Anda di halaman 1dari 12

REKOMENDASI UNTUK PENGELOLAAN NYERI NEOROPATIK

DIKAITKAN DENGAN PENYEMPITAN SARAF PERIFER




Penyempitan saraf perifer (periveral nerve entrapment) sering dikaitkan dengan gejala nyeri
neuropatik. Rekomendasi ini merupakan pembaharuan dari rekomendasi yang pertama kali diterbitkan
pada tahun 2005 yang menggambarkan tentang pengelolaan beberapa penyebab umum dari nyeri
neuropatik, sebagai akibat dari penyempitan saraf perifer. Rekomendasi ini disusun berdasarkan tingkat
saraf sebagai berikut:
Level dasar (root level)
o Cervical radiculopathy (radikulopati serviks)
o Lumbal radiculopathy (radikulopati lumbal)
Penyebab yang tidak umum
o Brachial plexus injury (cedera pleksus brakialis)
o Syndrome thoracic outlet (sindrom toraks outlet)
Level saraf peripheral
o Syndrome carpal tunnel
o Syndrome cubital tunnel
Penyebab yang tidak umum
o Syndrome radial tunnel
Pengobatan nyeri neoropatik yang disasosiasikan dengan penyempitan saraf perifer berbeda
dengan kondisi penyakit neoropatik yang lain seperti: post-herpetic neuralgia, painful diabetic
neuropathic, dan trigeminal neuralgia. Pada kondisi ini proses pengobatan lebih berfokus pada
pengobatan lini pertama (first-line treatment option) dari pada pengobatan farmakologis
(pharmacological treatmen). Perbaikan fungsi saraf tergantung pada permasalahan fungsi saraf yang
terjadi (didiagnosa) dan hal ini merupakan cakupan pembahasan dalam artikel ini. Tujuan pertama dari
tahap ini (mechanical compression) adalah dekompresi bedah saraf (surgical decompression).
Pengobatan dengan cara konservatif dan farmakoterapi lebih efektif saat neuroimaging menunjukkan
penyempitan yang tidak signifikan terhadap akar saraf yang terkena (affected nerve root ) Pengobatan
penyakit neuropatik mengikuti tahap pengobatan dekompresi bedah atau atau perbaikan saraf yang
rusak. Dalam kasus ini, farmakoterapi merupakan cara pengobatan yang cocok (appropriate)

Neuropatik diasosiasikan dengan penyempitan saraf pada leve dasar (akar)
Carvical Radiculopathy
Carvical Radiculopathy adalah gejala yang umum pada pasien dengan spondylosis serviks.
Spondylosis serviks adalah suatu kondisi degeneratif tulang leher, disc intervertebralis dan ligamen
sekitarnya. Sementara spondylosis serviks dapat terjadi pada orang dengan cedera leher sebelumnya,
faktor risiko utama adalah penuaan.
Gejala biasanya meliputi nyeri leher, nyeri dan parestesia menjalar ke bawah lengan; pusing;
sakit kepala; kekakuan leher progresif; dan kelemahan progresif dari tungkai atas. Spondylosis serviks
merupakan penyebab umum pusing pada orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun. Parestesia (mati
rasa dalam distribusi saraf tulang belakang serviks) adalah karakteristik dari radiculopathy.
Radiculopathy serviks umumnya merupakan hasil dari kompresi (himpitan) saraf pada akar yang
disebabkan oleh lempengan (disc) intervertebralis yang menggembung, osteofit atau faced joint.

Diagnosis
Pasien dengan radiculopathy serviks memiliki otot yang lemah akibat dari myotome, defisit
sensorik akibat dari dermatom, dan refleks yang abnormal. Tusukan dengan peniti dan sensasi sentuhan
ringan membantu mengurangi sakit pada sisi yang terkena. Diagnosis serviks spondyosis meliputi:
X-ray (tulang belakang leher atau leher): perubahan degeneratif konsisten dengan spondylosis
serviks harus nampak, termasuk penyempitan foramen intervertebralis oleh osteofit.
Tomografi komputer (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) scan tulang belakang: untuk
memastikan bahwa akar saraf atau sumsum tulang belakang dalam kondisi terjepit
(compressed).
Neurophysiological: pengujian konduksi saraf dan elektromiografi (EMG) untuk mengukur
dampak dari konduksi saraf dan attivitas otot rangka.
Myelogram: Teknik invasif ini dapat mengkonfirmasi sejauh mana terjadi penyimpitan. Hal ini
tidak umum digunakan seiring dengan munculnya MRI

