Anda di halaman 1dari 9

BAHAYA LIMBAH DETERJEN

TERHADAP LINGKUNGAN DAN


KESEHATAN

BAHAYA LIMBAH DETERJEN TERHADAP LINGKUNGAN DAN
KESEHATAN
Oleh:
Kristin Agustina P
Pendidikan Kimia

Abstrak
Mencuci merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Deterjen
merupakan bahan yang pencuci yang populer di Indonesia. Deterjen mengandung bahan-bahan
penyusun yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Bahan-bahan penyusun dari
deterjen adalah surfaktan, builder, filler, dan aditif. Bahan-bahan penyusun deterjen tersebut
memiliki dampak bagi pencemaran lingkungan. Salah satu dampak dari pencemaran lingkungan
adalah terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi mengakibatkan terganggunya rantai makanan yang
dapat menyebabkan limbah deterjen masuk ke dalam tubuh manusia. Senyawa sisa limbah
deterjen yang menumpuk di dalam tubuh dapat menyebabkan kanker. Iritasi juga dapat timbul
akibat penggunaan deterjen. Oleh karena itu, konsumen diharapkan mencermati kandungan yang
terdapat dalam deterjen sebelum membeli produk dan memilih deterjen yang ramah lingkungan.

Kata kunci: deterjen, penyusun deterjen, pencemaran lingkungan, kesehatan

A. Pendahuluan
Deterjen merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap rumah tangga di Indonesia.
Mencuci dengan menggunakan deterjen merupakan salah satu hal lazim yang dilakukan oleh ibu
rumah tangga. Harga deterjen yang dijual di pasaran pun bervariasi, mulai dari ukuran kecil
dengan harga ribuan rupiah sampai yang berukuran satu kilogram dengan harga puluhan ribu
rupiah. Di Indonesia pun terdapat berbagai macam jenis deterjen yang dijual di pasaran. Deterjen
dapat dengan mudah ditemui di warung-warung kecil, pasar tradisional, minimarket, maupun di
supermarket.
Persaingan produk deterjen pun terjadi dewasa ini. Produsen mempromosikan produk
buatan mereka dengan berbagai macam cara, antara lain dengan memberi hadiah berupa piring,
gelas, ataupun produk deterjen mereka dalam kemasan kecil. Promosi lainnya biasanya berupa
penambahan bahan pewangi, pelembut, zat aditif, pemutih, dan lain-lain. Produsen juga
mempromosikan produknya yang memberikan busa yang melimpah. Persepsi penduduk
Indonesia saat ini adalah busa yang melimpah akan menghilangkan kotoran yang ada di pakaian
dengan cepat. Namun persepsi ini sebenarnya salah, busa yang melimpah bukan jaminan akan
kebersihan pakaian yang dicuci. Sebaliknya busa deterjen ini akan menjadi limbah yang sulit
diuraikan oleh bakteri.
Limbah yang tidak terurai dengan baik akan menjadi suatu permasalahan bagi
lingkungan. Butuh waktu yang lama agar senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam
limbah deterjen dapat terurai secara alami oleh bakteri. Oleh karena itu, artikel ini diharapkan
dapat membuka wawasan masyarakat akan dampak dari limbah deterjen terhadap lingkungan
dan kesehatan. Masyarakat diharapkan dapat memilih deterjen yang ramah lingkungan serta
tidak mengganggu ekosistem yang ada di alam dengan mengetahui dampak limbah deterjen
terhadap lingkungan dan kesehatan.

B. Pembahasan
Deterjen merupakan salah satu produk industri yang biasa digunakan di dalam
kehidupan manusia. Salah satu manfaat dari deterjen adalah untuk melindungi kebersihan dan
kesehatan manusia. Deterjen biasanya digunakan dalam industri maupun rumah tangga sebagai
bahan pencuci atau pembersih. Dalam rumah tangga khususnya digunakan untuk mencuci
pakaian.
Deterjen dalam arti luas menurut Srikandi Fardiaz (1992:66) adalah bahan yang
digunakan sebagai pembersih, termasuk sabun pencuci piring alkali dan cairan pembersih.
Definisi yang lebih spesifik dari deterjen adalah bahan pembersih yang mengandung senyawa
petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Deterjen merupakan bahan yang mengandung
senyawa petrokimia karena terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.

