alanya di pantai selatan Turki sekarang. Dari sini ia berkelana ke Konya dan Sinope di pantai Laut Hitam. Setelah menyeberangi Laut Hitam, ia tiba di Kaffa, di Crimea, dan memasuki tanah Golden Horde. Dari sana ia membeli kereta dan bergabung dengan rombongan Ozbeg, Khan dari Golden Horde, dalam suatu perjalanan menuju Astrakhan di Sungai Volga.
Kategori: Kelahiran 1304 | Kematian 1377 | Penjelajah Maroko | Cendekiawan Muslim

39. Ibnu Haitham

Gambar Ibnu Haitham menurut uang kertas 10 dinar Irak tahun 1982

Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (Bahasa Arab: uata ( Ibnu Haitham (Basra,965 - Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen, adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan

mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop..
[sunting] Sejarah

[sunting] Masa ilmuwan-ilmuwan Islam

Islam sering kali diberikan gambaran sebagai agama yang mundur dan memundurkan. Islam juga dikatakan tidak menggalakkan umatnya menuntut dan menguasai pelbagai lapangan ilmu. Kenyataan dan gambaran yang diberikan itu bukan saja tidak benar tetapi bertentangan dengan hakikat sejarah yang sebenarnya. Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan banyak golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat dalam bidang falsafah, sains, politik, kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan sebagainya. Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi dalam masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan. Walaupun tokoh itu lebih dikenali dalam bidang sains dan pengobatan tetapi dia juga memiliki kemahiran yang tinggi dalam bidang agama, falsafah, dan sebagainya. Salah seorang daripada tokoh tersebut ialah Ibnu Haitham atau nama sebenarnya Abu All Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham.
[sunting] Perjalanan hidup

Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan nama Alhazen. Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H bersamaan dengan 965 Masehi. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada penulisan. Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau telah mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar. Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seorang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, matematik, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas kepada pengajian pengobatan modern mengenai mata.
[sunting] Karya dan penelitian

[sunting] Sains

Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta teleskop. Ia merupakan orang pertama yang menulis dan menemui pelbagai data penting mengenai cahaya.

Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris, antaranya ialah Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahaskan mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang bayang dan gerhana. Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 darjah di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila matahari berada di garis 19 darjah ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berjaya menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya. Ibnu Haitham juga turut melakukan percubaan terhadap kaca yang dibakar dan dari situ terhasillah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para saintis di Itali untuk menghasilkan kanta pembesar yang pertama di dunia. Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara sebelum seorang saintis yang bernama Trricella mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menemui kewujudan tarikan graviti sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Haitham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada saintis barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan filem yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat kita tontoni pada masa kini.
[sunting] Filsafat

Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah, logik, metafizik, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Ia turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu. Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan pertelingkahan mengenai sesuatu perkara berpunca daripada pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya. Beliau juga berpendapat bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar diragui dalam menilai semua pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah amat menarik untuk disoroti. Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematik, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fizikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan.
[sunting] Karya

Ibnu Haitham membuktikan pandangannya apabila beliau begitu ghairah mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya. Sehingga kini beliau berjaya menghasilkan banyak buku dan makalah. Antara buku karyanya termasuk:
1. Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi teori-teori ilmu metametik dan metametik penganalisaannya;

2. 3. 4. 5. 6.

Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri; Kitab Tahlil ai'masa^il al 'Adadiyah tentang algebra; Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau; M.aqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak dan Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.

Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan falsafah amat banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan sehingga ke hari ini. Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah "dicuri" dan "diceduk" oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang sewajarnya kepada beliau. Sesungguhnya barat patut berterima kasih kepada Ibnu Haitham dan para sarjana Islam kerana tanpa mereka kemungkinan dunia Eropa masih diselubungi dengan kegelapan. Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu tersebut yang tidak lagi dibelenggu oleh pemikiran falsafah Yunani.
Kategori: Kelahiran 965 | Kematian 1039 | Meninggal usia 74 | Cendekiawan Muslim

40. Ibnu Hajar Al 'Asqalani


Ibnu Hajar Al 'Asqalani ( ( ) Mesir, 773H/1372 - 852H/1449) adalah seorang ahli hadits. Salah satu karyanya yang terkenal adalah kitab Fath al-Bari (Kemenangan Sang Pencipta), yang merupakan syarah kitab shahihnya Imam Bukhari dan disepakati sebagai kitab penjelasan yang paling detail yang pernah dibuat.
[sunting] Karya[1]

Fath al-Bari Ad-Durar al-Kaminah (kamus biografi tokoh abad ke-8) Tahdzib al-Tahdzib Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah (kamus biografi sahabat) Bulugh al-Maram min Adillah al-Ahkam Al Isti'dad Liyaumil Mii'aad

Kategori: Kelahiran 1372 | Kematian 1449 | Meninggal usia 77 | Cendekiawan Muslim

41. Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun, nama lengkap: Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun alHadrami ( ) lahir 27 Mei 1332/732H, wafat 19 Maret 1406/808H) adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan).
Kategori: Cendekiawan Muslim | Tokoh Tunisia | Kelahiran 1332 | Sejarawan | Ekonom | Filsuf

42. Ibnu Miskawaih


Ahmad bin Muhammad Miskawaih, , , aka Ibnu Miskawaih (932-1030) merupakan filsuf Iran yang menonjol dari Ray, Iran. Ia merupakan tokoh politik yang aktif selama masa Al-Booye. Pengaruhnya pada filsafat Islam terutama berkaitan dengan isu etik.
Kategori: Filsuf Iran | Ilmuwan Iran | Cendekiawan Muslim

43. Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah, gambar ilustrasi artis.

Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani (Bahasa Arab: ) , atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja (lahir: 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H wafat: 1328/20 Dzulhijjah 728 H), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki. Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.
[sunting] Biografi

Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Syihabuddin bin Taimiyah adalah seorang syaikh, hakim, dan khatib. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani adalah seorang ulama yang menguasai fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al Qur'an (hafidz).

Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.
[sunting] Perkembangan dan hasrat keilmuan

Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan Al-Quran dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafizh dan ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah dan Mujam At-Thabarani Al-Kabir. Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak, pernah ada seorang ulama besar dari Aleppo, Suriah yang sengaja datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, iapun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya, sehingga ulama tersebut berkata: "Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah sepertinya". Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca sepuas-puasnya kitab-kitab yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar dan menggali ilmu, terutama tentang Al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
[sunting] Kepribadiannya

Ia adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.
[sunting] Menjadi Jenderal

Sangat luar biasa, tidak hanya di lapangan ahli ilmu pengetahuan saja ia terkenal, ia juga pernah memimpin sebuah pasukan untuk melawan pasukan Mongol di Syakhab, dekat kota Damaskus, pada tahun 1299 Masehi dan beliau mendapat kemenangan yang gemilang. Pada Februari 1313, beliau juga bertempur di kota Jerussalem dan mendapat kemenangan. Dan sesudah karirnya itu, beliau tetap mengajar sebagai profesor yang ulung [1]
[sunting] Pendidikan dan karyanya

Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an.

Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan. Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah atau dalil, ia memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filusuf . Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam
[sunting] Wafatnya

Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin"[1] . Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 DzulHijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Jenazah ia disalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.
Kategori: Kelahiran 1263 | Kematian 1328 | Meninggal usia 65 | Cendekiawan Muslim | Ulama

44. Ibnu Katsir


Ismail bin Katsir (bahasa Arab: ) (gelar lengkapnya Ismail bin 'Amr Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi, Imaduddin Abu Al-Fida Al-Hafizh Al-Muhaddits Asy-Syafi'i) adalah seorang pemikir dan ulama Muslim. Namanya lebih dikenal sebagai Ibnu Katsir. Ia lahir pada tahun 1301 di Busra, Suriah dan wafat pada tahun 1372 di Damaskus, Suriah.
[sunting] Biografi

Tercatat guru pertama Ibnu Katsir adalah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi'i. Ia juga berguru kepada Ibnu Taymiyyah di Damaskus, Suriah, dan kepada Ibnu al-Qayyim. Ia mendapat arahan dari ahli hadis terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang di kemudian hari menjadi mertuanya. Ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulamaulama Hejaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani. Tahun 1366, oleh Gubernur Mankali Bugha Ibnu Katsir diangkat menjadi guru besar di Masjid Ummayah Damaskus. Ulama ini meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun kitab Al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.

[sunting] Karya

[sunting] Ilmu tafsir

Ibnu Katsir menulis tafsir Qur'an yang terkenal yang bernama Tafsir Ibnu Katsir. Hingga kini, tafsir Alquran al-Karim sebanyak 10 jilid ini masih menjadi bahan rujukan sampai sekarang dalam dunia Islam. Di samping itu, ia juga menulis buku Fada'il Alquran (Keutamaan Alquran), berisi ringkasan sejarah Alquran. Ibnu Katsir memiliki metode sendiri dalam bidang ini, yakni:
1. Tafsir yang paling benar adalah tafsir Alquran dengan Alquran sendiri. 2. Selanjutnya bila penafsiran Alquran dengan Alquran tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan dengan hadits Nabi Muhammad, sebab menurut Alquran sendiri Nabi Muhammad memang diperintahkan untuk menerangkan isi Alquran. 3. Jika yang kedua tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan oleh pendapat para sahabat karena merekalah orang yang paling mengetahui konteks sosial turunnya Alquran. 4. Jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka pendapat dari para tabiin dapat diambil. [sunting] Ilmu hadits

Ibnu Katsir pun banyak menulis kitab ilmu hadis. Di antaranya yang terkenal adalah :
1. Jami al-Masanid wa as-Sunan (Kitab Penghimpun Musnad dan Sunan) sebanyak delapan jilid, berisi nama-nama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis; 2. Al-Kutub as-Sittah (Kitab-kitab Hadis yang Enam) yakni suatu karya hadis; 3. At-Takmilah fi Mar'ifat as-Sigat wa ad-Dhua'fa wa al-Mujahal (Pelengkap dalam Mengetahui Perawi-perawi yang Dipercaya, Lemah dan Kurang Dikenal); 4. Al-Mukhtasar (Ringkasan) merupakan ringkasan dari Muqaddimmah-nya Ibn Salah; dan 5. Adillah at-Tanbih li Ulum al-Hadits (Buku tentang ilmu hadis) atau lebih dikenal dengan nama AlBa'its al-Hadits. [sunting] Ilmu sejarah

Bidang ilmu sejarah juga dikuasainya. Beberapa karya Ibnu Katsir dalam ilmu sejarah ini antara lain :
1. Al-Bidayah wa an Nihayah (Permulaan dan Akhir) atau nama lainnya Tarikh ibnu Katsir sebanyak 14 jilid, 2. Al-Fusul fi Sirah ar-Rasul (Uraian Mengenai Sejarah Rasul), dan 3. Tabaqat asy-Syafi'iyah (Peringkat-peringkat Ulama Mazhab Syafii).

Kitab sejarahnya yang dianggap paling penting dan terkenal adalah Al-Bidayah. Ada dua bagian besar sejarah yang tertuang menurut buku tersebut, yakni sejarah kuno yang menuturkan mulai dari riwayat penciptaan hingga masa kenabian Rasulullah SAW dan sejarah Islam mulai dari periode dakwah Nabi ke Makkah hingga pertengahan abad ke-8 H. Kejadian yang berlangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun kejadian tersebut. Tercatat, kitab Al-Bidayah wa anNihayah merupakan sumber primer terutama untuk sejarah Dinasti Mamluk di Mesir. Dan karenanya kitab ini seringkali dijadikan bahan rujukan dalam penulisan sejarah Islam.

[sunting] Ilmu fiqih

Dalam ilmu fiqih, Ibnu Katsir juga tidak diragukan keahliannya. Oleh para penguasa, ia kerap dimintakan pendapat menyangkut persoalan-persoalan tata pemerintahan dan kemasyarakat yang terjadi kala itu. Misalnya saja saat pengesahan keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 serta upaya rekonsiliasi setelah perang saudara atau peristiwa Pemberontakan Baydamur (1361) dan dalam menyerukan jihad (1368-1369). Selain itu, ia menulis buku terkait bidang fiqih didasarkan pada Alquran dan hadis.

45. Al Jahiz
Cendekiawan muslim
Abad Pertengahan
Nama: Al-Ji Lahir: 781 , Basra, Bani Abbasiyah Meninggal: 869
[2][3] [1]

, Basra, Bani Abbasiyah

Aliran/tradisi: Literatur Arab, Sains Islam, Mu'taziliyah Biologi, Tata bahasa, sejarah, leksikografi, literatur, sastra, psikologi, retorik, teologi, zoologi

Minat utama:

Gagasan Evolusi, evolusionisme, seleksi alam, pergelutan akan penting: kelangsungan hidup Dipengaruhi: Al Qur'an Mempengaruhi: Ibnu Miskawaih, Al-Biruni, Ibnu Miskawaih

Al-Ji (781 Desember 868/Januari 869) adalah seorang cendekiawan Afrika-Arab yang berasal dari Afrika Timur[4][5] Ia merupakan sastrawan Arab dan memiliki karya-karya dalam bidang literatur Arab, biologi, zoologi, sejarah, filsafat, psikologi, Teologi Mu'taziliyah, dan polemik-polemik politik religi.
Kategori: Kelahiran 776 | Kematian 869 | Meninggal usia 93 | Cendekiawan Muslim | Penulis Arab | Sejarawan Arab

46. Jamal-al-Din Afghani

Jaml-al-dn Asadbd.

Sayyid Muhammad bin Safdar al-Husayn (1838 - 1897) [1](Persia: iagabes lanekid aynmumu ,( Sayyid Jamal-Al-Din Al-Afghani, (Persia: uata ( Al-Jamal Asadbd-Din (Persia: ) , lahir di desa Asadbd dekat Hamadn, Iran [2] terdapat sumber lain mengatakan bahwa Asadabadi sebenarnya lahir di Asadabad, daerah provinsi Kunar di Afganistan,[3][4] merupakan aktivis politik, nasionalis Islam, pencetus, perintis Islamisme dan Pan Islamisme pernah bertempat tinggal di Afganistan, Indonesia, Iran, Mesir, dan Kesultanan Ottoman pada abad ke-19. adalah salah satu pencetus Pan Islamisme, [5] [6] digambarkan sebagai pribadi yang "lebih memperjuangkan kaum muslim terhadap dominasi politik Barat dibandingkan masalah teologi ." banyak menulis dalam majalah al-'Urwat al-Wuthqa Al-Jamal Asadbd-Din berusaha memecah tembok eksklusif kaum Muslimin dan membawa mereka memasuki dunia lebih terbuka. Afghani tetap optimis meskipun menghadapi realitas adanya kemajemukan bangsa, budaya dan agama. Baginya agama itu sendiri, khususnya agama rumpun Semitik - Yahudi, Kristen dan Islam - bukan menjadikan faktor perpecahan. Menurutnya perpecahan hanya terjadi bila dieksploitasi oleh kepentingan-kepentingan semata, orang yang berkepentingan. menurut Jamal al-Din perpecahan di kalangan penganut agama lebih banyak dicetuskan oleh para pedagang agama, Merekalah yang menimbulkan isu perselisihan dan memperniagakannya di warung agama masing-masing untuk mengambil keuntungan peribadi. [7]
Kategori: Kelahiran 1828 | Kematian 1897 | Meninggal usia 69 | Cendekiawan Muslim

47. Ibnu Challikan


Abu-L Abbas Ahmad ibn Khallikan (bahasa Arab: ) , (lahir Irbil, 22 September 1211 - Damaskus, Suriah, 30 Oktober 1282) adalah sarjana Muslim Kurdi pada abad ke-13. Karyanya yang paling terkenal adalah Wafayat al-Ayan (Berita Kematian Laki-laki Ulung) atau lebih dikenal sebagai Kamus Biografis. Menurut Encyclopedia Britannica, ibn Khallikan memilih "bahan faktual untuk biografinya dengan sangat baik dari sisi pengetahuan akademis" dan buku ini juga menyebutkan "... ia adalah seorang yang menyumbangkan sumber berharga untuk karya kontemporer dan berisi petikan dari biografi yang lebih awal yang sudah tidak lagi ada." Ia mulai mengerjakan karya ini dari tahun 1256 sampai dengan tahun 1274.
Kategori: Kelahiran 1211 | Kematian 1282 | Meninggal usia 71 | Cendekiawan Muslim

48. Umar Khayym

Umar Khayyam

'Umar Khayym (18 Mei 1048 4 Desember 1131, dalam bahasa Persia ) , dilahirkan di Nishapur, Iran. Nama aslinya adalah Ghiytsuddin Abulfatah 'Umar bin Ibrahim Khayymi Nisybri ( taubmep" itrareb myyahK .( tenda" dalam bahasa Persia.
[sunting] Sang matematikawan

Pada masa hidupnya, ia terkenal sebagai seorang matematikawan dan astronom yang memperhitungkan bagaimana mengoreksi kalender Persia. Pada 15 Maret 1079, Sultan Jalaluddin Maliksyah Saljuqi (1072-1092) memberlakukan kalender yang telah diperbaiki Umar, seperti yang dilakukan oleh Julius Caesar di Eropa pada tahun 46 SM dengan koreksi terhadap Sosigenes, dan yang dilakukan oleh Paus Gregorius XIII pada Februari 1552 dengan kalender yang telah diperbaiki Aloysius Lilius (meskipun Britania Raya baru beralih dari Kalender Julian kepada kalender Gregorian pada 1751, dan Rusia baru melakukannya pada 1918). Dia pun terkenal karena menemukan metode memecahkan persamaan kubik dengan memotong sebuah parabola dengan sebuah lingkaran.
[sunting] Sang astronom

Pada 1073, Malik-Syah, penguasa Isfahan, mengundang Khayym untuk membangun dan bekerja pada sebuah observatorium, bersama-sama dengan sejumlah ilmuwan terkemuka

lainnya. Akhirnya, Khayym dengan sangat akurat (mengoreksi hingga enam desimal di belakang koma) mengukur panjang satu tahun sebagai 365,24219858156 hari. Ia terkenal di dunia Persia dan Islam karena observasi astronominya. Ia pernah membuat sebuah peta bintang (yang kini lenyap) di angkasa.
[sunting] Umar Khayym dan Islam

Filsafat Umar Khayym agak berbeda dengan dogma-dogma umum Islam. Tidak jelas apakah ia percaya akan kehadiran Allah atau tidak, namun ia menolak pemahaman bahwa setiap kejadian dan fenomena adalah akibat dari campur tangan ilahi. Ia pun tidak percaya akan Hari Kiamat atau ganjaran serta hukuman setelah kematian. Sebaliknya, ia mendukung pandangan bahwa hukum-hukum alam menjelaskan semua fenomena dari kehidupan yang teramati. Para pejabat keagamaan berulang kali meminta dia menjelaskan pandangan-pandangannya yang berbeda tentang Islam. Khayym akhirnya naik haji ke Mekkah untuk membuktikan bahwa ia adalah seorang muslim.
[sunting] Omar Khayyam, sang skeptik

Dan, sementara Ayam Jantan berkokok, mereka yang berdiri di muka / Rumah Minum berseru "Bukalah Pintu! / Engkau tahu betapa sedikit waktu yang kami punyai untuk singgah, / Dan bila kami pergi, mungkin kami takkan kembali lagi." Demikian pula bagi mereka yang bersiap-siap untuk HARI INI, / Dan meyangka setelah ESOK menatap, / Seorang muazzin berseru dari Menara Kegelapan / "Hai orang bodoh! ganjaranmu bukan di Sini ataupun di Sana!" Mengapa, semua orang Suci dan orang Bijak yang mendiskusikan / Tentang Dua Dunia dengan begitu cerdas, disodorkannya / Seperti Nabi-nabi bodoh; Kata-kata mereka untuk Dicemoohkan / Ditaburkan, dan mulut mereka tersumbat dengan Debu. Oh, datanglah dengan Khayyam yang tua, dan tinggalkanlah Yang Bijak / Untuk berbicara; satu hal yang pasti, bahwa Kehidupan berjalan cepat; / Satu hal yang pasti, dan Sisanya adalah Dusta; / Bunga yang pernah sekali mekar, mati untuk selama-lamanya. Diriku ketika masih muda begitu bergariah mengunjungi / Kaum Cerdik pandai dan Orang Suci, dan mendengarkan Perdebatan besar / Tentang ini dan tentang: namun terlebih lagi / Keluar dari Pintu yang sama seperti ketika kumasuk. Dengan Benih Hikmat aku menabur, / Dan dengan tanganku sendiri mengusahakannya agar bertumbuh; / Dan cuma inilah Panen yang kupetik - / "Aku datang bagai Air, dan bagaikan Bayu aku pergi." Ke dalam Jagad ini, dan tanpa mengetahui, / Entah ke mana, seperti Air yang mengalir begitu saja: / Dan dari padanya, seperti Sang Bayu yang meniup di Padang, / Aku tak tahu ke mana, bertiup sesukanya. Jari yang Bergerak menulis; dan, setelah menulis, / Bergerak terus: bukan Kesalehanmu ataupun Kecerdikanmu / Yang akan memanggilnya kembali untuk membatalkan setengah Garis, / Tidak juga Air matamu menghapuskan sepatah Kata daripadanya.

Dan Cawan terbalik yang kita sebut Langit, / Yang di bawahnya kita merangkak hidup dan mati, / Janganlah mengangkat tanganmu kepadanya meminta tolong - karena Ia / Bergelung tanpa daya seperti Engkau dan Aku.
[sunting] Omar Khayym, penulis dan penyair

Berkas:Omar khayyam tape cover.JPG Gambaran Hollywood tentang Omar Khayyam.

Omar Khayym kini terkenal bukan hanya keberhasilan ilmiahnya, tetapi karena karya-karya sastranya. Ia diyakini telah menulis sekitar seribu puisi 400 baris. Di dunia berbahasa Inggris, ia paling dikenal karena The Rubiyt of Omar Khayym dalam terjemahan bahasa Inggris oleh Edward Fitzgerald (1809-1883). Orang lain juga telah menerbitkan terjemahan-terjemahan sebagian dari rubiytnya (rubiyt berarti "kuatrain"), tetapi terjemahan Fitzgeraldlah yang paling terkenal. Ada banyak pula terjemahan karya ini dalam bahasa-bahasa lain. Lih. artikel utama: Rubiyt Omar Khayym Lihat pula: Sastra Persia
[sunting] Aneka ragam

Kehidupan Omar digambarkan dalam film tahun 1957 Omar Khayyam dibintangi oleh Cornel Wilde, Debra Page, Raymond Massey, Michael Rennie, dan John Derek. Tampil sebagai salah satu tokoh utama dalam novel Samarcande oleh Amin Maalouf. Baru-baru ini hidupnya digambarkan oleh sutradara Iran-Amerika Kayvan Mashayekh dalam "The Keeper: the Legend of Omar Khayaam" yang diputar di independent theaters sejak Juni 2005 Sebuah kawah bulan Omar Khayyam dinamai sesuai dengan namanya pada 1970. Sebuah asteroid 3095 Omarkhayyam dinamai sesuai namanya pada 1980.

