Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH DASAR DASAR MIKROBIOLOGI

“Kerugian yang Ditimbulkan Mikroorganisme di Bidang Industri”

Disusun Oleh

Kelompok 6 :

1. Besti Defita (18231077)

2. Nia Khairunnisa (18231088)

3. Tri Wahyu Ningsih (18231095)

Dosen Pengampu : Tuti Lestari, S. Si, M. Si

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga Makalah ini dapat kami susun dengan baik dan
lancar. Tak lupa pula kita kirimkan salam serta salawat kepada junjungan Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam gelap gulita menuju alam yang terang
benderang seperti saat ini. Makalah kami ini berjudul “Kerugian yang ditimbulkan
Mikroorganisme diBidang Industri” Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
berkat bantuan dan tuntunan.
Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan
ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Dengan ini kami menyadari bahwa dalam
proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya,
kami dengan rendah hati menerima masukan, saran, dan usul guna penyempurnaan makalah
ini.Akirnya kami berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembacanya.

Padang, 12 Desember 2020,

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii

PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................2

BAB II...........................................................................................................................................................3

1. Pseudomonas cocovenenans,Menghasilkan Asam Bongkrek pada Tempe Bongkrek......................3

2. Clostridium botulinium,Menghaisilkan Racun Botulinin pada Makanan Kalengan..........................4

3. Bacillus cereus pada Susu................................................................................................................6

4. Rhizopus sp Penyebab Jamur pada Roti..........................................................................................9

5. Salmonella pada Makanan Mentah..............................................................................................10

6. Campylobacter pada Daging Mentah dan Produk Susu.................................................................11

7. Staphylococcus aureus Produk Susu yang tidak dipasteurisasi dan Makanan Asin.......................12

8. Escherichia coli pada Daging Mentah, Minuman dan Produk Susu yang tidak dipasteurisasi.......13

9. Listeria monocytogenes pada Makanan Siap Saji..........................................................................14

TABEL PEMBAHASAN.................................................................................................................................16

BAB III........................................................................................................................................................21

PENUTUP...................................................................................................................................................21

A. Kesimpulan.......................................................................................................................................21

B. Saran.................................................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme mikroskopik yang sebagian besar


berupa satu sel yang terlalu kecil untuk dapat dilihat menggunakan mata telanjang. Mikroba
berukuran sekitar seperseribu milimeter (1 mikrometer) atau bahkan kurang, walaupun ada juga
yang lebih besar dari 5 mikrometer. Karenanya, mikroba hanya bisa dilihat dengan menggunakan
alat bantu berupa mikroskop. Dalam sehari-hari bakteri sangat berperan. Baik peran positif
maupun negatif, baik di bidang kesehatan, makanan, lingkungan maupun di bidang industri
misalnya industri Tekstil, industri kimia dan industri obat-obatan.

Mikrobiologi industri merupakan suatu usaha memanfaatkan mikroba sebagai komponen


untuk industri atau mengikut sertakan mikroba dalam proses, yang bertujuan untuk menghasilkan
produk bernilai ekonomi dan bermanfaat. Mikrobiologi industri awalnya dimulai dengan proses
fermentasi alkohol, seperti pada pembuatan “beer” dan “wine” (minuman dibuat dari buah
anggur). Proses mikrobial dikembangkan untuk produksi bahan farmasi seperti antibiotika,
produksi makanan tambahan seperti asam amino, serta produksi enzim, dan produksi industri
kimia seperti butanol dan asam sitrat.

Namun demikian mikroba juga dapat merugikan pada bidang industri. Mikroba juga
dapat merusak produk-produk yang sudah dikemas sehingga produk tersebut berbahaya untuk
dikonsumsi. Oleh sebab itu, kita juga mempunyai kewajiban untuk mempelajari berbagai macam
mikroba yang berperan dalam perindustrian baik yang menguntungkan atau pun yang merugikan.
Dengan mempelajari jenis mikroba yang merugikan dalam suatu produksi kita bisa mengetahui
jenis mikroba apa saja yang bersifat merugikan dan dapat kita cegah perkembangannya pada
bidang industri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja mikroba yang merugikan dibidang industri?