Gambar 1. Reaksi pembuatan deterjen
Deterjen berfungsi sebagai penghilang kotoran berupa minyak yang serupa dengan
sabun, yaitu dengan cara mengemulsi lemak, minyak atau gemuk (grease), tetapi deterjen tidak
menyebabkan gumpalan seperti pada sabun (Hiasinta A. Purnawijayanti, 2001: 22).
Mengemulsikan lemak yang dimaksud dalam hal ini adalah membuat fasa lemak menjadi emulsi
sehingga lemak mudah terlepas dari pakaian. Fungsi lain dari deterjen menurut Cichy dalam
buku Hiasinta A. Purnawijayanti (2001:22) adalah sebagai berikut:
1. Mendispersi (memecah) kotoran dan merubah fasanya menjadi suspensi dalam larutan.
2. Melarutkan padatan dan mengemulsikan cemaran minyak sehingga mudah dihilangkan.
3. Mensuspensikan kotoran yang tidak larut ke dalam larutan dan mencegah kotoran menempel
kembali pada permukaan pakaian.
4. Membuat efektivitas air sebagai pelarut meningkat sehingga kotoran mudah larut dalam air.
Deterjen pada umumnya mengandung surfaktan. Surfaktan dalam deterjen berfungsi
sebagai bahan pembasah yang menyebabkan turunnya tegangan permukaan air. Dengan
menurunnya tegangan permukaan air maka air lebih mudah meresap ke dalam pakaian yang
dicuci. Surfaktan (surface active agents) atau bahan pembasah (wetting agents) merupakan
bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun, danshampoo (Hefni
Effendi, 2003:217). Selain itu molekul-molekul surfaktan membentuk ikatan-ikatan di antara
partikel kotoran dan air. Keadaan ini terjadi karena molekul surfaktan bersifat bipolar, di mana
salah satu ujungnya bersifat nonpolar dan larut dalam kotoran, sedangkan ujung yang lainnya
bermuatan dan larut di dalam air. Oleh karena itu, partikel kotoran yang menempel pada pakaian
terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air. Surfaktan yang paling umum digunakan adalah
alkil sulfonat linier (ASL) dan salah satu contohnya adalah dodesilbenzensulfonat dengan rumus
struktur sebagai berikut:

Gambar 2. Dodesilbenzensulfonat
Surfaktan dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu surfaktan anionik, surfaktan
kationik, surfaktan nonionik, dan surfaktan amphoteric(zwitterionic). Contoh-contoh dari
beberapa surfaktan adalah sebagai berikut:
Surfaktan
Anionik
Surfaktan
Kationik
Surfaktan
Nonionik
Surfaktan
Amfoterik
1. Natrium linier
alkil benzene
sulfonat
2. Linier
alkilbenzene
sulfonat
3. Petroleum
sulphonate
4. Natrium lauril
eter sulfonat
5. Alkil sulfat
6. Alkohol sulfat
1. Stearalkonium
klorida
2. Benzakonium
klorida
3. Quaternarny
ammonium
compounds
4. Senyawa amina
1. Dodesil dimetil-
amina
2. Coco
diethanolamide
3. Alcohol ethoxy
lates
4. Alkohol linier
primer
5. Polimer
6. Alcohol
polyethoxylate
1. Cocoampho
carboxyglycinate
2. Cocamidopropyl-
betaine
3. Asil etilena
4. Betaines
5. Imidazolin
Tabel 1. Contoh surfaktan
Jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalahalkylbenzene
sulphonate (ABS) yang bersifat resisten terhadap dekomposisi biologis. Hal ini bisa berarti jika
ABS atau alkilbenzene sulfonat ini sukar diuraikan secara biologis oleh bakteri. Dewasa ini,
surfaktan jenis ABS telah digantikan oleh linear alkyl sulphonate (LAS) yang dapat diuraikan
oleh bakteri secara biologis (biodegradeble). LAS memiliki tingkat biodegradasi sebesar 90%
sedangkan ABS hanya sebesar 50-60%. Surfaktan juga memiliki dampak negatif mengganggu
transfer gas di dalam sel. Jika surfaktan bereaksi dengan sel dan membran sel maka surfaktan
akan menganggu pertukaran gas yang berlangsung antar sel. Pertukaran oksigen yang tidak
berlangsung dengan lancar akan mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat. Surfaktan dapat
menyebabkan permukaan kulit kasar, hilanganya kelembaban alami kulit, dan meningkatkan
permeabilitas permukaan luar. Derajat keasaman (pH) deterjen yang tinggi akan menyebabkan
tangan iritasi (panas, gatal, dan mengelupas).
Selain surfaktan deterjen juga mengandung builder (bahan
pembentuk). Builder berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara
menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Contoh daribuilder adalah Sodium tri poly
phosphate (STPP), Nitril tri acetate(NTA), Ethylene diamine tetra acetate (EDTA), zeolit,
dan asam sitra. Air yang mengandung fosfat dapat menyebabkan keracunan apabila terminum
oleh manusia. Menurut Damin Sumardjo (2008: 630), persenyawaan fosfat anorganik yang
dipakai sebagai builder (bahan pengawet busa) ternyata dapat mencemari air seperti
persenyawaan fosfat anorganik yang terdapat pada pupuk. Pencemaran ini membuat air disungai
menjadi bau. Bau busuk ini berasal dari gas NH
3
dan H
2
S yang berasal dari peruraian bakteri
anaerob. Air sungai yang tercemar sulit dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan air sehari-hari.
Air sungai yang tercemar limbah deterjen berakibat buruk bagi flora dan fauna yang
hidup di sungai. Ikan dan tumbuhan yang ada di sungai dapat mati karena ekosistem tempat
hidup mereka tercemar. Zat yang terdapat dalam limbah deterjen dapat memacu pertumbuhan
eceng gondok dan gulma air sehingga dapat mengakibatkan ledakan jumlah tanaman tersebut.
Ledakan jumlah tanaman tersebut akan mengakibatkan pendangkalan dan menyumbat aliran air
sungai. Tanaman yang menutupi permukaan air akan menghambat masuknya sinar matahari dan
oksigen ke air. Hal ini akan berdampak pada kualitas air dan ikan-ikan menjadi sulit untuk
bertahan hidup. Penelitian juga menunjukkan bahwa deterjen mempunyai pengaruh terhadap
flora dan fauna yang hidup di sungai. Deterjen anionik bersifat lebih toksik terhadap udang air
(Gammarus polex) dibandingkan dengan deterjen kationik atau nonionik. Sedangkan ikan lebih
sensitif terhadap pengaruh deterjen nonionik atau deterjen kationik dibandingkan dengan
deterjen anionik (Damin Sumardjo, 2008: 631).
Deterjen dapat membentuk banyak busa dalam air dan banyak jenis deterjen sukar
sekali diuraikan oleh enzim-enzim bakteri pengurai sehingga akan tetap utuh dan berbusa.
Limbah deterjen yang tidak dapat diurai dalam waktu yang singkat ini menyebabkan polusi
udara karena baunya yang tidak sedap. Menurut Petra Widmer dan Heinz Frick (2007: 42),
deterjen terurai dalam hitungan minggu hingga bulanan sedangkan persyaratan ekolabel
memberikan jangka waktu peruraian limbah deterjen di lingkungan alam hanya dua hari. Selain
itu deterjen dalam air buangan dapat meresap ke air tanah atau sumur-sumur di masyarakat. Air
yang tercemar limbah deterjen tidak baik bagi kesehatan karena dapat menyebabkan kanker.
Kanker ini diakibatkan oleh menumpuknya surfaktan di dalam tubuh manusia.
Bahan lain yang terkandung dalam deterjen adalah filler (pengisi). Filler adalah bahan
tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi
menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat. Sedangkan aditif adalah bahan suplemen/tambahan
untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna. Bahan
aditif ini sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Aditif ditambahkan
untuk komersialisasi produk/agar produk dapat menarik perhatian konsumen. Contoh dari aditif
adalah enzim, boraks, Natrium klorida, Carboxy methyl cellulose (CMC). Sayangnya diantara
zat-zat tersebut ada yang tak bisa dihancurkan oleh mikroorganisme sehingga menyebabkan
pencemaran lingkungan. Limbah detergen juga menyebabkan pencemaran tanah yang
menurunkan kualitas kesuburan tanah yang mengakibatkan tanaman serta hidupan tanah
termasuk cacing mati. Padahal cacing berfungsi untuk menguraikan limbah organik, non organik
& menyuburkan tanah.