Pengobatan
Pengobatan konservatif.
Cara ini termasuk penggunaan jangka pendek kerah serviks (cervical collar) selama fase
akut (kerah lembut / soft collar akan mudah diatasi dengan pengobatan konservatif), oral non-
steroidal anti-inflammatory drug (NSAIDs), latihan perawatan leher, latihan postural, modifikasi
kegiatan / aktivitas, dan traksi serviks berselang. Banyak kasus spondylosis serviks cocok dengan
pengobatan konservatif. Pasien dengan radiculopathy serviks memerlukan dekompresi bedah
akar saraf.
Pasien dengan radiculopathy serviks dan gejala nyeri neuropatik dapat mengalami
perubahan dengan farmakoterapi. Sebuah pengamatan terbaru mengenai prospektif dalam
pengobatan nyeri leher atau lumbosakral radiculopathy, pengaturan perawatan primer
(pregabalinmonotherapy versus farmakoterapi non-pregabalin). Selama 12 minggu percobaan,
pasien mengalami perubahan rasa sakit, kecemasan, depresi, sulit tidur, kesehatan secara
umum dan tingkat kemampuan. Perubahan atau peningkatan secara signifikan terjadi di metode
pregabalin.
Terdapat beberapa bukti untuk peran prosedural kortikosteroid dalam manajemen
radiculopathy serviks. Sebuah Kajian ulang yang sistematis menyimpulkan bahwa ada bukti
moderat antara serviks terlaminar dan transformasional epidural torakal injeksi steroid dalam
memberikan bantuan jangka panjang. Namun harus ada kesabaran serta kehati-hatian dalam
prosedur ini. Suatu tinjauan terhadap komplikasi reaksi terlaminar seviks epidural steroid
(complication of terlaminar cervical epidural steroid reaction) mengungkapkan bahwa prosedur
ini masih sangat relative dan masih mungkin terjadi komplikasi yang serius. Oleh karena itu
pasien harus disarankan untuk menemui Dokter yang berpengalaman untuk mendapatkan
epidural kortikosteroid injeksi.

Intervensi Bedah
Pembedahan dilakukan setelah berbagai cara terapi telah dilakukan namun hasilnya tidak
maksimal. Tujuan utama dari pembedahan pada pasien dengan myelopathy seviks dan radiculopathy
adalah dekompresi spinal cord (sumsum tulang belakang) atau syaraf akar (nerve root). Namun bedah
serin dikaitkan dengan komplikasi / berdampak pada komplikasi (1 % -8 % pasien) termasuk kematian (0
% 1,8 % ). Komplikasi terjadi akibat kerusakan pada spinal cord meliputi; tetraplegia, dan kerusakan
saraf dasar (nerve root) mencakup kelemahan otot. Pasien yang mengalami rasa sakit adalah kelompok
yang paling sulit untuk diobati. Pembedahan cenderung akan lebih mudah dilakukan bagi pasien dengan
neurologis yang deficit.
Pembedahan dekompresi saraf-saraf dasar (nerve root) dicapai melalui pendekatan anterior
(dengan menghilangkan intervertebral disk dan osteophyte) atau pendekatan posterior (dengan
laminectomy). Sebuah Cochrane review tahun 2001 tentang peran pembedahan dalam serviks
spondylotic radiculomyelopathy mengidentifikasikan dua proses percobaan yang melibatkan 130 pasien.
Intervensi pembedahan yang paling umum adalah melalui pendekatan serviks depan (anterior) dengan
fusi spinal. Pasien mendapatkan pembedahan melalui pendekatan posterior laminectomy. Intervesi
control meliputi; fisioterapi, serviks collar (keras atau lunak), obat anti-inflamasi, pencegahan kegiatan
yang menguras tenaga. Pasien bedah semakin besar mengalami peningkatan rasa sakit, kelemahan dan
kehilangan indera dalam jangka pendek, dari pasien kontrol. Namun setelah 1 sampai 2 tahun
percobaan, tidak ada perbedaan antara kelompok diamati. Para penulis menyimpulkan bahwa tidak ada
data yang mencukupi untuk menentukan apakah intervensi bedah lebih unggul daripada terapi
konservatif.
Beberapa tahun terakhir, telah muncul metode baru yang dimasukkan ke dalam praktik, seperti;
microsurgical foraminotomy serviks, melalui pendekatan anterior atau posterior dan spinal
arthroplasty. Microforaminotomy serviks posterior maupun anterior dirancang untuk memperbesar
ruang dimana saraf dasar (nerve root) dan spinal cord berada. Metode ini menghasilkan uji klinik yang
baik, meski tanpa discectomy. Dua penelitian prospektive, random, dan multicenter pada tahun 2007
melaporkan neourologis yang signifikan dan perkembangan pada pasien yang dirawat dengan serviks
arthroplasty dibandingkan dengan discectomy serviks depan (anterior) dan fusi. Pemilihan pasien yang
sesuai sangat penting untuk mencapai hasil yang baik dengan prosedur ini.

