Anda di halaman 1dari 37

Kehamilan Ektopik Terganggu

Ker

Pembimbing:
dr. Wahyu Jatmika, Sp.OG

oleh:
Eka Yunita W
11.2012.296

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK & GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
PERIODE 2 DESEMBER 2013 8 FEBRUARI 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU

Nama : Eka Yunita W


NIM

Tanda Tangan

: 11.2012.296

Dr. Pembimbing/Penguji : dr. Wahyu Jatmika, Sp.OG


IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Jawa
Tanggal lahir : 22 Desember 1986 (27 tahun)
Alamat : Getas Pejaten RT 02 / RW 02, Jati,

Pekerjaan : Buruh PT Djarum


Pendidikan : SMA
No. registrasi : 371220
Tanggal masuk : 22 Januari 2014
Dokter yang memeriksa : dr. Wahyu Jatmika,

Kudus
Agama : Islam
Nama Suami : Tn. E (33 tahun)

Sp.OG
Status perkawinan : Menikah

A. ANAMNESIS
Diambil dari

: Autoanamnesis

Tanggal

: 22 Januari 2014

Jam

: 16.15 WIB

Keluhan utama :
Nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
4 hari sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh nyeri perut bawah, rasa nyeri
dirasakan hilang timbul. Nyeri terasa sangat sakit bila ditekan. Os mengatakan tidak ada
pengeluaran darah pervaginam. Sehari sebelum masuk rumah sakit os mengatakan sempat

memijatkan perutnya untuk menghilangkan rasa sakit. Namun nyeri makin bertambah.
Keluar darah berupa flek-flek sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Os tidak merasa
nyeri pada daerah bahu dan tidak merasa nyeri pada saat buang air besar dan buang air
kecil. Os merasa lemas namun tidak disertai mual dan muntah. Os tidak mengalami
demam.
Hewan ternak pemeliharaan seperti kucing, anjung, burung, ayam, dan lain-lain
tidak ada di rumah Os ataupun di lingkungan tempat tinggalnya.
Riwayat Haid
Menarche

: 13 tahun

Siklus haid

: 28 hari

Lamanya

: 7 hari

Banyaknya

: banyak ( 4 kotek/hari)

HPHT

: 3 Januari 2014

Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 24 tahun, selama 3 tahun
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Anak

Tahun

Jenis

Umur

Jenis

ke

Persalinan

Kelamin

Kehamilan

Persalinan

2010

Laki-laki

9 bulan

Normal

2014

Hamil

ini

Penolong
Bidan

Hidup

Riwayat

Menetek

/ Mati

Nifas

s/d umur

Hidup

Baik

3 tahun

Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)


( ) Pil KB

( + ) Suntikan 3 bulan

( ) Susuk KB

( ) Lain-lain

( ) IUD

Penyakit Dahulu
( ) Cacar

( ) Malaria

( ) Batu ginjal/saluran kemih

( ) Cacar air

( ) Disentri

( ) Burut ( hernia )

( ) Difteri

( ) Hepatitis

( ) Batuk rejan

( ) Tifus abdominalis

( ) Wasir

( ) Campak

( ) Diabetes

( ) Sifilis

( ) Alergi

( ) Tonsilitis

( ) Gonore

( ) Tumor

( ) Hipertensi

( ) Penyakit pembuluh

( ) Demam rematik akut

( ) Ulkus ventrikuli

( ) Pendarahan otak

( ) Pneumonia

( ) Ulkus duodeni

( ) Psikosis

( ) Gastritis

( ) Neurosis

( ) Tuberkulosis

( ) Batu empedu

( ) Jantung

( ) Operasi

( ) Kecelakaan

Riwayat keluarga
Hubungan

Umur

Jenis kelamin

Keadaan

Penyebab
meninggal
-

Ayah

75 tahun

Laki-laki

kesehatan
Hidup

Ibu

74 tahun

Perempuan

Hidup

Laki-laki

Hidup

Suami

33 tahun

Ada kerabat yang menderita :


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosis
HIV
Hepatitis B
Hepatitis C
Hipertensi
Cacat bawaan
Lain lain

Ya
-

Tidak

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 120 / 80 mmHg

Nadi

: 80 x/ menit ( kuat angkat, teratur)

Suhu

: 36.50C

Pernafasaan

: 22 x/ menit. Abdominal-torakal

Tinggi Badan

: 166 cm

Hubungan

Aspek kejiwaan
Tingkah laku

: tenang

Alam perasaan

: biasa

Proses pikir

: wajar

Kulit
Warna

: sawo matang

Effloresensi

: tidak ada

Jaringan parut

: tidak ada

Pigmentasi

: tidak ada

Pertumbuhan rambut : normal


Pembuluh darah

: tidak menonjol dan melebar

Suhu raba

: normal, kulit Lembab

Keringat

: setempat yaitu di kepala dan leher

Turgor

: baik

Lapisan lemak

: tebal

Ikterus

: tidak ada

Edema

: tidak ada

Kepala
Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata
Mata
Pupil isokor 3mm, reflek cahaya (+/+), Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Udem palpebra (-/-)
Telinga
Selaput pendengaran utuh, Serumen (-), Perdarahan (-)
Hidung
Sekret (-), Deviasi septum (-), Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)
Mulut
Lidah dalam batas normal, Pursed Lips breathing (-)
Leher
Tiroid dan KGB tidak teraba, Deviasi trakea (-), Hipertrofi otot pernapasan tambahan
(-), Retraksi suprasternal (-), JVP 5-2 cm H2O

Dada (Thorax)
Inpeksi
Bentuk
Buah dada

: Normal, pernafasan abdomino-torakal.