C. Penutup
1. Kesimpulan
Banyaknya jenis deterjen yang beredar di pasaran sebaiknya membuat konsumen lebih
jeli dalam memilih produk deterjen yang ramah lingkungan. Limbah deterjen yang tidak mudah
diuraikan oleh bakteri. Bakteri membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menguraikan limbah
deterjen. Sisa limbah deterjen yang tidak terurai akan menyebabkan pencemaran air. Air yang
tercemar biasanya berbau busuk dan tidak bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Penggunaan fosfat sebagai builder mengakibatkan terjadinya ledakan jumlah eceng
gondok di perairan. Eceng gondok yang melimpah di perairan akan menyebabkan ekosistem
terganggu. Ikan-ikan akan kekurangan oksigen sehingga ikan akan mati dan populasi ikan
menurun. Limbah deterjen yang masuk ke rantai makanan akan masuk ke tubuh manusia.
Surfaktan yang berasal dari limbah deterjen dapat menyebabkan kanker apabila menumpuk di
dalam tubuh. Surfaktan yang terkandung dalam deterjen juga dapat menyebabkan iritasi kulit
yang ditandai dengan rasa panas, gatal bahkan kulit mengelupas jika bersentuhan langsung.
Dengan demikian konsumen deterjen diharapkan mencermati kandungan yang terdapat dalam
deterjen sebelum membeli produk dan memilih deterjen yang ramah lingkungan.

D. Daftar Pustaka
Damin Sumardjo. (2008). Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta: EGC.
Hefni Effendi. (2003). Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan.
Yogyakarta: Kanisius.
Hiasinta A. Purnawijayanti. (2001). Sanitasi, Higine, dan Keselamatan Kerja dalam
Penggolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius.
Srikandi Fardiaz. (1992). Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.
Widmer, Petra & Frick, Heinz. (2007). Hak Konsumen dan Ekolabel. Yogyakarta: Kanisius.


Karakteristik Air Limbah

Karakteristik Fisik Karakteristik Fisik Kegunaan
Padatantotal Menilai potensi penggunaan kembali air
limbah dan menentukan tipe unit
pengolahan yang cocok
Padatan terendapkan Menentukan apakah padatan dapat
mengendap secara gravitasi pada waktu
tertentu
Distribusi ukuran partikel Meniliai Kinerja unit proses pengolahan
Turbiditas Menilai kualitas dari air limbah yang telah
diolah
Warna Menentukan kondisi dari air limbah
(aestetik)
Transmitansi Menilai kecocokan efluen untuk disinfektan
UV
Bau Menentukan apakah ada gangguan bau
Temperatur Penting sebagai parameter perancangan
unit proses biologis
Densitas
Konduktivitas Menilai kecocokan efluen untuk
penggunaan pertanian



Karakteristik Kimiawi (Anorganik)
Karakteristik Anorganik
Kegunaan
Nitrogen total Mengukur konsentrasi nutrisi dan derajat
dekomposisi di dalam air limbah
Fosfortotal
pH Mengukur tingkat keasaman/kebasaan di dalam air
limbah
Alkalinitas Mengukur tingkat buffer di dalam air limbah
Klorida(Cl-) Menilai ke cocokan air limbah untuk penggunaan
kembali di bidang pertanian
Sulfat Mengukur potensi bau dan berdampak pada
pengolahan lumpur yang dihasilkan
Logam Menilai penggunaan kembali air limbah dan efek
racun selama pengolahan.
Unsur/senyawaanorganikspesifik Melihat ke beradaan unsure tertentu di dalam air
limbah
Berbagaigas
(O2, CO2, NH3, H2S, CH4)
Melihat ke beradaan gas tertentu di dalam air
limbah

Penyimpanan Natrium Sulfat
Tindakan pencegahan:
Jangan menelan. Jangan menghirup debu. Hindari kontak dengan mata. Pakailah
pakaian pelindung yang sesuai. Jika tertelan, segera dapatkan saran medis dan
tunjukkan wadah atau label. Jauhkan dari incompatibles seperti oksidator, logam.
Penyimpanan:
Simpan wadah tertutup rapat. Simpan wadah di tempat yang sejuk, berventilasi
baik. hidroskopis


Tindakan pencegahan:
Jangan menelan. Jangan menghirup debu. Hindari kontak dengan mata.
Pakailah pakaian pelindung yang sesuai. Jika tertelan, segera dapatkan saran medis
dan tunjukkan wadah atau label. Jauhkan dari incompatibles seperti
oksidator, logam.
Penyimpanan: Simpan wadah tertutup rapat. Simpan wadah di tempat yang
sejuk, berventilasi baik. hidroskopis

Anda mungkin juga menyukai