Kategori: Kelahiran 1048 | Kematian 1131 | Meninggal usia 83 | Sastra Persia | Penyair Persia | Filsuf Persia | Matematikawan dunia Arab | Astronom dunia Arab | Polimath | Cendekiawan Muslim

49. Malik bin Anas


Ahli hukum Islam
Zaman keemasan Islam
Nama: Mlik bin Anas bin Malik bin 'mr al-Asbahi Lahir: 711, Madinah, Arab Meninggal: 795, Madinah, Arab

Aliran/tradisi: Sunni Maliki Minat utama: Fiqh Gagasan Evolusi Fiqh penting: Abu Hanifah, Abu Suhail an-Nafi, Ibnu Syihab al-Zuhri, [1] Jafar as-Sadiq, dan Hisyam bin Urwah.

Dipengaruhi:

Abu Yusuf, Al-Syafi'i, Sufyan al-Thawri, Abdurrahman al[2] Awza'i , Qadi Iyad, Ibnu Rusyd, al-Qurtubi, Syihab al-Din Mempengaruhi: al-Qarafi, Yusuf bin Tasyfin, Ibnu Khaldun, Usman dan Fodio

Mlik ibn Anas bin Malik bin 'mr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), (Bahasa Arab: ) , lahir di (Madinah pada tahun 714 (93 H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.
[sunting] Biografi

Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imama malik dilahirkan di Madinah al Munawwaroh. sedangkan mengenai masalah tahun kelahiranya terdapat perbedaaan riwayat. al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa imam malik dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang lain berpendapat bahawa imam malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam alDzahabi meriwayatkan imam malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir meriwayatkan bahwa ia mendengar malik berkata :"aku dilahirkan pada 93 H". dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn farhun)[3]. Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah. Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi. Sejumlah Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah ditambah Al Muwaththa. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi sebagai ganti Al Muwaththa. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm berkata, Al Muwaththa adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mnegetahui bandingannya. Hadits-hadits yang terdapat dalam Al Muwaththa tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mudlal dan munqathi. Sebagian Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabiin, disamping itu ada 61 hadits tanpa penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadaku dan dari orang kepercayaan, tetapi hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri,

karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi dan mudhal yang terdapat dalam Al Muwaththa Malik. Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabiin dan 600 dari tabiin tabiin, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Numain al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Said al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari. Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Said. Ada yang sebaya seperti al Auzai., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Saad, Ibnu Juraij dan Syubah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safii, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.

Malik bin Anas menyusun kompilasi hadits dan ucapan para sahabat dalam buku yang terkenal hingga kini, Al Muwatta. Di antara guru beliau adalah Nafi bin Abi Nuaim, Nafi al Muqbiri, Naimul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain. Di antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qonabi, Abdullah bin Yusuf, Said bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mushab, Al Auzai, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafii, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.

[sunting] Pujian Ulama untuk Imam Malik

An Nasai berkata, Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, tepercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim. (Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan). Sedangkan Ibnu Hayyan berkata, Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah. Imam as-Syafi'i berkata : "Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para Tabi'in[3] ". Yahya bin Ma'in berkata :"Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu) Hadits" Ayyub bin Suwaid berkata :"Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam madinah) dan asSunnah ,seorang yang Tsiqah, seorang yang dapat dipercaya". Ahmad bin Hanbal berkata:" Jika engkau melihat seseorang yang membenci imam malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah"

Seseorang bertanya kepada as-Syafi'i :" apakah anda menemukan seseorang yang (alim) seperti imam malik?" as-Syafi'i menjawab :"aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami(orang sekarang) menemui yang seperti Malik?[3] "
[sunting] Kitab Al-Muwaththa

Al-Muwaththa bererti yang disepakati atau tunjang atau panduan yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa merupakan sebuah kitab yang berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadits, ilmu fiqh dan sebagainya. Semua hadits yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadits. Dia sangat berhati-hati ketika menapis, mengasingkan, dan membahas serta menolak riwayat yang meragukan. Dari 100.000 hadits yang dihafal beliau, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadits itu, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-Quran. Menurut sebuah riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis hadits-hadits yang diterima dari guru-gurunya. Imam Syafi pernah berkata, Tiada sebuah kitab di muka bumi ini yang lebih banyak mengandungi kebenaran selain dari kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik. inilah karangan para ulama muaqoddimin
[sunting] Wafatnya Sang Imam Darul Hijroh

Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat. sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H. sahnun meriwayatkan dari abdullah bin nafi':" imam malik wafat pada usia 87 tahun" ibn kinanah bin abi zubair, putranya yahya dan sekretarisnya hubaib yang memandikan jenazah imam Malik. imam Malik dimakamkan di Baqi'
Kategori: Kelahiran 714 | Kematian 800 | Meninggal usia 86 | Cendekiawan Muslim | Perawi hadits

50. Marmaduke Pickthall


Marmaduke Pickthall

Lahir

7 April 1876

Harrow, London 19 Mei 1936 (umur 60) Brookwood, Surrey Sarjana muslim

Meninggal

Pekerjaan

Muhammad Marmaduke William Pickthall (1875-1936) adalah seorang intelektual Muslim Barat, yang terkenal dengan terjemahan Al Qur'an yang puitis dan akurat dalam bahasa Inggris. Ia merupakan pemeluk agama Kristen yang kemudian berpindah agama memeluk Islam. Pickthall adalah juga seorang novelis, yang diakui oleh D.H Lawrence, H.G Wells dan E.M Forster, juga seorang jurnalis, kepala sekolah serta pemimpin politik dan agama. Dididik di Harrow, ia terlahir pada keluarga Inggris kelas menengah, yang akar keluarganya mencapai ksatria terkenal William sang penakluk. Pickthall berkelana ke banyak negara-negara Timur, mendapat reputasi sebagai ahli masalah Timur Tengah. Ia menerbitkan terjemahannya atas Al Qur'an (The meaning of the Holy Qur'an), ketika menjadi pejabat di bawah pemerintahan Nizam dari Hyderabad. Terjemahannya ini menjadi terjemahan dalam bahasa Inggris pertama yang dilakukan oleh seorang Muslim dan diakui oleh Universitas Al Azhar (Mesir); terjemahan ini oleh Times Literary Supplement disebut sebagai sebuah pencapaian penulisan yang besar. Pickthall dimakamkan di pemakaman Muslim di Brookwood.
Kategori: Kelahiran 1875 | Kematian 1936 | Meninggal usia 61 | Cendekiawan Muslim | Tokoh yang berpindah agama ke Islam

51. Maslamah Al-Majriti


Abul Qasim Maslamah bin Ahmad Al-Majriti (Arab: ; AlMajriti berarti "dari Madrid"; lahir Madrid meninggal 1008 atau 1007 M), adalah seorang astronom, alkimiawan, matematikawan, dan ulama Arab Islam dari Al-Andalus (Spanyol yang dikuasai Islam). Ia juga ikut serta dalam penerjemahan Planispherium karya Ptolemeus, memperbaiki terjemahan Almagest, memperbaiki tabel astronomi dari Al-Khwarizmi, menyusun tabel konversi kalender Persia ke kalender Hijriah, serta mempelopori teknik-teknik geodesi dan triangulasi. Ia juga ditulis sebagai salah satu penulis Ensiklopedia Ikhwan As-Shafa, tapi kecil kemungkinan bahwa ia benar-benar salah satu penulisnya.[rujukan?]
Kategori: Astronom | Cendekiawan Muslim | Cendekiawan Al-Andalus

52. Muhammad bin Abdul Wahhab


Ulama Islam
Era modern

Saudi Arabia

Nama: Muhammad bin 'Abd al-Wahab Lahir: 1703, Meninggal: 1792, Aliran/tradisi: Sunni Salafi Minat utama: Pemurnian syariat Islam sesuai ajaran Muhammad Gagasan Melarang adanya inovasi ibadah (bid'ah) dan meyakini penting: adanya kekuatan selain Allah (syirik) Dipengaruhi: Ibnu Taymiyyah, Ibnu al-Qayyim, Ahmad bin Hanbal, Bin Uthaymin Mempengaruhi: al-Albani Syekh Ahmad Khan Baz

Muhammad bin Abd al-Wahhb (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) (bahasa Arab: amaga igoloet ilha gnaroes halada ( Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Para pendukung pergerakan ini sering disebut Wahabbi, namun mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "satu Tuhan".
[sunting] Genealogi

Muhammad bin Abd al-Wahhb memiliki nama lengkap Muhammad bin Abd al-Wahhb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin alMasyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi. Dari nama lengkapnya ini diperoleh silsilah keluarganya.
[sunting] Biografi

Muhammad bin Abd al-Wahhb, adalah seorang ulama berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "satu Tuhan". Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya terkeliru dengan mereka kerana mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, alHanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah.

Nama Wahhabi atau al-Wahhabiyyah kelihatan dihubungkan kepada nama 'Abd al-Wahhab iaitu bapa kepada pengasasnya, al-Syaikh Muhammad bin 'Abd al-Wahhab al-Najdi. Bagaimanapun, nama Wahhabi dikatakan ditolak oleh para penganut Wahhabi sendiri dan mereka menggelarkan diri mereka sebagai golongan al-Muwahhidun(3) (unitarians) kerana mereka mendakwa ingin mengembalikan ajaran-ajaran tawhid ke dalam Islam dan kehidupan murni menurut sunnah Rasulullah. Dia mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud, seorang pemimpin suku di wilayah Najd. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai pengurus administrasi politik sementara Ibnu Abdul Wahhab menjadi pemimpin spiritual. Sampai saat ini, gelar "keluarga kerajaan" negara Arab Saudi dipegang oleh keluarga Saud. Namun mufti umum tidak selalu dari keluarga Ibnu abdul wahhab misalnya Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz.
[sunting] Masa Kecil

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan abangnya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama. Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30 juz al-Quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah Saudara kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, menceritakan betapa bangganya Syeikh Abdul Wahab, ayah mereka, terhadap kecerdasan Muhammad. Ia pernah berkata, "Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh". Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama disana. Di Madinah, ia berguru pada dua orang ulama besar yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.
[sunting] Kehidupannya di Madinah

Ketika berada di kota Madinah, ia melihat banyak umat Islam di sana yang tidak menjalankan syariat dan berbuat syirik, seperti mengunjungi makam Nabi atau makam seorang tokoh agama, kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan penguhuninya. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah. Hal ini membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana kepada akidah Islam yang murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul, atau bidah.

[sunting] Belajar dan berdakwah di Basrah

Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul fiqhnya, serta ilmu gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga berdakwah di kota ini. Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama setempat. Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmui. Tetapi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang dituduhnya sesat. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya. Setelah beberapa lama, beliau lalu kembali ke al-Ahsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin `Abd Latif al-Ahsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian tertentu yang selama ini belum sempat dipelajarinya. Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan kemudian ia kembali ke kampung asalnya Uyainah. Pada tahun 1139H/1726M, bapanya berpindah dari 'Uyainah ke Huraymilah dan dia ikut serta dengan bapanya dan belajar kepada bapanya. Tetapi beliau masih meneruskan tentangannya yang kuat terhadap amalan-amalan agama di Najd. Hal ini yang menyebabkan adanya pertentangan dan perselisihan yang hebat antara beliau dengan bapanya yang Ahlussunnah wal jama'ah (serta penduduk-penduduk Najd). Keadaan tersebut terus berlanjut hingga ke tahun 1153H/1740M, saat bapanya meninggal dunia.
[sunting] Perjuangan memurnikan aqidah Islam

Sejak dari itu, Syeikh Muhammad tidak lagi terikat. Dia bebas mengemukakan akidah-akidahnya sekehendak hatinya, menolak dan mengesampingkan amalan-amalan agama yang dilakukan umat islam saat itu dengan sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan pendapat . Melihat keadaan umat islam yang sudah melanggar akidah, ia mulai merencanakan untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid (muwahhidin) yang diyakininya sebagai gerakan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam. Oleh lawan-lawannya, gerakan ini kemudian disebut dengan nama gerakan Wahabiyah. Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah. Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir (penguasa) bernama Usman bin Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan gagasan Syeikh Muhammad, bahkan beliau berjanji akan menolong dan mendukung perjuangan tersebut. Suatu ketika, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin alKhattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Membuat bangunan di atas kubur menurut pendapatnya dapat menjurus kepada kemusyrikan.

Amir menjawab "Silakan... tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang mulia ini." Tetapi Sbeliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh penduduk yang tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentara untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang dikeramatkan itu. Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai makam Zaid bin al-Khattab ra. yang gugur sebagai syuhada Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana terdapat puluhan syuhada (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan tanpa jelas lagi pengenalan mereka. Bisa saja yang mereka anggap makam Zaid bin al-Khattab itu adalah makam orang lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah terlanjur beranggapan bahwa itulah makam beliau, mereka pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di dekatnya. Makam itu kemudian dihancurkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah, Uthman bin Muammar. Pergerakan Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, ia kemudian menghancurkan beberapa makam yang dipandangnya berbahaya bagi ketauhidan. Hal ini menurutnya adalah untuk mencegah agar makam tersebut tidak dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat. Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahupun di luar Uyainah. Ketika pemerintah al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-Wahhab mendakwahkan pendapat, dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya, maka kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah'Uyainah. Hal ini rupanya berhasil mengubah pikiran Amir Uyainah. Ia kemudian memanggil Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang diberikan oleh Amir al-Ahsa'. Amir Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu, di satu sisi dia ingin mendukung perjuangan syeikh tapi di sisi lain ia tak berdaya menghadapi tekanan Amir al-Ihsa. Akhirnya, setelah terjadi perdebatan antara syeikh dengan Amir Uyainah, di capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad harus meninggalkan daerah Uyainah dan mengungsi ke daerah lain. Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab,Da'watuhu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata: "Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Ia meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam hari." (Ibnu Baz, Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22) Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa: Pada mulanya Syeikh Muhammad mendapat dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman bin Muammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan, pemerintah setempat mengundurkan diri dari percaturan pergerakan karena alasan politik (besar kemungkinan takut dipecat dari kedudukannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.

Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab kemudian pergi ke wilayah Diriyyah.


[sunting] Kehidupannya di Dir'iyyah

Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dir'iyyah yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah wilayah Diriyyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Suwailim al-`Uraini. Bin Suwailim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat. Syeikh kemudian meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain. Pada awalnya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dir'iyyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak aman. Namun, setelah Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Diriyyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Suwailim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya. Peraturan di Dir'iyyah ketika itu mengharuskan setiap pendatang melaporkan diri kepada penguasa setempat, maka pergilah Muhammad bin Suwailim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan kedatangan Syeikh Abdul Wahab yang baru tiba dari Uyainah serta menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau. Namun mereka gagal menemui Amir Muhammad yang saat itu tidak ada di rumah, mereka pun menyampaikan pesan kepada amir melalui istrinya. Istri Ibnu Saud ini adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, sang istri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya: "Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar, janganlah ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari." Namun baginda bimbang sejenak, ia bingung apakah sebaiknya Syeikh itu dipanggil datang menghadapnya, atau dia sendiri yang harus datang menjemput Syeikh untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun kemudian meminta pandangan dari beberapa penasihatnya tentang masalah ini. Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaiknya baginda sendiri yang datang menemui Syeikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Baginda pun menyetujui nasihat tersebut. Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Suwailim, di mana Syeikh Muhammad bermalam. Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Suwailim, amir Ibnu Saud memberi salam dan dibalas dengan salam dari Syeikh dan bin Suwalim. Amir Ibnu Saud berkata: "Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berjanji untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda di negeri ini dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat Dir'iyyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang anda rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk berjuang bersama-sama anda demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya, sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!" Kemudian Syeikh menjawab: "Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu wa Taala. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung

agama ini, nescaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama." Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dir'iyyah yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus melindungi darahnya bagaikan saudara kandung sendiri yang berarti di antara Amir dan Syeikh sudah bersumpah setia sehidup-semati, dan senasib-sepenanggungan, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di bumi Dir'iyyah. Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benarbenar ditepatinya. Ia bersama Syeikh seiring sejalan, bahu-membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya. Nama Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu terdengar di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dir'iyyah maupun di negeri-negeri tetangga. Masyarakat luar Dir'iyyah pun berduyun-duyun datang ke Dir'iyyah untuk menetap dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dir'iyyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Ia pun mulai membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi modal utama bagi perjuangan beliau yang meliputi disiplin ilmu Aqidah al-Quran, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatikanya (nahwu-shorof) dan lain-lain. Dalam waktu yang singkat , Dir'iyyah telah menjadi kiblat ilmu dan tujuan mereka yang hendak mempelajari Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat. Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelosok Dir'iyyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian, Syeikh mulai menegakkan jihad, menulis suratsurat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Ia pun mula mengirimkan surat-suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.
[sunting] Berdakwah Melalui Surat-menyurat

Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang). Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, salah satunya adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke seluruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bidah, khurafat dan tahyul. Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi. Memang cukup banyak para dai dan ulama di negeri-negeri tersebut, tetapi pada waktu itu kebanyakan dari mereka tidak fokus untuk membasmi syirik dalam dakwahnya, meskipun mereka memiliki ilmu-ilmu yang cukup memadai.

Demikian banyaknya surat-menyurat di antara Syeikh dengan para ulama baik di dalam dan luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-akhir ini semua tulisan beliau yang berupa risalah, maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelosok dunia Islam, baik melalui Rabithah al`Alam Islami, maupun dari pihak kerajaan Saudi sendiri (di masa mendatang). Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta tulisan-tulisan para muridmuridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh pelosok dunia Islam. Dengan demikian, jadilah Dir'iyyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dir'iyyah juga menyebarkan ajaranajaran tauhid murni ini ke seluruh penjuru dunia dengan membuka madrasah atau kajian umum di daerah mereka masing-masing. Sejarah pembaharuan yang digerakkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab ini tercatat dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnya dan amat cemerlang. Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan perubahan besar yang banyak memakan korban manusia maupun harta benda. Hal ini terjadi karena banyaknya perlawanan dari luar maupun dari dalam. Perlawanan dari dalam terutama dari tokoh-tokoh agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh dan jamaahnya. Maupun dari Penguasa Turki Utsmani yang khawatir terhadap pengaruh dakwah Ibnu Abdil Wahhab yang telah merambah dua kota suci umat Islam, Mekkah dan Madinah. Karenanya, demi mempertahankan kekuasaan mereka, mereka mengirim pasukan besar di bawah komando Muhammad Ali Basya (Gubernur Mesir) untuk menaklukkan Dir'iyyah beberapa kali, hingga akhirnya jatuh pada tahun 1233 H. Banyak di antara tokoh Al Saud dan Al Syaikh (anak-cucu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) yang ditangkap dan diasingkan ke Mesir pasca jatuhnya ibukota Dir'iyyah, bahkan sebagiannya dieksekusi oleh musuh, contohnya adalah Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab yang merupakan pakar hadits di zamannya. Beliau dibunuh dengan cara sangat keji oleh Ibrahim Basya. Demikian pula imam Daulah Su'udiyyah kala itu, yaitu Imam Abdullah bin Su'ud bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud (cicit Muhammad bin Saud). Beliau dieksekusi di Istanbul, Turki. Inilah periode Daulah Su'udiyyah I (1151-1233 H). Kemudian berdiri Daulah Su'udiyyah II (1240-1309 H), dan yang terakhir ialah Daulah Su'udiyyah III yang kemudian berganti nama menjadi Al Mamlakah Al 'Arabiyyah As Su'udiyyah (Kerajaan Arab Saudi) yang didirikan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Saud (Bapak Raja-raja Saudi sekarang) pada tahun 1319 H hingga kini. Selain mendapat perlawanan sengit dari Pihak Turki Utsmani, mereka juga sangat dimusuhi oleh kaum Syi'ah Bathiniyyah, baik dari Najran (selatan Saudi) maupun yang lainnya. Salah satu pertempuran besar pernah terjadi antara kaum muwahhidin dengan pasukan Hasan bin Hibatullah Al Makrami dari Najran yang berakidah Syi'ah Bathiniyyah, dan peperangan ini memakan korban jiwa cukup besar di pihak muwahhidin. Bahkan Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud konon terbunuh di tangan salah seorang syi'ah yang menyusup ke tengahtengah kaum muwahhidin, beliau ditikam dari belakang ketika sedang mengimami salat berjama'ah.

Selain perlawanan sengit dari mereka yang mengatasnamakan Islam, para pengikut dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab juga dimusuhi oleh pihak kafir. Imperialis Inggris yang menjajah banyak negeri kaum muslimin kala itu pun khawatir terhadap dampak buruk penyebaran dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab bagi eksistensi mereka. Sebab beliau menghidupkan kembali ajaran tauhid dan berjihad melawan berbagai bentuk syirik dan bid'ah, sedangkan Inggris justeru mempertahankan hal tersebut karena di situlah titik kelemahan kaum muslimin. Artinya, bila kaum muslimin kembali kepada tauhid dan meninggalkan semua bentuk syrik dan bid'ah, niscaya mereka akan angkat senjata melawan para penjajah. Karenanya, Inggris memunculkan istilah 'Wahhabi' dan merekayasa berbagai kedustaan dan kejahatan yang mereka lekatkan pada pengikut dakwah Syaikh Ibn Abdil Wahhab, sehingga banyak dari kaum muslimin di negerinegeri jajahan Inggris yang termakan hasutan tersebut dan serta merta membenci mereka. Alhamdulillah, masa-masa tersebut telah berlalu. Umat Islam kini lebih faham tentang apa dan siapa kaum pengikut dakwah Rasulullah yang diteruskan Muhammad bin Abdul Wahhab (yang dijuluki Wahabi) tersebut. Satu persatu kejahatan dan kebusukan kaum orientalis yang sengaja mengadu domba antara sesama umat Islam semenjak awal, begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini terungkap. Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat, baik dari luar maupun dalam yang dilancarkan melalui pena atau ucapan demi membendung dakwah tauhid ini, namun usaha mereka sia-sia belaka, karena ternyata Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memenangkan perjuangan dakwah tauhid yang dipelopori oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya oleh penduduk negeri Najd saja, akan tetapi juga sudah menggema ke seluruh dunia Islam dari Ujung barat benua Afrika sampai ke Merauke, bahkan mulai menjamah Eropa dan Amerika. Untuk mencapai tujuan pemurnian ajaran agama Islam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Ia mendapat pertentangan dan perlawanan dari kelompok yang tidak menyenanginya karena sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi, sehingga lawanlawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikutpengikutnya. Musuh-musuhnya pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang lebih keji, yaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut, serta menafsirkan Al Quran menurut kehendak hawa nafsu sendiri. Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu `Abdul Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang pengarang terkenal, yaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir asSahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan di halaman 473 seperti berikut: "Sebenarnya tuduhan tersebut telah dijawab sendiri oleh Syeikh Ibnu `Abdul Wahab sendiri dalam suatu risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada `Abdullah bin Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Diantaranya beliau menulis bahwa semua itu adalah bohong dan kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid, bukan muqallid." Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada `Abdurrahman bin `Abdullah, Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Aqidah dan agama yang aku anut, ialah mazhab Ahli

Sunnah wal Jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para Imam Muslimin, seperti Imamimam Mazhab empat dan pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat. Aku hanyalah suka menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian agama dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang yang hidup atau orang mati daripada orang-orang soleh dan lainnya." `Abdullah bin Muhammad bin `Abdul Wahab, menulis dalam risalahnya sebagai ringkasan dari beberapa hasil karya ayahnya, Syeikh Ibnu `Abdul Wahab, seperti berikut: "Bahwa mazhab kami dalam Ushuluddin (Tauhid) adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan cara (sistem) pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama Salaf. Sedangkan dalam hal masalah furu (fiqh) kami cenderung mengikuti mazhab Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Kami tidak pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami tidak mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang luar dari mazhab empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah, Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak membenarkan mereka mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab empat tersebut. Kami tidak pernah sama sekali mengaku bahwa kami sudah sampai ke tingkat mujtahid mutlaq, juga tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang berani mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa masalah yang kalau kami lihat di sana ada nash yang jelas, baik dari Quran mahupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah seorang Imam empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang menyangkut dengan kakek dan saudara lelaki; Dalam hal ini kami berpendirian mendahulukan kakek, meskipun menyalahi mazhab kami (Hambali)." Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal. 474. Seterusnya beliau berkata: "Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu dengan maksud untuk menutup-nutupi dan menghalang-halangi yang hak, dan mereka membohongi orang banyak dengan berkata: `Bahwa kami suka mentafsirkan Quran dengan selera kami, tanpa mengindahkan kitab-kitab tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama, menghina Nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam dan dengan perkataan `bahwa jasad Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu tidak mempunyai syafaat. Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, dan Nabi tidak mengerti makna "La ilaha illallah" sehingga perlu diturunkan kepadanya ayat yang berbunyi: "Falam annahu La ilaha illallah," dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami lagi, bahwa kami tidak percaya kepada pendapat para ulama. Kami telah menghancurkan kitab-kitab karangan para ulama mazhab, karena didalamnya bercampur antara yang hak dan batil. Malah kami dianggap mujassimah (menjasmanikan Allah), serta kami mengkufurkan orang-orang yang hidup sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti kami. Selain itu kami juga dituduh tidak mahu menerima baiah seseorang sehingga kami menetapkan atasnya `bahwa dia itu bukan musyrik begitu juga ibubapaknya juga bukan musyrik. Dikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia membaca selawat ke atas Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam dan mengharamkan berziarah ke kubur-kubur. Kemudian dikatakannya pula, jika seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami, maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari segala beban dan tanggungan atau hutang sekalipun.