Lumbar Radiculopathy
Lumbar radiculopathy adalah penyebab umum terjadinya sakit punggung dan ekstremitas
bawah, karena akar saraf lumbar terjepit / terhimpit. Lumbar spondylosis adalah kondisi generatif dari
vertebra lumbalis, disc intervertebralis dan ligamen sekitarnya. Sementara spondylosis lumbar dapat
terjadi pada orang dengan cedera sebelumnya, faktor risiko utama adalah penuaan. Nyeri dapat berawal
dari belakang menuju ke bagian pantat dan, kadang-kadang ke seluruh ekstremitas bawah (lower limb).
Lumbar radiculopathy adalah penyebab umum terjadinya sakit punggung dan ekstremitas
bawah, karena akar saraf lumbar terjepit / terhimpit. Lumbar spondylosis adalah kondisi generatif dari
vertebra lumbalis, disc intervertebralis dan ligamen sekitarnya. Sementara spondylosis lumbar dapat
terjadi pada orang dengan cedera sebelumnya, faktor risiko utama adalah penuaan. Nyeri dapat berawal
dari belakang menuju ke bagian pantat dan, kadang-kadang ke seluruh ekstremitas bawah (lower limb)
Diagnosis
Patients dengan lumbar radiculopathy memiliki otot yang lemah akibat dari myotome, defisit
sensorik akibat dari dermatom, positif legraising-test , dan refleks yang abnormal. Tusukan dengan
peniti dan sensasi sentuhan ringan membantu mengurangi sakit pada sisi yang terkena. Beberapa tes
yang secara umum dapat mendiagnosa radikulopati lumbar meliputi:
X-ray (tulang belakang lumbar): perubahan degeneratif konsisten dengan spondylosis lumbar
harus tampak, termasuk penyempitan foramen intervertebralis yang disebabkan oleh osteofit
CT atau MRI scan; untuk menentukan lokasi herniasi atau akar saraf yang terhimpit.
Neurophysiological; pengujian konduksi saraf dan elektromiografi (EMG) untuk mengukur
dampak pada konduksi saraf dan aktivitas otot rangka
Myelogram: Teknik invasif ini dapat mengkonfirmasi sejauh mana terjadi penyimpitan. Hal ini
tidak umum digunakan seiring dengan munculnya MRI

Pengobatan.
Pengobatan konservatif
Pengobatan konservatif dari lumbar radiculopathy sering tergantung pada lamanya
waktu pengobatan; kebanyakan pasien dengan herniasi lumbar mengalami perubahan lebih dari
6 minggu. Mempertahankan / menjaga mobilitas (aktivitas) sangat penting; istirahat yang
kurang dapat memperlambat pegurangan rasa sakit dan gejala yang berhubungan dengan
lumbar radiculopathy. Fisioterapi mencakup paket pemanasan (hot pack), manipulasi dan traksi
pelvis intermiten juga bermanfaat. NSAID oral dapat membantu meningkatkan rasa sakit dan
mengurangi symptoms.
Sebuah penelitin tahun 2003 menunjukkan bahwa gabapentin terinveksi pada pasien
dengan radikulopati kronis (L4-5 and Or L5-S1 bulging and/or protrusion). Penelitian ini
mengacak (randomize) 50 pasien dengan pengobatan gabapentin (sampai 3.600 mg per hari
dalam tiga dosis terbagi) atau plasebo selama 8 - minggu percobaan, dengan cara ini pasien
mengalami peningkatan yang signifikan dalam rasa sakit saat beristirahat dan parameter klinis
lainnya. Sebuah laporan kasus terbaru yang dipublikasikan menggambarkan dua pasien dengan
linu panggul yang berhasil diobati dengan gabapentin. Selain itu, sebagaimana disebutkan pada
bagian radiculopathy serviks, pregabalin sebagai monoterapi memberikan hasil klinik yang baik
bagi pasien dengan kondisi lumbar yang menyakitkan atau serviks radiculopathy.
Epidural corticosteroid injection memberikan bantuan dalam jangka pendek; Namun,
kurang jelas apakah cara ini bermanfaat atau memberi bantuan dalam jangka panjang. Sebuah
review yang diterbitkan mengevaluasi tentang perbedaan corticosteroid injection techniques:
(interlaminar, caudal dan transforaminal). Review tersebut menyimpulkan bahwa masing-
masing teknik berlaku efektif untuk bantuan jangka pendek.
Pengobatan lain dari lumbar radiculopathy adalah chemonucleolysis, yang dapat
memberikan bantuan jangka panjang. Meskipun ada beberapa efek yang merugikan (< 0,1%)
dengan teknik ini, (misalnya, anafilaksis, infeksi dan defisit neurologis). Stimulasi listrik saraf
transkutan dan Percutaneous (PENS / TENS) juga telah terbukti memberikan bantuan jangka
pendek dan meningkatkan fungsi pada pasien dengan radikulopati lumbar. Penggunaan jangka
panjang dari stimulasi saraf tersebut cenderung tidak memberikan manfaat tambahan.

Intervensi bedah
Intervensi bedah standar untuk lumbar radiculopathy adalah Disektomi, yang memiliki
tingkat keberhasilan yang tinggi (80% -96%), tetapi hanya sedikit lebih baik dalam jangka
panjang dari pada manajemen non-bedah untuk pasien tertentu. Microdiscectomy memberikan
hasil lebih baik dibandingkan dengan standar lumbar discectomy. Selain itu, sebuah penelitian
retrospektif terbaru terhadap 172 pasien, menyimpulkan bahwa; mereka yang menjalani
discectomy invasif minimal merupakan penyempurnaan dari teknik Disektomi mikro-bedah,
memiliki hasil perioperatif yang mirip dengan mereka yang menjalani microdiscectomy.
Disektomi perkutan juga digunakan untuk pengobatan herniasi terkait radiculopathy. Berbagai
teknik yang tersedia, seperti laser ablasi frekuensi radio dan hasil mekanik. Jika penyebab
radiculopathy berhubungan dengan segi hipertrofi sendi atau lumbar foraminotomy atau fusi
tulang belakang lumbar mungkin diperlukan fusi.

Nyeri neuropatik diasosiasikan dengan jepitan / himpitan saraf di tingkat perifer.
Saraf median: Carpal tunnel syndrome
Himpitan atau jepitan saraf median dapat menyebabkan terjadinya carpal tunnel syndrome,
anterior teres syndrome. Fokus dalam rekomendasi ini adalah carpal tunnel syndrome, sebagai
penyebeb paling umum dari kondisi ini.
Carpal tunnel syndrome terjadi karena adanya kompresi atau himpitan saraf median di saluran
karpal. Gejala umumnya mempengaruhi tangan, tetapi juga dapat menjalar ke siku. Gejala ini
mencakup; parestesia, kesemutan diantara ketiga jari lateral dan mati rasa (terutama pada saat malam
hari, kecapaian, kelemahan)
Penyebab umum dari sindrom carpal tunnel adalah cedera stres yang berulang atau sindrom
overuse. Hal ini adalah gejala yang paling umum terjadinya himpitan saraf neuropati, dan biasanya
paling mempengaruhi wanita. Gejala ini berawal dari himpitan yang terjadi di jari-jari tangan, misalnya
gerakan tangan dan lengan yang terus menerus (mengetik, dll). Selain cedera akibat aktivitas yang
berulang-ulang, carpal tunnel syndrome juga bisa dipengaruhi oleh kondisi lokal seperti; trauma,
arthritis, cedera pembuluh darah dan tumor, dan kondisi sistematis seperti; gangguan metabolisme,
penyakit kolagen.

Diagnosis.
Tanda klinis dari carpal tunnel syndrome meliputi:
Pengecilan tenar muscle.
Kelemahan di jari jempol.
Penurunan sensasi akibat tusukan peniti di jari dengan sensasi utuh di telapak tangan.
Tanda Tinel positif
Investigasi untuk diagnosis sindrom carpal tunnel meliputi:
Test untuk mengetahui apakah ada penyebab: tes fungsi ginjal.
X-ray ( tangan dan pergelangan tangan dengan carpal tunnel view
Ultrasonografi pergelangan tangan
Studi elektrofisiologi, termasuk kecepatan konduksi saraf sensorik, kecepatan konduksi saraf
motorik, gelombang dan amplitudo, dengan atau tanpa EMG dari otot tenar
Sebuah studi terbaru mengevaluasi kegunaan klinis tes (perlakuan) baru; the scratch collapse test
untuk diagnosis sindrom carpal tunnel dan cubiti tunnel syndrome. Untuk tes ini, pasien menolak bahu
rotasi eksternal bilateral dengan siku tertekuk; daerah yang dicurigai terjadnya himpitan saraf
digerakkan, dan bahu kemudian menolak rotasi eksternal sekali lagi (diulang). Tes dianggab posifit jika
bahu resisten eksternal hilang pada sisi yang terkena. Mekanisme yang disarankan adalah refleks spinal
inhibitory, pelindung untuk stimulasi kulit yang nyeri. Hasil tes menunjukkan signifikan sensitivitas yang
lebih tinggi bahwa antara tes Tinel dan Phalesmanoeuvre digunakan untuk mendeteksi kedua sindrom.


Pengobatan
Pengobatan konservatif

Pengobatan konservatif dari carpal tunnel syndrome meliputi; belat pergelangan tangan dalam
posisi alami, fisioterapi (misalnya, ultrasound), steroid oral, injeksi steroid lokal dan diuretik.
Penggunaan steroid oral dapat menyebabkan efek samping yang sistematis, termasuk retensi cairan dan
hipertensi, dan distribusi berat dan distribusi siklus menstruasi, yang membatasi penggunaan di
beberapa pasien. Sementara suntikan steroid lokal sering efektif, komplikasi termasuk cedera pada
tendon atau saraf, dan infeksi. Akupunktur, termasuk akupunktur laser, juga dapat mengurangi rasa
sakit.
Sebuah Cochrane review tahun 2003 mengevaluasi efektivitas pengobatan non-bedah (selain
injeksi steroid) untuk carpal tunnel syndrome versus plasebo atau intervensi non-bedah, kontrol lainnya
dalam meningkatkan hasil klinis. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa alternatif jangka pendek yang
signifikan mungkin berasal dari steroid oral, belat (splinting), USG, yoga dan mobilisasi tulang karpal;
perawatan non-bedah lainnya, seperti diuretik dan NSAID, tidak menghasilkan manfaat yang signifikan.
Sebuah tinjauan yang lebih sistematis menyimpulkan bahwa; 1) ada bukti kuat tentang kemanjuran pada
steroid lokal dan lisan; 2) bukti moderat bahwa vitamin B6 dan splints efektif; dan 3) bukti yang terbatas
atau bertentangan bahwa NSAID, diuretik, yoga, laser dan ultrasound efektif.
Pasien juga harus disarankan pada ergonomis yang baik dan pentingnya beristirahat untuk
meminimalkan cedera berulang. Tugas atau pekerjaan yang membutuhkan banyak gerakan tangan dan
pergelangan tangan harus dikurangi, seperti mencuci pakaian denagn tangan atau memutar kain pel.
Pembedahan diindikasikan jika pengobatan konservatif telah gagal, atau ada keterlibatan motorik,
atau jika pasien memiliki terapi mati rasa (numbness).
Drug terapi untuk carpal tunnel syndrome ringan sampai sedang melipuit: NSAID, diuretik dan
steroid oral. Sebuah uji coba terkontrol plasebo acak terhadap tiga cara ini menemukan bahwa
pengobatan 4 minggu dengan kortikosteroid oral menghasilkan peningkatan yang lebih besar dalam skor
gejala umum daripada obat lain. Studi lain menemukan bahwa pasien yang diobati dengan prednisolon
oral selama 2 minggu - 4 minggu, secara keseluruhan mirip. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa;
untuk jangka pendek, dosis rendah; steroid oral efektif untuk carpal tunnel syndrome.
Local injeksi steroid merupakan terapi yang efektif untuk sindrom carpal tunnel. Injeksi dengan
metilprednisolon proksimal ke saluran carpal meningkatkan gejala sindrom dalam 1 bulan pada 77%
pasien kelompok intervensi (n = 30) dibandingkan dengan 20% pasien dalam kelompok kontrol (n = 30).
Setelah 12 bulan follow-up sekitar setengah / sebagian pasien masih menerima manfaat dari suntikan
tunggal metilprednisolon. Perbandingan kortikosteroid lokal versus sistematis mengungkapkan bahwa
injeksi lokal tunggal methylprednisolone lebih unggul dari pada prednisolon oral.
Sebuah Cochrane review mengevaluasi efektivitas injeksi steroid lokal carpal tunnel syndrome
versus injeksi plasebo atau intervensi non-bedah lainnya. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa,
dibandingkan dengan plasebo, injeksi steroid lokal memberikan perbaikan klinis yang lebih besar
terhadap gejala carpal tunnel setelah 1 bulan injeksi; Namun, bantuan gejala yang signifikan di luar 1
bulan belum terbukti. Selain itu, injeksi kortikosteroid lokal memberikan perbaikan klinis signifikan lebih
besar daripada kortikosteroid oral sampai 3 bulan
.
Intervensi bedah
Pembedahan diindikasikan jika pengobatan konservatif telah gagal, ada perbaikan motorik, atau
pasien memiliki mati rasa berat. Sampai saat ini, prosedur standar untuk sindrom carpal tunnel adalah
open carpal tunnel release (OCTR) via a long, palmar, curvilinear incision. Teknik endoscopic
carpal tunnel release (ECTR) yang kurang invasif kini telah dikembangkan dan digunakan secara luas.
Sebuah Cochrane review tahun 2007 membandingkan efektivitas pendekatan OCTR dan ECTR dalam
mengurangi gejala carpal tunnel menyimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat yang mendukung
penggantian OCTR standar dengan prosedur bedah alternatif yang ada. Para penulis mengamati bahwa
keputusan untuk menerapkan ECTR tampaknya dipandu oleh ahli bedah dan pasien preferensi. Selain
itu, sebuah tinjauan sistematis sebelumnya menyimpulkan bahwa OCTR, secara teknis kurang menuntut,
dikaitkan dengan rendahnya risiko komplikasi.
Cochrane Review terbaru membandingkan efektivitas pengobatan bedah carpal tunnel
syndrome dengan pengobatan non-bedah. Para penulis menyimpulkan bahwa pengobatan bedah
mengurangi gejala carpal tunnel secara signifikan lebih baik daripada splinting, namun untuk penelitian
lebih lanjut diperlukan penjelasan apakah kesimpulan ini berlaku untuk pasien dengan gejala ringan, dan
apakah perawatan bedah lebih baik daripada injeksi steroid lokal.

Ulnaris saraf: cubiti Tunnel Syndrome
Cubiti tunnel syndrome timbul dari cedera kompresi/himpitan saraf ulnar pada siku. Hal ini
mengakibatkan nyeri, parestesia dan mati rasa di bagian ulnar tangan; Namun, tidak ada mati rasa di
sepanjang lengan medial. Tangan bisa menjadi semakin canggung dan lemah.
Penyebab utama dari cubiti tunnel syndrome adalah himpitan saraf; penyebab lain dari saraf
ulnaris neuropati ulnar meliputi; dyskinesia palsy, karena factor usia, kelainan bentuk siku, rheumatoid
arthritis, osteoarthritis, sebuahh ganglion atau lipoma, sebuah subluxing ulnar nerve, dan
supracondylar spur.
Diagnosis
Tanda-tanda klinis sindrom saluran cubiti meliputi:
Kondisi tangan yang tidak normal (Claw hand deformity)
Flexor carpi ulnaris lemah dan fleksor digitorium profunda ke jari manis dan jari kelingking.
Aduksi jari lamh (Weak finger abduction)
Tanda Froment positif
Mengurangi sensasi cocokan peniti di ulnaris 1 jari dan daerah telapak dan punggung.
Tanda Tinel positif pada tingkat epikondilus median


Test untuk mengkonfirmasi diagnosis sindrom saluran cubiti meliputi:
X-ray siku, dengan cubital tunnel view
Studi elektrofisiologi, untuk mengukur kecepatan konduksi saraf sensorik, kecepatan konduksi
saraf motorik, gelombang dan amplitude, (dengan atau tanpa EMG), dari otot yang disuplai oleh
saraf ulnaris. Sensorik dan tes saraf motorik konduksi menunjukkan perlambatan kecepatan
(velocity) di siku.

Pengobatan
Pengobatan konservatif
Cubital tunnel syndrome dapat diatasi dengan istirahat dan modifikasi aktivitas yang beragam
untuk menghindari tekanan pada saraf. Sebuah studi terbaru mengklasifikasi pasien dengan cubital
tunnel syndrome ringan dan sedang kedalam tiga kelompok; night splinting, nerve gliding exercise or
control. Semua pasien diberitahu tentang penyebab gejala mereka. Setelah 6 bulan, 99% dari pasien
mengalami perkembangan yang uar biasa, dan tidak ada perbedaan signifikan yang diamati antara
ketiga kelompok. Pasien dengan gejala ringan atau sedang akan memiliki prognosis yang baik jika
mereka dididik tentang penyebab sindrom saluran cubiti dan diajarkan cara untuk menghindari
kebiasaan yang mengakibtkan terjadinya sindrom tersebut. Bentuk lain dari pengobatan konservatif
tidak memiliki peran besar dalam pengelolaan ulnar neuropati pada siku; operasi rilis sering diperlukan
jika gejala menetap/meningkat.
Intervensi bedah
Intervensi bedah yang paling umum untuk sindrom saluran kubiti adalah;
Neurolysis sederhana.
Transposisi anterior saraf ulnaris.
Epicondylectomy medis dari humerus distal.
Endoskopi cubiti tunnel rilis
Sebuah meta-analisis membandingkan dekompresi sederhana transposisi anterior saraf ulner
menyimpulkan bahwa; tidak ada perbedaan statistk yang signifikan antara kedua prosedur, meskipun
ada kecenderungan peningkatan hasil klinis dengan transposisi saraf.
Seperti carpal tunnel syndrome, pendekatan endoskopi sekarang sedang digunakan dalam
pengobatan sindrom saluran cubiti.

Situs lain.
Tarsal tunnel syndrome merupakan hasil atau dari kompresi/himpitan saraf tibialis posterior
atau saraf plantar di saluran tarsal. Gejalanya meliputi; nyeri, mati rasa dan kesemutan paresthesia di
telapak kaki. Ill-fitting footwear, fibrosis pasca-trauma, kista selubung tendon atau tenosinovitis,
ganglia, rheumatoid arthritis, hipotiroidisme, akromegali atau penebalan retinakulum fleksor dapat
menyebabkan sindrom terowongan tarsal.
Pengobatan tarsal tunnel syndrome yang tidak ada defisit motorik meliputi, terapi obat seperti;
NSAID dan antikonvulsan. Jika gejala bertahan/tidak mengalami perubahan, intervensi bedah untuk
melepaskan saraf diperlukan.

Summary.
Peripheral nerve entrapment (himpitan saraf perifer) sering dikaitkan dengan gejala nyeri
neuropatik. Dalam banyak kasus, gejala ini dapat diatasi dengan istirahat dan pengobatan konservatif,
termasuk pendidikan pasien akan kondisi mereka, fisioterapi, splinting, dan penggunaa NSAID oral.
Pasien dengan gejala persisten atau sakit parah harus dirujuk untuk memastikan apakah operasi
diperlukan: berbagai intervensi bedah yang tersedia, tergantung pada lokasi himpitan saraf.

Anda mungkin juga menyukai