: simetris, tidak ada massa,

Paru-paru (Pulmo)
Inspeksi

Anterior

Kanan
Kiri
Bentuk : Pectus pectinatum, sela iga Bentuk : Pectus pectinatum, sela iga
tidak melebar, retraksi sela iga (-)

tidak melebar, retraksi sela iga (-)

Pergerakan simetris dalam keadaan Pergerakan simetris dalam keadaan


statis dan dinamis

statis dan dinamis

Kulit berwarna sawo matang, lesi (-)

Kulit berwarna sawo matang, lesi (-)

Tipe pernapasan abdomino-torakal


Bentuk vertebra normal

Tipe pernapasan abdomino-torakal


Bentuk vertebra normal

Kulit : Tidak ada lesi patologis

Kulit : Tidak ada lesi patologis

-Tidak ada nyeri tekan

-Tidak ada nyeri tekan

-Sela iga paru tidak melebar

-Sela iga paru tidak melebar

Pergerakan simetris dalam keadaan

Pergerakan simetris dalam keadaan

statis dan dinamis

statis dan dinamis

Posterior

Fremitus : simetris
-tidak ada nyeri tekan

Fremitus : simetris
-tidak ada nyeri tekan

Anterior
Posterior
Anterior

Fremitus : simetris
Sela iga 1-6 sonor
Linea skapularis : Sonor
Suara nafas vesikuler, Rhonki (-),

Fremitus : simetris
Sela iga 1-6 sonor
Linea skapularis : Sonor
Suara nafas vesikuler, Rhonki (-),

Posterior

Wheezing (-)
Wheezing (-)
Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Suara nafas vesikuler, Rhonki (-),

Posterior
Palpasi

Perkusi
Auskultas

Anterior

Whezing (-)

Whezing (-)

Jantung (Cor)
Inspeksi
Palpasi

: ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis teraba pada sela iga V, 2 cm medial dari linea midclavicularis

sinistra
Perkusi

: Batas atas
Batas kiri

: Pada sela iga II garis parasternal kiri


: Pada sela iga V, 2 cm medial dari garis midclavicularis kiri

Batas kanan : Pada sela iga V, pada garis parasternal kiri.


Auskultasi

: Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada ke 4
katup jantung

Perut (Abdomen)
Inspeksi
Bentuk

: Simetris

Luka bekas operasi (-)


Palpasi
Nyeri tekan ( + ), massa ( - ), defans muskular (+)
Hati

: tidak dapat dinilai

Limpa

: tidak dapat dinilai

Ginjal

: ballotement ( - ), CVA (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus normal

Anggota gerak :
Lengan

Kanan

Kiri

Otot
Tonus

Normotonus

Normotonus

Massa

Eutrofi

Eutrofi

Sendi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Gerakan

Aktif

Aktif

Kekuatan

+5

+5

Oedem

Tidak ada

Tidak ada

Tangan
Warna

Sawo matang

Sawo matang

Tremor

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Kelainan jari:

Tungkai dan Kaki

Kanan

Kiri

Luka

Tidak ada

Tidak ada

Tonus :

Normotonus

Normotonus

Massa :

Eutrofi

Eutrofi

Normal

Normal

Gerakan :

Aktif

Aktif

Kekuatan :

+5

+5

Oedema:

Tidak ada

Ikterus :

Otot

Sendi

Tidak ada
-

C. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah

: Chloasma gravidarum (-)

Payudara : pembesara payudara (-), puting susu menonjol, cairan dari mammae (-)
Abdomen : pembesaran abdomen (-),
striae nigra (-),
striae livide (-),
striae albicans (-),
linea nigra (-)
bekas operasi (-)
Palpasi

: tidak teraba pembesaran uterus.


Terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubik.

Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher
Fluxus (+), Fluor (-)
V/U/V

: Tidak ada kelainan

Portio

: Licin dan nyeri goyang (+)

Corpus uteri

: Sebesar telur ayam

Adneksa parametrium

:Teraba massa setengah padat sebasar telur puyuh

Cavum dougles

: Menonjol

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 22 Januari 2014
Hematologi
Hasil

Satuan

Batas normal

Darah rutin
Hemoglobin

8.6

g/dL

11.7 15.5

Leukosit

10.99

ribu

3.6 11.0

Eosinofil

0.4

13

Basofil

0.2

01

Neutrofil

83.7

50 70

Limfosit

11.5

25 40

Monosit

4.2

28

Luc%

1 4

MCV

84.3

fL

80 100

MCH

29.4

pg

26 34

MCHC

34.8

32 36

Hematokrit

24.7

30 43

Trombosit

308

ribu

150 440

Eritrosit

2.93

juta

3.8 5.2

RDW

12.8

11.5 14.5

PDW

9.9

fL

10 18

MPV

9.6

mikro m3

6.8 10

LED

32/76

mm/jam

0 20

Golongan darah / Rh

O/+

Waktu perdarahan / BT

1.00

menit

13

Waktu pembekuan / CT 5.00

menit

2 6

L
L

Tanggal : 23 Januari 2014


Hematologi
Hasil

Satuan

Batas normal

Darah rutin
Hemoglobin

8.8

Tanggal : 23 Januari 2014

g/dL

11.7 15.5

Urin
Hasil

Batas normal

Urin lengkap
Plano test

Positif

Albumin

Negatif

Negatif

Reduksi

Negatif

Negatif

Bilirubin

Negatif

Negatif

Reaksi / pH

7,0

4,8 7,4

Urobilinogen

Normal

Normal

Benda keton

Negatif

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Berat jenis

1.015

1.015 1.025

Darah samar

+1

Negatif

Leukosit

Negatif

Negatif

Vitamin C

Negatif

Negatif

Epitel ren (sedimen)

Epitel sel

35

5 15

Eritrosit

35

01

Leukosit

35

35

Silinder

01

Parasit

Negatif

Negatif

Bakteri

Negatif

Negatif

Jamur

Negatif

Kristal

Negatif

D. RINGKASAN (RESUME)
4 hari sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh nyeri perut bawah, rasa nyeri
dirasakan hilang timbul. Nyeri terasa sangat sakit bila ditekan. Os mengatakan tidak ada
pengeluaran darah pervaginam. Sehari sebelum masuk rumah sakit os mengatakan sempat
memijatkan perutnya untuk menghilangkan rasa sakit. Namun nyeri makin bertambah.
Keluar darah berupa flek-flek sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Haid
Menarche

: 13 tahun

Siklus haid

: 28 hari

Lamanya

: 7 hari

Banyaknya

: banyak ( 4 kotek/hari)