Kami dituduh tidak mahu mengakui kebenaran para ahlul Bait Radiyallahu 'anhum. Dan kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak kufu serta memaksa seseorang yang tua umurnya dan ia mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat golongan kami. Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan sebagai jawaban, kecuali yang dapat kami katakan hanya "Subhanaka Maha suci Engkau ya Allah" ini adalah kebohongan yang besar. Oleh karena itu, maka barangsiapa menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi, mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar terhadap kami. Barangsiapa mengaku dan menyaksikan bahwa apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami, maka ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan terhadap kami yang dicipta oleh musuh-musuh agama ataupun teman-teman syaithan dari menjauhkan manusia untuk mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan keikhlasan beribadah kepadaNya. Kami beritiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap seseorang Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti berzina, riba dan minum arak, meskipun berulang-ulang, maka orang itu hukumnya tidaklah keluar dari Islam (murtad), dan tidak kekal dalam neraka, apabila ia tetap bertauhid kepada Allah dalam semua ibadahnya." (Shiyanah al-Insan, m.s 475) Khusus tentang Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Dan apapun yang kami yakini terhadap martabat Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam bahwa martabat beliau itu adalah setinggi-tinggi martabat makhluk secara mutlak. Dan Beliau itu hidup di dalam kuburnya dalam keadaan yang lebih daripada kehidupan para syuhada yang telah digariskan dalam Al-Quran. Karena Beliau itu lebih utama dari mereka, dengan tidak diragukan lagi. Bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam mendengar salam orang yang mengucapkan kepadanya. Dan adalah sunnah berziarah kepada kuburnya, kecuali jika sematamata dari jauh hanya datang untuk berziarah ke maqamnya. Namun Sunat juga berziarah ke masjid Nabi dan melakukan salat di dalamnya, kemudian berziarah ke maqamnya. Dan barangsiapa yang menggunakan waktunya yang berharga untuk membaca selawat ke atas Nabi, selawat yang datang daripada beliau sendiri, maka ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat."
[sunting] Tantangan Dakwah dan Pemecahannya

Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan , maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, berupa buku-buku mahupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab). Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya. Sebagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi taliq dan sudah diterbitkan, sebagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luarbiasa itu.

Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa buku-buku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin gerakan tauhidnya. Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:

Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama, Atas nama politik yang berselubung agama.

Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah. Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya. Namun Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa memedulikan celaan orang yang mencelanya. Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:

Golongan ulama khurafat yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya dan orang-orang soleh yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi. Golongan ulama taashub yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti Auliya dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad. Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.

Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Syeikh dari Najd ini yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya. Perang pena yang terus menerus berlangsung itu, bukan hanya terjadi di masa hayat Syeikh sendiri, akan tetapi berterusan sampai kepada anak cucunya. Di mana anak cucunya ini juga ditakdirkan Allah menjadi ulama.

Merekalah yang meneruskan perjuangan al-maghfurlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang dibantu oleh para muridnya dan pendukung-pendukung ajarannya. Demikianlah perjuangan Syeikh yang berawal dengan lisan, lalu dengan pena dan seterusnya dengan senjata, telah didukung sepenuhnya oleh Amir Muhammad bin Saud, penguasa Dariyah. Beliau pertama kali yang mengumandangkan jihadnya dengan pedang pada tahun 1158 H. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang dai ilallah, apabila tidak didukung oleh kekuatan yang mantap, pasti dakwahnya akan surut, meskipun pada tahap pertama mengalami kemajuan. Namun pada akhirnya orang akan jemu dan secara beransur-ansur dakwah itu akan ditinggalkan oleh para pendukungnya. Oleh karena itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah dan pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Karena masyarakat yang dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan mahupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah perlunya memainkan peranan senjata. Alangkah benarnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: " Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan/neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa." (alHadid:25) Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para RasulNya dengan disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan. Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan batil, demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengahtengah umat manusia. Namun semua itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Quran al-Hadid fihi basun syadid yaitu, besi baja yang mempunyai kekuatan dahsyat. yaitu berupa senjata tajam, senjata api, peluru, senapan, meriam, kapal perang, nuklir dan lain-lain lagi yang pembuatannya mesti menggunakan unsur besi. Sungguh besi itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana al-Quran menyatakan dengan Wamanafiu linnasi yaitu dan banyak manfaatnya bagi umat manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan menegakkan keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu. Orang yang mempunyai akal yang sehat dan fikiran yang bersih akan mudah menerima ajaranajaran agama, sama ada yang dibawa oleh Nabi, mahupun oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang zalim dan suka melakukan kejahatan yang diperhambakan oleh hawa nafsunya, mereka tidak akan tunduk dan tidak akan mau menerimanya, melainkan jika mereka diiring dengan senjata.

Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158 Hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.
[sunting] Wafat

Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dariyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dariyah (Najd). Innalillah
Kategori: Kelahiran 1701 | Kematian 1793 | Meninggal usia 92 | Ulama | Cendekiawan Muslim

53. Muhammad bin Musa bin Syakir


Jafar Muhammad bin Musa bin Shakir Banu Musa, (800 - 873), adalah seorang astronom dan matematikawan dari Baghdad. Ia bersama kedua saudaranya (Ahmad Banu Musa dan Hasan Banu Musa) sangat aktif menerjemahkan berbagai buku sains dari manuskrip Yunani dan Pahlavi ke dalam bahasa Arab pada masa kekhalifahan Al-Ma'mun.
Kategori: Kelahiran 800 | Kematian 873 | Meninggal usia 73 | Cendekiawan Muslim | Astronom dunia Arab | Matematikawan dunia Arab

54. Muhammad Husain Thabathaba'i

Ulama Iran

Allameh Tabatabaei, dalam usia muda. Nama: Sayyed Mohammad Hosein Tabatabaei (Allameh Tabatabaei)

Lahir: 1892

Meninggal: 1981

Aliran/tradisi: Syiah Dua Belas Filosofi, Hadits Mistisisme, Tafsir, dan

Minat utama:

Gagasan penting: Tafsir Qur'an dengan Qur'an


Mulla Sadra, Allameh Qazi, Naeeni Muhammad Hosein Esfehani Hujjat Kuhkamari,Sayyed Hosein Badkubi, dan Abulqasem Khansari Muhammad al-Tijani[rujukan?] Henry Corbin[rujukan?], Hossein Nasr[1][rujukan?], Morteza Motahhari, Muhammad Mofatteh Muhammad Beheshti, Jalaleddin Ashtiani Ebrahim Amini, Javadi Amoli, Hasanzade Amoli, Musa Sadr, Makarem Shirazi, dan Dariush Shayegan [2]

Dipengaruhi:

Mempengaruhi:

Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i

dilahirkan di Tabriz pada tahun 1321 H /1903. Ketika usia duapuluh tahun berangkat ke Universitas Najaf untuk melanjutkan pelajarannya. Disana ia mempelajari Syariat dan ushul al-fiqh dari dua di antara syaikh-syaikh terkemuka masa itu yaitu Mirza Muhammad Husain Naini dan Syaikh Muhammad Husain Isfahani. Namun menjadi Mujtahid bukan tujuannya. Thabathaba'i lebih tertarik pada ilmu-ilmu aqliah, dan mempelajari dengan tekun seluruh dasar matematika tradisional dari Sayyid Abul Qasim Khwansari, dan filsafat Islam tradisional, termasuk naskah baku asy-Syifa karya Ibnu Sina dan al-Asfar karya Sadr al-Din Syirazi serta Tamhid al-Qawaid karya Ibnu Turkah dari Sayyid Husain Badkubai. Thabathaba'i juga mempelajari ilm Hudhuri (ilmu-ilmu yang dipelajari langsung dari Allah SWT), atau marifat, yang melaluinya pengetahuan menjelma menjadi penampakan hakekathakekat supranatural. Gurunya, Mirza Ali Qadhi, yang mulai membimbingnya ke arah rahasiarahasia Ilahi dan menuntunnya dalam perjalananan menuju kesempurnaan spritual. Sebelum berjumpa dengan Syaikh ini, Thabathaba'i mengira telah benar-benar mengerti buku Fushulli alHikam karya Ibnu Arabi. Namun ketika bertemu dengan Syaikh besar ini, ia baru sadar bahwa sebenarnya ia belum tahu apa-apa. Berkat sang Syaikh ini, tahun-tahun di Najaf tak hanya menjadi kurun pencapaian intelektual, melainkan juga kezuhudan dan praktik-praktik spritual yang memampukannya untuk mencapai keadaan realisasi spritual.
Kategori: Cendekiawan Muslim | Sayyid | Kelahiran 1903

55. Muammad bin Ms al-Khawrizm


Muhammad bin Ms al-Khwrizm

Sebuah perangko peringatan yang diterbitkan pada 6 September 1983 oleh Uni Sovyet, untuk memperingati 1200 tahun al-Khwrizm.

Lahir

c. Xorazm, Uzbekistan

780

Muammad bin Ms al-Khawrizm (Arab: ) adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khwrizm (sekarang Khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850 di Baghdad. Hampir sepanjang hidupnya, ia bekerja sebagai dosen di Sekolah Kehormatan di Baghdad Buku pertamanya, al-Jabar, adalah buku pertama yang membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Sehingga ia disebut sebagai Bapak Aljabar. Translasi bahasa Latin dari Aritmatika beliau, yang memperkenalkan angka India, kemudian diperkenalkan sebagai Sistem Penomoran Posisi Desimal di dunia Barat pada abad ke 12. Ia merevisi dan menyesuaikan Geografi Ptolemeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan tentang astronomi dan astrologi. Kontribusi beliau tak hanya berdampak besar pada matematika, tapi juga dalam kebahasaan. Kata Aljabar berasal dari kata al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. Kata logarisme dan logaritma diambil dari kata Algorismi, Latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga di serap dalam bahasa Spanyol Guarismo dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berarti digit.
[sunting] Biografi

Sedikit yang dapat diketahui dari hidup beliau, bahkan lokasi tempat lahirnya sekalipun. Nama beliau mungkin berasal dari Khwarizm (Khiva) yang berada di Provinsi Khurasan pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah (sekarang Xorazm, salah satu provinsi Uzbekistan). Gelar beliau adalah Ab Abdu llh (Arab: ) atau Ab Jafar. Sejarawan al-Tabari menamakan beliau Muhammad bin Musa al-Khwrizm al-Majousi alKatarbali (Arab: ) . Sebutan al-Qutrubbulli mengindikasikan beliau berasal dari Qutrubbull, kota kecil dekat Baghdad. Tentang agama al-Khawrizm', Toomer menulis:

Sebutan lain untuk beliau diberikan oleh al-abar, "al-Majs," ini mengindikasikan ia adalah pengikut Zoroaster.Ini mungkin terjadi pada orang yang berasal dari Iran. Tetapi, kemudian buku Al-Jabar beliau menunujukkan beliau adalah seorang Muslim Ortodok,jadi sebutan Al-Tabari ditujukan pada saat ia muda, ia beragama Majusi.

Dalam Kitb al-Fihrist Ibnu al-Nadim, kita temukan sejarah singkat beliau, bersama dengan karya-karya tulis beliau. Al-Khawarizmi menekuni hampir seluruh pekerjaannya antara 813-833. setelah Islam masuk ke Persia, Baghdad menjadi pusat ilmu dan perdagangan, dan banyak pedagang dan ilmuwan dari Cina dan India berkelana ke kota ini, yang juga dilakukan beliau. Dia bekerja di Baghdad pada Sekolah Kehormatan yang didirikan oleh Khalifah Bani Abbasiyah Al-Ma'mun, tempat ia belajar ilmu alam dan matematika, termasuk mempelajari terjemahan manuskrip Sanskerta dan Yunani.

[sunting] Karya

Karya terbesar beliau dalam matematika, astronomi, astrologi, geografi, kartografi, sebagai fondasi dan kemudian lebih inovatif dalam aljabar, trigonometri, dan pada bidang lain yang beliau tekuni. Pendekatan logika dan sistematis beliau dalam penyelesaian linear dan notasi kuadrat memberikan keakuratan dalam disiplin aljabar, nama yang diambil dari nama salah satu buku beliau pada tahun 830 M, al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa'l-muqabala (Arab " :uata ( Buku Rangkuman untuk Kalkulasi dengan Melengkapakan dan Menyeimbangkan, buku pertama beliau yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12. Pada buku beliau, Kalkulasi dengan angka Hindu, yang ditulis tahun 825, memprinsipkan kemampuan difusi angka India ke dalam perangkaan timur tengah dan kemudian Eropa. Buku beliau diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Algoritmi de numero Indorum, menunjukkan kata algoritmi menjadi bahasa Latin. Beberapa kontribusi beliau berdasar pada Astronomi Persia dan Babilonia, angka India, dan sumber-sumber Yunani. Sistemasi dan koreksi beliau terhadap data Ptolemeus pada geografi adalah sebuah penghargaan untuk Afrika dan Timur Tengah. Buku besar beliau yang lain, Kitab surat al-ard ("Pemandangan Bumi";diterjemahkan oleh Geography), yang memperlihatkan koordinat dan lokasi dasar yang diketahui dunia, dengan berani mengevaluasi nilai panjang dari Laut Mediterania dan lokasi kota-kota di Asia dan Afrika yang sebelumnya diberikan oleh Ptolemeus. Ia kemudian mengepalai konstruksi peta dunia untuk Khalifah Al-Mamun dan berpartisipasi dalam proyek menentukan tata letak di Bumi, bersama dengan 70 ahli geografi lain untuk membuat peta yang kemudian disebut ketahuilah dunia. Ketika hasil kerjanya disalin dan ditransfer ke Eropa dan Bahasa Latin, menimbulkan dampak yang hebat pada kemajuan matematika dasar di Eropa. Ia juga menulis tentang astrolab dan sundial.
[sunting] Buku I - Aljabar

Sebuah halaman dari Aljabar al-Khwrizm

al-Kitb al-mukhtaar f isb al-jabr wa-l-muqbala (Arab: Buku Rangkuman Kalkulasi dengan Melengkapkan dan Menyeimbangkan) adalah buku matematika yang ditulis tahun 830. Buku tersebut merangkum definisi aljabar. Buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin berjudul Liber algebrae et almucabala oleh Robert of Chester (Segovia, 1145) dan juga oleh Gerard of Cremona. Metode beliau dalam menyelesaikan linear dan notasi kuadrat dilakukan dengan meredusi notasi ke dalam 6 bentuk standar (dimana b dan c adalah angka positif)

Angka ekual kuadrat (ax2 = c) Angka ekual akar (bx = c) Kuadrat dan akar ekual (ax2 + bx = c)

Kuadrat dan angka akar ekual (ax2 + c = bx) Akar dan angka kuadrat ekual (bx + c = ax2) Kuadrat ekual akar (ax2 = bx)

Dengan membagi koefisien dari kuadrat dan menggunakan dua operasi aljabar (Arab: penyimpanan atau melengkapkan) dan al-muqbala (menyeimbangkan). Aljabar adalah proses memindahkan unit negatif, akar dan kuadrat dari notasi dengan menggunakan nilai yang sama di kedua sisi. Contohnya, x2 = 40x - 4x2 disederhanakan menjadi 5x2 = 40x. Al-muqbala adalah proses memberikan kuantitas dari tipe yang sama ke sisi notasi. Contohnya, x2 + 14 = x + 5 disederhanakan ke x2 + 9 = x. Beberapa pengarang telah menerbitkan tulisan dengan nama Kitb al-abr wa-l-muqbala, termasuk Ab anfa al-Dnawar, Ab Kmil (Rasla fi al-abr wa-al-muqbala), Ab Muammad al-Adl, Ab Ysuf al-Mi, Ibnu Turk, Sind bin Al, Sahl bin Bir, dan arafaddn al-s.
[sunting] Buku 2 - Dixit algorizmi

Buku kedua besar beliau adalah tentang aritmatika, yang bertahan dalam Bahasa Latin, tapi hilang dari Bahasa Arab yang aslinya. Translasi dilakukan pada abad ke-12 oleh Adelard of Bath, yang juga menerjemahkan tabel astronomi pada 1126. Pada manuskrip Latin,biasanya tak bernama,tetapi umumnya dimulai dengan kata: Dixit algorizmi ("Seperti kata al-Khawrizm"), atau Algoritmi de numero Indorum ("al-Kahwrizm pada angka kesenian Hindu"), sebuah nama baru di berikan pada hasil kerja beliau oleh Baldassarre Boncompagni pada 1857. Kitab aslinya mungkin bernama Kitb al-Jama wa-ltafrq bi-isb al-Hind ("Buku Penjumlahan dan Pengurangan berdasarkan Kalkulasi Hindu")
[sunting] Buku 3 - Rekonstruksi Planetarium

Peta abad ke-15 berdasarkan Ptolemeus sebagai perbandingan. Buku ketiga beliau yang terkenal adalah Kitb rat al-Ar (Bhs.Arab: " Buku Pemandangan Dunia" atau "Kenampakan Bumi" diterjemahkan oleh Geography), yang selesai pada 833 adalah revisi dan penyempurnaan Geografi Ptolemeus, terdiri dari daftar 2402 koordinat dari kota-kota dan tempat geografis lainnya mengikuti perkembangan umum. Hanya ada satu kopi dari Kitb rat al-Ar, yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Strasbourg. Terjemahan Latinnya tersimpan di Biblioteca Nacional de Espaa di Madrid. Judul lengkap buku beliau adalah Buku Pendekatan Tentang Dunia, dengan Kota-Kota, Gunung, Laut, Semua Pulau dan Sungai, ditulis oleh Abu Jafar Muhammad bin Musa al-Khawarizmi berdasarkan pendalaman geografis yamg ditulis oleh Ptolemeus dan Claudius. Buku ini dimulai dengan daftar bujur dan lintang, termasuk Zona Cuaca, yang menulis pengaruh lintang dan bujur terhadap cuaca. Oleh Paul Gallez, dikatakan bahwa ini sanagat bermanfaat untuk menentukan posisi kita dalam kondisi yang buruk untuk membuat pendekatan praktis. Baik dalam salinan Arab maupun Latin, tak ada yang tertinggal dari buku ini. Oleh karena itu, Hubert Daunicht merekonstruksi kembali peta tersebut dari daftar koordinat. Ia berusaha mencari pendekatan yang mirip dengan peta tersebut.

[sunting] Buku 4 - Astronomi

Kampus Corpus Christi MS 283 Buku Zj al-sindhind (Arab: " tabel astronomi) adalah karya yang terdiri dari 37 simbol pada kalkulasi kalender astronomi dan 116 tabel dengan kalenderial, astronomial dan data astrologial sebaik data yang diakui sekarang. Versi aslinya dalam Bahasa Arab (ditulis 820) hilang, tapi versi lain oleh astronomer Spanyol Maslama al-Majr (1000) tetap bertahan dalam bahasa Latin, yang diterjemahkan oleh Adelard of Bath (26 Januari 1126). Empat manuskrip lainnya dalam bahasa Latin tetap ada di Bibliothque publique (Chartres), the Bibliothque Mazarine (Paris), the Bibliotheca Nacional (Madrid) dan the Bodleian Library (Oxford).
[sunting] Buku 5 - Kalender Yahudi

Al-Khawrizm juga menulis tentang Penanggalan Yahudi (Risla fi istikhrj tarkh al-yahd "Petunjuk Penanggalan Yahudi"). Yang menerangkan 19-tahun siklus interkalasi, hukum yang mengatur pada hari apa dari suatu minggu bulan Tishr dimulai; memperhitungkan interval antara Era Yahudi(penciptaan Adam) dan era Seleucid ; dan memberikan hukum tentang bujur matahari dan bulan menggunakan Kalender Yahudi. Sama dengan yang ditemukan oleh al-Brn dan Maimonides.
[sunting] Karya lainnya

Beberapa manuskrip Arab di Berlin, Istanbul, Tashkent, Kairo dan Paris berisi pendekatan material yang berkemungkinan berasal dari al-Khawarizm. Manuskrip di Istanbul berisi tentang sundial, yang disebut dalam Fihirst. Karya lain, seperti determinasi arah Mekkah adalah salah satu astronomi sferik. Dua karya berisi tentang pagi (Marifat saat al-mashriq f kull balad) dan determinasi azimut dari tinggi (Marifat al-samt min qibal al-irtif). Beliau juga menulis 2 buku tentang penggunaan dan perakitan astrolab. Ibnu al-Nadim dalam Kitab al-Fihrist (sebuah indeks dari bahasa Arab) juga menyebutkan Kitb ar-Ruma(t) (buku sundial) dan Kitab al-Tarikh (buku sejarah) tapi 2 yang terakhir disebut telah hilang.
Kategori: Kelahiran 780 | Kematian 850 | Cendekiawan Muslim | Ilmuwan Iran

56. Ibnu Nafis

Ibnu Nafis.