2. Bagaimana upaya menanggulangi mikroba yang merugikan dibidang industri?

1
C. Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui apa saja mikroba yang merugikan dibidang industri

2. Dapat mengetahui bagaimana upaya menanggulangi mikroba yang merugikan dibidang


industri
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pseudomonas cocovenenans, Menghasilkan Asam Bongkrek pada Tempe Bongkrek

Gambar Pseudomonas cocovenenans pada tempe


bongkrek ( Sumber : Gurupendidikan.com)
Tempe bongkrek adalah tempe yang dibuat dari ampas kelapa dimana sangat berpeluang
untuk terkontaminasi oleh bakteri Pseudomonas cocovenenans. Di dalam tempe bongkrek,
bakteri ini akan memproduksi toksin tahan panas yang menyebabkan keracunan pada orang yang
mengonsumsinya. Pada umumnya tempe bongkrek yang jadi atau berhasil dengan baik (kompak
dan putih warnanya) hanya ditumbuhi kapang tempe Rhizopus oligosporus, tetapi tempe yang
gagal dan rapuh di samping R.oligosporus biasanya juga tumbuh sejenis bakteri yang disebut
Pseudomonas cocovenenans, bakteri yang sebenarnya tidak dikehendaki ada dalam tempe
bongkrek. Asam bongkrek memobilisasi glikogen di dalam liver, menyebabkan hiperglikemi lalu
hipoglikemi dan menghambat pembentukan ATP yang bisa menyebabkan kematian. Sementara
toksoflavin menghasilkan hidrogen peroksida yang toksik terhadap sel.

Bakteri Pseudomonas cocovenenans timbul dikarenakan proses fermentasi yang tidak


sempurna dimana akan menghasilkan enzim tertentu yang bisa memecah sisa minyak kelapa
dalam tempe bongkrek. Proses tersebut menghasilkan asam lemak dan gliserol. Selanjutnya,
asam lemak akan mengalami pemecahan yang membentuk asam bongkrek dan sebagian
toksoflavin. Baik asam bongkrek maupun toksoflavin, masih tetap bertahan pada pemanasan
tinggi sampai suhu 120°C.

Keberadaan asam bongkrek menyebabkan kapang tidak bisa tumbuh dengan baik,
sehingga miselium kapang di permukaan tempe bongkrek yang dicurigai mengandung asam
bongkrek terlihat tipis. Jika mengandung toxoflavin, tempe bongkrek akan terlihat berwarna
kuning (normalnya putih). Selain itu, tempe bongkrek beracun akan mengeluarkan bau
menyengat dan rasa pahit. Tapi, karena toksinnya yang sangat letal, sebaiknya hindari
mengkonsumsi tempe bongkrek. Beberapa kasus keracunan akibat tempe bongkrek sering
terjadi, menurut Prof. Rubiyanto Misman Pakar dari Fakultas Biologi Unsoed penyebab
keracunan ini bukan disebabkan oleh bakterinya, namun dikarenakan oleh asam bongkrek yang
dihasilkan bakteri.

Usaha Pencegahan Keracunan pada Pembuatan Tempe Bongkrek

Usaha-usaha untuk menghindari timbulnya racun pada pembuatan tempe bongkrek antar lain :

a. Dengan penambahan kapang / jamur Monilla sitophila sebagai pengganti kapang bongkrek.
Kapang ini mampu memanfaatkan sisa minyak kelapa yang masih terdapat dalam ampas
kelapa dalam waktu sehari semalam sehingga bakteri P.cocovenenans tidak dapat
memproduksi toksin. Bila terkontaminasi dengan bakteri bongkrek atau Pseudomonas
cocovenenans tidak terbentuk racun, namun bukan tempe bongkrek yang dihasilkan
melainkan oncom.

b. Dengan penambahan antibiotik Aureomycin dan Terramycin untuk mencegah pertumbuhan


bakteri P.cocovenenans. Namun karena mahal dan sulit dicari, saat ini antibiotik sudah tidak
digunakan lagi.

c. Dengan penambahan daun calincing atau Oxalis sepium yang sering digunakan untuk
membuat sayur asam, daun calincing ini selain dapat menghambat pertumbuhan bakteri
bongkrek, juga merupakan antidotum (penawar racun) keracunan asam bongkrek.
Kandungan asamnya dapat menghambat pertumbuhan bakteri P.cocovenenans, seperti asam
oksalat 0,06%, asam sitrat 0,05% dan asam-asam tartrat, malat dalam jumlah sedikit. Namun
penambahan daun segar pada pembuatan tempe bongkrek ini menyebabkan timbulnya warna
hijau dan rasanya agak asam, sehingga kurang disukai.

