Anda di halaman 1dari 11

Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)

11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 1


SINTESIS 2-HIDROKSI-N-FENIL-BENZAMIDA MELALUI ESTERIFIKASI
ASAM SALISILAT DILANJUTKAN PROSES AMIDASI DENGAN
FENILAMINA
Oleh:
Daniel*, Chairul Saleh* dan Sujudi Hanef*
*Program Studi Kimia F.MIPA Universitas Mulawarman
Jl. Barong Tongkok No.4 Kampus Gn. Kelua Samarinda Kalimantan Timur
Telp. 0541-749152.
Email: daniel_trg08@yahoo.com
Abstrak
Telah dilakukan sintesis 2-hidroksi-N-fenil-benzamida dari bahan dasar berupa asam salisilat. Senyawa 2-
hidroksi-N-fenil-benzamida dibuat melalui dua tahapan reaksi yaitu tahap pertama adalah reaksi esterifikasi,
dimana asam salisilat direaksikan dengan metanol dengan bantuan katalis asam (H
2
SO
4
), diperoleh rendemen
metil salisilat sebesar 96,45%, berbau khas (seperti minyak gandapura) dan larutan bening. Selanjutnya amidasi
metil salisilat dengan fenilamina dengan bantuan katalis NaOMe (natrium metoksi), hasil sintesis dimurnikan
dengan proses destilasi, ekstraksi pelarut dan rekristalisasi, diperoleh rendemen senyawa 2-hidroksi-N-fenil-
benzamida sebesar 41,88%, tidak berbau dan berbentuk padatan berwarna putih. Sintesis 2-hidroksi-N-fenil-
benzamida diuji dengan kromatografi lapis tipis. Senyawa diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer
FT-IR dan spektrofotometer NMR-
1
H. Hasil analisis spektrofotometer FT-IR memberikan serapan terutama pada
daerah bilangan gelombang: 1134,14 cm
-1
; 1334,74 cm
-1
; 1442,75 cm
-1
; 1681,93 cm
-1
; 2854,65 cm
-1
; 2924,09 cm
-
1
; 3008,95 cm
-1
dan 3186,40 cm
-1
. Dan hasil pengukuran spektrum NMR-
1
H untuk senyawa 2-hidroksi-N-fenil-
benzamida dalam pelarut CDCl
3
menunjukkan adanya pergeseran kimia sebanyak empat lingkungan proton yaitu:
= 5,00 ppm (singlet, 1H), 7,00 ppm (quartet, 4H), 7,10 ppm (triplet, 5H) dan 8,01 ppm (singlet, 1H). Senyawa
2-hidroksi-N-fenil-benzamida diharapkan yang memiliki aktivitas anti jamur.
Kata kunci: Esterifikasi, metil salisilat, amidasi, 2-hidroksi-N-fenil-benzamida,
A. LATAR BELAKANG
Asam salisilat merupakan salah satu bahan kimia yang cukup penting dalam kehidupan sehari-hari serta
mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan intermediet dari pembuatan
obat-obatan seperti antiseptik dan analgesik serta pembuatan bahan baku untuk keperluan farmasi (Foye dkk,
1995).
Asam salisilat merupakan obat untuk analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi. Analgesik adalah obat untuk
menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem saraf pusat tanpa menekan
kesadaran, sedangkan antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan demam. Karena kedua efek
ini didapatkan dalam satu obat, istilah analgesik-antipiretik dipakai sebagai satu kesatuan. Sedangkan anti-
inflamasi adalah mengatasi inflamasi/pembengkakan (Djamhuri, 1995). Obat alam yang tertua sebagai analgesik-
antipiretik dan anti-inflamasi ini dikembangkan dari asam salisilat menjadi garam-garamnya seperti natrium
salisilat, aspirin, salisilamida, metil salisilat dan saligenin, yang dipakai sebagai analgesik-antipiretik hanya
natrium salisilat, salisilamida dan yang terbanyak digunakan adalah aspirin (Ganiswara, 1995).
Selain digunakan sebagai bahan utama pembuatan aspirin, asam salisilat juga dapat digunakan sebagai bahan
baku obat yang menjadi turunan asam salisilat. Misalnya natrium salisilat yang dapat digunakan sebagai analgesik
dan antipiretik serta untuk terapi bagi penderita rematik akut. Amonium salisilat digunakan sebagai obat
penghilang kuman penyakit serta bakteri. Kalsium salisilat dapat digunakan untuk mengatasi diare. Timbal
salisilat lebih digunakan untuk bahan cat sehingga memiliki ketahanan yang lebih terhadap embun, cahaya dan
panas. Magnesium salisilat digunakan sebagai bahan pembuat resin. Amil salisilat berfungsi sebagai bahan baku
penyedap rasa dan intisari buah, bahan pembuat parfum dan industri sabun. Sedangkan turunan lain asam salisilat
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 2
yang dapat digunakan sebagai kream penahan sinar ultraviolet diantaranya adalah benzil salisilik dan fenil salisilik
(Foye dkk, 1995).