Ibnu Nafis (lahir di Damaskus (kini wilayah Suriah) tahun 1210 meninggal di Kairo (kini wilayah Mesir), 17 Desember 1288 pada umur 77/78 tahun) merupakan orang pertama yang secara akurat mendeskripsikan peredaran darah dalam tubuh manusia (pada 1242). Penggambaran kontemporer proses ini telah bertahan. Khususnya, ia merupakan orang pertama yang diketahui telah mendokumentasikan sirkuit paru-paru. Secara besar-besaran karyanya tak tercatat sampai ditemukan di Berlin pada 1924.
Kategori: Kelahiran 1210 | Kematian 1288 | Meninggal usia 78 | Ahli anatomi | Cendekiawan Muslim | Sejarah kedokteran

57. Nuruddin al-Raniri


Nuruddin Al-Raniri (lengkap: Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu 'Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi) adalah ulama penasehat Kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar II). Syaikh Nuruddin diperkirakan lahir sekitar akhir abad ke-16 di kota Ranir, India, dan wafat pada 21 September 1658. Pada tahun 1637, ia datang ke Aceh, dan kemudian menjadi penasehat kesultanan di sana hingga tahun 1644.
[sunting] Pengetahuan yang dikuasai

Ar Raniri memiliki pengetahuan luas yang meliputi tasawuf, kalam, fikih, hadis, sejarah, dan perbandingan agama. Selama masa hidupnya, ia menulis kurang-lebih 29 kitab, yang paling terkenal adalah "Bustanus al-Salatin". Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama (IAIN) di Banda Aceh.

[sunting] Guru

Beliau di katakan telah berguru dengan Sayyid Umar Abu Hafs b Abdullah Basyeiban yang yang di India lebih dikenal dengan Sayyid Umar Al-Idrus kerna adalah khalifah Tariqah Al-Idrus BaAlawi di India. Ar-Raniri juga telah menerima Tariqah Rifaiyyah dan Qodariyyah dari guru beliau. Putera Abu Hafs iaitu Sayyid Abdul Rahman Tajudin yang datang dari Balqeum, Karnataka, India pula telah bernikah setelah berhijrah ke Jawa dengan Syarifah Khadijah, puteri Sultan Cirebon dari keturunan Sunan Gunung Jati.
[sunting] Peranan di Aceh

Ar-Raniri berperan penting saat berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan ajaran tasawuf falsafinya Hamzah al-Fansuri yang dikhawatirkan dapat merusak akidah umat Islam awam terutama yang baru memeluknya. Tasawuf falsafi berasal dari ajaran Al-Hallaj, Ibn 'Arabi, dan Suhrawardi, yang khas dengan doktrin Wihdatul Wujud (Menyatunya Kewujudan) di mana sewaktu dalam keadaan sukr ('mabuk' dalam kecintaan kepada Allah Ta'ala) dan fana' fillah ('hilang' bersama Allah), seseorang wali itu mungkin mengeluarkan kata-kata yang lahiriahnya sesat atau menyimpang dari syariat Islam. Maka oleh mereka yang tidak mengerti hakikat ucapan-ucapan tersebut, dapat membahayakan akidah dan menimbulkan fitnah pada masyarakat Islam. Karena individu-individu tersebut syuhud ('menyaksikan') hanya Allah sedang semua ciptaan termasuk dirinya sendiri tidak wujud dan kelihatan. Maka dikatakan wahdatul wujud karena yang wajib wujudnya itu hanyalah Allah Ta'ala sedang para makhluk tidak berkewajiban untuk wujud tanpa kehendak Allah. Sama seperti bayang-bayang pada pewayangan kulit. Konstruksi wahdatul wujud ini jauh berbeda malah dapat dikatakan berlawanan dengan faham 'manunggaling kawula lan Gusti'. Karena pada konsep 'manunggaling kawula lan Gusti', dapat diibaratkan umpama bercampurnya kopi dengan susu-- maka substansi dua-duanya sesudah menyatu adalah berbeda dari sebelumnya. Sedangkan pada faham wahdatul wujud, dapat di umpamakan seperti satu tetesan air murni pada ujung jari yang dicelupkan ke dalam lautan air murni. Sewaktu itu, tidak dapat dibedakan air pada ujung jari dari air lautan. Karena semuanya 'kembali' kepada Allah. Maka pluralisme (menyamakan semua agama) menjadi lanjutan terhadap gagasan begini dimana yang penting dan utama adalah Pencipta, dan semua ciptaan adalah sama-- hadir di alam mayapada hanya karena kehendak Allah Ta'ala. Maka faham ini, tanpa dibarengi dengan pemahaman dan kepercayaan syariat, dapat membelokkan akidah. Pada zaman dahulu, para waliullah di negara-negara Islam Timur Tengah sering, apabila di dalam keadaan begini, dianjurkan untuk tidak tampil di khalayak ramai. Tasawuf falsafi diperkenalkan di Nusantara oleh Fansuri dan Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar kemudian dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo). Ini adalah hukuman yang disepakati bagi pelanggaran syariat, manakala hakikatnya hanya Allah yang dapat maha mengetahui.

Al-Hallaj setelah dipancung lehernya, badannya masih dapat bergerak, dan lidahnya masih dapat berzikir. Darahnya pula mengalir mengeja asma Allah-- ini semua karamah untuk mempertahankan namanya. Di Jawa, tasawuf falsafi bersinkretisme dengan aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Budha sehingga menghasilkan ajaran kejawen. Ronggowarsito (Bapak Kebatinan Indonesia) dianggap sebagai penerus Siti Jenar. Karyakaryanya, seperti Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, dan Serat Hidayat Jati, sering diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah. Namun banyak terdapat kesalahan tafsir dan transformasi pemikiran dalam karya-karyanya itu. Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa Arab. Tanpa referensi kepada kitab-kitab Arab yang ditulis oleh ulama ahli syariat dan hakikat yang mu'tabar seperti Syeikh Abdul Qadir Jailani dan Ibn 'Arabi, maka ini adalah sangat berbahaya. Ar-Raniri dikatakan pulang kembali ke India setelah beliau dikalahkan oleh dua orang murid Hamzah Fansuri pada suatu perdebatan umum. Ada riwayat mengatakan beliau meninggal di India.
[sunting] Karya-karyanya

Bustan al-Salatin (Taman Raja-raja) Shiratal Mustaqim (Jalan yang Lurus)

Kategori: Cendekiawan Muslim | Sastra Melayu | Kematian 1658 | India-Indonesia | Kesultanan Aceh

58.Rasyid Ridha
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni Al-Husaini (dikenal sebagai Rasyid Ridha; 1865-1935) adalah seorang intelektual muslim dari Suriah yang mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya digagas oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu, dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern. Mulai tahun 1898 hingga wafat(1935), Ridha menerbitkan surat kabar yang bernama Al-Manar. Nasabnya sampai kepada Ahlul Bait.
[sunting] Bersama Tarekat Syadziliyyah

Beliau mulai mempelajari tasawuf dari gurunya, Husain Al-Jisr. Setelah beliau menggali dan memperdalam ilmu dan ushuluddin, sadarlah ia bahwa membaca Wirid tersebut termasuk bidah.

Karena itu, ia pun meninggalkannya dan lebih memilih untuk membaca dan mempelajari alQuran.
[sunting] Bersama Tarekat Naqsyabandiyyah

Mengenai hal ini, Syaikh Rasyid menyebutkan bahwa yang membuatnya gandrung mempelajar Tasawuf adalah pesona kitab Ihya Ulum ad-Diin karya Imam Al-Ghazali. Kemudian beliau meminta kepada gurunya dalam tarekat Syadziliyyah, Muhammad Al-Qawiqji untuk memperkenankannya untuk tetap menjalankan tarekat Syadziliyyah secara formalitas saja.
[sunting] Beralih Dari Tasawuf Ke Pemahaman Salaf

Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan sebagai Sufi, beliau menuturkan pengalamannya, Saya sudah menjalani Tarekat Naqsyabandiyyah, mengenal yang tersembunyi dan paling tersembunyi dari misteri-misteri dan rahasia-rahasianya. Aku telah mengarungi lautan Tasawuf dan telah meneropong intan-intan di dalamnya yang masih kokoh dan buih-buihnya yang terlempar ombak. Namun akhirnya petualangan itu berakhir ke tepian damai, pemahaman Salaf ash-Shalih dan tahulah aku bahwa setiap yang bertentangan dengannya adalah kesesatan yang nyata. Beliau banyak terpengaruh oleh majalah al-Urwah al-Wutsqa dan artikel-artikel para ulama dan sastrawan. Terlebih, pengaruh gurunya, Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ia benar-benar terpengaruh sekali sehingga seakan gurunya lah yang telah menggerakkan akal dan pikirannya untuk membuang jauh-jauh seluruh bidah dan menggabungkan antara ilmu agama dan modern serta mengupayakan tegak kokohnya umat dalam upaya menggapai kemenangan. Dan yang lebih banyak mempengaruhinya lagi adalah beliau buku-buku karya Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab.
Kategori: Kelahiran 1865 | Kematian 1935 | Meninggal usia 70 | Cendekiawan Muslim | Tokoh Suriah

59.Zakir Naik
Zakir Naik
230px Zakir Abdul Karim Naik 18 Oktober 1965 (umur 45) Mumbai, Maharashtra, India Kishinchand Chellaram College University of Mumbai ulama Islam, dokter medis, orator

Lahir

Pendidikan Almamater Pekerjaan

Tahun aktif Anggota dari Agama Pasangan

1991sekarang Islamic Research Foundation Islam Farhat Naik

Zakir Abdul Karim Naik (Hindi: ; lahir 18 Oktober, 1965) adalah seorang pembicara umum Muslim India, dan penulis hal-hal tentang Islam dan perbandingan agama. Secara profesi, ia adalah seorang dokter medis, memperoleh gelar Bachelor of Medicine and Surgery (MBBS) dari Maharashtra, tapi sejak 1991 ia telah menjadi seorang ulama yang terlibat dalam dakwah Islam dan perbandingan agama. Ia menyatakan bahwa tujuannya ialah membangkitkan kembali dasar-dasar penting Islam yang kebanyakan remaja Muslim tidak menyadarinya atau sedikit memahaminya dalam konteks modernitas. Zakir Naik adalah pendiri dan presiden Islamic Research Foundation (IRF)[1] sebuah organisasi nirlaba yang memiliki dan menyiarkan jaringan saluran TV gratis Peace TV dari Mumbai, India.
[sunting] Biografi

Zakir Naik lahir pada tanggal 18 Oktober 1965 di Mumbai (Bombay pada waktu itu), India dan merupakan keturunan Konkani.[2] Ia bersekolah di St. Peter's High School (ICSE) di kota Mumbai. Kemudian bergabung dengan Kishinchand Chellaram College dan mempelajari kesehatan di Topiwala National Medical College and Nair Hospital di Mumbai. Ia kemudian menerima gelar MBBS-nya di University of Mumbai. Tahun 1991 ia berhenti bekerja sebagai dokter medis dan beralih di bidang dakwah atau proselitisme Islam[3] Naik mengatakan ia terinspirasi oleh late Ahmed Deedat[4] yang telah aktif di bidang dakwah selama lebih dari 40 tahun.[5] Menurut Naik, tujuannya adalah "berkonsentrasi pada remaja Muslim berpendidikan yang mulai meragukan agamanya sendiri dan merasa agamanya telah kuno"[6] dan adalah tugas setiap Muslim untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang Islam untuk melawan apa yang ia anggap sebagai bias anti-Islam oleh media Barat setelah serangan 11 September 2001 terhadap Amerika Serikat. [7] Ia telah berceramah dan menulis sejumlah buku tentang Islam dan perbandingan agama[8] juga hal-hal yang ditujukan untuk menghapus keraguan tentang Islam.[9] Sejumlah artikelnya juga sering diterbitkan di majalah India seperti Islamic Voice.[10][11][12] Thomas Blom Hansen, seorang sosiolog yang memegang posisi akademik di berbagai universitas, telah menulis bahwa gaya Naik mengabadikan Qur'an dan hadits dalam berbagai bahasa, dan bepergian ke berbagai negara untuk membicarakan Islam bersama para teolog, telah menjadikannya sangat terkenal di lingkungan Muslim dan non-Muslim. Meskipun ia biasa berbicara kepada ratusan hadirin, dan kadang ribuan hadirin, justru rekaman video dan DVD ceramahnya yang banyak didistribusikan. Perkataannya biasa direkam dalam bahasa Inggris, untuk disiarkan pada akhir pekan di sejumlah jaringan TV kabel di lingkungan Muslim Mumbai,[6] dan di saluran Peace TV, which he co-promotes. [1][13] Topik yang ia bicarakan

mencakup: "Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern", "Islam dan Kristen", dan "Islam dan Sekularisme", di antara yang lain.[6]
[sunting] Ceramah, Debat dan Kontroversi

Naik telah mengadakan banyak debat dan ceramah di seluruh dunia, ia biasa mengadakannya di Mumbai, India, dan setiap tahun sejak 2007 ia memimpin "Konferensi Damai]] 10 hari di Somaiya Ground, Sion, Mumbai dengan cendekiawan lainnya, termasuk politikus Malaysia, Anwar Ibrahim pada 2008. [14] Tahun 2004, Naik mengunjungi Selandia Baru[15] dan kemudian ibu kota AUstralia atas undangan Islamic Information and Services Network of Australasia. Dalam konferensinya di Melbourne, menurut jurnalis Sushi Das, "Naik memuji superioritas moral dan spiritual Islam dan mencerca kepercayaan lain dan bangsa Barat secara umum", menambahkan bahwa kata-kata Naik "mendorong jiwa keterpisahan dan memperkuat pemisahan". [16] Bulan 1 April 2005, Naik terlibat dalam debat dengan William Campbell, topiknya ialah Islam dan Kristen dalam konteks ilmu pengetahuan, di mana keduanya membicarakan dugaan kesalahan ilmiah di dalam kitab suci.[17] Khushwant Singh, seorang jurnalis India, mengatakan bahwa kata-kata Naik "kejam" dan "mereka jarang masuk debat tingkat sarjana perguruan tinggi, di mana kontestan bersaing dengan yang lainnya untuk memperoleh nilai terbaik".[18][19] Analis politik Khaled Ahmed menganggap bahwa Zakir Naik, menurut klaim superioritas Islam terhadap keyakinan religius lain, mempraktikkan apa yang ia sebut Orientalisme mundur. [20] Dalam sebuah ceeramah di Melbourne University, Naik mengatakan bwha hanya Islam yang memberikan wanita kesamaan sejati.[21] Ia menyatakan pentingnya penutup kepala dengan menganggap bahwa "pakaian Barat yang terbuka" membuat wanita lebih mungkin mengalami pelecehan seksual.[22] Tanggal 21 Januari 2006, Naik mengadakan sebuah dialog antaragama dengan Sri Sri Ravi Shankar. Acara ini mengenai konsep Tuhan dalam Islam dan Hinduisme, tujuannya ialah memberikan kesepahaman antara dua agama besar India, dan mengeluarkan kesamaan antara Islam dan Hinduisme, seperti bagaimana berhala dilarang. Diadakan di Bangalore, India dengan 50.000 orang memadati Palace Grounds.[23] Bulan August 2006, kunjungan dan konferensi Naik di Cardiff (Britania Raya) menjadi obyek kontroversi ketika MP (anggota parlemen) Wales David Davies meminta acaranya dibatalkan. Ia menyebutnya seorang 'penjual kebencian', dan mengatakan pandangannya tidak pantas memperoleh 'platform publik'; Muslim dari Cardiff, mempertahankan hak berbicara Naik di kota mereka. Saleem Kidwai, Sekretaris Jenderal Muslim Council of Wales, tidak setuju dengan Davies, menyatakan bahwa "orang-orang yang mengenalnya (Naik) tahu bahwa ia adalah salah satu orang paling tidak kontroversial yang pernah ada. Ia berbicara tentang kesamaan antar agama, dan bagaimana kita harus hidup selaras dengan mereka", dan mengundang Davies untuk membicarakan lebih jauh dengan Naik secara pribadi di konferensi ini. Konferensi tetap berjalan, setelah dewan Cardiff mengatakan bahwa mereka senang apabila ia tidak berceramah dengan pandangan ekstremis.[24][25]

Setelah sebuah ceramah oleh Paus Benediktus XVI bulan September 2006, Naik menantang debat publik langsung dengannya. Sri Paus menerima ajakan ini tapi dengan satu syarat: Zakir Naik harus berpedoman Al Quran bukan kitab suci yang diwahyukan secara langsung oleh Tuhan. Sebuah syarat yang langsung mementahkan ajakan debat itu sendiri.[26][27] Bulan November 2007, IRF mengadakan konferensi dan pameran Islam internasional 10 hari bertemakan Konferensi Damai di Somaiya Ground di Mumbai. Ceramah tentang Islam dilaksanakan Naik juga dua puluh cendekiawan Islam lainnya dari seluruh dunia.[28] Selama salah satu ceramahnya, Naik memprovokasi kemarahan di antara anggota komunitas Syiah di konferensi itu ketika ia menyebutkan kata-kata "Radhiyallah taa'la anhu" (berarti 'Semoga Allah mengampuninya') setelah menyebut nama Yazid I dan menyebutkan bahwa Pertempuran Karbala hanya berdasarkan politik.[29] Lainnya mempercayai komentar ini disengaja.[30] Dalam terbitan 22 Februari 2009, Indian Express membuat daftar "100 Orang India Terkuat 2009" di antara satu milyar penduduk India, Zakir Naik masuk peringkat 82. Dalam daftar khusus "10 Guru Spiritual Terbaik India", Zakir Naik ada di peringkat 3, setelah Baba Ramdev dan Sri Sri Ravi Shankar, menjadi satu-satunya Muslim di daftar ini.
[sunting] Catatan kaki

1. ^ a b Mazumdar, Sudip (2006-01-23). "Beaming In Salvation". Newsweek International. 2. ^ "Zakir Naik". Tungekar.com. Diakses pada 30 Agustus 2009. 3. ^ http://drzakirnaik.com/Home/AboutMe/tabid/54/Default.aspx - Biography of Dr. Zakir Naik from DrZakirNaik.com (situs web yang dibentuk muridnya) 4. ^ Spreading Gods Word Is His Mission - Arab News 5. ^ Muslims Mourn Ahmed Deedat, IslamOnline.net, August 8, 2005 6. ^ a b c Hansen, Thomas (2001). Wages of Violence: Naming and Identity in Postcolonial Bombay. Princeton University Press. hlm. 177. ISBN 0-691-08840-3. 7. ^ Media Urged to Counter Anti-Muslim Bias - Arab news, Sunday October 9, 2005 8. ^ Ten Most Common Questions asked by Christian Missionaries against Islam by Dr. Zakir Naik on IRF.net 9. ^ FAQs on Islam by Dr. Zakir Naik 10. ^ Prohibition of Alcohol in Islam - Islamic Voice 11. ^ Was Islam Spread by the Sword? - by Dr. Zakir Naik 12. ^ Are Ram And Krishna Prophets Of God? - Islamic Voice 13. ^ Syed Neaz Ahmad (February 23, 2007). "Peace TV Reaching 50 Million Viewers Dr. Zakir Naik". Saudi Gazette. Diakses pada 18 Mei 2007. 14. ^ Shahid Raza Burney (2007-12-31) Zakir Naiks Remarks on Yazid Spark Anger Among Muslims Arab News. Retrieved on 2009-07-30. 15. ^ "Scholar clears the air about Islam labels" (PDF). Te Waha Nui. 6 September 2004. Diakses pada 20 Mei 2007. 16. ^ "Between two worlds". The Age. 28 Juli 2005. Diakses pada 20 Mei 2007. 17. ^ Khaled Ahmed (2006-01-08) WORD FOR WORD: William Campbell versus Zakir Naik Daily Times. Retrieved on 2009-07-30. 18. ^ One mans belief is anothers shackle by Khuswant Singh, 19. ^ Why Muslims lag behind by Khuswant Singh, 20. ^ "Second opinion: Zakir Naiks reverse orientalism Khaled Ahmeds TV Review". Daily Times. 16 Desember 2003. Diakses pada 20 Mei 2007. 21. ^ "Islam's gender debate at the fore". Theage.com.au. Diakses pada 30 Agustus 2009.

22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

^ "The clash of ignorance". Theage.com.au. 6 Agustus 2005. Diakses pada 30 Agustus 2009. ^ Religious dialogue for Spiritual Enlightenment Retrieved on 2009-07-20. ^ Row over Islamic preacher - WalesOnline.co.uk ^ Katie Bodinger (2006-08-21). "Cleric's address hailed a success". Icwales.icnetwork.co.uk. Diakses pada 30 Agustus 2009. ^ Dr Zakir Naik invites Pope Benedict XVI for open interfaith dialogue - Pak Tribune, September 29, 2006 ^ Pope Benedicts Provocative Utterances op ed by Latheef Farook, South Asia News Agency, October 18, 2006 ^ Justice, peace & unity: The cornerstone of Islam by Syed Neaz Ahmad, Saudi Gazette, ^ Row_over_Islamic_preachers_remarks by Mohammed Wajihuddin,Times of India ^ Zakir Naiks Remarks on Yazid Spark Anger Among Muslims by Shahid Raza Burney ,Arab News

Kategori: Kelahiran 1965 | Orang hidup berusia 46 | Cendekiawan Muslim | Muslim India | Tokoh dari Mumbai | Alumni Universitas Mumbai

60.Ibnu Rusyd

Ibnu Rusyd atau Averroes, dari detail lukisan Triunfo de Santo Toms, karya artis Florence abad ke-14 Andrea Bonaiuto.

Ibnu Rusyd (Ibnu Rushdi, Ibnu Rusyid, 1126 - Marrakesh, Maroko, 10 Desember 1198) dalam bahasa Arab dari Spanyol (Andalusia).

dan dalam bahasa Latin Averroes, adalah seorang filsuf


[sunting] Ikhtisar

Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520 Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja'far Harun dan Ibnu Baja. Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan.

Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang memengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.
[sunting] Pemikiran Ibnu Rusyd

Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada. Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu Rusyd tentang akidah dan sikap keberagamaannya.
[sunting] Karya

Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih) Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran) Fasl Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syariat (filsafat dalam Islam dan menolak segala paham yang bertentangan dengan filsafat)

Kategori: Kelahiran 1126 | Kematian 1198 | Meninggal usia 72 | Filsuf | Cendekiawan Muslim | Cendekiawan Al-Andalus

61.Sa'adi
Syekh Sa'adi (bahasa Persia: , nama lengkapnya dalam Bahasa Indonesia: Abu Muhammad Mushlihuddin bin Abdullah) (1184 - 1283/1291?) adalah salah satu penyair Persia di Zaman Keemasan Islam. Ia juga turut terkenal dengan kedalaman ilmu pemikiran sosial.
[sunting] Biografi

Dilahirkan di Shiraz, Persia, Syekh Sa'adi berhijrah ke Baghdad ketika berusia muda untuk mempelajari sastra Arab dan juga Iptek Islam di An-Nizhamiyyah, Baghdad (1195-1226). Disebabkan ketidakstabilan keadaan pemerintahan Islam setelah penyerbuan bangsa Mongol, ia menjelajah ke Anatolia, Suriah, Mesir dan Irak. Dalam hasil tulisannya, ia turut menjelajah sejauh India dan Asia Tengah. Sa'adi ini bagaikan Marco Polo yang merantau ke negeri-negeri asing dari tahun 1271 hingga 1294. Perbedaan antara dua tokoh ini ialah Marco Polo menjelajah ke negeri-negeri kaya dan bergaul dengan bangsawan-bangsawan, sedangkan Sa'adi bergaul dengan orang yang selamat dari keganasan bangsa Mongol. Ia bertemu dan berbicara dengan pedagang, petani, pengkhotbah, pengelana, pencuri dan sufi. Sekurang-kurangnya 20 tahun ia melakukan perkara yang sama yaitu memberi khotbah, menasihati masyarakat, menuntut ilmu, dan memperbaiki khotbahnya supaya diisi ilmu-ilmu yang berguna. Saat pulang ke tempat kelahirannya, Shiraz, ia telah tua. Kepulangan beliau dielu-elukan penduduk kota itu. Malahan, pemerintah wilayah Shiraz juga turut mengelu-elukan kepulangannya. Sebagai balasan terhadap budi baik pemerintah Shiraz, ia menggunakan nama pemerintah itu yaitu Sa'adi bin Zangi sebagai nama penanya. Sa'adi juga turut menulis beberapa

puisi bagi menghargai layanan baik pemerintah Shiraz ini. Ia kemudian menghabiskan masa tua di kota ini.
[sunting] Hasil Penulisan

Tulisannya yang terkenal ialah Bostan (Kebun) dari tahun 1257, dan juga Gulistan (Taman Mawar Merah) pada tahun 1258. Kitab Bostan ini adalah kumpulan puisi-puisi dan juga ceritacerita yang mengisahkan sifat-sifat yang harus ada pada setiap Muslim yaitu adil, rendah diri, murah hati dan tidak tamak. Karya Golestan di dalamnya berbentuk prosa dan mengandung cerita dan persitiwa-persitiwa pribadi. Karya ini diselitkan dengan puisi-puisi pendek yang mengandung aforisme, nasihat dan juga lelucon. Sa'adi juga turut menggambarkan sifat manusia yang tidak mau munasabah.
Kategori: Tokoh Iran | Cendekiawan Muslim | Kelahiran 1184

62. Said Al-Andalusi


Al-Andalus (Arab: al-andalus) adalah nama dari bagian Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang diperintah oleh orang Islam, atau orang Moor, dalam berbagai waktu antara tahun 711 dan 1492.[1] Al-Andalus juga sering disebut Andalusia, namun penggunaan ini memiliki keambiguan dengan wilayah administratif di Spanyol modern Andalusia. Masa kekuasaan Islam di Iberia dimulai sejak Pertempuran Guadalete, ketika pasukan Umayyah pimpinan Tariq bin Ziyad mengalahkan orang-orang Visigoth yang menguasai Iberia. Awalnya Al-Andalus merupakan provinsi dari Kekhalifahan Umayyah (711-750), lalu berubah menjadi sebuah keamiran (c. 750-929), sebuah kekhalifahan, (929-1031), dan akhirnya "taifa" yaitu kerajaan-kerajaan kecil pecahan dari kekhalifahan tersebut (1031-1492). Karena pada akhirnya orang-orang Kristen berhasil merebut kembali Iberia dari tangan umat Islam (Reconquista secara harfiah "penaklukkan ulang"), nama Al-Andalus umumnya tidak merujuk kepada Iberia secara umum, tapi kepada daerah-daerah yang dikuasai para Muslim pada zaman dahulu. Pada 1236, benteng terakhir umat Islam di Spanyol, Granada menyatakan tunduk kepada Ferdinand III dari Kastilia, dan menjadi negara bawahan Kastilia, hingga pada 1492 Muhammad XII menyerah sepenuhnnya kepada Los Reyes Catlicos (Kerajaan Katolik Spanyol) pimpinan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Sedangkan kekuasaan Islam di Portugal berakhir pada 1249 dengan ditaklukkannya Algarve oleh Afonso III. Kekalahan penguasa Muslim kemudian diikuti oleh penganiyaan dan pengusiran terhadap kaum Muslim dan Yahudi di Spanyol.[2]
Asal kata "Al-Andalus"

Etimologi dari nama Al-Andalus belum diketahui secara pasti. Nama ini digunakan untuk merujuk kepada semenanjung Iberia atau daerah Selatan Iberia yang dikuasai umat Islam, dan bukti paling awal dari nama ini adalah pada koin yang dicetak oleh pemerintah Islam di Iberia sekitar 715 (tahun pencetakan juga tidak pasti karena koin dituliskan dalam Latin dan Arab, dan keduanya memberikan tahun yang berbeda).[3] Terdapat setidaknya tiga teori etimologi yang pernah diusulkan oleh para ilmuwan Barat, semuanya menganggap bahwa nama ini berasal dari zaman kekuasaan Romawi di Semenanjung Iberia.

Teori pertama adalah nama tersebut berasal dari Vandal, suku Jerman yang menguasai sebagian Iberia selama 407-429. Salah satu ilmuwan yang menerima teori ini adalah Reinhart P. Dozy, sejarawan abad ke-19.[4] Teori kedua adalah berasal dari Arabisasi kata "Atlantik". Pendukung teori ini adalah sejarawan Spanyol Vallv.[5] Teori ketiga yang diajukan oleh Halm (1989)[6] adalah bahwa nama ini berawal dari nama yang diberikan suku Visigoth yang berkuasa di Iberia pada abad ke-5 hingga 9. Dalam bahasa Latin, Iberia Visigoth disebut Gothica Sors (tanah undian Goth). Halm memprediksikan bahwa dalam bahasa Gothic "tanah undian" mungkin disebut *landahlauts, dan ia menyarankan dari sinilah asal nama Al-Andalus berasal. Ketiga teori ini semuanya tidak memiliki bukti historis, sehingga dapat dikatakan amat lemah. Pelopor dan pembela dari ketiga teori ini semuanya adalah sejarawan. Namun belakangan, ahli bahasa telah diikutsertakan dalam diskusi ini. Argumen-argumen dari ilmu sejarah, linguistik dan toponimi (ilmu yang mempelajari nama daerah), selanjutnya menunjukkan kelemahan semua teori diatas, dan bahwa nama Al-Andalus ternyata berasal dari masa Romawi.[7]
Sejarah Penaklukan dan masa-masa awal

Sebelum kedatangan umat Islam, daerah Iberia merupakan kerajaan Hispania yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth. Pada 711, pasukan Umayyah yang sebagian besar merupakan bangsa Moor dari Afrika Barat Laut, menyerbu Hispania dipimpin jenderal Tariq bin Ziyad, dan dibawah perintah dari Kekhalifahan Umayyah di Damaskus. Pasukan ini mendarat di Gibraltar pada 30 April, dan terus menuju utara. Setelah mengalahkan Raja Roderic dari Visigoth dalam Pertempuran Guadalete (711), kekuasaan Islam terus berkembang hingga pada 719 hanya daerah Galicia, Basque dan Asturias yang tidak tunduk kepada kekuasaan Islam. Setelah itu, pasukan Islam menyeberangi Pirenia untuk menaklukkan Perancis, namun berhasil dihentikan oleh kaum Frank dalam pertempuran Tours (732). Daerah yang dikuasai Muslim Umayyah ini disebut provinsi Al-Andalus, terdiri dari Spanyol, Portugal dan Perancis selatan sekarang. Pada awalnya, Al-Andalus dikuasai oleh seorang wali (gubernur) yang ditunjuk oleh Khalifah di Damaskus, dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an, terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan Khalifah. Pada 746, Yusuf Al-Fihri memenangkan perang saudara tersebut, menjadi seorang penguasa yang tidak terikat kepada pemerintahan di Damaskus.
Keamiran dan Kekhalifahan Kordoba

Kekhalifahan Kordoba c. 1000 pada masa kejayaan Al-Mansur.

Pada 750, bani Abbasiyah menjatuhkan pemerintahan Umayyah di Damaskus, dan merebut kekuasaan atas daerah-daerah Arabia. Namun pada 756, pangeran Umayyah di pengasingan Abdurrahman I (Ad-Dakhil) melengserkan Yusuf Al-Fihri, dan menjadi penguasa Kordoba dengan gelar Amir Kordoba. Abdurrahman menolak untuk tunduk kepada kekhalifahan Abbasiyah yang baru terbentuk, karena pasukan Abbasiyah telah membunuh sebagian besar keluarganya. Ia memerintah selama 30 tahun, namun memiliki kekuasaan yang lemah di AlAndalus dan ia berusaha menekan perlawanan dari pendukung Al-Fihri maupun khalifah Abbasiyah.

Selama satu setengah abad berikutnya, keturunannya menggantikannya sebagai Amir Kordoba, yang memiliki kekuasaan tertulis atas seluruh Al-Andalus bahkan kadang-kadang meliputi Afrika Utara bagian barat. Pada kenyataannya, kekuasaan Amir Kordoba, terutama di daerah yang berbatasan dengan kaum Kristen, sering mengalami naik-turun tergantung kecakapan dari sang Amir yang sedang berkuasa. Amir Abdullah bin Muhammad bahkan hanya memiliki kekuasaan atas Kordoba saja. Cucu Abdullah, Abdurrahman III, menggantikannya pada 912, dan dengan cepat mengembalikan kekuasaan Umayyah atas Al-Andalus dan bahkan Afrika Utara bagian barat. Pada 929 ia mengangkat dirinya sebagai Khalifah, sehingga keamiran ini sekarang memiliki kedudukan setara dengan kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad dan kekhalifahan Syi'ah di Tunis.

Periode kekhalifahan ini dianggap oleh para penulis Muslim sebagai masa keemasan AlAndalus. Hasil panen yang diperoleh melalui irigasi serta bahan makanan yang diimpor dari Timur Tengah mencukupi untuk penduduk Kordoba dan kota-kota lainnya di Al-Andalus, dengan sektor ekonomi pertanian paling maju di Eropa. Kordoba dibawah kekhalifahan ini memiliki populasi sekitar 500.000, mengalahkan Konstantinopel sebagai kota terbesar dalam hal jumlah maupun kemakmuran penduduk di Eropa.[8] Dalam dunia Islam, Kordoba merupakan salah satu pusat budaya yang maju. Karya-karya ilmuwan dan filsuf Al-Andalus, seperti Abul Qasim dan Ibnu Rusyd memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan intelektual di Eropa zaman pertengahan. Orang-orang Muslim dan non-Muslim sering datang dari luar negeri untuk belajar di berbagai perpustakaan dan universitas terkenal di Al-Andalus. Yang paling terkenal adalah Michael Scot, yang menerjemahkan karya-karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, dan Al-Bitruji dan membawanya ke Italia. Karya-karya ini kemudian memiliki dampak penting dalam berawalnya Renaisans di Eropa.[9][10]
[sunting] Periode Taifa pertama

Kekhalifahan Kordoba mengalami kejatuhan dalam perang saudara antara 1009 hingga 1013, dan akhirnya dihapuskan pada 1031. Al-Andalus kini terpecah menjadi banyak kerajaan kecil, yang disebut taifa. Taifa-taifa ini pada umumnya amat lemah sehingga tidak dapat mempertahankan diri menghadapi serangan-serangan dan permintaan upeti dari kerajaankerajaan Kristen di daerah utara dan barat, antara lain Kerajaan Navarre, Len, Portugal, Kastilia dan Aragon, serta Barcelona. Akhirnya serangan-serangan ini berubah menjadi penaklukan, sehingga taifa-taifa di Al-Andalus meminta bantuan dari dinasti Al-Murabitun (Almoravid) yang berhaluan Islam fundamental di Afrika Utara. Orang-orang Murabitun mengalahkan raja Kastilia Alfonso VI, dalam Pertempuran Zallqah dan Pertempuran Ucls, dan akhirnya menguasai AlAndalus.
Murabitun, Muwahidun, dan Banu Marin

Pada 1086, pemimipin Murabitun di Maroko Yusuf bin Tasyfin diundang oleh para bangsawan Muslim di Iberia untuk mempertahankan Iberia dari Alfonso VI, raja Kastilia dan Len. Pada tahun itu juga Yusuf menyeberangi selat Gibraltar menuju Algeciras, dan mengalahkan kaum Kristen dengan telak dalam pertempuran Zallqah. Pada 1094, Yusuf bin Tasyfin menghapuskan

kekuasaan dari semua penguasa-penguasa kecil Islam di Iberia, dan mengambil alih semua daerah mereka, kecuali Zaragoza. Ia juga merebut Valencia dari tangan umat Kristen. Pada 1147, kekuasaan kaum Murabitun digantikan oleh kaum Muwahidun (Almohad), yang juga berasal dari suku Berber. Penguasa Muwahidun memindahkan ibukota Al-Andalus ke Sevilla pada 1170, dan mengalahkan raja Kastilia Alfonso VIII dalam Pertempuran Alarcos (1195). Namun pada 1212 gabungan Kerajaan Kristen Kastilia, Navarra, Aragon, dan Portugal mengalahkan kaum Muwahidun pada Pertempuran Las Navas de Tolosa, dan memaksa sultan Muwahidun meninggalkan Iberia. Umat Islam di Iberia kembali terpecah dalam taifa-taifa yang lemah, dan dengan cepat ditaklukkan oleh Portugal, Kastilia dan Aragon. Setelah jatuhnya Murcia (1243) dan Algarve (1249), hanya Granada pimpinan Banu Nasri-lah negara Islam yang tersisa, namun hanya sebagai negara bawahan yang membayar upeti kepada Kerajaan Kastilia. Upeti ini berupa emas dari daerah yang sekarang bernama Mali dan Burkina Faso, yang dibawa melalui jalur perdagangan di gurun Sahara. Pada abad ke-14, dinasti Islam Banu Marin (Marinid) di Maroko mengalami kemajuan dan mengancam kerajaan-kerajaan Kristen di Iberia. Banu Marin kemudian mengambil alih Granada dan menduduki kota-kotanya, seperti Algeciras. Namun, mereka gagal merebut Tarifa, yang bertahan dari serangan Banu Marin hingga kedatangan Tentara Kastilia pimpinan Raja Alfonso XI. Alfonso XI, dibantu Afonso IV dari Portugal dan Pedro IV dari Aragon, mengalahkan Banu Marin pada Pertempuran Rio Salado (1340) dan merebut Algeciras (1344). Alfonso XI juga mengepung Gibraltar, yang saat itu dikuasai Granada, selama 1349-1350, namun Alfonso XI dan sebagian besar pasukannya dibinasakan oleh wabah Kematian Hitam di tahun 1350.[11] Penggantinya, Pedro dari Kastilia (Peter si Kejam), memutuskan berdamai dengan umat Islam dan berperang melawan kerajaan-kerajaan Kristen yang lain.[12] Peristiwa ini menandai dimulainya 150 tahun pemberontakan dan perang saudara umat Kristen di Eropa, yang mengamankan keberadaan Granada.
Keamiran Granada Artikel utama untuk bagian ini adalah: Banu Nasri

Setelah perjanjian perdamaian dengan Raja Pedro dari Kastilia, Granada menjadi sebuah negara yang aman merdeka hingga hampir 150 tahun berikutnya. Umat Islam diberi kemerdekaan, kebebasan bergerak dan beragama, dan dibebaskan dari upeti selama 3-tahun. Setelah tiga tahun, umat Islam diharuskan membayar upeti tidak lebih dari yang diharuskan sebelumnya pada masa Banu Nasri. Pada 1469, terjadi pernikahan antara Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella dari Kastilia yang mengisyaratkan serangan terhadap Granada, yang direncanakan secara hati-hati dan didanai dengan baik. Ferdinand dan Isabella kemudian meyakinkan Paus Siktus IV untuk menyatakan perang mereka sebagai perang suci. Mereka mengalahkan satu persatu perlawanan umat Islam dan akhirnya pengepungan tersebut berakhir saat Sultan Granada Muhammad Abu Abdullah (Boabdil) menyerahkan istana dan benteng Granada, Alhambra kepada kekuasaan Kristen, dan menandai berakhirnya kekuasaan Islam di Iberia.
[sunting] Masyarakat

Masyarakat Al-Andalus terdiri dari tiga kelompok utama berdasarkan agama: Muslim, Kristen, dan Yahudi. Dalam tiap-tiap kota, komunitas-komunitas ini tinggal di daerah yang berbeda. Umat Islam sendiri, walaupun disatukan oleh agama yang sama, kadang terbagi-bagi menurut

etnis, terutama perbedaan antara orang Arab dan orang Berber. Orang-orang Arab tinggal di bagian selatan dan di Lembah Ebro di timur laut, sedangkan orang-orang Berber tinggal di daerah pegunungan yang sekarang berada di utara Portugal, dan di Meseta Central. Muzarab (atau Mozarab/Musta'rib) adalah orang Kristen yang hidup dalam kekuasaan Islam di AlAndalus dan mengikuti banyak adat, kesenian, dan kata-kata dari bahasa Arab, namun masih memelihara tradisi dan ibadah Kristen mereka dan bahasa turunan Latin yang mereka miliki, disebut Bahasa Muzarab. Orang-orang Yahudi biasanya bekerja sebagai pedagang, pemungut pajak, dokter atau duta besar. Pada akhir abad ke-15 terdapat sekitar 50.000 Yahudi di Granada dan 100.000 di seluruh Al-Andalus.[13]
[sunting] Muslim dan Non-Muslim di Al-Andalus [sunting] Perlakuan terhadap non-Muslim Gambar dari seorang penyanyi Yahudi membaca kisah Pesakh di Al-Andalus.

Perlakuan terhadap non-Muslim di Al-Andalus merupakan bahan diskusi dan perdebatan di antara para ahli dan para pengamat, terutama mereka yang tertarik dengan keberadaan bersama umat Muslim dan non-Muslim di dunia modern. Kaum non-muslim di Al-Andalus, seperti Kristen dan Yahudi, dalam hukum Islam merupakan dzimmi, yang bebas menjalankan ajaran agamanya, tidak didorong untuk masuk Islam, namun membayar pajak yang disebut jizyah.[14] Para ahli berpendapat bahwa agama minoritas (termasuk Yahudi) di Al-Andalus yang dikuasai umat Islam diperlakukan jauh lebih baik daripada di daerah Eropa Barat yang dikuasai Kristen, dan mereka hidup dalam "masa keemasan" toleransi, saling menghormati dan keharmonisan antarumat beragama. Al-Andalus merupakan pusat kunci peradaban Yahudi pada Abad Pertengahan, dan menghasilkan ilmuwan-ilmuwan ternama, seperti Maimonides, rabbi, filsuf, dan dokter yang menjadi ikon masa keemasan Yahudi di Al-Andalus. Masyarakat Yahudi di Al-Andalus juga merupakan salah satu masyarakat Yahudi yang paling stabil dan paling makmur. Sedangkan umat Kristen di Al-Andalus disebut kaum Muzarab. Kaum Muzarab merupakan keturunan orang Kristen terdahulu di Spanyol yang tetap memeluk Kristen namun mengadopsi budaya Arab.[14] Bahasa mereka, Bahasa Muzarab, merupakan bahasa Roman yang dipengaruhi oleh bahasa Arab dan dituliskan dalam abjad Arab. Maria Rosa Menocal, spesialis sastra Iberia di Universitas Yale, berpendapat bahwa "toleransi merupakan aspek melekat pada masyarakat Andalus".[15] Dalam bukunya The Ornament of the World (2003), Menocal berpendapat bahwa sebagai dzimmi, agama minoritas di Al-Andalus diberikan hak yang lebih terbatas daripada umat Muslim, namun masih lebih baik daripada di daerah Eropa yang dikuasai Kristen. Orang-orang Yahudi dan sekte-sekte Kristen yang dianggap terlarang datang dari seluruh Eropa ke Al-Andalus, tempat mereka menerima toleransi. Bernard Lewis memiliki pandangan yang berbeda, dan berpendapat bahwa "klaim toleransi yang sekarang banyak didengar dari apologis Muslim, dan khususnya apologis untuk Islam, merupakan hal baru dan tidak diketahui asal-usulnya."[16] Lewis menolak bahwa Muslim dan non-Muslim diberikan perlakuan sama di masa lalu. Ia juga mengatakan "bagaimana mungkin orang yang memeluk agama yang benar dan orang yang menolaknya dipelakukan sama? Ini merupakan hal yang mustahil secara teologi maupun logika"[16]

[sunting] Naik turunnya kekuasaan Islam

Penguasa Al-Andalus memperlakukan non-Muslim berbeda-beda sepanjang waktu. Salah satu periode toleransi adalah masa kekuasaan Abdurrahman III dan Al-Hakam II, ketika Yahudi AlAndalus mengalami kemakmuran, mencurahkan hidupnya untuk melayani Kekhalifahan Kordoba, mempelajari sains, perdagangan, dan industri, terutama perdagangan sutera dan budak, yang ikut memakmurkan negeri Al-Andalus. Al-Andalus menjadi suaka bagi kaum Yahudi yang teraniaya di negeri-negeri lain. Orang-orang Kristen di Al-Andalus, dipicu oleh contoh dari umat Kristen lain di sepanjang perbatasan Al-Andalus kadang kala menegaskan klaim-klaim Agama Kristen, dan dengan sengaja mencari kemartiran, bahkan selama masa-masa toleransi. Misalnya, 48 orang Kristen Kordoba melakukan penghinaan terhadap agama Islam, dan akhirnya dipenggal. Mereka sengaja melakukan tersebut agar mati sebagai martir, dan mereka dikenal sebagai Martir Kordoba. Beberapa orang dari generasi berikutnya-pun meneruskan hal ini, dan mereka sepenuhnya tahu apa nasib yang menimpa pendahulu mereka.[17] Setelah kematian Al-Hakam pada 976, situasi mulai memburuk bagi non-Muslim pada umumnya. Hampir 100 tahun berikutnya, pada 30 Desember 1066, peristiwa penganiayaan pertama terjadi ketika kaum Yahudi diusir dan ratusan keluarga dibunuh karena tidak mau meninggalkan Granada, dan kerusuhan setelahnya menewaskan sekitar 3.000 orang.[18] Penganiayaan terhadap Yahudi juga terjadi sesekali pada masa Murabitun dan Muwahidun,[19] tapi sumber yang ada amat sedikit dan tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai hal ini.[20] Saat terjadi kekerasan terhadap non-Muslim, banyak ilmuwan Yahudi dan bahkan Muslim yang meninggalkan daerah kekuasaan Muslim menuju Toledo, yang lebih memiliki toleransi dan telah dikuasai oleh pasukan Kristen. Sekitar 40,000 Yahudi bergabung dengan pasukan Kristen, dan sisanya bergabung dengan pasukan Murabitun menghadapi raja Alfonso VI dari Kastilia. Penguasa Muwahidun yang mengambil alih kekuasaan Murabitun pada 1147,[21] lebih fundamentalis dari Murabitun, dan memperlakukan non-Muslim dengan keras. Takut akan kematian atau paksaan pindah agama, banyak orang Yahudi yang pindah ke daerah Muslim yang lebih toleran di Selatan dan Timur,[22] atau ke daerah Kristen di Utara.[23][24] Keluarga Maimonides sendiri pindah ke daerah Muslim yang lebih toleran. Namun, penguasa Muwahidun juga mendorong perkembangan seni dan tulisan, menghasilkan diantaranya Ibnu Tufail, Ibnu Araby, dan Ibnu Rusyd.[21]
Kebudayaan

C.W. Previte-Orton menulis dalam Cambridge Medieval History, menulis

"Peradaban Saracen yang brilian di Spanyol Islam membuat orang-orang Moor, bahkan dalam kemudurannya dibawah Reyes de Taifas, sebagai orang-orang paling beradab di Barat."