d. Dengan penambahan garam dapur ( NaCl ) 1,5 – 2 % pada ampas kelapa, juga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek, sehingga bisa mencegah pembentukan asam
bongkrek.
2.Clostridium botulinium, Menghasilkan Racun Botulinin pada Makanan Kalengan

Gambar Clostridium botulinium pada makanan


kaleng ( Sumber : News Medical.com)
Bahaya utama pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum
yang dapat menyebabkan keracunan makanan atau botulisme. Hal ini disebabkan kurang
selektifnya konsumen dalam memilih produk makanan kaleng seperti tidak memperhatikan batas
kadaluarsa, kondisi kaleng yang penyok, serta berkarat. Bakteri Clostridium botulinum yang
terdapat pada sarden kemasan kaleng berbagai merk dan untuk mengetahui persentase sarden
kemasan kaleng berbagai merk yang terdapat bakteri Clostridium botulinum . Pengalengan ikan
ialah suatu proses pengawetan dengan cara hermetis dan disterilkan dengan suhu tinggi untuk
mematikan mikroorganisme. Bakteri Clostridium botulinum adalah bacilus aerobik Gram positif
yang menghasilkan spora tahan panas. Proses sterilisasi makanan kaleng yang tidak sempurna
serta kondisi kaleng yang rusak dapat dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri Clostridium
botulinum yang dapat menyebabkan botulisme.

Cara Menghindari Bakteri Clostridium botulinium pada Makanan Kaleng

Hindari mengonsumi makanan dengan kemasan yang sudah rusak, makanan diawetkan
yang sudah berbau, makanan yang disimpan pada suhu yang tidak sesuai, serta makanan
kadaluarsa. Bila ingin mengonsumsi makanan kaleng, cobalah masak dengan suhu di atas 100 °C,
selama 20–100 menit tergantung pada jenis makanannya.
3.Bacillus cereus pada Susu

Gambar Bacillus cereus pada susu (Sumber : Minews.id)


Susu mentah merupakan sumber kontaminan bakteri berspora. Bakteri berspora juga
dapat mengkontaminasi setelah adanya proses pasteurisasi pada susu. Jenis bakteri berspora yang
umum mengkontaminasi susu adalah kelompok bakteri dari genus Bacillus. Bakteri Bacillus
cereus merupakan jenis bakteri yang sering mengkontaminasi susu pasteurisasi. Bacillus cereus
mempunyai spora yang dapat berkecambah walaupun susu sudah dipasteurisasi. Suhu opimum
untuk pertumbuhan B. cereus antara 30-37˚C. Maksimum suhu untuk pertumbuhannya adalah 45
– 50˚C. B,cereus secara umum dikelompokkan pada bakteri mesofil (Jensen and Moir, 2003).

Pada saat spora berkecambah maka bakteri B.cereus tumbuh pada susu tersebut. Hal ini
dapat membahayakan konsumen karena kemampuan B.cereus dalam menghasilkan toxin.
B.cereus dapat memproduksi toksin secara ekstraseluler dan dapat pula menghasilkan senyawa
metabolik lain yang berbahaya. Ada dua toksin yang berbahaya bagi kesehatan konsumen yaitu
diarrhoeagenic toxins dan emetic toxin. Kedua toksin tersebut sangatlah berbeda. Diarrhoeagenic
toxins merupakan molekul protein dan termasuk antigenik. Toxin tersebut dihasilkan pada saat
pertumbuhan sel dan dapat dinonaktifkan dengan menggunakan enzim proteolitik ataupun
dengan pemanasan pada suhu 56˚C selama 30 menit. Emetik toxin merupakan peptida kecil dan
bukan termasuk antigenik. Toxin tersebut lebih resisten oleh pemanasan sehingga untuk
menanggulanginya perlu pemanasan pada suhu 126˚C selama 90 menit (Granum dan Lund,
1997).