HPHT

: 3 Januari 2014

Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 24 tahun, selama 3 tahun
Pemeriksaan fisik
KU : sakit sedang
Tekanan darah

: 120/80mmHg

Nadi

RR

: 22 x/menit

Suhu : 36.5oC

Mata

: CA -/- SI -/-

Thorax

: Vesikuler Rh -/- wh -/-

: 80 x/menit

BJ I/II reguler , murmur (-), gallop (-)


Abdomen : BU (+), nyeri tekan suprapubik (+),
massa (-), defans muskuler (+)
Extremitas : edem -/-, sianosis -/-, akral hangat -/PPV = darah
Pemeriksaan Dalam
Fluxus (+), Fluor (-)
v/u/v

: tidak ada kelainan

portio

: licin, nyeri goyang (+)

Corpus uteri

: Sebesar telur ayam

Adneksa parametrium

:Teraba massa setengah padat sebesar telor ayam.

Cavum douglasi

: Menonjol

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 23 Januari 2014 (setelah operasi)
Hematologi
Hasil

Satuan

Batas normal

Darah rutin
Hemoglobin

8.8

L
Hasil

g/dL
Batas normal

11.7 15.5

Urin lengkap
Albumin

Negatif

Negatif

Reduksi

Negatif

Negatif

Bilirubin

Negatif

Negatif

Reaksi / pH

7,0

4,8 7,4

Urobilinogen

Normal

Normal

Benda keton

Negatif

Negatif

Nitrit

Negatif

Negatif

Berat jenis

1.015

1.015 1.025

Darah samar

+1

Negatif

Leukosit

Negatif

Negatif

Vitamin C

Negatif

Negatif

Epitel ren (sedimen)

Epitel sel

35

5 15

Eritrosit

35

01

Leukosit

35

35

Silinder

01

Parasit

Negatif

Negatif

Bakteri

Negatif

Negatif

E. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja

: GIIPIA0 usia 27 tahun hamil 3 minggu dengan kehamilan ektopik


terganggu

Dasar diagnosis :
Nyeri perut bawah dan nyeri tekan suprapubik (+)
Pada pemeriksaan dalam terdapat nyeri goyang portio (+)
Pemeriksaan yang dianjurkan
1. Pemeriksaan EKG dan foto thorax untuk persiapan operasi
2. Pemeriksan Laboratorium CT/BT untuk persiaan operasi
3. Pemeriksaan urin dan Hb post operasi.
F. PENGELOLAAN:
Medika Mentosa:
1. sebelum operasi

Tradyl

Vitamin C

Alinamin

Cefotaxime 2 x 500

infus D5 + RL 20 tetes per menit

2. setelah operasi
-

Tradyl

Vitamin C

Alinamin

Cefotaxime 2 x 500

infus D5 + RL 30 tetes per menit

Transfusi NaCl

G. EDUKASI
-

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai keadaan pasien yaitu


memiliki kehamilan ektopik terganggu.

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai tindakan laparotomi


yang akan dilakukan serta tujuan dilakukan laparotomi.

H.

Istirahat yang cukup

Makan yang cukup dengan gizi yang baik

Meminum obat secara teratur.

PROGNOSIS :
Ad vitam

: Ad bonam

Ad functionam

: Ad bonam

Ad sanationam

: Ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal : 22 Januari 2014
Pukul 16.15 WIB
S : nyeri perut (+)
O : KU

: Baik

Tensi

: 110/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Nafas

: 18x/menit

Suhu

: 36,6 0C

Mata

: Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak

: Cor

( S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo( vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen

: Bising usus (+), nyeri tekan suprapubik (+) defans muskular


(+)

PPV

: (+) darah

Ekstremitas

: oedem (-)

A : GIIPIA0 usia 27 tahun hamil 3 minggu dengan kehamilan ektopik terganggu


P : Pemeriksaan darah rutin

Tanggal : 22 Januari 2014


Pukul 20.50 WIB
Pasien masuk ke ruang operasi
Dilakukan laparotomi
Diagnosis pre-operasi

: Kehamilan ektopik terganggu

Diagnosis post-operasi

: Kehamilan ektopik terganggu, ruptur tuba pars ampularis dekstra

Lama operasi

: 40 menit (21.03 WIB 21.43 WIB)

Laporan operasi

Laparotomi
Salphingektomi kanan
Perdarahan 400 cc
Tanggal : 23 Januari 2014
Pukul 07.00 WIB
S : nyeri pada luka post operasi
O:

KU

: Baik

Tensi

: 110/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Nafas

: 18x/menit

Suhu

: 36,8 0C

Mata

: Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak

: Cor

( S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo( vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen

: verban (+) rembesan (-)

PPV

: (+) darah

Ekstremitas

: oedem (-)

A : post salphingektomi dekstra hari ke-1 atas indikasi kehamilan ektopik terganggu
P : Tirah baring
Monitor hemoglobin

Tanggal : 24 Januari 2014


Pukul 07.00 WIB
S : nyeri pada luka post operasi
O:

KU

: Baik

Tensi

: 130/80 mmHg

Nadi

: 84x/menit

Nafas

: 18x/menit

Suhu

: 36,8 0C

Mata

: Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak

: Cor

( S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo( vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen

: verban (+) rembesan (-)

PPV

: (+) darah

Ekstremitas

: oedem (-)

A : post salphingektomi dekstra hari ke-2 atas indikasi kehamilan ektopik terganggu
P : Mobilisasi dini

Tanggal : 25 Januari 2014


Pukul 07.00 WIB
S : Tidak ada keluhan
O:

KU

: Baik

Tensi

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Nafas

: 20x/menit

Suhu

: 36,5 0C

Mata

: Anemis (-/-), ikterik (-/-)

Thorak

: Cor

( S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo( vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen

: verban (+) rembesan (-)

PPV

: (+) darah

Ekstremitas

: oedem (-)

A : post salphingektomi dekstra hari ke-3 atas indikasi kehamilan ektopik terganggu
P : Pulang

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sama dengan kehamilan ektopik
karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis serviks masih termasuk dalam
uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba,
terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars
ampularis tuba, dan kehamilan infundibulum tuba.1
Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,
kehamilan servikal, dan kehamilan adominal yang bisa primer atau sekunder.1
Kehamilan intrauterine dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan
ekstrauterin. Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana
kehamilan intaruterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin dan
compound ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan
kehamilan ekstrauterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion.

B.

Epidemiologi

kehamilan ektopik
terganggu
Telah
terjadi
peningkatan

nyata jumlah absolut dan angka kematian ektopik di Amerika Serikat selama dua dekade
belakangan. Jumlah sebenarnya telah meningkat melampaui proporsi pertumbuhan
penduduk. 2
Insiden kehamilan ektopikpada wanita bukan kulit putih lebih tinggi pada setiap
kategori usia dibanding pada wanita kulit putih, dan perbedaan ini meningkat sejalan
dengan pertambahan usia. Secara keseluruhan, pada tahun 1989 seorang wanita bukan kulit
putih memiliki peningkatan resiko kehamilan ektopik sebesar 1,4 kali dibanding dengan
seorang wanita kulit putih. Gabungan faktor ras dan peningkatan usia sekurang-kurangnya
merupakan faktor tambahan. Sebagai contoh, wanita bukan kulit putih berusia 35 sampai
44 tahun lima kali lebih mungkin mengalami kehamilan ektopik daripada wanita kulit putih
berusia 15 sampai 24 tahun.2
Angka kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan meningkat empat
kali lipat dari tahun 1970 sampai 1992. Peningkatan ini lebih besar pada wanita bukan kulit
putih dibanding pada wanita kulit putih dan untuk keduanya, insiden meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Dengan kata lain, pada tahun 1992 hampir 2 persen dari seluruh
kehamilan adalah kehamilan ektopik. Yang penting, kehamilan ektopik bertanggung jawab
terhadap 10 persen dari semua kematian yang disebabkan oleh kehamilan.2
Peningkatan angka KET adalah disebabkan oleh :
1. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba akibat penularan seksual
2. Diagnosis lebih dini dengan pemeriksaan gonadotropin korionik yang sensitif dan
ultrasonografi transvaginal pada beberapa kasus terjadi resorpsi sebelum dilakukan
diagnosis pada masa lalu.
3. Popularitas kontrasepsi yang mencegah kehamilan intrauterine tetapi tidak untuk
kehamilan ekstrauterine.
4. Sterilisasi tuba yang gagal
5. Induksi aborsi yang diikuti dengan infeksi
6. Meningkatnya penggunaan teknik reproduksi dengan bantuan.
7. Bedah tuba, termasuk riwayat salpingotomi serta tuboplasti untuk kehamilan tuba
C. Etiologi kehamilan ektopik terganggu
Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Tiap kehamilan
dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampula tuba, dan dalam perjalanan ke uterus
telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di
tuba dipermudah. 1-6 Faktor faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai

berikut :
1. Faktor dalam lumen tuba 2-3 :
-

endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen


tuba menyempit atau membentuk kantong buntu

pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk lekuk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping

operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit

2. Faktor pada dinding tuba 2-3 :


-

endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba

divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu

3. Faktor di luar dinding tuba 2-3


-

perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat


perjalanan telur

tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

4. Faktor lain 2-3 :


-

migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus ;
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur

Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan
terjadinya ektopik.

pemakai IUD di mana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium
dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umum
penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan
terjadinya kehamilan ektopik.

Bedasarkan tingkat resikonya, faktor resiko KET dapat dibagi menjadi 2-3 :
Resiko tinggi
o Rekonstruksi tuba
o Sterilisasi tuba

o Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya


o Paparan Dietilstilbestrol (DES) intrauterine
o Alat kehamilan dalam rahim (AKDR)
o Patologi tuba
Resiko sedang
o Infertil
o Riwayat Infeksi genital
o Sering berganti pasangan
Resiko ringan
o Riwayat operasi pelvik atau abdominal sebelumnya
o Merokok
o Douching
o Koitus sebelum umur 18 tahun
D. Patofisiologi kehamilan ektopik terganggu
1. Kehamilan Tuba
Fertilisasi dapat terjadi di bagian mana saja di tuba falopi, sekitar 55% terjadi
di ampula, 25% di ismus, 17% di fimbria.Oleh karena lapisan submukosa di tuba
falopii tipis, memungkinkan ovum yang telah dibuahi dapat segera menembus sampai
ke epitel, zigot akan segera tertanam di lapisan muskuler. Trofoblas berproliferasi
dengan cepat dan menginvasi daerah sekitarnya. Secara bersamaan, pembuluh darah
ibu terbuka menyebabkan terjadi perdarahan di ruang antara trofoblas, atau antara
trofoblas dan jaringan di bawahnya. Dinding tuba yang menjadi tempat implantasi
zigot mempunyai ketahanan yang rendah terhadap invasi trofoblas. Embrio atau janin
pada kehamilan ektopik seringkali tidak ditemukan atau tidak berkembang.1-6

Pada yang pertama telur berimplantasi pada sisi atau ujung jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur
bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang

- kadang tidak tampak, dengan mudah vili korialis menembus

endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot otot tuba dengan merusak jaringan
dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa
faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan
yang terjadi oleh invasi trofoblas. 1-6
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek ; endometrium dapat
berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan perubahan pada
endometrium yang disebut fenomena Arias Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel
dapat berlubang lubang atau berbusa, dan kadang kadang ditemukan mitosis.
Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik. 1-6
2. Abortus Tuba
Terjadinya abortus tuba bergantung pada lokasi implantasi. Umumnya terjadi
bila implantasi di ampulla, sebaliknya ruptur tuba terutama bila implantasi di daerah
ismus. Adanya perdarahan menyebabkan plasenta dan membran terlepas dari dinding

tuba. Jika plasenta terlepas seluruhnya, semua produk konsepsi dapat keluar melalui
fimbria ke rongga abdomen. Saat itu perdarahan dapat berhenti dan gejala umumnya
menghilang. Perdarahan akan tetap terjadi selama produk konsepsi tetap berada di
tuba. Darah akan menetes sedikit-sedikit melalui tuba dan berkumpul di kavum
Douglasi. Jika fimbria mengalami oklusi, darah akan terkumpul di tuba membentuk
hidrosalfing. 1-6
3. Ruptur Tuba
Produk konsepsi yang melakukan invasi dapat menyebabkan tuba pecah pada
beberapa tempat. Jika tuba ruptur pada minggu-minggu oertama kehamilan, biasanya
implantasi terjadi di ismus, jika implantasi terjadi di pars intertitial, ruptur terjadi agak
lebih lambat. Ruptur umumnya terjadi spontan, tetapi dapat pula disebabkan oleh
trauma akibat koitus dan pemeriksaan bimanual. 1-6
Saat ruptur semua hasil konsepsi keluar dari tuba, atau jika robekan tuba kecil,
perdarahan hebat dapat terjadi tanpa disertai keluarnya hasil konsepsi dari tuba. Jika
hasil konsepsi keluar ke rongga abdomen pada awal kehamilan, implantasi dapat
terjadi di daerah mana saja rongga abdomen, asal terdapat sirkulasi darah yang cukup
sehingga dapat bertahan dan berkembang. Namun hal tersebut jarang terjadi. Sebagian
besar hasil konsepsi berukuran besar dapat tertahan di kavum Douglasi membentuk
massa yang berkapsul atau mengalami kalsifikasi membentuk lithopedon. 1-6

Beberapa jenis kehamilan lain:


1. Kehamilan Abdominal
Kehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi langsung hasil konsepsi
di dalam kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal primer, atau
awalnya dari kehamilan tuba yang ruptur dan hasil konsepsi yang terlepas selanjutnya
melakukan implantasi di kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal
sekunder. 1-6
Efek kehamilan tuba yang ruptur terhadap kelangsungan kehamilan bervariasi,
tergantung pada luasnya kerusakan plasenta. Janin akan mati bila plasentanya rusak
cukup luas. Akan tetapi, jika sebagian besar plasenta tertahan di tempat perlekatannya
rusak cukup luas. Akan tetapi, jika sebagian besar plasenta tertahan di tempat
perlekatanya di tuba, perkembangannya lebih lanjut bisa terjadi. Selain itu, plasenta
dapat pula terlepas dari tuba dan mengadakan implantasi dapat struktur panggul,
termasuk uterus, usus, ataupun dinding panggul. 1-6
Keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, nausea, muntah,
malaise, dan nyeri saat janin bergerak. Gambaran klinik yang paling sering ditemukan
adalah nyeri tekan abdomen, presentasi janin abnormal dan lokasi serviks yang
berubah. USG merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menegakkan
diagnosis, tetapi yang dapat didiagnosis sebelum terjadi perdarahan intraabdominal
kurang dari setengah kasus. Pilihan penanganan adalah segera melakukan
pembedahan, kecuali pada beberapa kasus tertentu, seperti usia kehamilan mendekati
viabel. Jika memungkinkan jaringan plasenta sebaiknya dikeluarkan, jika tidak, dapat
dilakukan pemberian metrotreksat. 1-6
2. Kehamilan Ovarial
Gejala klinik hampir sama dengan kehamilan tuba. Kenyatannya, kehamilan
ovarial seringkali dikacaukan dengan perdarahan korpus luteum saat pembedahan,
diagnosis seringkali dibuat setelah pemeriksaan histopatologi. Kriteria diagnosis
termasuk tuba ipsilateral utuh, jelas terpisah dari ovarium, kantong gestasi berada di
ovarium, kantong kehamilan berhubungan dengan uterus melalui ligamentum
ovarium, jaringan ovarium di dinding kantong gestasi. 1-6
3. Kehamilan Servikal
Riwayat dilatasi dan kuret merupakan faktor predisposisi kehamilan serviks,
ditemukan pada lebih dari 2/3. Selain itu, tindakan In vitro fertilization (IVF) dan
riwayat seksio sesarea sebelumnya juga meningkatkan risiko. Gejala yang umum

ditemukan adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri. Pada umumnya serviks
membesar, hiperemis atau sianosis. Seringkali diagnosis ditegakkan hanya secara
kebetulan saat melakukan pemeriksaan USG rutin atau saat kuret karena dugaan
abortus inkomplit. Diagnosis awal ditegakkan dengan observasi kantong kehamilan di
sekitar serviks saat melakukan pemeriksaan USG. Bila kondisi hemodinamik stabil,
penanganan koservatif untuk mempertahankan uterus merupakan pilihan. Pemberian
metroteksat dengan cara lokal dan atau sistemik menunjukkan keberhasilan sekitar
80%. Histerektomi dianjurkan jika kehamilan telah memasuki trimester kedua akhir
ataupun ketiga. 1-6
E. Diagnosis dan gejala klinis kehamilan ektopik terganggu
1. Anamnesis
Amenorea
Amenore yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan
atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang kadang dijumpai keluhan hamil muda
dan gejala hamil lainnya. Sekitar seperempat wanita tidak melaporkan amenore,
mereka menyalahkan perdarahan uterus yang sering terjadi pada kehamilan tuba
sebagai menstruasi yang sebenarnya. Ketika dukungan endokrin untuk endometrium
menurun, perdarahan biasanya sedikit, bewarna coklat tua, dan dapat intermiten atau
kontinu. Meskipun perdarahan per vaginam yang banyak lebih sugestif untuk
abortus inkomplet daripada kehamilan ektopik, perdarahan semacam itu kadang kala
ditemukan pada kehamilan tuba. 1-6
Nyeri Tekan Abdomen dan Pelvis 97%
Pada abortus tuba keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya
rasa sakit di perut dan perdarahan pervaginam. Hal ini dapat dikacaukan dengan
abortus biasa. Bila tejadi ruptur tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat
membahayakan jiwa si ibu. Perasaan nyeri dan sakit yang tiba tiba di perut, seperti
diiris dengan pisau dan disertai muntah dan bisa jatuh pingsan. 1-6
Perdarahan pervaginam 79%
Tanda - tanda akut abdomen
Nyeri tekan yang hebat (defiance musculer), muntah, gelisah, pucat, anemis,
nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok). 1-6
Nyeri bahu
Karena perangsangan subdiafragma karena adanya darah pada cavum

abdominale.1-6
2.

Premeriksaan fisik
1. Pada pemeriksaan fisik
Tekanan darah dan Denyut Nadi
Sebelum ruptur, tanda-tanda vital umumnya normal. Respon dini terhadap
perdarahan sedang dapat berkisar dari tanpa perubahan tanda vital hingga
sedikit peningkatan tekanan darah, atau respon vasovagal disertai bradikardia
dan hipotensi. Tekanan darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya
jika perdarahan berlanjut dan hipovolemianya menjadi nyata. 1-6
Suhu
Setelah perdarahan akut, suhu dapat normal atau bahkan rendah. Suhu dapat
mencapai 38oC, tetapi suhu yang lebih tinggi jarang bila tidak ada infeksi.
Demam penting untuk membedakan kehamilan tuba yang mengalami ruptur
dengan beberapa kasus salpingitis akut. 1-6
Palpasi dan Perkusi abdomen
Ada tanda tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullness). 1-6
2. Pemeriksaan ginekologik (periksa dalam) terdapat :
-

Adanya nyeri goyang porsio : dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu
akan merasa sakit yang sangat.1-6

Douglas crise : rasa nyeri hebat pada penekanan cavum douglasi.1-6

Kavum Douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah, begitu pula


teraba masa retrouterin (masa pevis).1-6

Massa Pelvis
Massa pelvis dapat diraba pada sekitar 20% wanita. Ukuranya berkisar antara
5 sampai 15 cm, dan massa seperti ini sering kali lunak dan elastis. Bila
infiltrasi darah ke dalam dinding tuba luas, massanya mungkin keras. Massa
ini hampir selalu terletak di posterior atau lateral dari uterus. Nyeri dan nyeri
tekan sering menghalangi identifikasi massa tersebut melalui palpasi. 1-6

Pervaginam keluar desidual cast

Kuldosentesis (Douglas pungsi)


Untuk mengetahui adakah darah dalam kavum Douglasi
Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku
atau hanya berupa bekuan bekuan kecil di atas kain kasa maka hal ini
dikatakan positif (fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma

retrouterina
Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku ;
hasil negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang kena tusuk
3.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan lab
i.

Hemoglobin, Hematokrit dan Hitung Leukosit


Setelah terjadi perdarahan, volume darah yang berkurang dipulihkan
menjadi normal dengan hemodilusi dalam waktu satu hari atau lebih. Oleh
karena itu, setelah perdarahan banyak sekalipun, pembacaan nilai
hemoglobin atau hemotokrit pada awalnya mungkin hanya menunjukkan
sedikit penurunan.
Untuk beberapa jam pertama setelah perdarahan akut, penurunan kadar
hemoglobin atau hematokrit saat wanita tersebut sedang diobservasi
merupakan petunjuk kekurangan darah observasi merupakan petunjuk
kekurangan darah yang lebih bermanfaat daripada pembacaan awal. 1-6
Derajat leukositosis sangat bervariasi pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur. Pada sekitar setengah dari para wanita ini, leukosit
normal, tetapi sisanya dapat ditemukan leukosit dengan berbagai derajat
sampai 30.000/l. 1-6

ii.

Pemeriksaan Gonadotropin korionik


Kehamilan ektopik tidak dapat didiagnosis hanya dengan uji kehamilan
positif saja. Namun, masalah kuncinya adalah apakah wanita tersebut hamil
atau tidak. Hampir pada semua kasus kehamilan ektopik, gonadotropin
korionik manusia (hCG) dapat terdeteksi di dalam serum, tetapi biasanya
konsentrasinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan kehamilan normal. 1-6

iii.

Tes Urin untuk kehamilan


Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan
sensitivitas untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800
mlU/ml. Kesederhanaan tes ini diimbangi oleh kemungkinan untuk positif
pada kehamilan ektopik hanya 50 sampai 60 persen. Kalaupun digunakan
tes jenis tabung, deteksi gonadotropin korionik berkisar antara 150 sampai
250 mlU/ml, dan tes ini hanya positif pada 80 sampai 85 persen kehamilan
ektopik. Tes yang menggunakan ELISA (Enzyme-linked immunosorbent
assays) sensitif untuk kadar 10 sampai 50 mIU/ml, dan positif pada 95 %

kehamilan ektopik. 1-6


iv.

Pemeriksaan -hCG serum


Radioimmunoassay adalah metode yang paling tepat, dan hampir
semua kehamilan dapat terdeteksi. Bahkan, karena sensitivitas pemeriksaan
ini, suatu kehamilan dapat dipastikan sebelum terjadi perubahan yang dapat
terlihat pada tuba Fallopii. Tidak adanya kehamilan dapat ditegakkan hanya
jika terdapat hasil negatif pada pemeriksaan gonadotropin serum yang
mempunyai sensitivitas 5 sampai 10 mIU/ml.1-6
Karena pemeriksaan serum tunggal yang positif tidak menyingkirkan
kehamilan ektopik, beberapa metode yang berbeda telah dirancang untuk
menggunakan nilai serum kuantitatif serial dalam menegakkan diagosis.
Metode ini dapat digunakan tersendiri, tetapi lebih sering digunakan
bersamaan dengan sonografi. 1-6

v.

Progesteron Serum
Pengukuran progesteron tunggal sering dapat digunakan untuk
memastikan bahwa terdapat kehamilan yang berkembang normal. Nilai di
atas 25ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik dengan sensitivitas 97,5%.
Nilai kurang dari 5ng/ml menunjukkan bahwa janin-embrio sudah mati,
tetapi tidak menunjukkan lokasinya. Kadar progesteron antara 5 sampai 25
ng/ml, sayangnya sering tidak konklusif. 1-6
Menurut DeCherney, 10 persen wanita yang mengalami kehamilan
normal mempunyai nilai progesteron serum kurang dari 25 ng/ml. Hahlin
melaporkan bahwa bahwa tidak ada wanita dengan kehamilan intrauterine
yang mempunyai kadar progesteron di bawah 10 ng/ml, sedangkan 88
persen diantara mereka yang hemil ektopik dan 83 persen yang mengalami
abortus spontan mempunyai nilai yang lebih rendah. 1-6

vi.

Pencitraan Ultrasonografi
-

Sonografi abdomen
Identifikasi produk kehamilan tuba falopii sulit dilakukan dengan
menggunakan sonografi abdomen. Jika kantong gestasi teridentifikasi
dengan jelas di dalam rongga uterus, kecil kemungkinan adanya
kehamilan ektopik yang terjadi bersamaan. Lebih lanjut, bila tidak
ditemukan kehamilan uterus dengan sonografi, hasil tes kehamilan
yang positif, adanya kehamilan ektopik hampir dapat dipastikan.

Sayangnya,

temuan-temuan ultrasonografi yang sugestif untuk

kehamilan uteri dini dapat tampak pada beberapa kasus kehamilan


ektopik. 2-7

Gambaran ultrasonografi sebuah kantong kecil atau kantong yang


kolaps sebenarnya mungkin adalah bekuan darah atau massa desidua.
Kehamilan uterus biasanya belum terlihat dengan menggunakan
ultrasonografi abdomen sampai 5 sampai 6 minggu setelah haid
berakhir atau 28 hari setelah saat ovulasi. Sebaliknya, terlihatnya massa
di adnexa atau cul-de-sac dengan sonografi tidak begitu membantu.
Kista korpus luteum dan usus yang kusut kadangkala terlihat seperti
kehamilan tuba secara sonografi yang jelas-jelas berada di luar uterus
adalah bukti yang kuat akan adanya kehamilan ektopik. 2-7
-

Sonografi vagina
Sonografi dengan transduser di vagina dapat digunakan untuk
mendeteksi kehamilan uteri sejak 1 minggu setelah terlambat
menstruasi bila -hCG serum lebih dari 1500mIU/ml. Dalam penelitian
oleh Banhard, uterus yang kosong dengan konsentrasi -hCG serum
1500mIU/ml atau lebih, 100 persen akurat untuk mengidentifikasi
kehamilan ektopik. 2-7
Sonografi vagina juga digunakan untuk mendeteksi massa
adnexa. Namun, cara ini dapat menyesatkan dan kehamilan ektopik
dapat terlewatkan kalau massa tubanya kecil atau tertutup oleh usus.
/sensitivitas dan spesifisitas ultrasonografi vagina untuk kehamilan

ektopikmasing-masing adalah 96 dan 99 persen, jika teridentifikasi


cairan bebas di peritoneum. Dengan terlihatnya massa tuba,
sensitivitasnya 81 persen dan spesifisitasnya 99 persen. 2-7

Sonografi vagina menghasilkan diagnosis kehamilan uterus yang


lebih dini dan lebih spesifik. Bila kadar -hCG serum 1000 mIU/ml, 50
persen kantong gestasi dapat ditemukan. Kriterianya antara lain adalah
identifikasi kantong gestasi berukuran 1 sampai 3 mm ataulebih besar,
terletak eksentrik di uterus dan dikelilingi oleh reaksi desidua-korion.
Kutub janin di dalam kantong bersifat diagnostik, terutama bila disertai
dengan kerja jantung janin. 2-7
Sonografi vagina, dapat digunakan secara tersendiri

untuk

mendiagnosis kehamilan ektopik pada lebih dari 90 persen kasus.


Diagnosis klinis yang akurat didasarkan pada dua kemungkinan :
o Diagnosis klinis yang akurat didasarkan pada dua kemungkinan :

Kehamilan uteri teridentifikasi seperti yang telah diuraikan

Uterus kosong dan kehamilan ektopik terlihat bedasarkan dari


dua ovarium yang teridentifikasi secara jelas
Massa tersebut harus kompleks atau mengandung cincin adnexa
yang menyerupai kantong gestasi dengan atau tanpa kutub janin
(bayangan janian atau yolk sac). 2-7
Tanpa kriteria tersebut, pemeriksaan tersebut mungkin tidak
bersifat diagnostik. Kehamilan heterotipik merupakan pengecualian.
Bila pemeriksaan tidak bersifat diagnostik, sebagian besar klinisi lebih
menyukai sonografi serial bersama dengan pengukuran -hCG serial

karena perubahan konsentrasi penting artinya. 2-7


-

Ultrasonografi Doopler bewarna dan berdenyut pada vagina


Teknik ini terdiri dari identifikasi lokasi warna vaskular di uterus
atau ekstrauterus dengan bentuk plasenta yang khas, yang disebut pola
cincin-api, dan pola aliran impedansi rendah berkecepatan tinggi yang
menggambarkan perfusi plasenta. Bila pola ini ditemukan di luar
rongga uterus, yang juga dianggap dingin dalam hal aliran darahnya,
diagnosis kehamilan sudah jelas. 2-7
Teknik ini secara signifikan memperbaiki diagnosis kehamilan
uteri hidup serta kehamilan ektopik atau abortus inkompletus yang
benar. Teknik ini telah berhasil digunakan untuk mendiagnosis
kehamilan serviks untuk memonitor regresinya setelah pemberian
terapi metrotreksat. 2-7

F. Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu


-

Infeksi pelvik.

Abortus iminens atau insipiens

Ruptur korpus luteum

Apendisitis akut

Salpingitis akut

G. Penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu


Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi
kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba berbeda
dari

penatalaksanaan

kehamilan

abdominal.

Selain

itu,

perlu

dibedakan

pula

penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik


terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum
terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu
yang menyebabkan syok. Pasien yang mengalami kehamilan ektopik, bisanya :
1. Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di rumah sakit untuk
penanggulangannya
2. Bila ibu dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan
secukupnya dan tranfusi darah
3. Setelah diagnosa jelas atau sangat disangka KET, dan keadaan umum baik atau

lumayan, segera lakukan laparotomi untuk menghilangkan sumber perdarahan :


dicari, diklem, dan dieksisi sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat sebaik
baiknya
4. Sisa sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan
lebih cepat
5. Berikan antibiotika yang cukup dan obat anti inflamasi
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi
baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant
management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.4
Pembedahan
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba
yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik
terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu
pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal,
di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita
kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan
tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila
pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per
laparoskopi.8-10

Salpingostomi

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang


berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur
ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di
perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian
dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat
dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit
kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi
maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk
kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel membandingkan
salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi
pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup
methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan
insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian
angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah
kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara bermakna. 8-10
Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara
salpingostomi dan salpingotomi.
Jika hasil konsepsi masih berada di tuba, masih memungkinkan untuk
mempertahankan tuba dengan mengeluarkan produk konsepsi dan melakukan rekonstruksi
tuba. Hal ini terutama dilakukan bila tuba kontralateral rusak atau tidak ada. Sekitar 6%
kasus membutuhkan pembedahan ulang atau pengobatan bila jaringan trofoblas masih
tertinggal. 1-7
Kesempatan hamil intrauterine untuk kedua tindakan tersebut menunjukkan angka
yang sama, walaupun risiko kehamilan ektopik berulang lebih besar pada tindakan
salpingotomi. Salpingotomi merupakan pilihan terutama bila tuba ruptur, mengurangi
perdarahan dan operasi lebih singkat. Kedua tindakan tersebut dapat dilakukan dengan
laparotomi ataupun laparoskopi. Keuntungan laparoskopi adalah penyembuhan lebih cepat,
perlengketan yang terbentuk lebih minimal, dam merupakan pilihan bila kondisi pasien
masih baik. 1-7
Salpingektomi

Salphingektomi dilakukan jika tuba mengalami kerusakan hebat atau tuba kontralateral
baik. Jika implantasi terjadi di pars intertitial, mungkin dapat dilakukan reseksi kornu
uterus. 1-7
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
2) tuba kontralateral baik
3) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
4) terjadi kegagalan sterilisasi,
5) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
6) pasien meminta dilakukan sterilisasi,
7) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
8) kehamilan tuba berulang,
9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada
kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering
kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada
salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan
kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi,
sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.
Evakuasi fimbrae dan fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan
dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari
implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar
sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan. 8-10
Medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk kehamilan ektopik dengan pemberian metrotreksat,

baik secara sistemik maupun dengan injeksi ke kehamilan ektopik melalui laparoskopi atau
dengan bantuan USG. 1-7
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus
memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut
bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan
kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang
efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang
tidak menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar
dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian
methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik
secara medis. 1-7
1. Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,
termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan
merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan
terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk
kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus
stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum
mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia
gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm.
Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan
terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani
pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu
diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani
pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang.7
Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus
diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi
sumsum tulang. Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang
disebutkan dalam literatur antara lain kadar -hCG, progesterone, aktivitas jantung janin,
ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum.

Namun disebutkan dalam sumber lain bahwa hanya kadar -hCG-lah yang bermakna
secara statistik. Untuk memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan -hCG serial
dibutuhkan. Pada hari-hari pertama setelah dimulainya pemberian methotrexate, 65-75%
pasien akan mengalami nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari
tempat implantasinya (separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba.
Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik nonsteroidal. -hCG umumnya tidak terdeteksi
lagidalam 14-21 hari setelah pemberian methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa
hasil konsepsi akan tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan
hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. Setelah terapi berhasil,
kadar -hCG masih perlu diawasi setiap minggunya hingga kadarnya di bawah 5
mIU/mL.7
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang
diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari
ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen
pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6
dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada
patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate
dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi.
Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk
kehamilan ektopik yang belum terganggu. 7
2. Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5
hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan
terapi methotrexate sebelumnya. 7
3. Larutan glukosa hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif
terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan
keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba.
Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka
kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif

ini jarang digunakan. 7,10

H. Komplikasi kehamilan ektopik terganggu


1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung (4 6
minggu), terjadi perdarahan ulang (reccurent bleeding). Ini merupakan indikasi
operasi
2. Infeksi
3. Pecahnya tuba falopi
4. Sterilitas
I. Prognosis kehamilan ektopik terganggu
Kematian karena KET cenderung turun dengan diagnosis dini dan fasilitas yang cukup.

Daftar Pustaka

1. Sastrawinata S. Obstetri Patologi. Bagian obstetri dan ginekologi fakultas kedokteran


Universitas Padjadjaran. Bandung: Eleman. 1983.
2. Wiknosastro H. Kehamilan ektopik. Editor Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachmihadhi T, dalam Ilmu Kebidanan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.2005.h.323-8
3. Epidemiologi dan Patofisiologi KET. Diunduh dari www.unsri.ac.id. 23 Januari

2014.
4. Hauth. C. John, dkk: Kehamilan ektopik, Obstetri Williams, Ed 21, vol 2, 982 1013,
2006
5. Mochtar. R, Lutan. D. Kelainan letak kehamilan (kehamilan ektopik) : Sinopsis
Obstetri. Edisi kedua. 1998. Halaman 226 237.
6. Manuaba I.B.G, Manuaba I.B. Chandranita. Kehamilan ektopik : Pengantar Kuliah
Obstetri. 2007. Halaman 106-120.
7. Hauth. C. John, dkk. Kehamilan ektopik - Obstetri Williams. Edisi 21. vol 2.
2006.h.982 1013.
8. Sepllan

VP.

Ectopic

Pregnancy.

Edisi

2012.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/2041923-overview, 23 Januari 2014.


9. Dept. Of Health and Human Sevices office on Womens health. Ectopic pregnancy.

Edisi

2012.

Diunduh

dari

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ectopicpregnancy.html, 23 Januari 2014.


10. Murray H, Bakdah

Ectopic

H, Bardell T, Tullandi T. Diagnosis & Treatment of

pregnancy.

Edisi

2011.

Diunduh

http://www.canadianmedicaljournal.ca/content/173/8/905.full, 23 Januari 2014.

dari

Anda mungkin juga menyukai