Banyak suku, agama, dan ras hidup bersama-sama di Al-Andalus, dan masing-masing menyumbang terhadap kemajuan intelektual di Andalus. Buku-buku jauh lebih tersebar luas di Al-Andalus dibanding di negara lainnya di Barat.[26] Sejarah intelektual Al-Andalus terlihat dari hasilnya berupa banyaknya ilmuwan Islam dan Yahudi. Kemajuan intelektual Al-Andalus bermula dari perseturuan intelektual antara Bani Umayyah yang menguasai Al-Andalus, dengan Bani Abbasiyah yang berkuasa di Timur Tengah. Penguasa Umayyah berusaha memperbanyak perpustakaan dan lembaga pendidikan di kota-kota AlAndalus seperti Kordoba, untuk mengalahkan ibukota Abbasiyah Baghdad. Walaupun Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah saling bersaing, kedua kekhalifahan ini mengizinkan perjalanan antara kedua kekhalifahan ini dengan bebas, yang membantu penyebaran dan pertukaran ide serta inovasi dari waktu ke waktu. Pada abad ke-10, kota Kordoba memiliki 700 masjid, 60.000 istana, dan 70 perpustakaan, dan salah satu perpustakaan yang terbesar memiliki hingga 500.000 naskah.[27][28] Sebagai perbandingan, perpustakaan terbesar di Eropa Kristen saat itu memiliki tak lebih dari 400 naskah, bahkan pada abad ke-14 Universitas Paris baru memiliki sekitar 2.000 buku.[27] Perpustakaan, penyalin, penjual buku, pembuat kertas, dan sekolah-sekolah di seluruh AlAndalus menerbitkan sebanyak 60.000 buku tiap tahunnya, termasuk risalah, puisi, polemik dan antologi.[27] Sebagai perbandingan, Spanyol modern menerbitkan rata-rata 46.300 buku tiap tahunnya, menurut UNESCO.[29]
Filosofi Filosofi Islam Andalus

Sejarawan Said Al-Andalusi menulis bahwa Khalifah Abdurrahman III (912-961) mengumpulkan sejumlah besar buku dan memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang mempelajari kedokteran dan "ilmu-ilmu kuno". Penggantinya Khalifah Al-Hakam II (AlMustansir), membangun sebuah universitas dan sejumlah perpustakaan di Kordoba. Kordoba menjadi salah satu pusat pembelajaran kedokteran dan filosofi terkemuka di dunia. Namun ketika anak Al-Hakam II Hisyam II naik takhta (976), kekuasaan yang sebenarnya berada di tangan Al-Mansur bin Abi Amir.[30] Ia merupakan tokoh agama yang tidak menyukai ilmu pengetahuan, sehingga banyak buku yang dikumpulkan dengan susah payah oleh Al-Hakam II dibakar di depan umum. Setelah kematian Al-Mansur pada 1002, filosofi di Al-Andalus bangkit kembali. Sejumlah cendikiawan terkenal bermunculan, termasuk Maslamah Al-Majriti (?-1008), seorang petualang berani yang menjelajahi daerah-daerah Islam dan daerah lain, dan tergabung dalam organisasi Ikhwan As-Shafa. Al-Majriti membantu penerjemahan karya Ptolemeus Almagest, membuat dan memperbaiki berbagai tabel astronomi, dan mempelopori geodesi serta triangulasi.[31] Murid Al-Majriti yang terkenal adalah Abu Hakam Al-Kirmani,[32] yang kemudian menjadi guru bagi filsuf dan dokter terkemuka Ibnu Bajjah (Avempace)
Filosofi dan kebudayaan Yahudi Maimonides, filsuf dan dokter Yahudi terkenal dari Al-Andalus

Dengan adanya toleransi terhadap Yahudi di Al-Andalus, dan mundurnya pusat kebudayaan Yahudi di Babilonia, Al-Andalus menjadi pusat pemikiran-pemikiran intelektual Yahudi.

Penulis-penulis seperti Judah Halevi (1086-1145) dan Dunash ben Labrat (920-990) memiliki sumbangan terhadap kehidupan Al-Andalus, dan lebih penting lagi memberikan sumbangan bagi perkembangan filosofi Yahudi. Puncak dari filsafat Yahudi adalah pemikir Yahudi asal AlAndalus Maimonides (1135-1205), yang menerbitkan karya-karyanya di Maroko dan Mesir, karena menghindari dinasti Muwahidun yang berkuasa dengan keras di Al-Andalus. Ia mengarang buku Panduan bagi yang Bingung, dan memperbaharui hukum Yahudi, sehingga dijuluki "Musa baru" (nama depan Maimonides sendiri adalah Moses/Musa).[14]
Kedokteran

Dokter dan tabib dari Al-Andalus memiliki sumbangan yang penting bagi bidang kedokteran, termasuk anatomi dan fisiologi. Di antaranya adalah Abul Qasim Az-Zahrawi (Abulcasis), "bapak ilmu bedah modern",[33] yang menuliskan Kitab at-Tashrif, buku penting dalam kedokteran dan ilmu bedah. At-Tashrif merupakan ensiklopedia yang terdiri dari 30 volume, yang kemudian diterjemahkan ke Bahasa Latin dan digunakan dalam sekolah kedokteran di kebudayaan Eropa maupun Islam selama berabad-abad.

Said Al-Andalus (Almera, 1029 - Toledo, 1070) "Al-Tulaytuli" (dari Toledo) adalah seorang qadi, ilmuwan dan sejarawan Al-Andalus. Karyanya yang terkenal adalah Tabaqat Al-Umam (Klasifikasi Bangsa-Bangsa), yang banyak dipelajari oleh para sejarawan. Karyanya yang lain adalah Kumpulan Sejarah Bangsa Arab dan Non-Arab, dan Koreksi Pergerakan BintangBintang.[rujukan?]
Kategori: Cendekiawan Al-Andalus | Cendekiawan Muslim

63. Abdul Wahab Siddiqi


Hazrat Allama Pir Muhammad Abdul Wahab Siddiqi (ra) (1942-1994) adalah seorang cendekiawan Sunni Muslim. Ia adalah anak ketiga dari Hazrat Allama Pir Muhammad Umar Icharvi, salah satu pemimpin religius dan cendekiawan muslim Pakistan, yang sering dijuluki dengan Munazare-Azam (Ahli Debat Terhebat) karena kesuksesannya dalam setiap perdebatan dengan sekte-sekte Islam yang lain. Meskipun ia hanya anak ketiga, akan tetapi ayahnya mempercayakan jabatan sebagai ketua cabang Naqshbandi Sufi kepadanya.
Kategori: Kelahiran 1942 | Kematian 1994 | Meninggal usia 52 | Cendekiawan Muslim

64. Sidiq Hasan Khan


Nasabnya Beliau adalah Al-Imam Al-Allamah Al-Ushuli Al-Muhaddits Al-Mufassir As-Sayyid Shiddiq bin Hasan bin Ali bin Luthfullah Al-Husaini Al-Bukhari Al-Qinnauji. Nasab beliau berakhir pada Al-Imam Husain, cucu terkecil dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu.

Kelahiran dan Pertumbuhannya Beliau lahir pada bulan Jumadil Ula tahun 1248 H (sekitar 1832) di Negeri Berlhi tanah air kakeknya yang terdekat dari pihak ibu. Kemudian keluarga beliau pindah ke kota Qinnauj, tanah air kakek-kakeknya. Ketika tahun keenam ayahnya wafat. Tinggallah ia di bawah asuhan ibunya dalam keadaan yatim. Shiddiq kecil tumbuh sebagai seorang yang afif (memelihara diri), bersih dan cinta kepada ilmu dan para ulama. Ilmu Beliau dan Belajarnya Beliau safar ke Delhi untuk menyempurnakan pelajarannya di sana. Beliau bersungguh-sungguh mendalami Al-Quran dan As-Sunnah dan membukukan ilmu keduanya. Beliau memiliki keinginan yang kuat untuk mengumpulkan buku-buku, mendapatkan pemahaman tambahan dalam membacanya serta meraih faedah-faedahnya, khususnya kitab-kitab tafsir, hadits dan ushul. Kemudian beliau safar ke Bahubal untuk mencari biaya penyambung hidup beliau. Di sana beliau mendapatkan faedah besar, yaitu menikah dengan Ratu Bahubal dan beliau digelari dengan Nawwab Jaah Amirul Malik bi Hadar. Guru-guru Beliau Guru beliau cukup banyak, di antaranya Syaikh Muhamad Yaqub, saudara Syaikh Muhammad Ishaq cucu Syaikh Al-Muhaddits Abdul Aziz Ad-Dahlawi. Di antara guru beliau juga Syaikh AlQadhi Husain bin Al-Muhsin As-Sabi Al-Anshari Al-Yamani Al-Hadidi, murid dari Asy-Syarif Al-Imam Muhammad bin Nashir Al-Hazimi murid dari Imam Asy-Syaukani. Guru beliau juga adalah Syaikh Abdul haq bin Fadhl Al-Hindi, murid dari Al-Imam Asy-Syaukani juga, dan masih banyak lagi. Karangan-karangan Beliau Dalam mengarang, beliau memiliki kemampuan yang menakjubkan, yaitu dapat menulis beberapa kitab dalam satu hari dan mengarang beberapa kitab tebal dalam beberapa hari. Karangan-karangan beliau dalam beberapa bahasa hingga 222 buah. Demikian yang dihimpun oleh Syaikh Abdul Hakim Syafaruddin, pentashih dan pentaliq kitab At-Taajul Mukallal. Beliau berkata, Di antaranya 54 berbahasa Arab, 42 berbahasa Persia, dan 107 dengan bahasa Urdu. Dan beliau belumlah menghitung jumlah yang sebenarnya. Kitab-kitab beliau memenuhi dan mencapai segala penjuru dunia islam. Banyak para ulama tafsir dan hadits yang menulis risalah tentang beliau yang berisi pujian kepada kitab-kitabnya dan mendoakan kebaikan kepada beliau. Beliau juga dianggap sebagai tokoh kebangkitan Islam dan mujaddid. Di antara karangan beliau yang tercetak dengan bahasa Arab: Fathu Bayaan fi Maqashisil Quran Nailul Maran min Tafsiiri Aayatil Ahkam Ad-Dinul Khalish Husnul Uswah bimaa Tsabata anilhiwa Rasuulihi fin Niswah Aunul Bari bi Halli Adillatil Bukhari As-Sirajul Wahhaj min Kasyfi Mathaalihi Shahihi Muslim bin Al-Hajjaj Al-Hittah fi Dzikrish Shihabis Sittah Quthfus tsamar fii Aqidatil Atsar Al-Ilmu Khaffaq fil Ilmil Itsiqaq Abjadul Ulum Dan masih banyak lagi. Wafat Beliau Beliau wafat pada tahun 1307 H, bertepatan dengan 1889 M. Maka masa kehidupan beliau

adalah 59 tahun qamariyah atau 57 tahun syamsiah. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas. Referensi: Indahnya Surga Dahsyatnya Neraka, karya Asy-Syaikh Ali Hasan, terbitan Pustaka Al-Haura Jogjakarta, halaman 81-84 )*Catatan: Di atas beliau digelari dengan Al-Allamah Al-Ushuli Al-Muhaddits Al-Mufassir As-Sayyid. Artinya adalah sebagai berikut: Al-Allamah : Orang yang banyak sekali ilmunya Al-Ushuli: Ahli ilmu ushul (ilmu-ilmu dasar dalam agama) Al-Muhaddits: Ahli dalam ilmu hadits Al-Mufassir: Ahli tafsir Adapun As-Sayyid, saya belum mendapatkan maksudnya apa. Mungkin beliau digelari dengan As-Sayyid karena beliau masih keturunan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, wallahu alam. Shidiq bin Hasan bin 'Ali bin Luthfullaah Al-Husainii Al-Bukhaarii Al-Qinnaujii. Garis keturunannya kembali kepada Imam al-Husain, cucu termuda dari Muhammad. Belaiu dilahirkan pada tanggal 19 bulan Jumadil Ulaa tahun 1248 H (14 Oktober 1832) di daerah Brailee, daerah asal kakeknya dari sisi ibunya. Kemudian, keluarganya pindah ke wilayah Qinnauj, tanah air orang tuanya. Beliau pergi ke Delhi menyempurnakan pendidikannya dan beliau berusaha keras untuk menguasai Ilmu Al-Quran dan As-Sunnah dan menulis berbagai macam ilmu mengenai keduanya. Kemudian beliau pergi ke Bahubaal, mencari nafkah dan di sana beliau berhasil mendapatkan harta dan kekayaan yang melimpah. Hal ini dikarenakan pernikahan beliau dengan Putri Kerajaan Bahubaal.

[sunting] Guru-guru

Guru-guru beliau banyak sekali, di antaranya: Syaikh Muhammad Ya'qub, saudara Syaikh Muhammad Ishaaq yang merupakan cucu dari Muhaddits Abdul Aziiz Ad-Dahlawii. Juga Syaikh Al-Qadhi Husain bin Al-Muhsin As-Saba'ii Al-Anshaarii Al-Yamani Al-Hadiidi, murid Imam Muhammad bin Naashir Al-Haazimii murid dari Imam Asy-Syaukani. Juga Syaikh Abdul Haqq bin Fadhl Al-Hindii, juga murid Imam Asy-Syaukani. Dan banyak guru-guru beliau yang lain.
[sunting] Wafat Beliau

Beliau meninggal pada tahun 1307 H (1889 M).


Kategori: Kelahiran 1832 | Kematian 1889 | Meninggal usia 57 | Cendekiawan Muslim

65. Ibnu Sina

Patung Ibnu Sina di Dushanbe

Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Ia juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang, beliau adalah "Bapak Pengobatan Modern" dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad. Ibnu Sina bernama lengkap Ab Al al-Husayn bin Abdullh bin Sn (Persia Abu Ali Sina atau dalam tulisan arab : ) . Ibnu Sina lahir pada 980 di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia), dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran). Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak di antaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai "bapak kedokteran modern." George Sarton menyebut Ibnu Sina "ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu." pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).
[sunting] Awal Kehidupan

Kehidupannyan dikenal lewat sumber - sumber berkuasa. Suatu autobiografi membahas tiga puluh tahun pertama kehidupannya, dan sisanya didokumentasikan oleh muridnya al-Juzajani, yang juga sekretarisnya dan temannya. Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah ibunya Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia). Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur suatu daerah

di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah Afganistan (dan juga Persia). Dia menginginkan putranya dididik dengan baik di Bukhara. Meskipun secara tradisional dipengaruhi oleh cabang Islam Ismaili, pemikiran Ibnu Sina independen dengan memiliki kepintaran dan ingatan luar biasa, yang mengizinkannya menyusul para gurunya pada usia 14 tahun. Ibn Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman di antara para tetangganya; dia menampilkan suatu pengecualian sikap intellectual dan seorang anak yang luar biasa kepandaiannya / Child prodigy yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun dan juga seorang ahli puisi Persia. Dari seorang pedagan sayur dia mempelajari aritmatika, dan dia memulai untuk belajar yang lain dari seorang sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan mengajar anak muda. Meskipun bermasalah besar pada masalah - masalah metafisika dan pada beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu setengah tahun berikutnya, dia juga mempelajari filosofi, dimana dia menghadapi banyak rintangan. pada beberapa penyelidikan yang membingungkan, dia akan meninggalkan buku - bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid, dan terus salat sampai hidayah menyelesaikan kesulitan - kesulitannya. Pada larut malam dia akan melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya dengan kadangkala segelas susu kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah akan mengikutinya dan memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan, dia membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai suatu hari mereka menemukan pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi, yang dibelinya di suatu kedai buku seharga tiga dirham. Yang sangat mengagumkan adalah kesenangannya pada penemuan, yang dibuat dengan bantuan yang dia harapkan hanya misteri, yang mempercepat untuk berterima kasih kepada Allah SWT, dan memberikan sedekah atas orang miskin. Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui perhitungannya sendiri, menemukan metode metode baru dari perawatan. Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan menemukan bahwa "Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat - obat yang sesuai." Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran. Pekerjaan pertamanya menjadi fisikawan untuk emir, yang diobatinya dari suatu penyakit yang berbahaya. Majikan Ibnu Sina memberinya hadiah atas hal tersebut dengan memberinya akses ke perpustakaan raja Samanids, pendukung pendidikan dan ilmu. Ketika perpustakaan dihancurkan oleh api tidak lama kemudian, musuh - musuh Ibnu Sina menuduh din oa yang membakarnya, dengan tujuan untuk menyembunyikan sumber pengetahuannya. Sementara itu, Ibnu Sina membantu ayahnya dalam pekerjaannya, tetapi tetap meluangkan waktu untuk menulis beberapa karya paling awalnya. Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun, ayahnya meninggal.Samanid dynasty menuju keruntuhannya pada Desember 1004. Ibnu Sina menolak pemberian Mahmud of Ghazni, dan menuju kearah Barat ke Urgench di Uzbekistan modern, dimana vizier, dianggap sebagai teman seperguruan, memberinya gaji kecil bulanan. Tetapi gajinya kecil, sehingga Ibnu Sina mengembara dari satu tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke perbatasan Khorasan, mencari suatu

opening untuk bakat - bakatnya. Shams al-Ma'li Qbtis, sang dermawan pengatur Dailam, seorang penyair dan sarjana, yang mana Ibn Sina mengharapkan menemukan tempat berlindung, dimana sekitar tahun (1052) meninggal dibunuh oleh pasukannya yang memberontak. Ibnu Sina sendiri pada saat itu terkena penyakit yang sangat parah. Akhirnya, di Gorgan, dekat Laut Kaspi, Ibnu Sina bertamu dengan seorang teman, yang membeli sebuah ruman didekat rumahnya sendiri idmana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi. Beberapa dari buku panduan Ibnu Sina ditulis untuk orang ini ; dan permulaan dari buku Canon of Medicine juga dikerjakan sewaktu dia tinggal di Hyrcania.
[sunting] Kematian

Ibnu Sina wafat pada tahun 1037 M di Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Ia wafat ketika sedang mengajar di sebuah sekolah. Saat itu dia sedang sakit parah tetapi tetap saja bersikeras utuk mengajar anak-anak, saat dia wafat anak-anak itu merasa beruntung sekali mempunyai kesempatan untuk bertemu Ibnu Sina untuk terakhir kalinya karena saat akan dibawa ke rumah dia sudah kehilangan nyawa dan tidak dapat ditolong.
[sunting] Karya Ibnu Sina

Qanun fi Thib (Canon of Medicine)(Terjemahan bebas:Aturan Pengobatan) Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan) An Najat

Kategori: Kelahiran 980 | Kematian 1037 | Meninggal usia 57 | Filsuf | Cendekiawan Muslim | Ilmuwan Ira

66.Syed Muhammad Naquib al-Attas


Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah sedikit dari segelintir intelektual Muslim kontemporer yang intelektualitasnya berakar kuat pada tradisi Islam. Al-Attas menggunakan istilah-istilah yang telah mapan dalam tradisi keilmuan Islam. Hal ini selain menunjukan penghormatan yang mendalam pada tradisi Islam di satu sisi juga merujuk pada kematangan intelektual di sisi lain, mengingat pendidikan yang dijalaninya tidak hanya di lembaga-lembaga milik umat Islam. Dalam skripsi ini, penulis akan mencoba memaparkan secara singkat biografi Al-Attas, mulai dari latar belakang keluarga, masa pendidikan dan karya-karyanya. Pemaparan sejarah hidup seorang tokoh, sekalipun dengan singkat, menjadi hal yang tidak bisa dihindari dalam penulisan pemikirannya, karena hal itu erat berkelindan dengan pemikiran yang dituangkan dan aktifitas yang dijalani tokoh itu kemudian. Kontribusi konkrit Al-Attas dalam bidang pemikiran pendidikan sangat perlu dipaparkan, mengingat hal ini akan membuktikan bahwa ide-ide yang dituangkan Al-Attas dalam buku-bukunya bukanlah ide utopis yang tidak bisa dicapai dalam realitas. Berikut ini adalah biogafi singkatnya: 1. Latar Belakang Keluarga Nama lengkapnya Syed Muhammad Naquib ibn Ali ibn Abdullah ibn Muhsin Al-Attas, beliau dilahirkan pada 5 September 1931 di Bogor, Jawa Barat. Silsilah keluarganya bisa dilacak hingga ribuan tahun ke belakang melalui silsilah sayyid dalam keluarga BaAlawi[1] di Hadramaut dengan silsilah yang sampai kepada Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad SAW.