Gejala kerusakkan pada susu pasteurisasi dapat diketahui melalui adanya perubahan rasa,
bau dan kenampakkannya. Gejala kerusakkan pada susu pasteurisasi adalah adanya perubahan
rasa susu menjadi asam, adanya penggumpan pada susu, terbentuknya gas, terbentuk lendir dan
berbau busuk.

a. Penggumpalan pada susu

Penggumpalan pada susu disebabkan oleh pemecahan protein susu oleh bakteri pemecah protein.
Pemecahan protein mungkin disertai oleh terbentuknya asam atau tanpa asam. Penggumpalan
tanpa adanya pengasaman dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri Bacillus cereus. Bacillus
cereus akan mengurai P-lipid pada membran butiran lemak sehingga lemak berkoalisi dan
memisah ke permukaan. Hal tersebut yang menyebabkan susu menggumpal (Rahimah, 2011).

b. Terbentuknya gas

Terbentuknya gas, disebabkan oleh pertumbuhan dua kelompok mikroba, yaitu bakteri yang
membentuk gas H2 (Hidrogen) dan CO2 (karbon dioksida) seperti bakteri E.coli dan bakteri
pembentuk spora. Bakteri yang hanya membentuk CO2 misalnya bakteri asam laktat tertentu dan
yeast (Rahimah, 2011).

c. Terbentuknya lendir

Terbentukknya lendir dapat disebabkan oleh adanya bakteri pembusuk seperti Micrococcus sp.,
Pseudomonas sp., dan Bacillus sp yang menguraikan protein menjadi asam amino dan
merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam dan berlendir.

Cara Pengendalian Kerusakan Bacillus cereus Pada Susu

a. Penggunaan Bakteriosin

Bakteriosin merupakan antimikroba yang digunakan untuk menonaktifkan mikroba.


Pengendalian bakteri patogen dapat dilakukan dengan kombinasi antara bakteriosin yang
dihasilkan bakteri asam laktat dan suhu tinggi. (Arques et al. 2005).

b. Bekerja secara Hygiene

Lingkungan yang bersih akan meminimalkan terjadinya kontaminasi bakteri pada saat
sebelum maupun setelah pasteurisasi.
c. Sterilisasi alat, lingkungan dan kemasan dengan sinar UV (Legowo, 2002)

Penggunaan sinar UV untuk sterilisasi alat, kemasan dan lingkungan dapat mencegah
terjadinya rekontaminasi setelah adanya proses pasteurisasi. Sinar UV dapat merusak sel dan
mematikan bakteri. Sinar UV tidak dapat digunakan untuk sterilisasi susu karena beberapa
asam amino di dalam susu akan menyerap sinar UV sehingga tidak efektif membunuh
mikroba.

d. Pemberian senyawa penghambat pertumbuhan mikroorganisme ( Legowo, 2002)

e. Pemberian senyawa penghambat yang berasal dari susu secara alami misalnya agutinin,
laktoferin, lisozim dan laktoperoksidase.

f. Pemberian bahan pengawet yang sengaja ditambahkan pada bahan makanan untuk
memperpanjang masa simpan misalnya asam benzoat

g. Penggunaan deterjen untuk sanitasi peralatan penanganan dan pengolahan susu.

h. Penyimpanan suhu rendah

Untuk menghindari pertumbuhan bakteri yang cepat, maka setelah proses pasteurisasi susu
dapat disimpan pada suhu rendah dimana suhunya mencapai 4-7˚C. Suhu rendah pada
prinsipnya dapat menghambat pertumbuhan mikrooganisme ( Yuniwati et al, 1999).

i. Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi

Pemanasan susu pada suhu 131˚C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan tekanan
tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat
pemanas. Peanasan ini diharapkan mampu menanggulangi spora ataupun toksin yang
beracun.

j. Kemasan yang baik

Salah satu upaya menghambat proses kerusakan atas produk susu adalah melalui proses
pengemasan dan bentuk kemasan yang baik . Pengemasan yang tepat adalah harus dapat
mencegah infeksi makanan oleh mikroba yang membahayakan kesehatan dan harus
ditunjang oleh distribusi dan teknik penjualan yang benar. Salah satu kemasan yang penting
saat ini adalah plastik polietilen, yang digunakan dalam bentuk kaku, termasuk botol susu.
Kemasan plastik mempunyai beberapa keunggulan, antara lain karena sifatnya yang kuat
tapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat thermoplastis (heat seal), serta dapat diberi zat
warna (Mastuti, 2007).

4.Rhizopus sp Penyebab Jamur pada Roti

Gambar Rhizopus sp pada


roti ( Sumber :
Hisham.id)

Jamur Rhizopus sp adalah fungi yang merupakan filum zygomiycota ordo mucorales. Ciri
khas jamur ini mempunyai hifa yang membentuk rhizoid yang nempel ke subtrat. Adapun ciri
lain dari jamur ini mempunyai hifa yang ceonositik, oleh karena itu jamur ini tidak bersekat.
Stolon atau miselium dari jamur Rhizopus sp ini menyebar diatas subtratnya karena hifa dari
jamur ini adalah Vegetative. Jamur Rhizopus sp bereproduksi dengan cara aseksual dan
memproduksi sporangifor bertangkai. Sporangifornya berpisah dari hifa dengan hifa yang lainya
oleh sebuah dinding seperti septa. salah satu spesies dari fungi ini ialah jamur Rhizopus sp
stolonifer yang ditemukan pada roti yang sudah basi. Jamur ini biasanya disebut sebagai jamur
kapang hitam roti, karena spora yang dibentuknya berwarna hitam dan sering tumbuh pada roti.
(Santoso, 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan air
Sebagian jamur membutuhkan air dalam jumlah yang sangat sedikit pertumbuhannya
dibandingkan bakteri.
b. Suhu pertumbuhan
Kapang dan khamir tumbuh optimal pada suhu kamar yaitu pada suhu berkisaran (25 –
30)°C akan tetapi ada beberapa spesies jamur yang bisa tumbuh pada suhu 35-37°C-37°C
dan suhu lebih tinggi contohnya adalah fungi Aspergillus sp.
c. Oksigen dan pH
Oksigen dan pH menjadi factor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur. Karena setiap
jamur membutuhkan oksigen akan lebih baik jika dalam kondisi asam atau pH nya rendah
karena jamur itu sendiri bersifat aerobik
d. Subtrat atau media
Secara umum jamur dapat memanfaatkan berbagai komponen dalam makanan baik
sederhana maupun yang kompleks. jamur dapat membuat enzim hidrolitik seperti amylase,
proteinase, pectinase,dan lipase. Oleh karena itu fungi bisa tumbuh pada pangan yang
mengandung pati, protein, dan lipid didalamnya.
e. Komponen penghambat
Beberapa jamur dapat mengeluarkan komponen penghambat organisme lainya komponen ini
adalah antibiotik. Ada beberapa komponen lain bersifat mikostatik yaitu dapat mrnghambat
pertumbuhan jamur atau fungisidal yaitu membunuh jamur. (Syaifuddin, 2017).

5. Salmonella pada Makanan Mentah

Gambar Salmonella pada makanan kurang


matang (Sumber : Wikipedia)

Salmonella adalah nama sekelompok bakteri yang menyebabkan infeksi salmonellosis. Ini
adalah salah satu penyebab bakteri pada diare yang paling umum, dan rawat inap hingga
kematian terkait makanan. Infeksi Salmonella akan lebih parah pada wanita hamil, orang dewasa
yang lebih tua, anak-anak muda dan mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Karena bakteri Salmonella dapat hidup di saluran usus manusia dan hewan lain, ia dapat
menyebar dengan mudah kecuali jika menggunakan kebersihan yang tepat dan metode memasak
yang tepat.

Seseorang dapat terkena Salmonellosis dengan mengonsumsi telur mentah dan setengah
matang, unggas dan daging yang kurang matang, buah dan sayuran mentah yang terkontaminasi
(seperti kecambah dan melon), serta susu mentah dan produk susu lainnya yang dibuat dengan
susu yang tidak dipasteurisasi. Ini juga dapat ditularkan melalui kontak dengan hewan yang
terinfeksi atau penjamah makanan yang terinfeksi yang belum mencuci tangan setelah
menggunakan kamar mandi.

Cara pencegahan dari infeksi Salmonella :

a. Masak makanan seperti telur, unggas dan daging sapi, hingga suhu internal yang disarankan.
Cuci buah dan sayuran mentah sebelum dikupas, dipotong, atau dimakan.

b. Hindari produk susu yang tidak dipasteurisasi dan daging, unggas, serta makanan laut
mentah atau kurang matang.

c. Cuci tangan sesering mungkin, terutama setelah memegang daging atau unggas mentah.
Bersihkan permukaan dapur dan hindari kontaminasi silang.

6. Campylobacter pada Daging Mentah dan Produk Susu

Gambar Campylobacter pada daing


mentah (Sumber : Wikipedia)
Campylobacter adalah penyebab umum diare. Sebagian besar kasus campylo bacteriosis,
infeksi yang disebabkan oleh bakteri Campylobacter, dikaitkan dengan makan unggas dan
daging mentah atau kurang matang dan dari kontaminasi silang makanan lain.

Pembekuan mengurangi jumlah bakteri Campylobacter pada daging mentah tetapi tidak
akan membunuh mereka sepenuhnya, jadi pemanasan makanan yang tepat adalah hal yang
penting untuk dilakukan. Selain itu sumber infeksi lain dari produk susu yang tidak dipasteurisasi
serta air yang tidak diolah atau produk yang terkontaminasi.

Usaha Pencegahan:

a. Masak semua makanan dengan suhunya sesuai dengan suhu internal yang disarankan, cegah
kontaminasi silang dengan menggunakan talenan terpisah saat menangani makanan mentah
dan matang,

b. Jangan minum susu yang tidak dipasteurisasi atau air yang tidak diolah dan cuci tangan
sesering mungkin.

c. Cuci buah dan sayuran mentah sebelum dikupas, dipotong, dan dimakan.

7. Staphylococcus aureus Produk Susu yang tidak dipasteurisasi dan Makanan Asin

Gambar Staphylococcus aureus (staph) produk makanan


asin (Sumber :
https://today.line.me/id/v2/article/GLk7mY)

Staphylococcus aureus (staph) umumnya ditemukan pada kulit, tenggorokan dan lubang hidung
orang sehat dan hewan. Oleh karena itu, biasanya tidak menyebabkan penyakit kecuali jika
ditularkan ke produk makanan di mana ia dapat berkembang biak dan menghasilkan racun
berbahaya. Gejala stafilokokus di antaranya yaitu mual, kram perut, muntah atau diare. Bakteri
stafilokokus dapat dihancurkan dengan memasak tetapi toksinnya tahan panas dan tidak bisa
hilang.

Sumber :

Bakteri dapat ditemukan dalam produk susu yang tidak dipasteurisasi dan makanan asin seperti
ham dan daging irisan lainnya. Makanan yang dibuat atau bersentuhan dengan tangan dan tidak
memerlukan memasak menambah risiko yang tinggi, yaitu:

a. Salad, seperti ham, telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni

b. Produk roti, seperti kue isi krim, pai krim, dan cokelat éclair, sandwich

Pencegahan:

a. Jauhkan makanan dari zona bahaya suhu yang tidak tepat dan jaga kebersihan area dapur.

b. Cuci tangan dengan sabun dan air, jangan menyiapkan atau menyajikan makanan

8. Escherichia coli pada Daging Mentah, Minuman dan Produk Susu yang tidak
dipasteurisasi

Gambar Escherichia coli pada daging mentah


(Sumber : https://today.line.me/id/v2/article/GLk7mY)

Escherichia coli, lebih dikenal sebagai E. coli, adalah sekelompok besar bakteri. Meskipun
sebagian besar strain E. coli tidak berbahaya, beberapa dapat membuat Anda sangat sakit. Satu
strain, E. Coli O157: H7(STEC) umumnya dikaitkan dengan wabah keracunan makanan karena
efeknya bisa sangat parah.
Pencegahan:

a. Cuci tangan Anda, masak daging (terutama daging giling) dan unggas sampai tuntas sesuai
suhu internal mereka.

b. hindari produk susu yang tidak dipasteurisasi, jus atau sari buah apel.

c. menjaga permukaan memasak tetap bersih.

d. dan mencegah kontaminasi silang.

9. Listeria monocytogenes pada Makanan Siap Saji

Gambar Listeria monocytogenes pada kecambah


mentah (Sumber : Wikipedia)

Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri Listeria monocytogenes menyebabkan


listeriosis - infeksi serius yang terutama menyerang orang-orang yang berisiko tinggi keracunan
makanan: orang dewasa yang lebih tua, wanita hamil, anak-anak kecil dan orang-orang dengan
sistem kekebalan tubuh yang lemah. Listeria monocytogenes dapat tumbuh pada suhu lemari es
di mana sebagian besar bakteri lain tidak dapat tumbuh.

Penyebab:

Listeria monocytogenes ditemukan dalam makanan siap saji yang siap saji seperti hot dog,
daging deli, susu yang tidak dipasteurisasi, kecambah mentah, produk susu dan daging mentah
dan kurang matang, unggas serta makanan laut.
Pencegahan:

a. Masak semua makanan sampai suhu internal yang tepat dan panaskan makanan yang sudah
dimasak sebelumnya hingga 74 C.

b. cuci buah dan sayuran mentah sebelum dikupas, dipotong, atau dimakan.

c. pisahkan daging dan unggas mentah dari makanan yang sudah dimasak atau siap dimakan.

d. cuci tangan sampai bersih, simpan makanan dengan aman dengan memastikan suhu di
lemari es atau di bawah 40F.

e. memelihara area kulkas dan dapur yang bersih.


TABEL PEMBAHASAN
No. Nama Latin Kelompok Kerugian Keterangan
Mikroorganisme Mikroorganisme

1. Clostridium Bakteri Penyebab racun Hal ini disebabkan


botulinium botulinin pada kurang selektifnya
makanan kalengan konsumen dalam
memilih produk
makanan kaleng seperti
tidak memperhatikan
batas kadaluarsa,
kondisi kaleng yang
penyok, serta berkarat.

2. Pseudomonas Bakteri Menghasilkan asam Bakteri Pseudomonas


cocovenenans bongkrek pada cocovenenans timbul
tempe bongkrek dikarenakan proses
fermentasi yang tidak
sempurna dimana akan
menghasilkan enzim
tertentu yang bisa
memecah sisa minyak
kelapa dalam tempe
bongkrek.

3. Bacillus cereus Bakteri Mengkontaminasi Pada saat spora


susu pasteurisasi berkecambah maka
bakteri B.cereus
tumbuh pada susu
tersebut. Hal ini dapat
membahayakan
konsumen karena
kemampuan B.cereus
dalam menghasilkan
toxin. B.cereus dapat
memproduksi toksin
secara ekstraseluler dan
dapat pula
menghasilkan senyawa
metabolik lain yang
berbahaya.

4. Rhizopus sp Jamur penyebab jamur Jamur Rhizopus sp


pada roti adalah fungi yang
merupakan filum
zygomiycota ordo
mucorales. Rhizopus sp
stolonifer yang
ditemukan pada roti
yang sudah basi. Jamur
ini biasanya disebut
sebagai jamur kapang
hitam roti, karena spora
yang dibentuknya
berwarna hitam dan
sering tumbuh pada
roti.

5 Salmonella Bakteri Mengkontaminasi Salmonella adalah


pada makanan nama sekelompok
mentah bakteri yang
menyebabkan infeksi
salmonellosis. Ini
adalah salah satu
penyebab bakteri pada
diare yang paling
umum, dan rawat inap
hingga kematian terkait
makanan.

6 Campylobacter Bakteri Mengkontaminasi Campylobacter adalah


pada daging mentah penyebab umum diare.
dan produk susu Sebagian besar kasus
campylo bacteriosis,
infeksi yang disebabkan
oleh bakteri
Campylobacter,
dikaitkan dengan
makan unggas dan
daging mentah atau
kurang matang dan dari
kontaminasi silang
makanan lain. Selain itu
sumber infeksi lain dari
produk susu yang tidak
dipasteurisasi serta air
yang tidak diolah atau
produk yang
terkontaminasi.

7 Staphylococcu Bakteri Mengkontaminasi Staphylococcus aureus


s aureus pada produk susu (staph) umumnya
yang tidak ditemukan pada kulit,
dipasteurisasi dan tenggorokan dan lubang
makanan asin hidung orang sehat dan
hewan. Oleh karena itu,
biasanya tidak
menyebabkan penyakit
kecuali jika ditularkan
ke produk makanan di
mana ia dapat
berkembang biak dan
menghasilkan racun
berbahaya.

8 Escherichia coli Bakteri Mengkontaminasi Escherichia coli, lebih


pada daging mentah, dikenal sebagai E. coli,
minuman dan adalah sekelompok
produk susu yang besar bakteri. Meskipun
tidak dipasteurisasi sebagian besar strain E.
coli tidak berbahaya,
beberapa dapat
membuat Anda sangat
sakit. Satu strain, E.
Coli O157: H7(STEC)
umumnya dikaitkan
dengan wabah
keracunan makanan
karena efeknya bisa
sangat parah.

9 Listeria Bakteri Mengkontaminasi Mengonsumsi makanan


monocytogenes pada makanan siap yang terkontaminasi
saji bakteri

Listeria monocytogenes
menyebabkan listeriosis
- infeksi serius yang
terutama menyerang
orang-orang yang
berisiko tinggi
keracunan
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah diuraikan didapatkan bahwa mikroba yang merugikan
dibidang industry terdiri dari Clostridium botulinium, menghasilkan racun botulinin pada
makanan kalengan, Pseudomonas cocovenenans, menghasilkan asam bongkrek pada tempe
bongkrek, Bacillus cereus, mengkontaminasi susu pasteurisasi, Rhizopus sp, penyebab jamur
pada roti, Salmonella, mengkontaminasi pada makanan mentah, Campylobacter,
mengkontaminasi pada daging mentah dan produk susu, Staphylococcus aureus,
mengkontaminasi pada produk susu yang tidak dipasteurisasi dan makanan asin, Escherichia
coli, mengkontaminasi pada daging mentah, minuman dan produk susu yang tidak dipasteurisasi,
dan Listeria monocytogenes, mengkontaminasi pada makanan siap saji. Setiap mikroba
memberikan kerugian yang berbeda di bidang industry sehingga penanggulangan dari dampak
yang ditimbulkan juga berbeda.

B. Saran
Semoga makalah ini bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran, dengan memahami kerugian yang
ditimbulkan mikroba di bidang industry semoga pelaku industri lebih memperhatikan sanitasi
dan kebersihan dari produk yang dihasilkan. Akademisi agar terus menggali pengetahuan baru
agar tingkat kerugian yang ditimbulkan mikroba di bidang industry semakin berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Arques, J.L., E. Rodriguez, G. Gaya, M. Medina, B. Guamis, and M. Nunez. 2005. In-activation
of Staphylococcus aureus in raw milk cheese by combinations of high-pressure
treatments and bacteriocin producing lactic acid bacteria. J. Appl. Microbiol. (98):
254−260

Granum PE and Lund T. 1997. MiniReview: Bacillus cereus and its food poisoning toxins.
FEMS Microbiol. Lett. 157, 223-228.

Jay, J. M. 2005. Modern Food Microbiology. 6th Edition. Aspen Publishers. Inc., Maryland.

Jensen I and Moir CJ. 2003. Bacillus cereus and other Bacillus species. In Foodborne
Microorganisms of Public Health Significance, Sixth Edition. (Ed. AD Hocking).
Australian Institute of Food Science and Technology Incorporated, NSW Branch, Food
Microbiology Group, Waterloo, NSW.

Ledenbach, L.H., dan R.T. Marshall. 2009. Microbiological Spoilage of Dairy Product.
Springger Science. USA.

Legowo, Anang L. 2002. Sifat Fisika, kimia dan Biologi Susu. Universitas Diponegoro:
Semarang.

Mastuti, Rini. 2007. Kandungan bakteri susu pasteurisasi dalam kemasan plastik yang beredar
di Kota Malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 2 (2):52-57.

Ramihah, souvia. 2011. Mikrobiologi Susu. http://blogs.unpad.ac.id/souvia/files/2011/


03/MIKROBIOLOGI-SUSU.pdf. Diakses pada 7 Oktober 2015.

Spreer, E. 1 998. Milk and Dairy Product Technology. Marcel Dekker, Inc. New York.

Soeparno, 2005. Keamanan Pangan Produk Peternakan Ditinjau Dari Aspek Prapanen:
Permasalahan Dan Solusi. hlm. 56 60. Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan Pangan
Produk Peternakan. Bogor, 14 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air. Penerbit Alumni: Bandung.

Stewart CM and Cole MB. 2004. Reinterpretation of microbial survivor curves. In Bulletin of
the International Dairy Federation No. 392/2004, Proceedings of an International
Workshop on Heat Resistance of Pathogenic Organisms. International Dairy Federation,
Brussels.

Anda mungkin juga menyukai