Anda di halaman 1dari 3

Efek samping tetrasiklin

1. Gangguan lambung. Penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari


mukosa lambung dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh
yang diobati dengan obat ini.
2. Efek terhadap kalsifikasi jaringan. Deposit dalam tulang dan pada gigi
timbul selama kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini
menyebabkan pewarnaan dan hipoplasi pada gigibdan menganggu
pertumbuhan sementara.
3. Hepatotoksisitas fatal. Efek samping ini telah diketahui timbul bila obat
ini diberikan pada perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila
penderita tersebut juga pernah mengalami pielonefritis.
4. Fototoksisitas . Fototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari yang berat
terjadi bila pasien menelan tetrasiklin terpajan oleh sinar matahari atau
UV. Toksisitas ini sering dijumpai dengan pemberian tetrasiklin,
doksisiklin dan deklosiklin.
5. Gangguan keseimbangan. Efek samping ini misalnya pusing, mual,
muntah terjadi bila mendapat minosiklin yang menumpuk dalam
endolimfe telinga dan mempengaruhi fungsinya.
6. Pseudomotor serebri. Hipertensi intrakranial benigna ditandai dengan
sakit kepala dan pandangn kabur yang dapat terjadi pad orang dewasa.
Meskipun penghentian meminum obat membalikkan kondisi, namun tidak
jelas apakah dapat terjadi sekuela permanen.
7. Superinfeksi. Pertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam
vagina) atau stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.



Efek samping kloramfenikol
1. Reaksi Hematologik
Terdapat dalam 2 bentuk. Yang pertama ialah reaksi toksik dengan
manfestasi depresi sumsum tulang belakang. Kelainan ini berhubungan
dengan dosis, progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan. Kelainan
darah yang terlihat anemia, retikulositopenia, peningkatan serum iron,
dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit muda. Reaksi ini
terlihat bila kadar kloramfenikol dalam serum melampaui 25 g/ml.
Bentuk ke dua adalah anemia aplastik dengan pansitopenia yang
irreversibel dan memiliki prognosis yang sangat buruk. Timbulnya tidak
tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan. Insiden berkisar
antara 1: 24000 50000. efek samping ini diduga efek idiosinkrasi dan
mngkin disebabkan oleh kelainan genetic.
Kloramfenikol yang diberikan secara parenteral jarang
menimbulkan anemia aplastik namun hal ini belum dapat dipastikan
kebenarannya. Kloramfenikol dapat menimbulkan hemolisis pada pasien
defisiens enzim G6PD bentuk mediteranean.
Hitung sel darah yang dilakukan secara berkala dapat memberi
petunjuk untuk mengurangi dosis atau menghentikan terapi. Dianjurkan
untuk hitung leukosit dan hitung jenis tiap 2 hari. Pengobatan terlalu lama
atau berulang kali perlu dihindari. Timbulnya nyeri tenggorok dan infeksi
baru selama pemberian kloramfenikol menunjukkan adanya kemungkinan
leukopeni.
2. Reaksi saluran cerna
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan
enterokolitis





3. Reaksi alergi
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem,
urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer
dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid walaupun yang terakhir ini
jarang dijumpai.
4. Sindrom gray
Pada neonatus, terutama pada bayi prematur yang mendapat dosis
tinggi (200mg/kg BB) dapat timbul sindrom Gray, biasanya antara hari ke-
2 sampai hari ke-9 masa terapi, rata-rata hari ke 4. Mula-mula bayi
muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dantidak teratur, perut
kembung, sianosis, dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak
sakit berat. Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna
keabu-abuan; terjadi pula hipotermia. Angka kematian kira-kira 40%,
sedangkan sisanya sembuh sempurna. Efek toksik ini diduga disebabkan
oleh; (1) sistem konjugasi oleh enzim glukoronil transferase belum
sempurna dan, (2) kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat
diekskresi dengan baik oleh ginjal. Untuk mengurangi kemungkinan
terjadimya efek samping ini maka dosis kloramfenikol untuk bayi berumur
kurang dari 1 bulan tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB sehari. Setelah
umur ini dosis 50 mgKg/BB biasanya tidak menimbulkan efek samping
tersebut.
5. Reaksi neurologik
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit
kepala.

Anda mungkin juga menyukai