Ibunda Syed Muhammad Naquib, yaitu Syarifah Raquan Al-Aydarus, berasal dari Bogor, Jawa Barat, dan merupakan keturunan ningrat Sunda di Sukapura. Dari pihak bapak, kakek Syed Muhammad Naquib yang bernama Syed Abdullah ibn Muhsin Muhammad Al-Attas adalah seorang wali yang pengaruhnya tidak hanya terasa di Indonesia, tetapi juga sampai ke negeri Arab. Neneknya, Ruqayah Hanum, adalah wanita Turki berdarah aristokrat yang menikah dengan Ungku Abdul Majid, adik Sultan Abu Bakar Johor (w.1895) yang menikah dengan adik Ruqayah Hanum, Khadijah, yang kemudian menjadi Ratu Johor. Setelah Ungku Abdul Majid wafat (meninggalkan dua orang anak), Ruqayah menikah untuk yang kedua kalinya dengan Syed Abdullah Al-Attas dan dikaruniai seorang anak, Syed Ali AlAttas, yaitu bapak Syed Muhammad Naquib. Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Yang sulung bernama Syed Hussein, seorang ahli sosiologi dan mantan Wakil Rektor Universitas Malaya, sedangkan yang bungsu bernama Syed Zaid, seorang insinyur kimia dan mantan dosen Institut Teknologi MARA.[2] Beliau, mendapat gelar sayyed yang dalam tradisi Islam orang yang mendapat gelar tersebut merupakan keturunan langsung dari keturunan Nabi Muhammad SAW.[3] 2. Masa Pendidikan dan Pengalaman Latar belakang keluarganya memberikan pengaruh yang besar dalam pendidikan awal Al-Attas. Dari keluarganya yang terdapat di Bogor, dia memperoleh pendidikan dalam ilmu-ilmu keislaman, sedangkan dari keluarganya di Johor, dia memperoleh pendidikan yang sangat bermanfaat baginya dalam mengembangkan dasar-dasar bahasa, sastra, dan kebudayaan Melayu. Pada usia lima tahun, Syed Muhammad Naquib dikirim ke Johor untuk belajar di Sekolah Dasar Ngee Heng (1936-1941). Pada masa pendudukan Jepang, dia kembali ke Jawa untuk meneruskan pendidikannya di Madrasah Al-Urwatu Al-Wutsqa, Sukabumi (1941-1945)[4] selama lima tahun[5], sebuah lembaga pendidikan yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Di tempat ini, al-Attas mulai mendalami dan mendapatkan pemahaman tradisi Islam yang kuat, terutama tarekat. Hal ini bisa difahami, karena saat itu, di Sukabumi telah berkembang perkumpulan tarekat Naqsyabandiyah.[6] Setelah Perang Dunia II pada tahun 1946, Syed Muhammad Naquib kembali ke Johor untuk merampungkan pendidikan selanjutnya, pertama di Bukit Zarah School kemudian di English College (1946-1951).[7] Terusik oleh panggilan nuraninya untuk mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya di Sukabumi, sekembalinya ke Malaysia, al-Attas memasuki dunia militer dengan mendaftarkan diri sebagai tentara kerajaan dalam upaya mengusir penjajah Japang. Dalam bidang kemiliteran ini al-Attas telah menunjukan kelasnya, sehingga atasannya memilih dia sebagai salah satu dari peserta pendidikan militer yang lebih tinggi.[8] Al-Attas dipilih oleh Jenderal Sir Gerald Templer, ketika itu menjabat sebagai British High Commissioner di Malaya, untuk mengikuti pendidikan militer, pertama di Eton Hall, Chester, Wales, kemudian di Royal Military Academy, Sandhurst, Inggris (1952-1955). Selain mengikuti pendidikan militer, Al-Attas juga sering pergi ke negara-negara Eropa lainnya (terutama Spanyol) dan Afrika Utara untuk mengunjungi tempat-tempat yang terkenal dengan tradisi intelektual, seni, dan gaya bangunan keislamannya.

Setamatnya dari Sandhurst, Al-Attas ditugaskan sebagai pegawai kantor resimen tentara kerajaan Malaya, Federasi Malaya, yang ketika itu sibuk menghadapi serangan komunis yang bersarang di hutan. Namun, dia tidak lama di sini. Minatnya yang dalam untuk menggeluti dunia ilmu pengetahuan mendorongnya untuk berhenti secara sukarela dari kepegawaiannya kemudian membawanya ke Universitas Malaya, ketika itu di Singapura, pada 1957-1959. [9] Al-Attas telah menulis dua buku ketika masih mengambil program S1 di Universitas Malaya. Buku yang pertama adalah Rangkaian Rubaiyat, termasuk di antara karya sastra pertama yang dicetak Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, pada 1959. Buku kedua, yang sekarang menjadi karya klasik, adalah Some Aspects of Shufism as Understood and Practised Among the Malays, yang diterbitkan Lembaga Penelitian Sosiologi Malaysia pada 1963. Selama menulis buku yang terakhir ini dan demi memperoleh bahan-bahan yang diperlukan, Al-Attas pergi menjelajah ke seluruh negeri Malaysia dan menjumpai tokoh-tokoh penting sufi agar bisa mengetahui ajaran dan praktik tasawuf mereka.[10] Berkat kecerdasan dan ketekunannya, dia dikirim oleh pemerintah Malaysia untuk melanjutkan studi di Institute of Islamic Studies, McGill, Canada. Dalam waktu yang relatif singkat, yakni 1959-1962, dia berhasil menggondol gelar master dengan mempertahankan tesis Raniry and the Wujudiyyah of 17th Century Aceh. Dia sangat tertarik dengan praktek sufi yang berkembang di Indonesia dan Malaysia, sehingga cukup wajar bila tesis yang diangkat adalah konsep Wujudiyyah al Raniry. Salah satu alasannya adalah dia ingin membuktikan bahwa islamisasi yang berkembang di kawasan tersebut bukan dilaksanakan oleh kolonial belanda, melainkan murni dari upaya umat Islam sendiri.[11] Di Universitas McGill, dia berkenalan dengan beberapa orang sarjana terkenal, seperti Sir Hamilton Gibb (Inggris), Fazrul Rahman (Pakistan), Toshihiko Izutsu (Jepang), dan Seyyed Hossein Nasr (Iran). Al-Attas mendapat gelar M.A. dari Universitas McGill pada 1962 setelah lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Setahun kemudian, atas dorongan beberapa orang sarjana dan tokoh-tokoh orientalis yang terkenal, seperti Profesor A.J. Arberry (Cambridge), Sir Mortimer Wheeler (Akademi Inggris), Sir Richard Winstedt (Akademi Inggris), dan pimpinan Royal Asiatic Society, Al-Attas pindah ke SOAS (School of Oriental and African Studies) Universitas London, untuk meneruskan pendidikan doktoralnya. Di sini, dia belajar di bawah bimbingan Profesor Arberry dan Dr. Martin Lings. Pada 1965, dia memperoleh gelar Ph.D setelah dua jilid disertasi doktoralnya yang berjudul The Mysticism of Hamzah Fanshuri lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. [12] Tahun 1965, al-Attas kembali ke Malaysia. Dia langsung ditunjuk menjadi Ketua Jurusan Sastra dan selanjutnya Dekan Fakultas Sastra di Universitas Malaya. Tahun 1970, dalam kapasitasnya sebagai salah satu pendiri Universitas Kebangsaan Malaysia, al-Attas berusaha mengganti pemakaian bahasa Inggris menjadi bahasa Melayu. Dia juga pendiri sekaligus Rektor International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC),[13] Kuala Lumpur, Malaysia. Al-Attas adalah seorang pakar yang menguasai pelbagai disiplin ilmu, meliputi; teologi, filsafat dan metafisika, sejarah, sastra, kebudayaan, serta pendidikan. Beberapa karyanya, baik berupa lukisan kaligrafi, seni bangunan/arsitektur yang dirancangnya, juga karya ilmiah yang disusunnya telah dinikmati banyak kalangan. Tak lebih kiranya hingga ia sering mendapatkan penghargaan internasional, baik dari kalangan Barat maupun Asia.[14] 3. Karya-Karya Syed Muhammad Naquib Al-Attas

A. Buku dan Monograf Al-Attas telah menulis 26 buku dan monograf, baik dalam bahasa Inggris maupun Melayu dan banyak yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lain, seperti bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu, Malayalam, Indonesia, Prancis, Jerman, Rusia, Jepang, India, Korea, dan Albania. Karyakaryanya tersebut adalah: 1. Rangkaian Rubaiyat, Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), Kuala Lumpur, 1959. 2. Some Aspects of Shufism as Understood and Practised Among the Malays, Malaysian Sociological Research Institute, Singapura, 1963. 3. Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh, Monograph of the Royal Asiatic Society, Cabang Malaysia, No.111, Singapura, 1966. 4. The Origin of the Malay Syair, DBP, Kuala Lumpur, 1968. 5. Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of the Malay-Indonesian Archipelago, DBP, Kuala Lumpur, 1969. 6. The Mysticism of Hamzah Fanshuri, University of Malaya Press, Kuala Lumpur, 1970. 7. Concluding Postscript to the Origin of the Malay Syair, DBP, Kuala Lumpur, 1971. 8. The Correct Date of the Trengganu Inscription, Museums Department, Kuala Lumpur, 1972. 9. Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur, 1972. Sebagian isi buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia dan Prancis. Buku ini juga telah hadir dalam versi bahasa Indonesia. 10. Risalah untuk Kaum Muslimin, monograf yang belum diterbitkan, 286 h., ditulis antara Februari-Maret 1973. (buku ini kemudian diterbitkan di Kuala Lumpur oleh ISTAC pada 2001). 11. Comments on the Re-examination of Al-Raniris Hujjat Al-Shiddiq: A Refutation, Museums Department, Kuala Lumpur, 1975. 12. Islam: The Concept of the Religion and the Foundation of Ethics and Morality, Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), Kuala Lumpur, 1976. Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Korea, Jepang, dan Turki. 13. Islam: Paham Agama dan Asas Akhlak, ABIM, Kuala Lumpur, 1977. Versi bahasa Melayu buku No. 12 di atas. 14. Islam and Secularism, ABIM, Kuala Lumpur, 1978. Diterjemahkan ke dalam bahasa Malayalam, India, Persia, Urdu, Indonesia, Turki, Arab, dan Rusia. 15. (Ed.) Aims and Objectives of Islamic Education: Islamic Education Series, Hodder and Stoughton dan King Abdulaziz University, London: 1979. Diterjemahkan ke dalam bahasa Turki.

16. The Concept of Education in Islam, ABIM, Kuala Lumpur, 1980. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Persia, dan Arab. 17. Islam, Secularism, and The Philosophy of the Future, Mansell, London dan New York, 1985. 18. A Commentary on the Hujjat Al-Shiddiq of Nur Al-Din Al-Raniri, Kementerian Kebudayaan, Kuala Lumpur, 1986. 19. The Oldest Known Malay Manuscript: A 16th Century Malay Translation of the Aqaid of Al-Nasafi, Dept. Penerbitan Universitas Malaya, Kuala Lumpur, 1988. 20. Islam and the Philosophy of Science, ISTAC, Kuala Lumpur, 1989. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Bosnia, Persia, dan Turki. 21. The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia. 22. The Intuition of Existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia. 23. On Quiddity and Essence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia. 24. The Meaning and Experience of Happiness in Islam, ISTAC, Kuala Lumpur, 1993. Diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Turki, dan Jerman. 25. The Degress of Existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1994. Diterjemahkan ke dalam bahasa Persia. 26. Prologonema to the Metephysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam, ISTAC, Kuala Lumpur, 1995. Diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia. B. Artikel Daftar artikel berikut ini tidak termasuk rekaman ceramah-ceramah ilmiah yang telah disampaikan di depan publik. Berjumlah lebih dari 400 dan disampaikannya di Malaysia dan luar negeri antara pertengahan 1960-1970, aktivitas ceramah ilmiah ini masih berlangsung sampai sekarang. 1. Note on the Opening of Relations between Malaka and Cina, 1403-5, Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society (JMBRAS), Vol. 38, pt. 1, Singapura, 1965. 2. Islamic Culture in Malaysia, Malaysian Society of Orientalism, Kuala Lumpur, 1966. 3. New Light on the Life of Hamzah Fanshuri, JMBRAS, Vol. 40, pt. 1, Singapura, 1967. 4. Rampaian Sajak, Bahasa, Persatuan Bahasa Melayu Universiti Malaya No. 9, Kuala Lumpur, 1968.

5. Hamzah Fanshuri, The Penguin Companion to Literature, Classical and Byzantine, Oriental, and African, Vol. 4, London, 1969. 6. Indonesia: 4 (a) History: The Islamic Period, Encyclopedia of Islam, edisi baru, E.J. Brill, Leiden, 1971. 7. Comparative Philosophy: A Southeast Asian Islamic Viewpoint, Acts of the V International Congress of Medieval Philosophy, Madrid-Cordova-Granada, 5-12 September 1971. 8. Konsep Baru Mengenai Rencana Serta Cara-Gaya Penelitian Ilmiah Pengkajian Bahasa, Kesusastraan, dan Kebudayaan Melayu, Buku Panduan Jabatan Bahasa dan Kesusastraan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur: 1972. 9. The Art of Writing, dept. Museum, Kuala Lumpur, t.t. 10. Perkembangan Tulisan Jawi Sepinta Lalu, Pameran Khat, Kuala Lumpur, 14-21 Oktober 1973. 11. Nilai-Nilai Kebudayaan, Bahasa, dan Kesusastraan Melayu, Asas Kebudayaan Kebangsaan, Kementerian Kebudayaan Belia dan Sukan, Kuala Lumpur, 1973. 12. Islam in Malaysia (versi bahasa Jerman), Kleines Lexicon der Islamischen Welt, ed. K. Kreiser, W. Kohlhammer, Berlin (Barat), Jerman, 1974. 13. Islam in Malaysia, Malaysia Panorama, Edisi Spesial, Kementerian Luar Negeri Malaysia, Kuala Lumpur, 1974. Juga diterbitkan dalam edisi bahasa Arab dan Prancis. 14. Islam dan Kebudayaan Malaysia, Syarahan Tun Sri Lanang, seri kedua, Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan, Kuala Lumpur, 1974. 15. Pidato Penghargaan terhadap ZAABA, Zainal Abidin ibn Ahmad, Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan, Kuala Lumpur, 1976. 16. A General Theory of the Islamization of the Malay Archipelago, Profiles of Malay Culture, Historiography, Religion, and Politics, editor Sartono Kartodirdjo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1976. 17. Preliminary Thoughts on the Nature of Knowledge and the Definition and Aims of Education, First World Conference on Muslim Education, Makkah, 1977. Juga tersedia dalam edisi bahasa Arab dan Urdu. 18. Some Reflections on the Philosophical Aspects of Iqbals Thought, International Congress on the Centenary of Muhammad Iqbal, Lahore, 1977. 19. The Concept of Education in Islam: Its Form, Method, and Sistem of Implementation, World Symposium Al-Isra, Amman, 1979. Juga tersedia dalam edisi bahasa Arab. 20. ASEANKemana Haluan Gagasan Kebudayaan Mau Diarahkan? Diskusi, Jilid. 4, No. 1112, November-Desember, 1979.

21. Hijrah: Apa Artinya? Panji Masyarakat, Desember, 1979. 22. Knowledge and Non-Knowledge, Readings in Islam, No. 8, First Quarter, Kuala Lumpur, 1980. 23. Islam dan Alam Melayu, Budiman, Edisi Spesial Memperingati Abad ke-15 Hijriah, Universiti Malaya, Desember 1979. 24. The Concept of Education in Islam, Second World Conference on Muslim Education, Islamabad, 1980. 25. Preliminary Thoughts on an Islamic Philosophy of Science, Zarrouq Festival, Misrata, Libia: 1980. 26. Religion and Secularity, Congress of the Worlds Religions, New York, 1985. 27. The Corruption of Knowledge, Congress of the Worlds Religions, Istanbul, 1985.[15] Demikianlah di antara karya-karya monumental Al-Attas yang berupaya membangun paradigma pemikiran Islam dengan modal tradisi Islam yang sudah ada dan dengan penekanan pada nilainilai metafisis, sehingga merupakan suatu hal yang wajar bila pemikiran yang demikian ini perlu dikembangkan dan disuburkan di kalangan intelektual Islam kontemporer. Fazlur Rahman, salah seorang sarjana Islam terkemuka, memberikan kriteria utama yang membuat seseorang itu layak disebut sebagai seorang pemikir besar dan orisinal: Pemikir besar dan orisinal itu adalah seseorang yang menemukan gagasan pokok (master idea), yaitu prinsip dasar yang mengandung semua realitas lalu memahaminya sehingga menjadi sesuatu yang baru dan penting. Gagasan pokok itu mengubah dasar-dasar perspektif kita dalam melihat realitas bahkan bisa memberikan solusi yang segar dan jitu terhadap permasalahanpermasalahan lama yang mengganggu pikiran manusia. Meskipun layak untuk diperhatikan, terdapat beberapa catatan yang perlu dipertimbangkan mengenai kriteria yang dikemukakan Rahman di atas. Pertama, criteria itu menepikan manusiamanusia agung yang telah memberkahi permukaan bumi ini, yaitu para Nabi. Tidak satu pun di antara mereka yang mengklaim telah menemukan gagasan pokok, sebab, sebagaimana yang sering dikatakan Al-Attas dalam pelbagai kesempatan, sebagian besar gagasan pokok-seperti gagasan mengenai keuniversalan Tuhan dalam agama, nasib manusia, dan prinsip-prinsip moralpada hakekatnya tidak ditemukan oleh akal manusia yang tidak dipersiapkan. Para Nabi sudah tentu lebih dari sekedar para pemikir dan apa yang telah mereka ajarkan sangat banyak menyentuh perkara-perkara mendasar yang selama ini menghantui pemikiran manusia. Berdasarkan hal ini, criteria lain yang lebih inklusif mengenai seseorang yang bisa disebut sebagai pemikir besar sangat diperlukan. Seorang pemikir besar tidak harus menemukan master idea. Sebaliknya, ia harus mampu menemukan kembali dan mengafirmasikan sebuah kebenaran yang terlupakan, atau tersalahpahami, dan menerjemahkannya dalam pelbagai aspek pemikiran dengan cara yang berbeda dan belum pernah dilakukan sebelumnya secara mantap dan konsisten, walaupun dalam melakukan hal ini ia dikelilingi oleh pelbagai kebodohan dan penolakan. Kriteria ini mencakup semua Nabi dan pengikut mereka yang taat di kalangan sarjana Muslim. Dalam pengerian ini,

seseorang yang disebut sebagai pemikir besar dan orisinal, pemikir yang berhasil memberikan pengertian dan pemahaman baru terhadap ide-ide lama sekaligus menjamin kesinambungan dan keaslian sebuah master idea untuk persoalan intelektual dan kebudayaan yan gada pada zamannya dan problem kemanusiaan umumnya. Oleh karena itu, kecemerlangan pemahaman para sarjana dan orang dan orang arif, seperti Al-Ghazali dan Mulla Shadra, diikuti Iqbal, dan sekarang Al-Attas, sangat layak untuk dianggap dan diakui sebagai manifestasi dari kualitas pemikir besar dan orisinal. Dalam konteks Al-Attas, dia sangat layak dianggap sebagai seorang pemikir besar dan orisinal di Dunia Islam kontemporer, karena selama ini dia telah menggulirkan ide-ide fundamental dan mapan yang telah diabaikan oleh sebagian orang dan disalahpahami oleh sebagian yang lain. Kemudian, dia mengklarifikasi, menjabarkan, dan menghubungkan ide tersebut dengan lingkungan intelektual dan dinamika budaya umat Islam kontemporer. Dia juga datang dengan membawa beberapa solusi terhadap pelbagai permasalahan yang berkaitan dengan aspek-aspek sejarah, intelektual, dan kebudayaan Islam di gugusan pulau rumpun Melayu. Tidak heran jika Fazlur Rahman memuji Al-Attas dan menyebutnya sebagai seorang pemikir yang jenius.

*1+ BaAlawi ialah gelar yang diberi kepada mereka yang bersusur-galur dari Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir Ahmad bin Isa Al-Muhajir, telah meninggalkan Basrah di Iraq bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya pada tahun 317H/929M untuk berhijrah ke Hadhramaut di Yaman Selatan. Cucu Ahmad bin Isa yang bernama Alawi, merupakan orang pertama yang dilahirkan di Hadhramaut. Oleh karena itu, anak-cucu Alawi digelar BaAlawi, yang bermakna Keturunan Alawi. Panggilan BaAlawi juga ialah bertujuan memisahkan kumpulan keluarga ini dari cabang-cabang keluarga yang lain yang berketurunan dari Nabi Muhammad SAW. Keturunan Ba Alawi juga dikenali dengan nama lain, yakni Saiyid. Lihat blog.its.ac.id/zainal/2009/02/09/baalawi/.

[2] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, h. 45-46. [3] Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), Cet II h. 117. [4] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, h 46 [5] Hasan Muarif Ambary, et. al., Suplemen Ensiklopedi Islam, jilid 2, (Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve, 1995), h. 78 [6] Lihat, Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), h 170. Lihat pula, H.A Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyandiyah, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), h. 159. [7] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, h. 46 [8] Hasan Muarif Ambary, et. al., Suplemen Ensiklopedi Islam, jilid 2, h. 78

[9] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, h. 49 [10] ibid [11] S.M.N al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (Bandung: Mizan, 1990), h. 68-69 [12] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, h. 50 [13] Tujuan dan sasaran didirikan ISTAC ini adalah, yakni untuk: 1). Konseptualisasi, klarifikasi dan elaborasi dan definisi konsep-konsep kunci Islam yang relevan bagi masalah-masalah kultural, pendidikan, ilmu pengetahuan dan epistemologi yang dihadapi umat Islam dalam abad ini. 2). Memberikan respon terhadap tantangan-tantangan intelektual dan kultural dunia modern dan berbagai mazhab pemikiran, agama serta ideologi. 3). Memformulasikan fisafat Islam tentang ilmu, pendidikan, termasuk mengenai definisi, tujuan dan sasarannya. 4). Mengkaji makna dan filsafat dari arsitektur dan seni Islam, dan memberikan pedoman untuk islamisasi seni dan pendidikan seni. 5). Menyelenggarakan riset, kajian dan penulisan tentang peradaban Islam di dunia melayu. 6). Menyelenggarakan riset dan kajian-kajian yang berkenaan dan formulasi metode dan isi berbagai disiplin dan kegiatan akademis untuk implementasi di universitas dengan sasaran integratif daripada ilmu-ilmu di berbagai fakultas yang ada di universitas. 7). Mewujudkan sarjana-sarjana terlatih serta pemuka-pemuka intelektual untuk memainkan peranan kreatif dalam restorasi peradaban Islam pada tempat yang semestinya di dunia modern. 8). Menerbitkan hasil-hasil kajian dan riset para peneliti dari waktu ke waktu untuk disebarluaskan di dunia Islam. 9). Mendirikan perpustakaan yang mencerminkan tradisi keagamaan dan intelektual dari peradaban Islam maupun Barat sebagai sarana mencapai tujuan-tujuan dan sasaran seperti disebutkan di atas. Lihat SyafiI Anwar, ISTAC Rumah Ilmu Masa Depan, dalam jurnal Ulumul Quran, Vol. III, No. 1, (Jakarta: LSAF, 1992), h. 112. Melalui institusi ini Al-Attas bersama sejumlah kolega dan mahasiswanya melakukan kajian dan penelitian mengenai Pemikiran dan Peradaban Islam, serta memberikan respons yang kritis terhadap Peradaban Barat. [14] Abdul Fattah Wibisono, Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2009), h 177. [15] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib al-Attas, h 55-59

Syed Muhammad al Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al Attas (Bogor, 5 September 1931) adalah seorang cendekiawan dan filsuf muslim saat ini dari Malaysia. Ia menguasai teologi, filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur. Ia juga menulis berbagai buku di bidang pemikiran dan peradaban Islam, khususnya tentang sufisme, kosmologi, filsafat, dan literatur Malaysia.