Modifikasi struktur molekul senyawa yang telah diketahui aktivitas biologisnya merupakan salah satu strategi
dalam pengembangan obat. Modifikasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan senyawa baru yang mempunyai
aktivitas lebih tinggi, masa kerja yang lebih panjang, tingkat kenyamanan yang lebih tinggi, toksisitas atau efek
samping yang lebih rendah, lebih selektif dan lebih stabil (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Golongan kimia utama senyawa salisilat yang dipakai dalam pengobatan adalah asam salisilat bentuk ester,
garam dan amida yang diperoleh dengan subsitusi pada gugus karbonil dan ester salisilat dari asam-asam organik
yang diperoleh dengan substitusi pada gugus OH fenolat dan mempunyai gugus karboksilat utuh (Foye dkk,
1995).
Modifikasi struktur pada gugus karboksil dari asam salisilat dengan pensubstitusi senyawa golongan amina
telah banyak dilakukan dan menghasilkan senyawa-senyawa amida. Beberapa contoh amida dari asam salisilat
ialah salisilamida, salisilanilida, dan salisililmorfolida. Salisilamida memiliki aktivitas yang sama dengan asam
salisilat tetapi tidak mudah terhidrolisis menjadi asam salisilat (Parfitt, 1999). Salisilanilida memiliki aktivitas
sebagai anti jamur, sedangkan salisilmorfolida bersifat koleretik (Foye dkk, 1995).
Penelitian tentang sintesis senyawa turunan asam salisilat pernah dilakukan oleh Hendra Setiawan dkk, tahun
2009. Dilakukan metode esterifikasi yaitu Sintesis Metil Salisilat menggunakan asam salisilat yang direaksikan
dengan pereaksi metanol dengan bantuan katalis H
2
SO
4
(pekat) yang direfluks pada suhu 65
o
C, hasil rendemen
metil salisilat didapat 54,526 % sebanyak 3,5 ml.
Beberapa penelitian untuk amidasi asam salisilat telah dilakukan oleh Marcellino Rudyanto, Suzana dan G. N.
Astika, tahun 2005. Penelitian yang dilakukan yaitu Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan
Salisilpiperidida. Telah dilakukan sintesis tiga turunan salisilamida dari bahan awal asam salisilat. Asam salisilat
direaksikan dengan tionil klorida, dengan reaksi esterifikasi. Kemudian salisiloil klorida yang terjadi direaksikan
dengan metilamina, dimetilamina atau piperidina, dengan reaksi amidasi. Dua tahap sintesis ini memberikankan
N-metilsalisilamida dengan hasil 2427%, N,N-dimetilsalisilamida 6165%, dan salisilpiperidida 3134%. Dan
Penelitian lain tentang sintesis senyawa turunan asam salisilat dilakukan oleh M. Hanafi, L. Broto S. K., Linar Z.
Udin, Tjandra, dan R. H. Trisnamurti, tahun 2003. Mensintesis senyawa penoliklaktam A-D dan uji sitotoksik
terhadap leukemia L1210. Dari hasil penelitian tersebut didapat 45, 75, 74 dan 80%, setelah dmurnikan dan
diidentifikasi menggunakan FT-NMR dan GC-MS. Ke empat senyawa tersebut memperlihatkan kemampuan
dalam menghambat pertumbuhan sel leukemia L1210, dan mempunyai nilai IC
50
4,8 : 5,5 : 7,0 dan 5,2 g/ml.
Berdasarkan latar belakang di atas, meskipun salisilamida merupakan senyawa yang sudah banyak diketahui
aktivitas biologinya, menarik untuk dilakukan sintesis beberapa turunan salisilamida yang telah diketahui aktivitas
biologisnya, mengingat penelitian ini memiliki keterbatasan biaya, waktu dan alat intrumentasi untuk penentuan
senyawa organik, sehingga penelitian ini dibatasi pada tahap sintesis senyawa turunan salisilamida saja, yaitu
senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengubah asam karboksilat menjadi amida, meliputi
konversi langsung dari asam karboksilat dan konversi tidak langsung melalui asil halida atau ester. Metode yang
paling banyak digunakan ialah konversi melalui asil halida (Rudyanto dkk, 2005).
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mensintesis senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida dengan dua
tahapan reaksi yaitu tahapan pertama adalah reaksi esterifikasi dimana gugus asam karboksilat diubah menjadi
gugus ester yang dibantu dengan katalis asam pekat membentuk metil salisilat dan tahap selanjutnya adalah reaksi
amidasi adalah pembentukan senyawa amida dari nitrogen trivalen yang terikat pada suatu gugus karbonil berupa
reaksi antara metil salisilat dengan senyawa fenilamina membentuk senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida yang
memiliki aktivitas anti jamur.
B. METODOLOGI PENELITIAN
1. Sampel Penelitian
Sampel penelitian berupa asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan
lokal, yang dibeli dari Chem-Mix Pratama (distributor bahan kimia).
2. Alat dan Bahan Penelitian
2.1 Alat-alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian pembentukan senyawa reaksi kimia dilakukan menggunakan
seperangkat alat gelas yang lazim digunakan dalam sintesis, yaitu pipet volume, balep, gelas ukur, beaker glass,
corong saring, corong pisah, labu leher tiga alas bulat, sumbat karet, termometer, tabung CaCl
2
, alat soxhlet,
kondensor, statip dan klem, neraca analitik, pengaduk magnet, batang pengaduk kaca, sepatula, botol reagen, hot
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 3
plate stirrer, pemanas mantel alas bulat, oven, FT-IR (Fourier Transform-Infra Red) dan NMR-
1
H (Resonansi
Magnetik Nuklir Proton).
2.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam salisilat (Chem-Mix Pratama), metanol (p.a
Merck), asam sulfat pekat (p.a Merck), n-heksan (p.a Merck), natrium sulfat anhidrat (p.a Merck), benzen (p.a
Merck), fenilamina (p.a Merck), natrium metoksi (p.a Merck), etil asetat (p.a Merck), etanol (p.a Merck) dan
akuades.
3. Prosedur Penelitian
3.1 Pembuatan Metil Salisilat Dari Asam Salisilat
Ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan pengaduk magnet dimasukkan 41,4 gram (0,3 mol) asam
salisilat dan 148 ml metanol. Kemudian labu leher tiga dihubungkan dengan peralatan refluks dan tabung berisi
CaCl
2
pada ujung kondensor. Ditambahkan 2 mL H
2
SO
4
(pekat) melalui dinding tabung labu leher tiga tetes demi
tetes sambil diaduk dalam suasana dingin. Campuran direfluks pada suhu dibawah 65
o
C selama 5 jam. Setelah
direfluks selesai, metanol yang tidak ikut bereaksi dipisahkan dengan metode destilasi menggunakan alat soxhlet
pada suhu 6570
o
C. Dituang residu ke dalam corong pisah kemudian ditambahkan dengan 50 mL n-heksan dan
akuades, dikocok dan didekantasi, kemudian dicuci dengan akuades sebanyak tiga kali. Setelah dicuci, metil
salisilat dan pelarut n-heksan ditambahkan Na
2
SO
4
anhidrat, didiamkan 24 jam lalu disaring. Selanjutnya
pelarut n-heksan dipisahkan dengan menggunakan alat soxhlet dengan metode destilasi pada suhu 6980C.
Sintesis metil salisilat yang diperoleh dikarakterisasi dengan FT-IR dan analisa NMR-
1
H untuk memastikan
terbentuknya metil salisilat.
3.2 Amidasi Metil Salisilat dengan Menggunakan Fenilamina
Sebanyak 0,1 mol (8,26 mL) metil salisilat, 50 ml benzen, 0,1 mol (9,116 mL) fenilamina (anilin) dan 10%
(0,54 gram) katalis natrium metoksi (NaOMe) dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan
termometer. Kemudian labu dihubungkan dengan peralatan refluks dan tabung CaCl
2
pada ujung kondensor.
Campuran direfluks pada suhu dibawah 80
o
C selama 5 jam. Setelah refluks, pelarut dipisahkan dari hasil reaksi
dengan metode destilasi menggunakan alat soxhlet pada suhu 80-85
o
C. Dituang residu ke dalam corong pisah
kemudian ditambahkan dengan 50 mL n-heksan dan akuades, dikocok dan didekantasi, kemudian dicuci dengan
akuades sebanyak tiga kali untuk memisahkan residu dari katalis natrium metoksi. Setelah dicuci, fraksi senyawa
non-polar ditambahkan Na
2
SO
4
anhidrat, didiamkan 24 jam lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dimurnikan dari
pelarut n-heksan dengan alat soxhlet dengan metode destilasi pada suhu 6980C. Residu yang didapat
direkristalisasi dengan pelarut aseton dan akuades, setelah terbentuk padatan dikeringkan dari pelarut yang masih
tersisa dengan menggunakan oven sehingga diperoleh senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida, diuji kemurnian
senyawa sintesis menggunakan KLT dengan beberapa pelarut. Senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida yang
diperoleh dikarakterisasi dengan spektrofotometer FT-IR dan NMR-
1
H.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1 Sintesis Metil Salisilat dari Asam Salisilat
Senyawa metil salisilat dibuat dengan prinsip esterifikasi dimana mereaksikan asam salisilat dan metanol
dengan katalis asam sulfat (pekat) pada suhu refluks 64
o
C selama 5 jam. Diperoleh rendemen metil salisilat
yang didapat sebesar 96,45%, berbau khas (seperti minyak gandapura) dan larutan bening.
2 Amidasi Metil Salisilat dengan Menggunakan Fenilamina
Senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida dibuat dengan prinsip amidasi dimana mereaksikan metil salisilat
(hasil sintesis tahap awal) dan fenilamina (anilin) dengan katalis NaOMe (natrium metoksi) dalam pelarut benzen
(media reaksi) pada suhu refluks 80
o
C selama 5 jam. Diperoleh rendemen 2-hidroksi-N-fenil-benzamida yang
didapat sebesar 41,88%, tidak berbau dan berbentuk padatan berwarna putih.
2 Pembahasan
2.1 Sintesis Metil Salisilat dari Asam Salisilat
Senyawa metil salisilat dapat dibuat dengan prinsip esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat
dan alkohol membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat yang dibantu dengan
katalis H
2
SO
4(p)
. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO
2
R dengan R dapat
berupa alkil maupun aril. Menggunakan bahan dasar berupa asam salisilat, dimana asam salisilat direaksikan
dengan metanol berlebih dan dibantu dengan katalis H
2
SO
4(p)
pada suhu 64
o
C selama 5 jam. Dalam proses
esterifikasi tersebut menggunakan metode refluks, dikarenakan dalam pembuatan metil salisilat menggunakan
pereaksi metanol (bersifat volatil) dan sekaligus berfungsi sebagai media reaksi (pelarut).
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 4
C
OH O
OH
CH
3
OH
H
2
SO
4
(p)
OH
C
O
O
CH
3
H
2
O
+
+
Asam Salisilat Metanol Metil Salisilat
Akuades
Reaksi esterifikasi bersifat reversible, untuk memperoleh rendemen tinggi metil salisilat, kesetimbangan harus
digeser ke arah metil salisilat. Satu teknik untuk mencapai ini adalah menggunakan zat pereaksi metanol berlebih.
Adapun reaksi sintesis metil salisilat dari asam salisilat yaitu sebagai berikut:
Mekanisme reaksinya sebagai berikut:
C
O
OH
OH
H O
S
O H
O
O
C
+
O
OH
OH
H
-
O
S
O H
O
O
+
+
AsamSalisilat AsamSulfat
C
+
O
OH
OH
H
H
3
C OH
C
+
O
OH
OH
H
CH
3
OH
-
O
S
HO
O
O
+
+
C
O
OH
CH
3
O
OH
H
C
O
O
OH
CH
3
H
2
O H
2
SO
4
+ +
Metil Salisilat Akuades
Asam
Sulfat
Gambar 1. Mekanisme Reaksi Esterifikasi Sintesis Metil Salisilat.
Setelah melalui proses pemurnian didapat hasil berupa larutan jernih dan berbau khas (seperti minyak
gandapura), untuk membuktikan bahwa senyawa yang diinginkan terbentuk maka senyawa tersebut dianalisis
dengan spektroskopi FT-IR dan NMR-
1
H. Hasil analisis spektroskopi FT-IR untuk senyawa metil salisilat
ditunjukkan pada gambar dibawah ini:
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 5
Gambar 2. Spektrum FT-IR untuk Senyawa Metil Salisilat
Hasil analisa spektroskopi FT-IR menunjukkan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2854,65 cm
-1
yang merupakan puncak serapan khas dari vibrasi regang C-H sp
3
. Serapan pada daerah bilangan gelombang
1681,93 cm
-1
adalah serapan khas dari vibrasi regang gugus karbonil (C=O) dari ester yang terbentuk dan
didukung dengan puncak vibrasi regang C-O-C ester pada daerah bilangan gelombang 1134,14 cm
-1
. Pada daerah
bilangan gelombang 3008,95 cm
-1
menyatakan terdapat gugus tak jenuh yang dapat berupa aromatik didukung
dengan puncak vibrasi regang C-H pada daerah bilangan gelombang 2924,09 cm
-1
, tepat disebelah kiri absorpsi C-
H sp
3
dan juga didukung dengan puncak vibrasi lentur C-H pada daerah bilangan gelombang 1442,75 cm
-1
.
Sedangkan untuk puncak vibrasi lentur O-H pada daerah bilangan gelombang 1334,74 cm
-1
yang didukung juga
dengan vibrasi regang O-H pada daerah bilangan gelombang 3186,40 cm
-1
, ikatan hidrogen mempengaruhi
serapan frekuensi dari gugus O-H dimana ulur O-H terikat menunjukkan serapan lebih rendah daripada ulur O-H
bebas, sehingga ikatan hidrogen memperpanjang ikatan O-H asli. Sebagai akibatnya ikatan menjadi lemah, yang
berarti tetapan gaya berkurang dengan demikian frekuensi ulur diturunkan. Pengaruh lain juga diakibatkan karena
terbentuknya khelat yang kuat dari metil salisilat, sehingga frekuensi ulur O-H teramati sangat rendah, sampai
3186,40 cm
-1
karena ikatan ini tidak mudah putus dalam larutan oleh pelarut inert maka O-H bebas dapat tidak
terlihat pada konsentrasi rendah. Dari spektrum FT-IR metil salisilat di atas maka senyawa yang terbentuk
mengandung gugus karbonil (C=O) dan C-O-C yang merupakan karakteristik dari senyawa ester.
Hasil spektrum FT-IR metil salisilat yang didapat dibandingkan dengan spektrum FT-IR asam salisilat, bahwa
gugus asam karboksilat yang terdapat di asam salisilat diubah menjadi gugus ester. Dimana hasil spektrum FT-IR
asam salisilat menunjukkan pita sangat lebar dari 2600,04-3232,70 cm
-1
disebabkan oleh ulur O-H berikatan
hidrogen, dimana puncak serapan pada daerah 1658,78 cm
-1
merupakan puncak serapan khas dari vibrasi regang
gugus karbonil (C=O), yang didukung dengan puncak vibrasi ulur O-H pada daerah serapan 3232,70 cm
-1
. Pada
daerah bilangan gelombang 3008,95 cm
-1
menyatakan terdapat gugus tak jenuh yang dapat berupa aromatik
didukung dengan puncak vibrasi regang C-H pada daerah bilangan gelombang 2862,36 cm
-1
dan juga didukung
dengan puncak vibrasi lentur C-H pada daerah bilangan gelombang 1442,75 cm
-1
.
Ikatan hidrogen internal mengurangi frekuensi dari serapan vibrasi regang karbonil ke derajat lebih besar
daripada yang terjadi pada ikatan hidrogen intermolekular, maka dari itu metil salisilat menyerap pada daerah
bilangan gelombang 1681,93 cm
-1
. Ketidakjenuhan dalam konjugasi dengan gugus karbonil dari asam karboksilat
menurunkan frekuensi serapan (menaikkan panjang gelombang) dari kedua bentuk monomer dan dimmer.
Umumnya asam ,-karboksilat tidak jenuh dan aril terkonjugasi dengan asam menunjukkan serapan untuk dimer
dalam daerah 1680-1710 cm
-1
.
Hasil analisa NMR-
1
H untuk senyawa metil salisilat dapat dilihat pada spektrum dibawah ini:
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 6
Gambar 3 Spektrum NMR-
1
H untuk Senyawa Metil Salisilat
Hasil pengukuran spektrum NMR-
1
H untuk senyawa metil salisilat dalam pelarut CDCl
3
menunjukkan adanya
pergeseran kimia sebanyak lima lingkungan proton yaitu: = 3,9 ppm (singlet, 3H), 6,9 ppm (triplet, 2H), 7,3
ppm (doublet, 1H), 7,8 ppm (doublet, 1H) dan 10,9 ppm (singlet, 1H).
Pergeseran kimia pada = 3,9 ppm (singlet, 3H), menunjukkan proton dari gugus metoksi (CH
3
O-). Untuk =
6,9 ppm (triplet, 2H), menunjukkan proton dari CH pada benzen yang terletak pada posisi atom C-4 dan C-5.
Untuk = 7,3 ppm (doublet, 1H), menunjukkan proton dari CH pada benzen yang terletak pada posisi atom C-6.
Untuk = 7,8 ppm (doublet, 1H), menunjukkan proton dari CH pada benzen yang terletak pada posisi atom C-3.
Untuk = 10,9 ppm (singlet, 1H), pada daerah downfield (energi lemah/medan magnetik lemah) menunjukkan
proton dari OH yang berikatan dengan benzen di daerah atom C-2 (fenolik). Analisis spektrum NMR-
1
H
menyatakan karakteristik dari senyawa metil salisilat.
2.2 Amidasi Metil Salisilat dengan Menggunakan Fenilamina
Senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida dapat dibuat dengan prinsip amidasi adalah reaksi pembentukan
senyawa amida dari nitrogen trivalen yang terikat pada suatu gugus karbonil. Merupakan salah satu turunan asam
karboksilat membentuk senyawa amida yang dibantu dengan katalis NaOMe (natrium metoksi). Senyawa 2-
hidroksi-N-fenil-benzamida dapat diperoleh dengan mereaksikan metil salisilat (hasil sintesia tahap pertama)
dengan fenilamina dalam pelarut benzen dan katalis natrium metoksi pada suhu refluks dibawah 80
o
C selama 5
jam. Dalam proses amidasi tersebut, metil salisilat dan fenilamina merupakan bahan dasar untuk membentuk
senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida, sedangkan pelarut benzen berfungsi sebagai media reaksi. Digunakan
suhu refluks dibawah 80
o
C, dengan alasan bahwa suhu tersebut tidak melebihi titik didih pelarut dan
mengkondisikan reaksi amidasi berjalan dengan baik. Setelah proses refluks selesai, pelarut dipisahkan dari hasil
reaksi dengan metode destilasi menggunakan alat soxhlet pada suhu 80-85
o
C. Residu yang didapat dimasukkan ke
dalam corong pisah untuk memisahkan katalis dari campuran dengan ditambahkan 50 mL n-heksan dan akuades
lalu dikocok dan didekantasi, dimana katalis yang bersifat polar akan larut didalam air sehingga dapat dipisahkan
dari senyawa hasil sintesia yang cenderung bersifat non-polar (tercampur dengan n-heksan), perlakuan dikocok
dan didekantasi berfungsi supaya akuades dapat melarutkan katalis natrium metoksi secara maksimal lalu
didekantasi supaya pada saat melakukan pemisahan katalis natrium metoksi tidak tercampur kembali ke hasil
sintesa senyawa target tersebut. Setelah dicuci, fraksi senyawa non-polar ditambahkan Na
2
SO
4
anhidrat,
didiamkan 24 jam lalu disaring, ini berfungsi untuk menarik akuades yang masih tersisa. Filtrat yang diperoleh
dimurnikan dari pelarut n-heksan dengan alat soxhlet dengan metode destilasi pada suhu 6980 C. Residu yang
didapat direkristalisasi dengan pelarut etil asetat, pelarut etil asetat ini berfungsi sebagai media panas untuk
meningkatkan terdapatnya padatan/kristal dalam jumlah yang banyak. Setelah terbentuk padatan dikeringkan dari
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 7
pelarut yang masih tersisa dengan menggunakan oven sehingga diperoleh 2-hidroksi-N-fenil-benzamida murni.
Rendemen 2-hidroksi-N-fenil-benzamida yang didapatkan adalah sebesar 41,88%.
Dari hasil uji KLT senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida yang telah direkristalisasi dengan aseton dan
akuades, terdapat satu noda yang menjelaskan bahwa hasil sintesis terdapat senyawa tunggal yaitu senyawa 2-
hidroksi-N-fenil-benzamida. Uji kromatografi lapis tipis senyawa sintesis 2-hidroksi-N-fenil-benzamida
menggunakan perbandingan eluen sebanyak 3 ml yaitu perbandingan benzen dan etil asetat. Dikarenakan eluen ini
sangat baik untuk mengikat senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida, sehingga senyawa pengotor akan terpisah
pada saat uji KLT.
Tabel 1. Data Kromatografi Lapis Tipis Perbandingan Eluen (Benzen-Etil asetat) Senyawa Sintesis 2-hidroksi-N-
fenil-benzamida
Eluen:
Benzen-Etil asetat
(jumlah 3 ml)
Jumlah
noda
Warna
noda
Jarak
eluen (cm)
Jarak
noda
(cm)
Rf
Benzen-Etil asetat (3:0) Satu ungu 5 4,3 0,86
Benzen-Etil asetat (2,5:0,5) satu ungu 5 4,5 0,90
Benzen-Etil asetat (2:1) satu ungu 5 4,6 0,92
Benzen-Etil asetat (1,5:1,5) satu ungu 5 4,7 0,94
Benzen-Etil asetat (1:2) satu ungu 5 4,7 0,94
Benzen-Etil asetat (0,5:2,5) satu ungu 5 4,8 0,96
Benzen-Etil asetat (0:3) satu ungu 5 4,9 0,98
Hasil uji kromatografi lapis tipis perbandingan eluen benzen dan etil asetat didapat satu noda yang berwarna
ungu yang nampak pada sinar UV, dapat disimpulkan hasil sintesis ini sudah cukup murni untuk di analisis
spektroskopi FT-IR dan NMR-
1
H. Digunakan eluen berupa benzen dan etil asetat yang sama-sama bersifat non-
polar, tetapi sifat ke non-polar benzen lebih besar dari pada etil asetat yang perbedaan sifat ini tidak terlalu jauh,
sehingga pada saat digunakan sebagai eluen KLT diharapkan apabila senyawa sintesis tidak murni akan
terpisah/nampak lebih dari satu noda. Hasil uji titik lebur sintesis 2-hidroksi-N-fenil-benzamida adalah 139
o
C.
Sintesis 2-hidroksi-N-fenil-benzamida didasarkan pada teori HSAB (Hard and Soft Acid Base) yang juga
dikenal sebagai konsep dasar asam Pearson, intisari dari teori ini adalah bahwa asam lunak bereaksi lebih cepat
dan membentuk ikatan kuat dengan basa lunak, sedangkan asam keras bereaksi lebih cepat dan membentuk ikatan
kuat dengan basa keras. Interaksi asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionik, sedangkan interaksi
asam lunak dengan basa lunak, interaksinya lebih bersifat kovalen. Berdasarkan Teori HSAB, amidasi metil
salisilat menjadi 2-hidroksi-N-fenil-benzamida dapat terjadi dimana H
+
dari NH
2
merupakan asam keras (hard
acid) yang mudah bereaksi dengan O
-
dari metoksi yang merupakan basa keras (hard base), O
-
yang bersifat
sebagai donor pasangan elektron menyerang H
+
yang bersifat sebagai akseptor pasangan elektron dan NH
-
dari
fenilamina yang merupakan basa lunak (soft base) bereaksi dengan gugus asil R-C
+
=O yang merupakan asam
lunak (soft acid), NH
-
yang bersifat sebagai donor pasangan elektron menyerang R-C
+
=O yang bersifat sebagai
akseptor pasangan elektron. Berdasarkan dukungan teori ini maka reaksi amidasi antara metil salisilat dengan
fenilamina secara hipotesis dapat digambarkan sebagai berikut:
Mekanisme reaksinya sebagai berikut :
OH
C
O
OCH
3
NH
2
+
Fenilamina Metil Salisilat
OH
C
N
H
O
2-hidroksi-N-fenil-benzamida Metanol
+ CH
3
OH
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 8
H N
-
H
+
O H
C
O
O C H
3
+
N a
-
O C H
3
-
N H
-
N H
C H
3
O H
O H
C
-
O
N H
O C H
3
A n i l i n
+
Fe n i l a m i n a
+
N a t r i u m M e t o k s i d a m e t a n o l
+
F e n i l a m i n a M e ti l S a l i s i l a t
OH
C
N
H
O
OH
C
-
O
NH
OCH
3
NaOCH
3
+
Natrium
metoksi 2-hidroksi-N-fenil-benzamida
Gambar 4. Mekanisme Reaksi Amidasi Sintesis 2-hidroksi-N-fenil-benzamida (Mundy dan Ellerd, 1988)
Sintesis 2-hidroksi-N-fenil-benzamida dapat terbentuk melalui beberapa tahapan yaitu tahap pertama adalah
protonisasi gugus amina, tahap kedua adalah adisi oleh amida dan pemindahan suatu proton ke gugus oksigen dan
tahap ketiga adalah deprotonisasi dan Eliminasi metanol.
Hasil analisa spektroskopi FT-IR untuk senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida dapat dilihat pada spektrum
dibawah ini:
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 9
Gambar 5 Spektrum FT-IR untuk Senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida.
Hasil analisa FT-IR menunjukkan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3294,42 cm
-1
yang
merupakan puncak serapan khas dari vibrasi regang NH amida sekunder (satu peak) dan vibrasi regang O-H yang
didukung juga puncak vibrasi lentur O-H pada daerah bilangan gelombang 1334,74 cm
-1
, gugus NH amida
(regang) juga muncul pada daerah bilangan gelombang 1558,48 cm
-1
yang muncul di sebelah kanan resapan C=O.
Serapan pada daerah bilangan gelombang 1620,21 cm
-1
adalah serapan khas dari vibrasi regang gugus karbonil
(C=O). Pada daerah bilangan gelombang 3032,10 cm
-1
menyatakan terdapat gugus tak jenuh yang dapat berupa
aromatik didukung dengan puncak vibrasi regang C-H pada daerah bilangan gelombang 2916,37 cm
-1
dan juga
didukung dengan puncak vibrasi lentur C-H pada daerah bilangan gelombang 1450,47 cm
-1
. Dari spektrum FT-IR
2-hidroksi-N-fenil-benzamida di atas maka senyawa yang terbentuk mengandung gugus karbonil (C=O) dan NH
amida sekunder dimana hanya terlihat satu peak saja, yang merupakan karakteristik dari senyawa amida.
Hasil analisa spektrum FT-IR senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida menunjukkan terdapat serapan khas
vibrasi regang NH amida sekunder (satu peak), dibandingkan dengan hasil metil salisilat tidak memiliki serapan
vibrasi regang NH amida sekunder tetapi terdapat gugus metoksi dimana ditunjukkan pada serapan C-O-C ester
pada gelombang 1134,14 cm
-1
dan serapan C-H sp
3
pada gelombang 2924,09 cm
-1
dan 2854,65 cm
-1
.
Ikatan hidrogen, terutama dalam senyawa-senyawa O-H dan N-H memberikan sejumlah pengaruh dalam
spektra inframerah. Karena kebanyakan pekerjaan rutin kimia organik menggunakan pelarut yang relatif tidak
mengadakan ikatan (CCl
4
, CHCl
3
dan lain-lain) maka penggunaan pelarut seperti benzen akan mempengaruhi
serapan O-H atau N-H dapat mengalami pergeseran yang semacam oleh akibat intramolekul. Adanya ikatan
hidrogen didalam molekul menyebabkan bergesernya pita serapan kekanan (ke angka gelombang yang lebih
rendah). Spektra cairan murni tersebut, memperlihatkan ikatan hidrogen yang terjadi secara meluas. Ikatan
hidrogen pada -OH tersebut dapat mengubah posisi dan penampilan pita absorpsi inframerah. Namun, resapan OH
juga bisa nampak sebagai peak yang lebih runcing dan kurang intensif, jika ikatan pada OH kurang intensif.
Sedangkan resapan oleh ikatan NH juga kurang intensif. Hal ini disebabkan karena dalam amina terdapat ikatan
hidrogen yang lebih lemah. Dengan ikatan hidrogen yang lemah tersebut, maka nampak peak NH yang lebih
runcing dan kurang intensif (tidak terbentuk pita lebar). Hal tersebut juga disebabkan karena ikatan NH adalah
ikatan yang kurang polar sehingga menyebabkan absorpsi yang lemah.
Hasil pengukuran spektrum NMR-
1
H untuk senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida dalam pelarut CDCl
3
menunjukkan adanya pergeseran kimia sebanyak empat lingkungan proton yaitu: = 5,00 ppm (singlet, 1H), 7,00
ppm (quartet, 4H), 7,10 ppm (triplet, 5H) dan 8,01 ppm (singlet, 1H).
Pergeseran kimia pada = 5,00 ppm (singlet, 1H), menunjukkan proton dari OH yang terikat dengan benzen
di daerah orto/atom C-2. Untuk = 7,00 ppm (quartet, 4H), menunjukkan proton dari CH pada benzen yang
terletak pada posisi atom C-3, C-4, C-5 dan C-6. Untuk = 7,10 ppm (triplet, 3H), menunjukkan proton dari CH
pada benzen yang terletak pada posisi orto (atom C-2 dan C-6), meta (atom C-3 dan C-5) dan para (atom C-4).
Untuk = 8,01 ppm (singlet, 1H), pada daerah downfield (energi lemah/medan magnetik lemah) menunjukkan
proton dari NH yang merupakan gugus amida.
Hasil analisa NMR-
1
H untuk senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida terdapat pada gambar dibawah ini:
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 10
Gambar 6. Spektrum NMR-
1
H untuk Senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida
D. KESIMPULAN
Dari Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Senyawa metil salisilat dapat disintesis melalui reaksi esterifikasi asam salisilat dan metanol dengan bantuan
katalis asam (H
2
SO
4(p)
). Hasil diperoleh rendemen metil salisilat yang didapat sebesar 96,45%, berbau khas
(seperti minyak gandapura) dan larutan bening.
2. Senyawa 2-hidroksi-N-fenil-benzamida dapat disintesa melalui reaksi amidasi metil salisilat dan fenilamina
dengan bantuan katalis NaOMe (natrium metoksi). Hasil diperoleh dengan rendemen sebesar 41,88%, tidak
berbau dan berbentuk padatan berwarna putih.
E. DAFTAR PUSTAKA.
1. Anonim. 2002. Ilmu Kimia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
2. Anonimous II. 1976. The Merck Index. New Jersey USA. Merck and Co.
3. Bresnick S.M.D. 1996. Intisari Kimia Organik. Jakarta. Hipokrates.
4. Cotton, F. A. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan oleh Sahati Suharto. Jakarta.
UI Press.
5. Dinarno. 2009. Perancangan Pabrik Butil Asetat dari Asam Asetat dan Butanol dengan Proses BATCH
kapasitas 13,150 Ton/Tahun. Skripsi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
6. Djamhuri, Agus, 1995. Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan. Cetakan
III. Penerbit Hipokrates, Jakarta.
7. Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga jilid 1. Jakarta. Erlangga.
8. Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga jilid 2. Jakarta. Erlangga.
9. Fessenden, R. J. and Fessenden, J. S. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta. Binarupa Aksara.
Disampaikan Pada Simposium Nasional Kimia Bahan Alam XIX (SimNas KBA 2011)
11 12 Oktober 2011, di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman Samarinda 11
10. Foye WO, L Lemke, DA Williams (1995). Medicinal Chemistry. Philadelphia: Lippincot Williams &
Wilkins.
11. Gabriel, R. 1984. Selective Amidation of Fatty Methyl Ester with N-(2-Aminoethyl)-Ethanolamine
Under Base Catalysis. J. Am. Oil Chem. Soc. 60. 965.
12. Ganiswara, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
13. Hart, H. 1990. Kimia Organik Edisi Keenam. Jakarta. Erlangga.
14. Kavala, V., Gopinath, R., and Bhisma, K. 2006. Esterifikasi Fischer.
http://id.wikipedia.org/wiki/Esterifikasi_Fischer diakses pada tanggal 01 November 2009.
15. Mundy, Bradford, P. and Ellerd, Michael, G. 1988. Name Reactions and Reagents in Organic Synthesis.
Amerika. A Wiley-Interscience Publication.
16. Noerdin, D. 1986. Elusidasi Struktur Senyawa Organik Dengan Cara Spektroskopi Ultralembayung Dan
Inframerah. Bandung. Penerbit Angkasa.
17. Parfitt K (ed) (1999). Martindale The Complete Drug Reference, 32nd ed. London: Pharmaceutical Press.
18. Rudyanto, M. Suzana dan Astika, N. G. 2005. Sintesis N-Metilsalisilamida, N,N-Dimetilsalisilamida dan
Salisilpiperidida. Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya.
19. Siswandono & Soekardjo B. 2000. Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya. Airlangga University Press.
20. Sastrohamidjojo, H. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta. Liberti.
21. Sudjadi, M. S. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung. Ghalia Indonesia.
22. Zook, W. 1963. Synthetic Organik Chemistry. USA. John Willey & Sons Inc.

Anda mungkin juga menyukai