[sunting] Pendidikan dan masa kecil

Syed Muhammad Naquib al-Attas lahir di Bogor, Indonesia. Ia menempuh pendidikan dasar pada usia 5 tahun di Johor, Malaysia, namun saat pendudukan Jepang ia pergi belajar ke Jawa untuk belajar Bahasa Arab di Madrasah Al-`Urwatul-wuthqa di Sukabumi. Setelah Perang Dunia II pada tahun 1946 ia kembali ke Johor untuk menyelesaikan pendidikan menengahnya. Ia tertarik dan mempelajari sastra Melayu, sejarah, dan kebudayaan Barat. Saat kuliah di Universitas Malaya, al-Attas menulis Rangkaian Ruba`iyat, sebuah karya literatur, dan Some Aspects of Sufism as Understood and Practised among the Malays. Dari sini ia melanjutkan studi ke the Institute of Islamic Studies di McGill University, Montreal, Kanada. Tahun 1962 Al-Attas menyelesaikan studi pasca sarjana di sini dengan thesis Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh. Al-Attas kemudian melanjutkan studi ke School of Oriental and African Studies, University of London di bawah bimbingan Professor A. J. Arberry dari Cambridge dan Dr. Martin Lings. Thesis doktornya (1962) adalah studi tentang dunia mistik Hamzah Fansuri. In 1987, Al-Attas mendirikan sebuah institusi pendidikan tinggi bernama International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur. Melalui institusi ini Al-Attas bersama sejumlah kolega dan mahasiswanya melakukan kajian dan penelitian mengenai Pemikiran dan Peradaban Islam, serta memberikan respons yang kritis terhadap Peradaban Barat.
[sunting] Tulisan Al-Attas

(1970) The Correct Date of the Terengganu Inscription, Kuala Lumpur Museum Department. (1975) Comments on the Re-Examination of Al-Raniris Hujjat aul Siddiq: A Refutation, Kuala Lumpur Museum Department. (1978) Islam and Secularism ISBN 983-99628-6-8 (1980) The Concept of Education in Islam (1988) The Oldest Known Malay Manuscript: A 16th Century Malay Translation of the `Aqaid of al-Nasafi (1989) Islam and the Philosophy of Science, Kuala Lumpur: ISTAC, 2001) (1990) The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul (1990) On Quiddity and Essence (1990) The Intuition of Existence (1992) The Concept of Religion and the Foundation of Ethics and Morality (1993) The Meaning and Experience of Happiness in Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, 1998) (1994) The Degrees of Existence (1995) Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam

Kategori: Arab-Indonesia | Kelahiran 1931 | Cendekiawan Muslim | Tokoh Malaysia

67. Tsabit bin Qurrah


Abu'l Hasan Tsabit bin Qurra' bin Marwan al-Sabi al-Harrani, (826 18 Februari 901) adalah seorang astronom dan matematikawan dari Arab, dan dikenal pula sebagai Thebit dalam bahasa Latin.

Tsabit lahir di kota Harran, Turki. Tsabit menempuh pendidikan di Baitul Hikmah di Baghdad atas ajakan Muhammad ibn Musa ibn Shakir. Tsabit menerjemahkan buku Euclid yang berjudul Elements dan buku Ptolemy yang berjudul Geograpia.
Kategori: Kelahiran 826 | Kematian 901 | Meninggal usia 75 | Cendekiawan Muslim | Astronom dunia Arab | Matematikawan dunia Arab

68. Ibnu Tufail


Abubacer. Begitulah orang Eropa menyebut ilmuwan Muslim terkemuka di abad ke-12 M itu. Sejarah per adaban Islam biasa menyebutnya dengan nama Ibnu Tufail. Sejatinya, dokter sekaligus filsuf besar dari era kejayaan Islam Spanyol itu bernama lengkap Abu Bakar Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Muhammad ibnu Tufail Al-Qaisi. Selain dikenal sebagai dokter dan filsuf besar, Ibnu Tufail menguasai ilmu hukum dan ilmu pendidikan. Ibnu Tufail pun dicatat dalam sejarah peradaban Islam sebagai seorang penulis, novelis, dan ahli agama. Pamornya sebagai dokter yang hebat membuat Ibnu Tufail dipercaya oleh Abu Yakub Yusufseorang penguasa Dinasti Al-Muwahiddun di Spanyol Islam. Ibnu Tufail juga termasyhur sebagai seorang politikus ulung. Kariernya di bidang politik dan pemerintahan juga terbilang moncer. Ia sempat ditahbiskan sebagai pejabat di pengadilan Spanyol Islam. Tak cuma itu, Ibnu Tufail pun dipercaya Sultan Dinasti Mu wahiddun menduduki jabatan menteri hingga menjadi gubernur untuk wilayah Sabtah dan Tonjah di Magribi dan sekretaris penguasa Granada. Sang dokter dan ilmuwan kenamaan dari Spayol Islam ini terlahir pada tahun 1105 M di Guadix, Granada. Setelah beranjak dewasa, Ibnu Tufail berguru kepada Ibnu Bajjah (1100-1138 M), seorang il muwan besar yang memiliki banyak keahlian. Berkat bimbingan sang guru yang multitalenta itu, Ibnu Tufail pun menjelma menjadi seorang ilmuwan besar. Pemikiran Ibnu Tufail banyak me me ngaruhi Ibnu Rushd alias Averroes (1126- 1198 M). Ibnu Rushd dikenal se bagai salah seorang murid Ibnu Tufail yang sukses. Bahkan, menurut catatan sejarah, astronomer Nur Ed-Din Al-Bet rugi juga sempat menimba ilmu dari Ibnu Tufail. Ibnu Rushd adalah murid kesayangan Ibnu Tufail. Tak heran jika ia mere ko mendasikan Ibnu Rushd menggantikannya setelah pensiun pada 1182 M. Suatu hari, Abu Bakar Ibnu Tufail memanggil saya dan memberi tahu saya, tutur Ibnu Rushd dalam buku catatannya. Sang guru memintanya untuk menggantikan posisinya. Ibnu Tufail begitu percaya kepada kemampuan Ibnu Rushd. Saya yakin Anda bisa karena saya tahu kemampuan Anda. Ibnu Tufail mewariskan ilmu yang di perolehnya dari Ibnu Bajjah kepada Ibnu Rushd. Ketiga ilmuwan itu turut meno pang perkembangan peradaban Islam di Spanyol. Itulah yang membuat Cor do ba pusat Pemerintahan Spanyol Islam mampu mengimbangi kejayaan ke kha lifahan Islam Abbasiyah di Baghdad. Hayy ibn Yaqdhan Pamor Ibnu Tufail cukup disegani para pemikir Muslim ataupun nonMuslim. Nama besarnya semakin melambung setelah mengarang sebuah karya sastra berjudul Hayy ibn Yaqdhan (Alive, Son of Awake). Karya sastra yang legendaris itu berupa roman filsafat dan kisah alegori lelaki yang hidup sendiri di sebuah pulau tanpa ada hubungan dengan manusia lain. Anak ini bernama Hayy yang dipelihara oleh Gazelle (rusa). Ibnu Tufail menggambarkan Hayy sejak bayi tinggal sendiri di sebuah pulau yang penuh dengan binatang

buas. Hayy dibesarkan rusa. Hingga suatu saat, rusa yang dianggap Hayy sebagai sang ibu mati. Setelah itu, Hayy tumbuh dewasa dan menjadi tuan di pulau tersebut. Keadaan sedikit berubah ketika Hayy bertemu dengan makhluk hidup yang ia pikir hewan, namun berbicara dengan bahasa lain dan menggunakan pakaian. Dialah Absal. Sejak bertemu Absal, Hayy belajar tentang kehidupan dan agama Islam. Sejak itu, Hayy masuk ke ranah agama dan peradaban. Dalam novelnya, Ibnu Tufail menggambarkan pengembaraan seorang Hayy untuk mencari sebuah kebenaran. Mencari kebenaran ternyata bisa dilalui dengan beragam cara dan jalan. Ibnu Tufail mencoba menyampaikan pesan bahwa setiap orang bisa mencapai kebenaran dengan cara dan jalannya sendiri. Ibnu Tufail banyak dipengaruhi pemikiranpemikiran Avicenna (Ibn Sina) dan pemikiran-pemikiran Sufi. Ibnu Tufail banyak mengangkat karakter yang sebelumnya sempat diangkat Ibnu Sina. Buku lainnya yang ditulis Ibnu Tufail adalah Philosophus Autodidactus. Karya besarnya dalam bidang filsafat itu merupakan respons Ibnu Tufail terhadap ketidaklogisan filosofi Al-Ghazali yang bertajuk The Incoherence of the Philosophers. Pada abad ke-13, Ibnu Al-Nafis kemudian menulis Al-Risalah al- Kamiliyyah fil Siera al-Nabawiyyah atau dikenal sebagai Theologus Autodidactus di Barat. Risalah itu merupakan respons terhadap Philosophus Autodidactus karya Ibnu Tufail. Pengaruh Ibnu Tufail di Barat Kehebatan novel karya Ibnu Tufail yang berjudul Hayy ibn Yaqdhan ternyata mampu mengguncang ranah sastra dunia Barat. Novel yang ditulisnya itu begitu digemari dan dikagumi masyara kat Eropa. Tak heran jika novelnya itu menjadi best seller di seluruh Eropa Barat pada abad ke-17 dan abad ke-18. Hasil karyanya dalam bidang filsafat juga memiliki pengaruh yang mendalam terhadap filsafat Islam klasik dan filsafat modern Barat. Karyanya telah turut menggerakkan kaum intelektual Eropa untuk melakukan gerakan pencerahan. Pemikiran Ibnu Tufail telah mencerahkan sejumlah ilmuwan penting Eropa, seperti Thomas Hobbes, John Locke, Isaac Newton, dan Immanuel Kant. Buku filsafat yang ditulisnya diterjemahkan dalam bahasa Latin, Philosophus Autodidactus, pertama kali beredar di Barat tahun 1671. Buku itu dialihbahasakan oleh Edward Pococke. Terjemahan bahasa Inggrisnya pertama kali ditulis oleh Simon Ockley dan dipublikasikan pada 1708. Novelnya pun diterjemahkan ke da lam bahasa Latin dan Inggris. Novel terjemahan itu kemudian menginspirasikan Daniel Defoe untuk menulis Robinson Crusoe, yang juga menceritakan gurun pasir, dan novel pertama dalam bahasa Inggris. Novel ini juga terinspirasi dari konsep tabula rasa yang dikembangkan dalam An Essay mengenai Human Understanding (1690) oleh John Locke, seorang mahasiswa Pococke. Ibnu Tufail meninggal dunia pada ta hun 1185 M di Maroko. Hingga kini, namanya tetap abadi lewat karya tulis yang dihasilkannya. Dunia Barat tetap menghormati dan mengaguminya se bagai seorang ilmuwan hebat. Sa yang nya, justru peradaban Islam yang kerap melupakan jasajasa ilmuwan Muslim di era keemasannya. Peradaban Islam modern lebih takjub pada ilmuwanilmuwan Barat yang se jatinya belajar dari ilmuwan Muslim. Tak heran jika generasi muda Muslim lebih mengetahui ilmuwan Barat diban ding kan ilmuwan Islam. Sosok Ibnu Tu fail sangat penting untuk dikaji dan di perkenalkan kepada generasi muda Is lam. Sehingga, mereka bisa bangga dan me niru jejak perjuangannya. desy susilawati Kontribusi Sang Ilmuwan Peradaban modern sangat berutang budi kepada Ibnu Tufail. Baik peradaban Islam maupun Barat telah merasakan sumbangan penting yang diberikan Ibnu Tufail. Sang dokter sekaligus

filsuf kenamaan dari Spanyol Muslim itu te lah berkontribusi besar memajukan peradab an lewat karya-karya besarnya. Sejarah mencatat, Ibnu Tufail telah berjasa dalam beberapa bidang, antara lain filsafat, sastra, kedokteran, dan psikologi. Inilah sumbangan penting Ibnu Tufail bagi kemajuan sains dan sastra. Filsafat dan sastra Dalam bidang sastra dan filsafat, Ibnu Tufail sangat populer lewat novel filosofis bertajuk Hayy ibn Yaqdhan. Sedangkan, dalam bidang filsafat, ia begitu termasyhur lewat bukunya yang dikenal masyarakat Barat dengan judul Philosophus Autodidactus. Dalam Hayy Ibn Yaqthan, Ibnu Tufail mencoba menghidupkan pendapat Mutazilah bahwa akal manusia begitu kuatnya sehingga ia dapat mengetahui masalahmasalah keagamaan seperti adanya Tuhan. Ia juga memaparkan wajibnya manusia ber terima kasih kepada Tuhan; kebaikan serta kejahatan; dan kewajiban manusia berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat. Dalam hal-hal ini, wahyu datang untuk memperkuat akal. Dan, akal orang yang terpencil di suatu pulau, jauh dari masyarakat manusia, dapat mencapai kesempurnaan sehingga ia sanggup menerima pancaran ilmu dari Tuhan. Sedangkan, Philosophus Autodidactus yang tercatat sebagai sebuah karya besar dalam bidang filsafat ditulis Ibnu Tufail sebagai respons terhadap ketidaklogisan filosofi AlGhazali yang bertajuk The Incoherence of the Philosophers. Pada abad ke-13, Ibnu Al- Nafis kemudian menulis Al-Risalah al- Kamiliyyah fil Siera alNabawiyyah atau dikenal sebagai Theologus Autodidactus di Barat. Risalah itu merupakan respons terhadap Philosophus Autodidactus karyai Ibnu Tufail. Kedokteran Dunia kedokteran Spanyol Islam dikenal sebagai pusat bedah kedokteran dan anestesi. Dari Spanyol Islam-lah, bidang kedokteran itu berkembang. Sebagai seorang dokter terkemuka di Andalusia, Ibnu Tufail juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang turut mendukung pembedahan dan autopsi mayat. Dukungannya itu dtuangkan dalam novelnya. Psikologi Dalam studi psikologi, Ibnu Tufail menyumbangkan pemikirannya lewat argumen tabula rasa. Tabula rasa secara epsitemologi dipahami sebagai seorang manusia yang lahir tanpa isi mental bawaan. Dengan kata lain, manusia itu kosong. Seluruh sumber pengetahuan itu diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat indranya terhadap dunia di luar dirinya. Ibnu Tufail (sekitar11051185) nama lengkap; Abu Bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Muhammad bin Tufail al-Qaisi al-Andalusi ( nama Latin Abubacer) ialah filsuf, dokter, dan pejabat pengadilan Arab Muslim dari Al-Andalus. Lahir di Guadix dekat Granada, ia dididik oleh Ibnu Bajjah (Avempace). Ia menjabat sekretaris untuk penguasa Granada, dan kemudian sebagai vizier dan dokter untuk Abu Yaqub Yusuf, penguasa Spanyol Islam (Al-Andalus) di bawah pemerintahan Almohad, pada yang mana ia menganjurkan Ibnu Rushd sebagai penggantinya sendiri saat ia beristirahat pada 1182. Ia meninggal di Maroko. Di zamannya nama baiknya sebagai pemikir & pelajar telah membuatnya dipuji sebagai Maecenas. Ibnu Tufail juga merupakan pengarang Hayy ibn Yaqthan ( Hidup, Putra Kesadaran) roman filsafat, dan kisah alegori lelaki yang hidup sendiri di sebuah pulau dan dan yang tanpa hubungan dengan manusia lainnya menemukan kebenaran dengan pemikiran

yang masuk akal, dan kemudian keterkejutannya pada kontak dengan masyarakat manusia untuk dogmatisme, dan penyakit lainnya.
[sunting] Karya

teks Hayy bin Yaqthan di PDF

Kategori: Kelahiran 1105 | Kematian 1185 | Meninggal usia 80 | Filsuf Muslim | Filsuf abad ke-12 | Cendekiawan Muslim | Cendekiawan Al-Andalus PENGENALANIbnu Tufail atau nama asalnya Abu Bakar Muhammad Bin Abdul Malik Bin MuhammadBin Tufail al-Andalus.Nama Latin Abubacer ialah Filsuf,doctor dan pejabat pengadilanArab Muslim dari Al-Andalus. Lahir pada tahun 1106 masihi diGuadix dekat Granada,iadididik J Ibnu Bajjah(Avempece).Ia berjabat sekrataris untuk penguasa Granada.Lebihdikenali sebagai ahli hukum , doktor perubatan dan ahli politik yang handaldan kemudian sekeliling. Watak yang dibawa dalam buku ini , Ibnu Tufail cuba merangka satu falsafahmelalui tahap pemikiran yang ada pada manusia.Ibnu Tufail menggunakan watak Hay ibnY a q z a n y a n g h i d u p d i s e b u a h p u l a u d i K h a t u l i s t i w a d e n g a n m e n g g u n a k a n g a m b a r a n percampuran empat unsur penting dalam kehidupan harian manusia iaitu panas, sejuk, basah dan kering. Beliau menceritakan tentang watak ini yang hidup ditempat yangterpencil dan mampu mempertahankan setiap aktiviti kehidupannya dengan baik kerana p e n g g u n a a n k e m a m p u a n a k a l d a n b a n t u a n p a n c a i n d e r a d e n g a n b a i k . W a t a k y a n g diperkenalkan oleh Ibnu Tufail ini dianggap sebagai watak l u a r b i a s a d a l a m k a r y a falsafah yang dihasilkan oleh ahli falsafah sebelum ini.Watak Hay Bin Yaqzan yang dikemukakan oleh Ibnu Tufail adalah watak yangtidak pernah mengenali ibu bapanya, tetapi Ibnu tufail telah melengkapkan watak iniapabila alam telah mengurniakan seekor kijang yang menyusu dan memberikan makan. Setelah menjangkau dewasa Ibnu Tufail telah mengarahkan pandangan Hay Bin Yaqzant e r h a d a p p e r k a r a y a n g a d a d i s e k e l i l i n g n y a b e r m u l a d a r i i t u I b n u T u f a i l t e l a h membahaskan tentang kejadian dan rahsia perubahan yang berlaku disekeliling. Bagi pandangan beliau juga disebalik alam terdapat sebab yang tersembunyi yang mentadbir dan menbentuknya. Watak Hay Bin Yaqzan yang diperkenalkan oleh Ibnu Tufail yangselalu membahaskan serta menganalisis sesuatu perkara sehingga Hay Bin Yaqzan ini m a m p u m e n g e t a h u i b a h a w a k e b a h a g i a n d a n k e s e n g s a r a a n m a n u s i a i t u b e r g a n t u n g kepada hubungan manusia dengan Allah, iaitu pegangan agama. sebagai tokoh falsafahislam Ibnu Tufail ingin memberitahu kepada pembaca karya beliau bahawa pegangan agama amat penting dalam kehidupan harian. watak inilah yang Berjaya m e n b a n t u pembaca memahami pemikiran falsafah Ibnu Tufail.I b n u T u f a i l b a n y a k menghasilkan falsafah termasuklah mengenai i l m u metafizik,matematik,fizik dan sebagainya.beliau melihat alam yang dihuni manusia inisebagai baru ditadbir oleh tuhan Yang Satu dan berkuasa penuh, dalam diri manusia pulaterdapat roh yang menjadi sumber asas kehidupan mereka di muka bumi ini falsafah IbnuTufail bukan sahaja berdasarkan metafizik tapi sains tabii seperti fizik contohnya beliaum e n d a p a t i l a p i s a n u d a r a y a n g t i n g g i l e b i h s e j u k d a n n i p i s d a r i p a d a l a p i s a n r e n d a h disebabkan kepanasan berlaku dilapisan permukaan bumi bukannya diruang udara. Selaini t u p e m i k i r a n f a l s a f a h I b n u T u f a i l j u g a m e l i p u t i p e r k a r a y a n g b e r k a i t a n d e n g a n masyarakat. Ibnu Tufail menyatakan sebahagian masyarakat, terdiri daripada anggota -anggota yang malas. masyarakat yang digambarkan oleh Ibnu Tufail adalah mereka yangmempunyai nilai-nilai yang sedia ada tanpa mahu mencari kelebihan masing-masingsebaliknya terserah apa yang dimiliki sahaja tanpa mahu memperbahaskannya.mungkint u j u a n s e o r a n g f a l s a f a h m e n y a t a k a n d e m i k i a n a d a l a h u n t u k m e n a i k k a n s e m a n g a t masyarakat yang membaca karya beliau bahawa tidak semua

masyarakat malas dan tidak berusaha untuk mempertahankan hak yang dimiliki, sebagai mana yang dinyatakan olehIbnu TufailWalaupun dikatakan Ibnu Tufail tidak mempunyai mana -mana pengikut namun beliau mempunyai anak murid,Ibnu Bajjah merupakan anak murid Ibnu Tufail namuna n a k m u r i d n y a i n i t i d a k j u g a m e n g i k u t s e p e n u h n y a f a l s a f a h yang dibahawa oleh gurunya., namun dalam karya yang beliau hasilkan banyak dipengaruhi oleh falsa fahanak muridnya Ibnu Bajjah. Hal ini dapat diperhatikan pada pertengahan buku hay binyazan yang membawa mesej yang sama dengan kitab yang dihasilkan oleh Ibnu Bajjahi a i t u M u t a w w i h i d d a l a m b u k u i n i I b n u B a j j a h t e l a h m e l a k u k a n p e m b e l a a n t e r h a d a p tulisan Al-Farabi dan Ibnu Sina. Ibnu Tufail juga mudah menerima pandangan serta pemikiran ahli-ahli falsafah Islam yang contohnya Al-Farabi dan beberapa ahli falsafahislam yang lain dengan baik.Namun demikian Ibnu Tufail tidak menerima bulat -bulatsetiap saranan yang dibawa oleh ahli-ahli falsafah ini. Sebaliknya beliau mengkaji dan meneliti dengan lebih terperinci terlebih dahulu pandangan falsafah tersebut. Ibnu tufailm e n d a p a t i k e p a n a s a n y a n g b e r l a k u p a d a p e r m a k a a n b u m i d i h a s i l k a n o l e h g e s e r a n , gerakan cahaya samaada di apt ataupun matahari.Pembaca menganggap perkara tersebut biasa pada zaman sekarang juga sebaliknya pandangan yang dibawa oleh Ibnu Tufailsebenarnya telah menyedarkan batasan kepada ahli -ahli sains untuk menjalankan setiapk a j i a n t e r h a d a p k e p a n a s a n d a n s e g a l a f e n o m e n a y a n g b e r k a i t a n d e n g a n k e p a n a s a n permukaan bumiKESIMPULANSebelum menghembuskan nafas yang terakhir pada 1185 Masihi,Beliau tetap aktif d e n g a n m a s y a r a k a t s e k e l i l i n g d a n t e r j e b a k d e n g a n b a i k d a l a m b i d a n g p e m e r i n t a h a n kenegaraan. Ini berbeza dengan kebanyakan ahli falsafah yang suka mengasingkan diri apabila mengjangkau usia yang lanjut. Falsafah pemikiran yang dibawa oleh Ibnu Tufaild a p a t dipelajari sehingga kini. Walaupun hanya satu sahaja falsafah yang t e r s o h o r namun karya tersebut dapat mengharumkan nama beliau dikalangan tokoh-tokoh falsafahIslam. Pemikiran yang dibawa melalui kitab Hay Bin Yazan dapat mengorek pemikiran pembaca-pembaca falsafah bahawa pentingnya penggunaan akal dan pancaindera dalamkehidupan harian walaupun pelbagai rintang an dan dugaan yang terpaksa dihadapidantidak mensia-siakan kelebihan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai